Tafsir Surat Al Mulk (Bagian 9)

📂 ALLAH MAHA PEMBERI RASA AMAN

📌 Nash Ayat

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا

فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17)

“Sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia terguncang?

“Atau sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan mengirimkan badai yang berbatu kepadamu? Namun kelak kamu akan akan mengetahui bagaimana ( akibat mendustakan) peringatan-Ku “. (QS.Al Mulk:16-17)

📌 Pendahuluan

Saat kita merasa takut ketahuilah bahwa ada tempat paling aman untuk berlindung dan bermohon pertolongan, Dia lah Allah Dzat Yang Maha Memberi Aman. Orang-orang mukmin akan selalu berinteraksi dengan sumber rasa Aman beribadah dan berharap hanya kepada-Nya, Dia lah Allah. Sementara orang-orang kafir mereka akan menjauhi Allah, beralih kepada selain-Nya, padahal Dia lah Allah Pemberi Aman. Tiada keamanan, kenyamanan, kedamaian dan keamanan hakiki melainkan dengan kembali kepada Allah dengan sebenarnya.

📌 Tinjauan Bahasa

أَأَمِنْتُمْ

Sudah amankah kamu

Pola istifham (pertanyaan) dalam ayat ini menunjukkan ungkapan “heran” bagi kaum yang masih saja merasa aman dari azab Allah meski mereka menyimpang dari perintah Allah dan membangkang. (Muhammad Sayid Thantawi,Tafsir Al Wasith,15/21)

أَنْ يَخْسِفَ

Ditelan, gempa

حَاصِبًا

Badai berbatu

📌 Kandungan Ayat

Ayat ini merupakan pertanyaan yang Allah ajukan kepada orang-orang kafir yang mendustakan ayat ayat Allah bahwa mereka tak akan aman selama keingkaran masih bercokol di hati. Karena Allah yang Maha Memberi Aman, Dia juga yang Maha Menghilangkan Rasa Aman bagi orang-orang yang tak henti-hentinya mengerjakan larangan Allah, namun ingkar akan perintah-perintah-Nya. Mereka enggan mendengarkan peringatan yang di dakwahkan oleh para Rasul-Rasul-Nya. ( Tafsir At Thabari,23/513)

Balasan bagi orang-orang selalu ingkar kepada aturan Allah adalah kelak mereka akan merasakan pedihnya azab saat langit menurunkan hujan batu yang bergerak bak awan berarak ( Abu Ubaidah Ma’mar Bin Matsani Al Bashri, Majazul Qur’an, 3/262)

Juga seperti azab yang menimpa kaum nabi Luth yg menyimpang dari fitrah manusia dengan menyukai sesama jenis dengan ditimpakan badai bercampur batu dan kerikil. (Ghayatul Amani Fil Kalami ar Rabani,1/200)

Bersambung …..

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Fauzan Sugiono

Serial Tafsir Surat Al Mulk:

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 1) Gambaran Umum Surat Al Mulk

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 2)

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 3) Amal Terbaik

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 4) Allah Menciptakan Tujuh Langit Berlapis-lapis

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 5) Bintang dilangit dijadikan Allah alat pelempar syetan

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 6) ILUSTRASI MURKA NERAKA KEPADA ORANG-ORANG KAFIR

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 7) PENYESALAN ORANG-ORANG KAFIR

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 8) ALLAH MENGETAHUI YANG TERSEMBUYI DAN NYATA

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 9) ALLAH MAHA PEMBERI RASA AMAN

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 10) DESKRIPSI KEKUASAAN ALLAH PADA SEEKOR BURUNG

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 11) ALLAH MAHA PENOLONG, ALLAH PEMBERI REZEKI

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 12) Perumpamaan Orang Yang Mendapat Petunjuk

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 13) Nikmat Pendengaran, Penglihatan dan Hati Nurani

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 14) Hanya Allah Yang Maha Tahu Kapan Datangnya Hari Kiamat

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 15) Adzab yang Dinantikan Akhirnya Datang

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 16) Allah Maha Mematikan dan Memberi Rahmat, Tawakal Hanya Kepada-Nya, serta Dia Maha Pemberi Nikmat air

Da’wah dan Ukhuwah

Al Ustadz Mushthafa Masyhur Rahimahullah berkata:

📌 Tatkala kita hendak berdakwah kepada kaum muslimin untuk meluruskan keislaman mereka, wajib bagi kita menanamkan perasaan dalam diri kita bahwa mereka adalah bagian dari kita dan kita bagian dari mereka. Kita tidak boleh menganggap diri kita sebagai masyarakat khusus dari kaum muslimin yang lain. Karena hal itu akan memisahkan dari mereka, dan da’wah menjadi terasing dan tersendat. Kita harus lebih lembut bersikap terhadap mereka. Mereka adalah ladang da’wah yang di sana kita akan tanam benih-benih da’wah kita.

📌 Ada perbedaan mendasar saat kita menda’wahi orang kafir agar masuk Islam, dengan saat kita berda’wah kepada muslim untuk meluruskan keislamannya. Orang kafir tidak memiliki hak kecuali hak da’wah dan tabligh. Sedangkan seorang muslim  memiliki hak ukhuwah meski dia bersalah. Diantara hak-hak ukhuwah adalah berbaik sangka kepadanya dan tidak mudah menuduhnya kafir atau munafik. Dan muamalah kita kepada kaum muslimin dengan ukhuwah Islamiyah sangat berpengaruh bagi keinginan mereka untuk menyambut da’wah kita dibanding sarana da’wah lainnya.

📖 Syaikh Mushthafa Masyhur, Al Qudwah ‘Ala Thariqid Da’wah. Al Ittihad Al Islamiy Lith Thulab, 1986. Munchen.

🍃🌴🌷🌻☘🍂🌾🌿🌺

✏ Farid Nu’man Hasan

[Adab Pada Mata] Memakai Celak Mata

Celak mata merupakan budaya Nabi Shallallahu ‘Alaihi  Sallam, yang umumnya tidak dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Alangkah bagusnya jika kita memulainya. Sunnah ini merupakan sunnah fi’liyah (perbuatan nabi) dan qauliyah (perkataan nabi).

📌 Nabi Shallallahu ‘Alaihi  Sallam  biasa memakainya tiap malam menjelang tidur, dan beliau menganjurkan menggunakan bercelak dengan itsmid.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

كَانَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُكْحُلَةٌ، يَكْتَحِلُ بِهَا عِنْدَ النَّوْمِ ثَلَاثًا فِي كُلِّ عَيْنٍ

Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki celak yang Beliau pakai menjelang tidur sebanyak tiga kali di masing-masing matanya. 1)

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالْإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ، فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعَرَ

Hendaknya kalian bercelak menggunakan itsmid ketika menjelang tidur, karena itu bisa mencerahkan penglihatan dan menumbuhkan rambut. 2)

📌 Imam Al-Munawi Rahimahullah menjelaskan bahwa anjuran dalam hadits ini menandakan bimbingan, pembiasaan, dan sunah bercelak. Sebagian orang memakruhkan bercelak bagi laki-laki di siang hari, ini pendapat yang keliru, dilakukannya di malam hari karena itu lebih bermanfaat. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar. 3)

📌 Ada pun itsmid adalah serbuk untuk celak yang telah dikenal. Terbuat dari batu hitam yang dihaluskan, yang adanya di Hijaz, dan yang mutunya paling bagus didatangkan dari Ashbahan. 4)

📌 Untuk laki-laki hendaknya meniatkan memakainya karena mengikuti sunah nabi, dan mencerahkan mata, bukan karena bersolek. Sebab jika tujuannya bersolek, itu menyerupai kaum wanita yang justru terlarang seperti yang dikatakan Syaikh Utsaimin Rahimahullah.

Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] HR. Ahmad No. 3317. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: hasan. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 3317
[2] HR. Ibnu Majah No. 3496, At Tirmdzi No. 1757, Abu Ya’la No. 2057, Ath Thabarani, Al-Awsath No. 6151, Al-Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3202. Syaikh Husein Salim Asda mengatakan: para perawinya terpercaya. Syaikh Al-Albani menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3496
[3] At Taisir bi Syarhi Al-Jami’ Ash-Shaghir, 2/139
[4] Fathul Bari, 10/158

Perbedaan Pendapat di Dalam Mazhab

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Adakah perbedaan pendapat antara imam syafii dan ulama pengikut imam syafii, lalu mana pendapat yang harus diikuti? apakah perbedaan tersebut disebut pendapat mahzab atau pendapat pengikut mahzab? (‪+62 812-2110-2xxx)

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullah ..

Bismillah wal Hamdulillah ..

Ya, tidak sedikit terjadi perbedaan antara Imam-Imam madzhab dengan para pengikutnya, mereka tidak selalu sama.

📌 Imam Abu Hanifah, sering pendapatnya dikoreksi oleh dua murid terdekatnya Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan. Perbedaan mereka bukan pada pada perbedaan dalil dan sumber hukum, tapi karena perbedaan zaman dan situasi. Zaman Imam Abu Hanifah tidak sama dengan zaman kedua muridnya. Maka, Imam Abu Hanifah tidak selalu sama dengan Hanafiyah.

Contoh: Imam Abu Hanifah termasuk ulama yang membolehkan jual beli alat musik, seperti yang disebutkan Al Mausu’ah Al Fiqhiyah. Tapi, madzhab hanafi adalah madzhab yang paling keras terhadap haramnya musik, sampai Imam Abu Yusuf mengharamkan memukul batang pohon. Sesama Hanafiyah pun bs berbeda pendapat, seperti dlm masalah musik ini, di mana Imam Ibnu ‘Abidin tidak mempermasalahkan memukul bedug untuk membangunkan orang shalat misalnya.

📌 Begitu pula Imam Malik, tidak selalu pendapatnya diikuti oleh ulama Malikiyah.

Contoh: ttg puasa 6 hr bulan syawwal. Imam Malik memakruhkan baik berturut atau selang seling sama saja. Sebab menurutnya blm pernah ada ditempatnya hal itu dilakukan oleh orang shalih dan ulama. Namun, pendapat ini kritisi oleh pengikutnya seperti Imam Ibnu Abdil Bar, yang mengatakan bisa jadi pendapat itu karena Imam Malik belum mendapatkan haditsnya.

Perbedaan sesama Malikiyah juga terjadi seperti pandangan mereka ttg Adzan utk selain shalat. Generasi awal Malikiyah memakruhkan adzan utk kepentingan selain shalat, tp generasi muta’akhirin membolehkan adzan utk bayi lahir, orang dikubur, dan semisalnya, sbgmn pendapat Syafi’iyah, seperti tertera dalam Al Mausu’ah.

📌 Imam Syafi’i juga demikian, tidak selalu Syafi’iyyah sama dengan Imam Syafi’i.

Misalnya: tentang sampaikah bacaan Al Quran untuk mayit? Imam Syafi, Imak Ibnu Katsiir mengatakan tidak sampai. Dan inilah pendapat masyhur/tenar dari Syafi’iyah, tetapi pendapat yang mukhtar/dijadikan pilihan adalah sampainya bacaan itu kepada si mayit, sebagaimana pendapat Imam Ahmad bin Hambal dan generasi awal Hambaliyah.

Sesama syafi’iyah pun sering ada perbedaan, misal yang resmi dalam Syafi’iyah aborsi saat usia hamil dibawah 4 bulan adalah makruh, sementara Imam Al Ghazali tetap mengharamkan.

📌 Begitu pula Imam Ahmad bin Hambal, pengikutnya tidak selalu sama dengannya.

Misal: Imam Ahmad membolehkan membaca Al Quran di kubur dan kirim bacaan utk mayit. Tapi, Hambaliyah banyak yang menentangnya, khususnya Hambaliyah kontemporer.

Sesama Hambaliyah sendiri terjadi perbedaan, seperti dalam menyikapi melafalkan niat, sebagian membolehkan bahkan menyunnahkan, seperti Al Bahuti sementara yang lain membid’ahkan seperti Ibnu Taimiyah.

Belum lagi perbedaan sesama Hambaliyah kontemporer antara Syaikh bin Baaz, Syaikh Utaaimin, Syaikh Shalih Fauzan, dan Syaikh Abdullah Al Jibrin.

📌 Jadi, Mengikuti Imam Madzhab adalah mengikuti paradigma dan rumusan berfikirnya, bukan semata-mata pendapat atau hasil akhir dr sebuah pendapat. Sebab, hasil akhir bs berbeda seiring perbedaan zaman, tempat, dan kondisi, sbgmn dikatakan para ulama ushul fiqh.

📌 Bagi orang awam, yg belum mampu melalukan komparasi dalil, maka yang diikuti adalah guru yang menjadi rujukannya. Itulah madzhab dia. Oleh karena itu, kata Imam Al Ghazali, orang awam tidak memiliki madzhab, madzhab mereka adalah ulama yang menjadi tempatnya bertanya.

Sebab, untuk dikatakan sebagai ulama bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, mrka harus tahu benar konsep dan kaidah madzhab tersebut, tokoh2nya, kitab2nya, tentu ini sulit bagi org awam. Maka, tidak dibenarkan ketika ada org awam berkata “Saya ini Syafi’i lho” padahal dia tidak tahu banyak ttg madzhab Syafi’i.

📌 Ada pun bagi mereka yang sdh paham dengan seluk beluk madzhab, ditambah lagi dia pun memiliki kemampuan komparasi dalil bahkan konsep, boleh baginya memilih madzhab bagi dirinya secara sehat tanpa fanatik.

Demikian. Wallahu A’lam

Tim Syariah Consulting Center

scroll to top