TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.3) (Ayat ke-2)

LARANGAN MENINGGIKAN SUARA

  1. NASH AYAT

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu meninggikan suaramu, melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedang kamu tidak menyadarinya. (QS. Al Hujurat [49]:2)

  1. TINJAUAN BAHASA

لا تَرْفَعُوا

Janganlah kalian meninggikan

أَصْوَاتَكُمْ

Suara kalian

وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ

Berkata keras

Menut Ibnu Asyur menyebutkan kerasnya kata-kata melebihi biasanya yang didengar, sehingga mengganggu. Seperti suara yang terdengar dari tempat yang tinggi.[1]

  1. KANDUNGAN AYAT

Ayat ini berkaitan dengan sabab nuzul dalam mukaddimah seri yang lalu, diperkuat juga dengan Imam Al Bukhari menyebutkan dalam kitab Sahihnya, hadits bersumber dari Ali Bin Abdillah:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ سَعْدٍ، أَخْبَرَنَا ابْنُ عَوْنٍ، أَنْبَأَنِي مُوسَى بْنِ أَنَسٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَقَدَ ثَابِتَ بْنَ قَيْسٍ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا أَعْلَمُ لَكَ عِلْمَهُ. فَأَتَاهُ فَوَجَدَهُ فِي بَيْتِهِ مُنَكِّسًا رَأْسَهُ، فَقَالَ لَهُ: مَا شَأْنُكَ؟ فَقَالَ: شَرٌّ، كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. فَأَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ قَالَ كَذَا وَكَذَا، قَالَ مُوسَى: فَرَجَعَ إِلَيْهِ الْمَرَّةَ الْآخِرَةَ بِبِشَارَةٍ عَظِيمَةٍ فَقَالَ: “اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَكِنَّكَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ[2]

“Telah menceritakan kepadaku Azhar bin Said telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah memberitahuku Musa bin Anas, dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu, Nabi mencari Tsabit bin Qais, lalu seseorang berkata,” Aku tahu, aku akan beritahukan kepadamu ya Rasulullah,. Lalu orang tersebut mencari Tsabit bin Anas, dan akhirnya mendapati dirumahnya sedang menengadahkan kepalanya. Orang tersebut berkata,”Apa yang terjadi denganmu ?”. Tsabit bin Qais berkata,” Buruk”. Lalu Tsabit menceritakan, ia mengangkat suara di hadapan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, ia khawatir amalnya akan terhapus, dan termasuk penghuni neraka”. Lalu orang tersebut menemui Rasulullah dan memberitahu beliau apa yang terjadi dengan Tsabit bin Qais. Lalu Musa bin Anas berkata,” Lalu laki-laki itu kembali lagi yang terakhir kepada nabi dengan membawa kabar gembira besar. Lalu nabi berkata,”Pergilah, temui Tsabit Bin Qais katakana kepadanya,”Engkau bukan penghuni neraka, akan tetapi engkau adalah penghuni syurga”.

Menurut Ibnu Asyur, perumpamaan dalam ayat ini terkait dengan ayat sebelumnya, beliau berkomentar:

لِيَكُونَ كُلُّ مِثَالٍ مِنْهَا دَالًّا عَلَى بَقِيَّةِ نَوْعِهِ وَمُرْشِدًا إِلَى حُكْمِ أَمْثَالِهِ دُونَ كُلْفَةٍ[3]

Agar setiap permisalan tersebut menjadi petunjuk pada sebagian ayat ayat sejenisnya tanpa kesulitan dalam memahami.

Ayat ini juga masih terkait dengan bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Karena Al Qur’an diturunkan untuk sebuah interaksi yang baik, tidak menghendaki hubungan yang buruk. Sehingga mencegah sebuah keburukan dalam syariat islam lebih di dahulukan dari pada mengambil manfaat.

دَرْء الْمَفَاسِد مقدم على من جلب الْمصَالح[4]

“Mencegah kerusakan lebih diprioritaskan daripada mengambil manfaat”.

Karena syariat lebih mengedepankan pencegahan terhadap kerusakan daripada mengambil maslahat terlebih. Larangan meninggikan suara dihadapan nabi semasa hidupnya, juga berlaku meski nabi sudah wafat. Hal ini seperti disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir, saat menyebutkan riwayat bahwa Umar bin Khattab mendengar dua orang yang meninggikan suara di Masjid Nabawi, lalu Umar menegur mereka seraya berkata,” .Tahukan dimana kalian sekarang?”. Dari mana kalian?.Mereka menjawab,” Kami dari Tha’if:. Umar bin Khattab berkata,”Jika saja berasal dari Madinah, akan aku pukul kalian hingga pingsan”.[5]

Menurut Ibnu Abbas ayat ini terkait larangan bagi muslim memanggil nama nabi secara langsung, seperti “Ya Muhammad, akan tetapi panggil dengan sebutan,” Ya Rasulullah, Ya Nabiyallah, Ya Abal Qashim, agar amal-amal kalian tidak terhapus karena kalian hilang adab terhadap Rasulullah. [6]

  1. KESIMPULAN

  • Larangan meninggikan suara, baik terhadap Rasulullah maupun orang lain, karena meninggikan suara mengganggu orang lain.
  • Menjaga adab dengan Rasulullah, memanggil dengan panggilan pemuliaan dan penghormatan.
  • Adab terhadap Rasulullah tetaplah berlak, meski beliau sudah tiada.

Fauzan Sugiono


[1] Muhammad Thahir bin Asyur, At Tahrir wa At Tanwir, Tunis:Dar Tunisia Li An Nasyr, 1984) J. 26 h.219

[2]Imam Al Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Shahih Al Bukhari, (Mesir, Dar Tuq An Najat, 1422) J.6 h. 137 No 4846

[3] Muhammad Thahir bin Asyur, At Tahrir wa At Tanwir, h.219

[4] Muhammad Musthafa Az Zuhaily, Ushul Fikh wa Qawaid Fikhiyah, (Damaskus: Dar Fikr, 1427H) j. 1 h. 238

[5] Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azim, (Dar Taybah li An Nasyr, 1420) Tahqiq: Sami Bin Muhammad Salamah j. 7 h. 368

[6] Majduddin Abu Tahir Al Fairuz Abadi,Tanwir Miqbas Fi Tafsir Ibni Abbas, (Libanon:Dar Al Kutub, tt) 1/435

Serial Tafsir Surat Al-Hujurat

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (Muqaddimah)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.2) (Ayat ke-1)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.3) (Ayat ke-2)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG. 4) (Ayat 3, 4, dan 5)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 5] (Ayat ke-6)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 6] (Ayat ke-7)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 7 (Ayat ke-8 dan 9)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 8 (Ayat ke-10)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 9 (Ayat ke-11)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 10 (Ayat ke-12)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT BAG 11 (Ayat ke-13)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 12 (Ayat ke-14)

Tafsir Surat AL Hujurat Bag. 13 (Ayat ke-15)

TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL HUJURAT Ayat 16, 17 dan 18 (BAG. 14 SELESAI)

Menghadapi Para Pendengki

💢💢💢💢💢💢

Menyeru manusia kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengajak manusia ke jalan kebaikan, ibarat perdagangan. Seorang yang berdagang pasti memiliki pesaing. Ada pesaing yang sehat dan ada pula yang hasad (dengki). Si pendengki akan melakukan upaya apa saja untuk menggembosi pedagang lain yang lebih laku. Ia katakan kepada manusia: hati-hati dengan pedagang itu, barang dagangannya expired (kadaluarsa), tidak berkualitas, tidak orisinil, dan lain-lain, dengan tujuan menjauhkan manusia darinya, lalu pelanggan beralih kepadanya. Paling tidak, memburukkan citranya.

Begitu pula segala macam bentuk fitnah, tuhmah (tuduhan), tha’nah (tikaman), yang dialami aktifis Islam  dan tokoh-tokohnya. Baik di ranah sosial politik, budaya, ekonomi, dan lainnya. Semua itu bisa datang dari   dari kaum sekuler yang anti agama, bisa juga sesama pejuang Islam yang memiliki bendera dan seruan yang sama, tapi mereka bertemu pada muara yang sama; dengki.

Kaum pendengki biasanya mampu berseni peran secara luar biasa. Mereka tesenyum dan menyapa dihadapan korbannya untuk menunjukkan cinta dan ridha. Sehingga korbannya pun tertipu dengan penampilan mereka. Tetapi di belakang, mereka menyerang dengan serangan mematikan, dengan berbagai sarana yang mereka miliki untuk mempengaruhi opini manusia sesuai kemauannya, agar manusia ikut-ikutan membenci korbannya.

Allah Ta’ala berfirman:

هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آَمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, Padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada Kitab-Kitab semuanya. apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu.” (QS. Al Imran (3): 119)

Ya, jika mereka berdiskusi dengan kita, berkumpul dan berhadapan, mereka menyatakan selalu bersama kita, tetapi perilaku mereka sangat bertolak belakang. Maka cukuplah bagi mereka:

قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (QS. Ali Imran (3): 119)

Selanjutnya,  akan kami kutip nasihat bagaimana menghadapi para pendengki dalam kehidupan kita, yaitu nasihat Syaikh Dr. ’Aidh Abdullah Al Qarny Hafizhahullah dari buku Silakan Terpesona, hal. 187. Cet.3, Penerbit Sahara Publishers. Jakarta, Juni 2005.

Beliau menulis:
“Bagaimanapun Anda berbuat baik kepada orang yang hasud, misalnya membawakan makanan dan minuman kepadanya, memakaikan pakaiannya, membawakan air wudhunya, menyikatkan permadaninya, membersihkan rumahnya, dan lain-lain, Anda akan tetap dianggapnya sebagai musuh. Mengapa demikian? Sebab, hal-hal yang menjadi pemicu permusuhan dengannya itu masih melekat pada diri Anda, yaitu keutamaan, ilmu pengetahuan, tata krama, harta, atau jabatan Anda. Bagaimana pun Anda tidak akan dapat berdamai dengannya selama Anda belum menanggalkan karunia-karunia tersebut dari diri Anda. Orang yang iri hati akan selalu menunggu-nunggu saat Anda terpeleset, menanti-nanti kapan Anda terjatuh, dan berangan-angan suatu saat Anda tergelincir.

Hari terbaik baginya adalah hari Anda jatuh sakit, malam terindah baginya adalah malam Anda jatuh miskin, dan saat-saat paling membahagiakan baginya adalah hari Anda tertimpa bencana, dan waktu yang paling disukainya adalah hari Dia melihat Anda gelisah, resah, sedih, dan rapuh.

Momen yang paling menyiksanya adalah ketika ia melihat Anda menjadi kaya raya. Berita paling menyedihkannya adalah ketika Anda meraih keberuntungan dan menjadi orang terhormat. Dan bencana paling besar baginya adalah ketika Anda mendapat promosi.

Tawa Anda adalah tangisnya, pesta Anda adalah upacara kematiannya, dan keberhasilan Anda adalah kegagalannya.

Dia akan melupakan segala-galanya tentang diri Anda, kecuali kesalahan-kesalahan Anda. Dia tidak memandang apa pun kepada diri Anda, kecuali pada kekurangan-kekurangan Anda. Kesalahan Anda yang kecil, baginya lebih besar daripada gunung Uhud. Dosa Anda yang sepele, menurutnya lebih berat daripada gunung Tsahlan. Meskipun Anda lebih fasih daripada Sahban, baginya Anda lebih gagap daripada Baqil. Meskipun Anda lebih dermawan daripada Hatim, baginya Anda lebih kikir darpada Madir. Meskipun Anda lebih cerdas daripada Asy Syafi’i, dia memandang Anda lebih bodoh dari pada Habnaqah.

Orang yang memuji Anda di hadapannya dianggapnya pendusta. Orang yang menyanjung Anda di dekatnya dianggapnya orang munafik. Orang yang memuji Anda di majelisnya dianggapnya orang rendah yang tak tahu etika. Sebaliknya, dia mempercayai orang yang mencela Anda, menyukai orang yang membenci Anda, mendekati orang yang memusuhi Anda, menolong orang yang tidak menyukai dan tidak akrab dengan Anda.

Warna putih menurut pandangan mata Anda, terlihat hitam baginya. Siang dalam penglihatan Anda, malam dalam pandangannya.

Maka dari itu, janganlah Anda menjadikannya sebagai hakim dalam perkara Anda dengan orang lain, karena dia telah memvonis Anda bersalah sebelum mendengar tuntutan dan melihat bukti-bukti. Janganlah Anda membocorkan rahasia kepadanya, karena dia sangat bersemangat menyebarkan dan menyiarkannya. Ia menyimpan kekeliruan Anda sampai hari ia membutuhkannya dan mencatat kesalahan Anda sampai hari ia memerlukannya. Cara menghadapinya hanyalah menghindari dan meninggalkannya, menghilang dari pandangannya, menjauhi rumahnya, dan menyingkir dari tempatnya. Sebab, dia sebenarnya adalah sang penindas yang berpenampilan orang yang tertindas. Tak usah Anda membalasnya, sudah cukup baginya kepahitan di kerongkongannya, duka nestapa yang dialaminya, kesedihan yang merundungnya, dan kecelakaan yang dirasakannya.

Andalah yang membuatnya sakit dan menderita; andalah yang membuatnya tidak bisa tidur dan gundah gulana; andalah yang mendatangkan kegelisahan, kesedihan, kelelahan, dan keletihan padanya.

Aku berhasil, maka sujudlah orang yang dulu mencela diriku

Dia tidak kucela, itulah pemaafan dan penghinaanku baginya

Itu juga yang kualami di antara keluarga dan orang sebangsaku

Sebab, barang yang berharga memang aneh di mana saja berada

Orang yang iri pada kebaikanku, berdusta di belakangku

Berghibah sembunyi-sembunyi, memuji-muji di depan mata
*****

Demikian nasihat indah dari Syaikh Dr. ’Aidh Al Qarny hafizhahullah

Sungguh, kedengkian adalah penyakit mematikan bagi pengidapnya. Hatinya sempit, jiwanya bergoncang, pikiran pun buram, karena semua telah diliputi rasa khawatir terhadap kemuliaan dan kemajuan orang lain, lalu sedih terhadap kebahagian orang lain, dan marah terhadap pujian yang diterima mereka.

Ia menolak dan membantah ketika ada ulama atau tokoh masyarakat yang memberi kesaksian positif terhadap  aktivis Islam. Ia cari-cari alasan agar kesaksian itu menjadi mentah dan tidak berharga. Sungguh betapa lelah dan payahnya orang seperti itu. Orang-orang yang hari-harinya diisi dengan tilawah Al Quran, menyeru manusia kepada kebaikan, menghidupkan masjid, mendidik anak-anak terlantar, berjuang untuk umatnya, oleh kaum pendengki disebut munafik, dicari kelemahannya, diintai kesalahannya, hanya untuk memuaskan syahwat dengkinya.    Akhirnya, ia hidup hingga matinya diliputi kebencian, angkara murka, dan tanpa kasih sayang sesama muslim dan manusia, kecuali yang dirahmati oleh Allah ’Azza wa Jalla untuk berubah.

Di mana saja berada, orang-orang seperti ini menjadi kerikil dalam sepatu bagi saudaranya sesama muslim.  Sedikit dan kecil tetapi mengganggu, atau seperti kutil, kecil tetapi merusak pemandangan. Kritik yang dilakukan mereka bukan didasari cinta dan ilmu, tetapi amarah, dendam, dan pelampiasan hawa nafsu. Semua akan dilakukan, semua menjadi sarana, semua yang menjadi musuh pada masa lalu menjadi kawan masa kini, …. karena satu tujuan, satu target dan sasaran, kehancuran pejuang muslim dan tokoh-tokohnya.

Dengki tidaklah memandang usia dan tempat, ia bisa diidap siapa saja dan hidup di mana saja. Orang yang menjadi korban juga tidak memandang usia dan posisi, siapa saja pernah menjadi sasaran kedengkian. Baik itu jamaah, ulama, da’i, politisi, tokoh negara, guru, pedagang, dan sebagainya. Maka carilah ridha Allah ’Azza wa Jalla dalam berda’wah, jangan hiraukan ucapan yang melemahkan, tuduhan yang menggoncangkan, dan fitnah yang membingungkan, karena ketika Anda menjadikan Allah ’Azza wa Jalla sebagai satu-satunya tujuan dan tempat bersandar, maka musuh-musuhmu akan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali celaka bagi dirinya sendiri.

Wallahu A’lam wa Lillahil ’Izzah

(Farid Nu’man, Kota Sambas, April 2007, dengan beberapa editan. Pernah dimuat majalah Tatsqif 2007)

🌸🌾🌻☘🌺🌱🌿🍃🌴

Bulan Rajab dan Keutamaannya (Bag. 2)

☀💦☀💦☀💦

2⃣ Rajab adalah bulan untuk banyak mengagungkan Allah Ta’ala

Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni Ya’zhumu (mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Banyak manusia meyakini bulan Rajab secara khusus sebagai bulan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk disedekahkan. Tetapi, pengkhususan kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih. Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Imam Ibnu Rajab, Syaikh Sayyid Sabiq, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan lainnya. Benar, bulan Rajab adalah bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang rincian amalan khusus pada bulan Rajab. Wallahu A’lam

3⃣ Penelitian Ulama Terhadap Hadits-Hadits Tentang Bulan Rajab

📌 Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah, mengatakan:

قال ابن حجر : لم يرد في فضله، ولا في صيامه، ولا في صيام شئ منه معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة منه، حديث صحيح يصلح للحجة

“Tidak ada hadits yang menyebutkan keutamaannya, tidak pula keutamaan puasanya, tidak ada puasa khusus pada Rajab, tidak juga shalat malam secara khusus, dan hadits shahih lebih utama dijadikan hujjah (dalil).” (Dikutip oleh Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah, 1/453)

Imam Ibnu Hajar juga berkata dalam Kitab Tabyinul ‘Ajab, sebagaimana dikutip oleh Imam Abdul Hay Al Luknawi:

أما الأحاديث الواردة في فضل رجب أو صيامه أو صيام شيء منه فهي على قسمين ضعيفة وموضوعة

“Adapun hadits-hadits yang ada tentang keutamaan Rajab atau puasanya atau sedikit puasa pada bulan Rajab, terdiri atas dua bagian; yaitu dhaif (lemah) dan maudhu’ (palsu).” (Al Atsar Al Marfu’ah fil Akhbar Al Maudhu’ah, hal. 59)

📌 Imam Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah, berkata:

وأما الصيام فلم يصح في فضل صوم رجب بخصوصه شيء عن النبي صلى الله عليه وسلم ولا عن أصحابه

Ada pun puasa, tidak ada yang shahih sedikit pun tentang keutamaan puasa Rajab dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam dan tidak pula dari sahabat-sahabatnya. (Al Latha-if Al Ma’arif, Hal. 228)

📌 Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:

بل عامة الأحاديث المأثورة فيه عن النبي صلى الله عليه وسلم كذب

“Bahkan Umumnya hadits-hadits tentang keutamaan Rajab adalah dusta.” (Faidhul Qadir, 4/24)

📌 Imam Muhammad bin Manshur As Sam’ani Rahimahullah, mengatakan:

لم يرد في استحباب صوم رجب على الخصوص سنة ثابتة، والأحاديث التي تروى فيه واهية لا يفرح بها عالم

Tidak ada riwayat dalam sunah yang tsabit (kuat) tentang anjuran puasa Rajab secara khusus, dan hadits-hadits yang diriwayatkan tentangnya adalah lemah dan tidak cukup membahagiakan para ulama. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 4/331)

📌 Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah , Beliau berkata:

وَأَمَّا صَوْمُ رَجَبٍ بِخُصُوصِهِ، فَأَحَادِيثُهُ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ، بَلْ مَوْضُوعَةٌ، لَا يَعْتَمِدُ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى شَيْءٍ مِنْهَا، وَلَيْسَتْ مِنْ الضَّعِيفِ الَّذِي يُرْوَى فِي الْفَضَائِلِ، بَلْ عَامَّتُهَا مِنْ الْمَوْضُوعَاتِ الْمَكْذُوبَاتِ

Ada pun mengkhususkan puasa Rajab, maka semua hadits-haditsnya adalah dhaif bahkan palsu, para ulama tidak berpegang sedikit pun terhadapnya, dan itu bukanlah termasuk dhaifnya riwayat tentang masalah keutamaan (fadhaail), bahkan umumnya adalah palsu lagi dusta … (Al Fatawa Al Kubra, 2/478, Majmu Fatawa, 25/290)

📌 Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah, berkata:

كل حديث في ذكر صيام رجب وصلاة بعض الليالي فيه فهو كذب مفترى

Semua hadits yang menyebutkan tentang puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam-malamnya adalah dusta. (Al Manar Al Muniif, Hal. 96)

📌 Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

وصيام رجب، ليس له فضل زائد على غيره من الشهور، إلا أنه من الاشهر الحرم. ولم يرد في السنة الصحيحة: أن للصيام فيه فضيلة بخصوصه، وأن ما جاء في ذلك مما لا ينتهض للاحتجاج به

Puasa Rajab, tidak memiliki kelebihan apa pun dibanding bulan-bulan lainnya, hanya saja dia termasuk bulan-bulan haram. Tidak ada dalam sunah yang shahih tentang bahwa puasa pada bulan tersebut memiliki keutamaan khusus, ada pun riwayat yang menyebutkan tentang hal itu tidak kuat dijadikan sebagai hujjah. (Fiqhus Sunnah, 1/453)

📒 Sebagai contoh:

“Sesungguhnya di surga ada sungai bernama Rajab, airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa yang berpuasa Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari sungai itu.” (Status hadits: batil. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 1898. Imam Ibnul Jauzi mengatakan: tidak shahih. Imam Adz Dzahabi mengatakan: batil. Lihat Syaikh Muhammad bin Darwisy bin Muhammad, Asnal Mathalib, Hal. 86)

“ Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 1452. Lihat juga Syaikh Khalid bin Sa’ifan, Ma Yatanaaqaluhu Al ‘Awwam mimma Huwa Mansuub li Khairil Anam, Hal. 14)

“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 4400. Imam Al Munawi mengutip dari Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan: dhaif jiddan – sangat lemah. Lihat Faidhul Qadir, 4/24)

“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708. Lihat juga Imam As Suyuthi, Al Jami’ Ash Shaghir No. 4718)

Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali).

Segenap ulama seperti Imam An Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).

Lalu, apakah karena hadits-hadits ini dhaif, maka tidak boleh shaum di bulan Rajab? Nantikan jawabannya di bagian tiga ..

(Bersambung …)

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

Farid Nu’man Hasan

Serial Tulisan Tentang Bulan Rajab dan Keutamaannya

Bulan Rajab dan Keutamaannya (Bag. 1)

Bulan Rajab dan Keutamaannya (Bag. 2)

Bulan Rajab dan Keutamaannya (Bag. 3)

Bulan Rajab dan Keutamaannya (Bag. 4/Selesai)

Menjawab Kebingungan Tentang Shaum Rajab

Berdoa Minta Mati Di Tanah Suci

Pertanyaan

☀💦☀💦☀💦

Assalam’alaikum, pk ustad.. , Langsung aja ya..
boleh gak kita mohon pd Allah Swt agar dipercepat meninggal ? khususon pas lagi ibadah haji. Krn meninggal saat ibadah disana kan jaminan masuk syurga. Lalu yg dikubur dimekkah jg ktnya masuk syurga.
Bener apa enggak pak Ustad?
Ada dalilnya gak?
Jazakallah Khairan Katsira.. (WA- 08121062xxx)

📌 Jawaban:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Memohon kepada Allah ﷻ agar mati dengan cara yang baik, ditempat yang baik, adalah boleh. Itu pernah dilakukan oleh para salaf, di antaranya Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu.

Beliau berdoa sebagai berikut:

اللهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ

Ya Allah, rezekikanlah kepadaku mati syahid di jalanMu dan jadikanlah kematianku di negeri RasulMu. 1)

Maksud “negeri RasulMu” adalah Madinatun Nabi (kota Nabi), yaitu Madinah Al Munawwarah, kota di mana Nabi ﷺ dikuburkan. Doa ini dijadikan dasar sebagian ulama keutamaan Madinah dibanding Mekkah.

Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengatakan:

احتج به من فضل المدينة على مكة ، وقالوا : لو علم عمر بلدة أفضل من المدينة لدعا ربه أن يجعل موته وقبره فيها

Ini dijadikan hujjah keutamaan Madinah dibanding Mekkah. Mereka mengatakan: seandainya Umar tahu ada negeri yang lebih utama dibanding Madinah niscaya dia akan berdoa agar wafat di sana dan di kuburkan di sana. 2)

Ada pun berdoa dan berharap minta buru-buru mati tanpa alasan yang benar, atau karena putus asa di sebabkan musibah, maka itu hal yang dibenci.

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا (مَا) كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

Janganlah salah seorang kamu mengharapkan kematian hanya karena musibah yang menimpanya, kalau pun ingin melakukan itu,  katakanlah: “Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup itu memang baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika wafat itu memang baik bagiku.” 3)

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

من ضر أصابه حمله جماعة من السلف على الضر الدنيوي فإن وجد الضر الأخروي بأن خشي فتنة في دينه لم يدخل في النهي

Perkataan “karena musibah yang menimpanya” maksudnya menurut tafsir segolongan ulama salaf adalah musibah duniawi, sedangkan jika dia mendapatkan musibah ukhrawi (akhirat) karena takut fitnah yang menimpa agamanya, maka itu tidak termasuk larangan dalam hadits ini. 4)

Wallahu A’lam

🌴🌴🌴🌴

[1] HR. Al Bukhari No. 1890
[2] Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 4/558
[3] HR. Al Bukhari No. 5671, Muslim No. 2680
[4] Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 10/128

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

 

scroll to top