Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 5)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Nazhar Itu Hanya Untuk Yang Serius Ingin Menikahinya

Hal ini perlu diperhatikan dan ditegaskan, khususnya untuk kaum laki-laki, agar tidak ada kesan mempermainkan wanita. Walau menolak dan melanjutkan proses adalah haknya, tetapi hendaknya memperhatikan perasaan wanita. Betapa banyak laki-laki yang sudah nazhar terhadap beberapa wanita, tapi tidak ada satu pun yang membuatnya tertarik, karena mungkin memasang standar rupa yang tinggi, lupa dengan wasiat Nabi ﷺ : fazhfar bidzaatid diin taribat yadaaka – pilihlah karena agama, niscaya kau akan beruntung.  (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Bahkan para ulama dengan tegas menjadikan “keinginan serius” ini sebagai syarat kebolehan melihat wanita tersebut, bukan melihat untuk semata-mata menikmati kecantikannya, apalagi ajang seleksi.

Mereka mengatakan:

وَاشْتَرَطَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ ( الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ ) لِمَشْرُوعِيَّةِ النَّظَرِ أَنْ يَكُونَ النَّاظِرُ إِلَى الْمَرْأَةِ مُرِيدًا نِكَاحَهَا ، وَأَنْ يَرْجُوَ الإِْجَابَةَ رَجَاءً ظَاهِرًا ، أَوْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُجَابُ إِلَى نِكَاحِهَا ، أَوْ يَغْلِبَ عَلَى ظَنِّهِ الإِْجَابَةُ .وَاكْتَفَى الْحَنَفِيَّةُ بِاشْتِرَاطِ إِرَادَةِ نِكَاحِهَا فَقَطْ

Mayoritas fuqaha mensyaratkan (baik Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah) untuk disyariatkannya nazhar kepada wanita adalah bagi yang berkehendak memang untuk menikahinya, dan dia berharap adanya penerimaan secara jelas atas lamarannya, atau dikabulkan menikahinya, atau ada dugaan kuat dia akan diterima. Sedangkan Hanafiyah hanya mensyaratkan “kehendak menikahi” saja.” (Raddul Muhtar, 4/237. Mawahib Al Jalil, 3/405. Raudhatuth Thalibin, 7/20, Nihayatul Muhtaj, 6/183. Kasyaaf Al Qina’, 5/10)

📌 Nazhar Tidak Apa-Apa Berkali-Kali

Tidak apa-apa berkali-kali menatap jika kebutuhannya untuk mendapatkan gambaran jelas tentang penampilan calon istrinya.

Berikut penjelasan para ulama:

لِلْخَاطِبِ أَنْ يُكَرِّرَ النَّظَرَ إِلَى الْمَخْطُوبَةِ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُ هَيْئَتُهَا فَلاَ يَنْدَمُ عَلَى نِكَاحِهَا وَيَتَقَيَّدُ فِي ذَلِكَ بِقَدْرِ الْحَاجَةِ

Bagi pelamar boleh melihat berulang-ulang kepada wanita yang dilamar sampai jelas baginya penampilannya dan dia tidak menyesal menikahinya. Hal itu bleh dilakukan terikat oleh kadar kebutuhannya. (Al Mausu’ah, 19/201)

5⃣ Sunah Menyembunyikan Khitbah

Dalam fiqih Malikiyah, disunnahkan menyembunyikan khitbah, jangan gembar gembor apalagi jika baru ta’aruf. Hikmahnya adalah jika mengalami hal yang terburuk, yaitu gagal, maka keduanya tidak malu karena memang tidak ada yang tahu. Cukup yang tahu adalah keluarga mereka saja, atau orang dekat yang bisa dipercaya.

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

ذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُنْدَبُ إِخْفَاءُ الْخِطْبَةِ خِلاَفًا لِعَقْدِ النِّكَاحِ فَيُنْدَبُ – عِنْدَهُمْ وَعِنْدَ بَقِيَّةِ الْفُقَهَاءِ – إِعْلاَنُهُ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ

Malikiyah berpendapat bahwa disunahkan menyembunyikan khitbah, ini berbeda dengan akad nikah yang justru disunahkan –menurut mereka dan fuqaha lainnya- untuk menyebarkan beritanya, sebab Nabi ﷺ bersabda: “Beritakanlah pernikahan ini.” (Al Mausu’ah, 19/195)

6⃣ Khutbah Sebelum Khitbah

Disunahkan saat melakukan lamaran untuk memulainya dengan sedikit khutbah ajakan untuk taqwa dan menyampaikan niat kedatangan. Ini bisa dilakukan pelamar atau wakilnya.

Disebutkan dalam Al Mausu’ah:

يُنْدَبُ لِلْخَاطِبِ أَوْ نَائِبِهِ تَقْدِيمُ خُطْبَةٍ قَبْل الْخِطْبَةِ لِخَبَرِ : كُل أَمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بِحَمْدِ اللَّهِ فَهُوَ أَقْطَعُ (1) أَيْ عَنِ الْبَرَكَةِ ، فَيَبْدَأُ بِالْحَمْدِ وَالثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى ، ثُمَّ بِالصَّلاَةِ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يُوصِي بِالتَّقْوَى ، ثُمَّ يَقُول : جِئْتُكُمْ خَاطِبًا كَرِيمَتَكُمْ ، وَإِنْ كَانَ وَكِيلاً قَال : جَاءَكُمْ مُوَكِّلِي خَاطِبًا كَرِيمَتَكُمْ أَوْ فَتَاتَكُمْ ، وَيَخْطُبُ الْوَلِيُّ أَوْ نَائِبُهُ كَذَلِكَ ثُمَّ يَقُول : لَسْتُ بِمَرْغُوبٍ عَنْكَ أَوْ نَحْوَهُ

Dianjurkan bagi seorang pelamar atau wakilnya membukanya dengan khutbah sebelum khitbah, sesuai hadits:

“Apa saja yang tidak dimulai padanya dengan pujian kepada Allah maka dia terputus.” Yaitu terputus dari keberkahan.

Maka, memulai dengan pujian kepada Allah (Alhamdulillah) dan sanjungan  kepada Allah ﷻ , lalu bershalawat kepada Rasulullah ﷺ, lalu menyampaikan wasiat taqwa, kemudian berkata: “Aku datang kepada kalian untuk melamar anak gadis kalian”, atau jika yang berkata wakilnya: “Dia datang kepada kalian dengan mendelegasikan kepada saya untuk melamar puteri kalian.” Lalu walinya atau wakilnya berkhutbah begitu juga, kemudian berkata: “(Semoga) Aku bukanlah termasuk orang yang kau benci,” atau kalimat semisal ini. (Al Mausu’ah, 19/203)

Hadits “Apa saja yang tidak dimulai padanya dengan pujian kepada Allah maka dia terputus.”, diriwayatkan oleh Abu Daud No. 4840, Ibnu Majah No. 1894, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 10255, Ibnu Hibban No. 1, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 27219, Alauddin Al Muttaqi dalam Kanzul ‘Ummal No. 2510, 6464. Imam An Nawawi mengatakan: hasan. (Riyadhushshalihin, Bab Al Amru bish Shalah). Imam Syamsul Azhim Abadi juga mengatakan hasan. (‘Aunul Ma’bud, 13/130). Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap Shahih Ibni Hibban mengatakan: dhaif. (Shahih Ibni Hibban No. 1). Begitu pula Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam berbagai kitabnya.

Bersambung …

🌸🌾🌻🍃🌴🌺☘🌷

Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 4)

Boleh Melihat Tanpa Izin Wanitanya Atau Walinya

Dalam hadits-hadits yang memerintahkan melihat wanita yang akan dinikahi, Nabi ﷺ tidak menyebutkan adanya izin. Jika memang ada izin pasti Nabi ﷺ tidak akan lupa menyebutkannya. Oleh karena itu, mayoritas ulama (Hanafiyh, Syafi’iyah, Hanabilah) menyatakan bolehnya melihat baik dengan izin atau tanpa izin pihak wanita atau izin walinya, kecuali Malikiyah yang mengharamkan melihat tanpa izin.

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah menjelaskan:

فاذا اراد يتزوج امرأة و رغب فى زواوجها فلا شك فى جواز النظر اليها و يسن النظر اليها قبل الخطبة و ان لم تأذن هي و لا وليها اكتفاء باذن الشرع و لئلا تتزين فيفوت غرضه ولكن الاولى ان يكون باذنها خروجا من خلاف الإمام مالك فإنه يقول بحرمة النظر بغير إذنها فإن لم تعجبه سكت ولا يقول : لا أريدها لانهإيذاء

“Jika seorang laki-laki hendak menikahi wanita yang dia inginkan, maka tidak ragu lagi kebolehan melihatnya. Disunnahkan melihat wanita itu sebelum khitbah (lamaran), walau pun wanita itu tidak mengizinkan atau walinya juga tidak mengizinkan, maka cukuplah syariat yang telah mengizinkannya, agar wanita itu tidak berhias yang bisa menghilangkan tujuan dari melihatnya.” Tetapi yang lebih utama adalah melihat atas izin wanita tersebut dalam rangka keluar dari khilafiyah/perselisihan pendapat, sebab Imam Malik berpendapat haram melihatnya tanpa izinnya. Lalu, jika dia tidak tertarik hendaknya diam saja, dan jangan mengatakan: “Saya tidak mau”, sebab itu menyakitkan (Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyyah Al Muyassar, 2/36)

Maksud kalimat “agar wanita itu tidak berhias yang bisa menghilangkan tujuan dari melihatnya” adalah biasanya jika ada pemberitahuan atau izin, maka si wanita akan berias atau dandan dulu, sehingga tampak terlihat lebih cantik dan fresh, untuk menambah daya tarik bagi si laki-laki. Hal ini membuat ketertarikan atas kecantikan yang tidak alami, dan bukan itu tujuannya. Tujuannya adalah ketertarikan sesuatu yang tidak dibuat-buat. Betapa banyak wanita cantik karena polesan make up semata, begitu luntur atau tidak memakai make up, wajahnya pucat. Suami terkaget melihatnya seperti orang asing yang ada di rumahnya.

Wanita Berhias Agar Dilamar atau Saat Dilamar

Sebagian ulama mengatakan, justru berhias bagi gadis yang akan dilamar adalah sunah, seperti yang dikatakan Hanafiyah. Berikut ini keterangannya:

ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ تَحْلِيَةَ الْبَنَاتِ بِالْحُلِيِّ وَالْحُلَل لِيَرْغَبَ فِيهِنَّ الرِّجَال سُنَّةٌ

Hanafiyah berpendapat bahwa para gadis yang berhias dengan berbagai perhiasan agar kaum laki-laki tertarik kepada mereka adalah sunnah. (Al Mausu’ah, 19/199)

Malikiyah berpendapat berhias itu hanya bagi janda yang akan dilamar. Ibnul Qaththan berkata:

وَلَهَا ( أَيْ لِلْمَرْأَةِ الْخَالِيَةِ مِنَ الأَْزْوَاجِ ) أَنْ تَتَزَيَّنَ لِلنَّاظِرِينَ ( أَيْ لِلْخُطَّابِ )

Bagi dia (yaitu wanita yang sudah cerai dari para suami) hendaknya berhias bagi orang-orang yang melihatnya (yaitu bagi para pelamar). (Mawahib Al Jalil, 3/405)

Berhias bagi wanita merupakan sindiran bagi kaum laki-laki untuk tertarik melamarnya. Hal ini seperti yang dikatakan seorang sahabat Nabi ﷺ, yakni Jabir Radhiallahu ‘Anhu secara marfu’:

يا معشر النساء اختضبن فإن المرأة تختضب لزوجها, وإن الأيم تختضب تعرض للرزق من الله عز وجل

Wahai kaum wanita, ber-riaslah, sesungguhnya seorang istri itu ber-rias untuk suaminya, sedangkan para wanita yang masih sendirian ber-rias untuk memancing rizki dari Allah ﷻ. (Imam Ibnu Muflih, Al Furu’, 5/532) [1]

Apa maksud ta’arradhu lirrizqi minallah – untuk memancing rizki dari Allah ﷻ ?

أَيْ لِتُخْطَبَ وَتَتَزَوَّج

Yaitu agar laki-laki melamarnya dan menikahinya. (Al Mausu’ah, 2/282)

‘Atha Al Khurasani berkata:

جاءت امرأة إلى النبي صلى الله عليه و سلم تبايعه فقال ما لك لا تختضبين ألك زوج قالت نعم قال فاختضبي فإن المرأة تختضب لأمرين إن كان لها زوج فلتختضب لزوجها وإن لم يكن لها زوج فلتختضب لخطبتها

Datang seorang wanita kepada Nabi ﷺ untuk membai’atnya. Beliau bertanya kepada wanita itu: “Kenapa kamu tidak mewarnai (tanganmu, pen) apakah kamu punya suami?” Wanita itu menjawab: “Ya” Nabi ﷺ bersabda: “Celuplah tanganmu (maksudnya hiasilah), sesungguhnya wanita menghias karena dua faktor, bagi yang sudah bersuami hendaknya dia mencelup tangannya untuk suaminya, bagi yang belum punya suami dia mencelup untuk laki-laki melamarnya .” (HR. Abdurrazzaq, Al Mushannaf No. 7931)

Ikhtidhaba – yakhtadhibu asal katanya adalah khadhaba yang artinya mencelup, mewarnai, yaitu mencelup dengan bentuk hiasan di jari dan tangan dengan henna. Ini sunah bagi wanita.

Dalam Shahih Muslim (No. 1484, dengan penomoran Syaikh Fuad Abdul Baqi), diceritakan tentang Subai’ah Al Aslamiyah, seorang shahabiyah istri dari Sa’ad bin Khawalah, yang wafat saat Haji Wada’. Saat wafat suaminya dia sedang hamil, saat masuk masa nifas, dia berhias agar ada laki-laki yang melamarnya. Maka, Abu Sanabil bin Ba’kak Radhiallahu ‘Anhu, dari Bani Abdid Daar yang datang melamarnya. Menurut Abu Sanabil, Subai’ah belum boleh menikah dulu sampai lewat 4 bulan 10 hari. Subai’ah bertanya tentang hal itu kepada Nabi ﷺ apakah dia sudah halal untuk menikah, maka Nabi ﷺ menjawab bahwa dia sudah halal dan memerintahkannya untuk menikah. (Karena ‘Iddahnya wanita hamil adalah sampai dia melahirkan, bukan 4 bulan 10 hari)

Bersambung …

[1] Syaikh Abdul Muhsin At Turki mengatakan: “Kami belum temukan lafaz yang begini, dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq yang seperti ini dalam Al Mushannaf No. 7931.” (Al Furu’, Cat kaki. No. 5)

Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 3)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Anjuran Nazhar Juga Berlaku Bagi Wanita Terhadap Laki-Laki Yang Akan Melamarnya

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah berkata:

و يسن للمرأة ايضا ان تنظر من الرجل غير عورته إذا ارادت تزويجه فانه يعجببها منه ما يعجبه منها

Wanita juga disunahkan melihat laki-laki yang akan menikahinya pada selain auratnya, sebab apa yang membuat laki-laki tertarik kepadanya maka hal itu pula yang membuat wanita tertarik kepada laki-laki.   (Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyah Al Muyassar, 2/38)

Dalam Al Mausu’ah juga tertulis:

حُكْمُ نَظَرِ الْمَرْأَةِ الْمَخْطُوبَةِ إِلَى خَاطِبِهَا كَحُكْمِ نَظَرِهِ إِلَيْهَا  لإِنَّهُ يُعْجِبُهَا مِنْهُ مَا يُعْجِبُهُ مِنْهَا

Hukum wanita melakukan nazhar  kepada laki-laki yang melamarnya adalah sama seperti hukum laki-laki pelamar melihat kepada wanita yang dilamarnya. Karena apa-apa yang membuat laki-laki tertarik kepadanya maka hal itu pula yang membuat wanita tertarik kepada laki-laki. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 19/198)

📌 Batasan Tubuh Yang Dilihat

Secara garis besar ada tiga pendapat dalam hal ini:

💦 Pertama. Hanya wajah dan kedua telapak tangan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

ثم انه انما يباح له النظر إلى وجهها وكفيها فقط لأنهما ليسا بعورة ولأنه يستدل بالوجه على الجمال أو ضده وبالكفين على خصوبة البدن أو عدمها هذا مذهبنا ومذهب الأكثرين

Kemudian, yang dibolehkan untuk dilihat hanyalah wajah dan kedua telapak tangannya, karena keduanya bukanlah aurat. Sebab, wajah merupakan petunjuk atas kecantikannya atau kebalikannya, sedangkan kedua tangan menunjukkan kesuburan badannya atau tidak. Inilah madzhab kami dan mayoritas ulama. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/210)

Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan sebagian Hanabilah (Hambaliyah).

💦 Kedua. Boleh melihat wajah, telapak tangan sampai siku, leher, kaki dan betis.

Ini adalah pendapat resmi dari kalangan Hanabilah, berikut ini keterangannya:

وَاخْتَلَفَ الْحَنَابِلَةُ فِيمَا يَنْظُرُ الْخَاطِبُ مِنَ الْمَخْطُوبَةِ ، فَفِي ” مَطَالِبِ أُولِي النُّهَى ” ” وَكَشَّافِ الْقِنَاعِ ” أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَى مَا يَظْهَرُ مِنْهَا غَالِبًا كَوَجْهٍ وَيَدٍ وَرَقَبَةٍ وَقَدَمٍ لا نَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَذِنَ فِي النَّظَرِ إِلَيْهَا مِنْ غَيْرِ عِلْمِهَا ، عُلِمَ أَنَّهُ أَذِنَ فِي النَّظَرِ إِلَى جَمِيعِ مَا يَظْهَرُ غَالِبًا ، إِذْ لاَ يُمْكِنُ إِفْرَادُ الْوَجْهِ بِالنَّظَرِ مَعَ مُشَارَكَةِ غَيْرِهِ فِي الظُّهُورِ ؛ ولا  نَّهُ يَظْهَرُ غَالِبًا فَأَشْبَهَ الْوَجْهَ

Golongan Hanabilah berbeda tentang bagian mana yang dilihat dari wanita yang dilamar. Dalam “Mathalib Ulin Nuha” dan Kasyaaf Al Qina’ disebutkan bahwa laki-laki boleh melihat apa-apa yang biasa nampak darinya, seperti wajah, tangan, leher, kaki, alasannya yaitu ketika Nabi ﷺ membolehkan melihatnya tanpa sepengetahuan wanita tersebut, maka itu bisa diketahui bahwa kebolehan melihat itu pada semua bagian yang biasa nampak, mengingat tidak mungkin hanya melihat wajah pada saat tubuh yang lain juga terlihat, karena apa-apa yang biasa nampak itu sebagaimana wajah yang juga biasa nampak. (Al Mausu’ah, 19/199)

Dalam keterangan lain:

قَال أَحْمَدُ فِي رِوَايَةِ حَنْبَلٍ : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا وَإِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا مِنْ يَدٍ أَوْ جِسْمٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ ، قَال أَبُو بَكْرٍ : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا حَاسِرَةً

Imam Ahmad berkata –dalam riwayat Hambal: “Tidak apa-apa melihatnya pada bagian yang membuatnya ingin menikahinya, baik tangan, badan, atau semisalnya. Abu Bakar berkata: “Tidak-apa melihat dengan cara menyingkapnya.” (Al Mausu’ah, Ibid)

💦 Ketiga. Boleh melihat seluruh tubuhnya (bugil)

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

وَقَالَ الْأَوْزَاعِيُّ : يَنْظُر إِلَى مَوَاضِع اللَّحْم ، وَقَالَ دَاوُدَ : يَنْظُر إِلَى جَمِيع بَدَنهَا

Berkata Al Auza’i: “Boleh melihat ke tempat-tempat adanya daging.” Daud berkata: “Boleh melihat ke semua badannya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/210)

Namun, pendapat yang ketiga ini dikomentari Imam An Nawawi:

وَهَذَا خَطَأ ظَاهِر مُنَابِذ لِأُصُولِ السُّنَّة وَالْإِجْمَاع

Ini kesalahan yang jelas,  dan bertentangan dengan  dasar-dasar sunnah dan ijma’.  (Ibid)

Bersambung …

🍃🌸🌾🌻🌴🌺☘🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

Tafsir Surat At Tahrim (Bag. 3)

💥💦💥💦💥💦

📌Sebagian Kriteria Istri  Shalihah

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (3) إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (4) عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (5)

Terjemah

Ayat (3): “Dan ingatlah ketika secara rahasia nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah satu istrinya (Hafshah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu kepada (Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi) lalu (Nabi) memberitahukan kepada (Hafshah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafshah) dia bertanya,”Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?”. Nabi menjawab,”Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Teliti.

Ayat 4: “ Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong ( untuk menerima kebaikan) dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.

Ayat 5: “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan perawan.”

📌Kandungan Ayat

Untuk ayat ke-3 diatas, sudah dijelaskan pada bahasan sebelumnya, sehingga tidak perlu untuk diulang kembali disini.

Ayat ke-4:

Ibnu Abbas menyebutkan:

{إِن تَتُوبَآ إِلَى الله} توبا إِلَى الله يَا عَائِشَة وَيَا حَفْصَة من إيذائكما رَسُول الله ومعصيتكما لَهُ {فَقَدْ صَغَتْ} مَالَتْ {قُلُوبُكُمَا} عَن الْحق {وَإِن تَظَاهَرَا} تعاونا {عَلَيْهِ} على إيذائه ومعصيته {فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاَهُ} حافظه وناصره ومعينه عَلَيْكُمَا {وَجِبْرِيلُ} معينه عَلَيْكُمَا {وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ} جملَة الْمُؤمنِينَ المخلصين أعوان لَهُ عَلَيْكُمَا مثل أَبى بكر وَعمر وَعُثْمَان وعَلى رضى الله عَنْهُم وَمن دونهم

Menurut Ibnu Abbas,” Jika kalian bertaubat ( Aisyah dan Hafsah) dari menceritakan yang Rasulullah larang kepada kalian tentang Mariyah al Qibtiyah, maka hati kalian berdua telah tunduk kepada kebenaran, . namun jika kalian berdua terang-terangan menyelisihi Nabi, sesungguhnya Allah yang Maha Menjaga dan Maha Menolong Nabi atas kalian. Begitupula malaikat Jibril  dan sejumlah orang-orang mukmin yang ikhlas, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dan lainnya. 1]

Menurut Ibnu Asyur, taubat dalam ayat ini adalah menyesal atas dosa yang telah dilakukan, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya kembali. 2]

وَالتَّوْبَةُ: النَّدَمُ عَلَى الذَّنْبِ، وَالْعَزْمُ عَلَى عَدَمِ الْعَوْدَةِ إِلَيْهِ وَسَيَأْتِي الْكَلَامُ عَلَيْهَا فِي هَذِهِ السُّورَةِ

Ayat ini merupakan perintah Allah kepada istri nabi  (Aisyah dan Hafshah ) untuk bertaubat atas kesalahan yang telah mereka perbuat dengan menyakiti hati Nabi dengan sikap mereka yang menceritakan perihal Mariyah Al Qibtiyah.

📌 Kriteria Isteri Shalihah

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا

“Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan perawan.”(QS. At Tahrim [66]:5)

📌 Muslimat dan mukminat

Terkait dengan iman dan Islamnya, dan pada hakikatnya makna iman dan Islam adalah satu kesatuan. Kriteria isteri shalihah adalah beragama Islam dan memiliki iman yang kokoh, tidak syirik dan mempersembahkan ketakwaan dengan maksimal kepada Allah. Karena ketakwaan adalah menjaga diri dari kerusakan, kehinaan baik untuk diri, keluarga, lingkungan dan agamanya, serta terus berusaha menghiasi dirinya dengan sifat-sifat mulia seperti sabar, ikhlas, tawakal, ridha dan sebagainya. Menurut As Sa’di:

الجامعات بين الإسلام، وهو القيام بالشرائع الظاهرة، والإيمان، وهو: القيام بالشرائع الباطنة، من العقائد وأعمال القلوب

Terkumpul sifat-sifat keislaman pada diri mereka, yaitu melaksanakan syariat-syariat secara lahiriyah, sedangkan iman yaitu melaksanakan syariat-syariat secara bathiniyah, dari akidah dan amalan-amalan hati. 3]

📌 Qanitat (taat)

Merupakan sifat taat yang berkesinambungan dalam segala kondisi, baik lapang maupun sempit. Ketaatan yang paripurna kepada Allah, tercermin dalam perilaku dirumah terhadap suami dan anggota keluarganya. Ada pendapat ahli tafsir yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qanitat adalah mendirikan shalat malam.

القائمات بالليالي للصلاة

Mendirikan shalat malam. 4]

Merupakan keutamaan tersendiri jika wanita muslimah membiasakan diri untuk membangunkan anggota keluarganya, dan Allah merahmatinya.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

”Dan pada sebahagian malam hari sholat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra: 79)

Beberapa hadits tentang keutamaan qiyamullail:

1⃣ Allah merahmati suami istri yang shalat malam

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: رحم الله رجلا قام من الليل فصلى، ثم أيقظ امرأته فصلت، فإن أبت نضح في وجهها الماء ورحم الله امرأة قامت من الليل فصلت، ثم أيقظت زوجها فصلى، فإن أبى نضحت في وجهه الماء

Dari Abu Hurairah Radhiyallah anhu, berkata, telah bersabda,”Rasulullah bersabda,”Allah merahmati suami yang bangun malam, lalu membangunkan istrinya, lalu shalat, jika istrinya enggan, maka suami memercikkan air ke wajah istrinya, dan Allah merahmati istri yang bangun malam, kemudian shalat, lalu ia bangunkan suaminya untuk shalat, jika suaminya enggan, maka istrinya memercikkan air ke wajahnya. (HR. Ahmad dan Ashab Sunan). 5]

2⃣ Akan masuk syurga dengan sejahtera

عن عبد الله بن سلام رضي الله عنه قال: لما قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة انجفل  الناس إليه، فجئت في الناس لأنظر إليه، فلما استثبتُّ وجهَ  رسول الله صلى الله عليه وسلم عرفتُ أن وجهه ليس بوجه كذاب، وكان أول شيء تكلم به أن قال: أيها الناس، أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا والناس نيام، تدخلوا الجنة بسلام

Dari Abdullah bin Salam Radhiyallahu Anhu, saat Rasulullah tiba di Madinah, orang-orang bergegas menuju kepada Beliau, lalu aku bersama mereka untuk melihat, saat aku melihat jelas wajah Rasulullah, aku mengetahui, bahwa wajahnya bukan wajah pendusta, pertama kali yang diucapkan beliau adalah, Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, shalat malamlah saat orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk syurga dengan aman sejahtera”.( HR. Ahmad, Tirmizi dan Ibnu Majah). 6]

3⃣ Pada setiap malam ada waktu istimewa saat doa dikabulkan

Sabda Rasulullah:

عن جابر رضي الله عنهما قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: إن في الليل لساعة لا يوافقها رجل مسلم يسأل الله خيرا من أمر الدنيا والآخرة إلا أعطاه إياه، وذلك كل ليلة- رواه مسلم

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallah Anhuma ia berkata,”Aku telah mendengar Nabi Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya pada malam hari, ada saat jika seorang muslim berdoa kebaikan kepada Allah baik urusan dunia dan akherat melainkan Allah akan mengabulkannya, dan itu ada pada setiap malam. ( HR. Muslim). 7]

4⃣ Terlepas dari ikatan syetan

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: يعقد الشيطان على قافية رأس أحدكم إذا هو نام ثلاث عقد، يضرب كلَّ عقدة: عليك ليل طويل فارقد. فإن استيقظ فذكر الله انحلت عقدة، فإن توضأ انحلت عقدة، فإن صلى انحلت عقدة، فأصبح نشيطا طيبَ النفس، وإلا أصبح خبيث النفس كسلان)) متفق عليه(

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Syetan akan mengikat tengkuk salah seorang di antara kamu apabila ia tidur dengan tiga ikatan dengan mengucapkan: Bagimu malam yang panjang maka tidurlah”. Apabila ia bangun dan berdzikir kepada Allah ta’aala maka terbukalah satu ikatan. Apabila ia wudhu, terbuka pula satu ikatan. Apabila ia sholat, terbukalah satu ikatan. Maka, di pagi hari ia penuh semangat dan segar. Jika tidak, niscaya di pagi hari perasaannya buruk dan malas.” (HR Bukhary 4/310)

5⃣ Taibat (wanita yang bertaubat)

Mereka adalah wanita-wanita yang bertaubat, tidak berkubang dalam dosa, akan tetapi segera kembali kepada Allah jika melakukan maksiat. Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan taibat adalah mereka yang kembali kepada perintah Rasullullah. 8]

📌 ‘Abidat  ( wanita yang taat beribadah)

Merupakan sifat mulia yang merupakan cerminan dari sifat takwa. 9]  Beribadah yang dilakukan sudah menjadi kebiasaan sehingga menjadi sifat-sifat mulia yang melekat pada diri wanita tersebut.

📌 Saihat ( wanita yang rajin berpuasa)

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa makna saihat adalah berpuasa.

قال ابن قتيبة: سمي الصائم سائحاً لأنه كالسائح في السفر بغير زاد

Ibnu Qutaibah berkata,” Puasa diistilahkan juga dengan Saihan ( سائحا    ) karena seperti musafir (saih) yang melakukan perjalanan tanpa bekal. 10]

Syekh Wahbah Zuhaily menyebutkan bahwa Allah memberi penekanan yang mempengaruhi jiwa mereka (Aisyah dan Hafshah) dengan jika mereka tidak segera bertaubat dari menyakiti Nabi, maka Allah akan menggantikan mereka dengan wanita yang memiliki sifat-sifat lebih sempurna baik didunia dan diakherat. 11]

والله أعلم

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

[1] Al Fairuz Abadi, Tanwirul Miqbas Fi Tafsir Ibni Abbas, (Libanon: Dar Kutub al Ilmiyah), 1/477

[2] Ibnu Asyur, At Tahrir wa at Tanwir,28/356

[3] Abdurahman Nashir As Sa’di, Taisir al Karim Ar Rahman,  (Muassasah Ar Risalah,1420) 1/872

[4] Abu Manshur al Maturudiy, Ta’wilat Ahlus Sunah, (Beirut: Dar al Kutub:

[5] HR. Ahmad, 2/250, Abu Daud no. 1113, Nasai no, 1592, Ibnu Majah no. 1326, Ibnu Khuzaimah, No. 1148, Ibnu Hibban, 2567, Hakim, 1164, An Nawawi dlm Riyadhus Shalihin, 11 81

[6] HR. At Tirmizi dalam Kitab al Jum’ah, No. 1142,  Ibnu Majah dalam Shalat Musafirin, No. 776,  Al Hakim no. 4283

[7]  HR. Muslim dalam bab Shalat Musafirin, no. 7575

[8] Al Mawardi, Tafsir al Mawardi, 6/42

[9] Ibnu Asyur, 28/361

[10] Tafsir Al mawardi, 6/42

[11] Wahbah Zuhaili, Tafsir Al Munir, 29/313

☘🌿🌷🌸🌹🍃🌴🌺

Ust Fauzan Sugiono, Lc, MA

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

scroll to top