Celak mata merupakan budaya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Sallam, yang umumnya tidak dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Alangkah bagusnya jika kita memulainya. Sunnah ini merupakan sunnah fi’liyah (perbuatan nabi) dan qauliyah (perkataan nabi).
📌 Nabi Shallallahu ‘Alaihi Sallam biasa memakainya tiap malam menjelang tidur, dan beliau menganjurkan menggunakan bercelak dengan itsmid.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
كَانَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُكْحُلَةٌ، يَكْتَحِلُ بِهَا عِنْدَ النَّوْمِ ثَلَاثًا فِي كُلِّ عَيْنٍ
Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki celak yang Beliau pakai menjelang tidur sebanyak tiga kali di masing-masing matanya. 1)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ، فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعَرَ
Hendaknya kalian bercelak menggunakan itsmid ketika menjelang tidur, karena itu bisa mencerahkan penglihatan dan menumbuhkan rambut. 2)
📌 Imam Al-Munawi Rahimahullah menjelaskan bahwa anjuran dalam hadits ini menandakan bimbingan, pembiasaan, dan sunah bercelak. Sebagian orang memakruhkan bercelak bagi laki-laki di siang hari, ini pendapat yang keliru, dilakukannya di malam hari karena itu lebih bermanfaat. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar. 3)
📌 Ada pun itsmid adalah serbuk untuk celak yang telah dikenal. Terbuat dari batu hitam yang dihaluskan, yang adanya di Hijaz, dan yang mutunya paling bagus didatangkan dari Ashbahan. 4)
📌 Untuk laki-laki hendaknya meniatkan memakainya karena mengikuti sunah nabi, dan mencerahkan mata, bukan karena bersolek. Sebab jika tujuannya bersolek, itu menyerupai kaum wanita yang justru terlarang seperti yang dikatakan Syaikh Utsaimin Rahimahullah.
Wallahu A’lam
📓📕📗📘📙📔📒
✏ Farid Nu’man Hasan
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
[1] HR. Ahmad No. 3317. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: hasan. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 3317
[2] HR. Ibnu Majah No. 3496, At Tirmdzi No. 1757, Abu Ya’la No. 2057, Ath Thabarani, Al-Awsath No. 6151, Al-Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3202. Syaikh Husein Salim Asda mengatakan: para perawinya terpercaya. Syaikh Al-Albani menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3496
[3] At Taisir bi Syarhi Al-Jami’ Ash-Shaghir, 2/139
[4] Fathul Bari, 10/158