Senandung Para Mujahid

🏹🏹🏹🏹🏹🏹🏹🏹

▶ Wahai Jiwa …, apakah cukup bagimu menjadi penonton? Hanya ngeshare2 berita?  Sambil sibuk dengan urusan duniamu? Jangan!! Majulah bersama orang-orang yang berjuang .. ambil-lah bagian dalam caravan ksatria dan laki-laki, di bawah terik, diguyur hujan, dibawah tatapan tajam mata musuh-musuh …

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ memanggil kita ….

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah   pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.  (QS. At Taubah: 38)

▶ Wahai jiwa …, berangkatlah! Apakah kau mau menjadi jiwa-jiwa tidak berguna bagi agamamu walau sedikit pun? Ataukah kau memilih untuk diganti dengan generasi baru yang lebih baik darimu?

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ memberikan nasihat …

Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At Taubah: 39)

▶ Wahai jiwa …, kalau akhirnya kau tidak berangkat, itu sama sekali tidak merugikan para pejuang, tidak merugikan agama ini, tapi merugikan dirimu sendiri, sebab mereka akan tetap kuat dengan atau tanpamu .. tetap mendapatkan pertolonganNya sebagaimana RasulNya terdahulu

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ mengkisahkan ..

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 40)

▶ Wahai jiwa …., sedang apa saat ini? Menghitung laba? Bukankah sudah sejak lama kau lakukan itu? Bersenda gurau? Bukankah itu juga menjadi kebiasaanmu? Bersama anak dan istri? Bukankah sudah kau lalui bersama mereka siang dan malam? Beratkah …? Sulitkah ..? Padahal Allah ﷻ hanya meminta dirimu dan hartamu .. sekali ini saja ..

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ memotivasi kita ..

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At Taubah: 41)

▶ Wahai jiwa …, benar, … bisa jadi tidak ada harta duniawi yang kau peroleh, justru kau yang berkorban, .. benar … terbayang bagimu kejadian yang membahayakan .. karena ini perjuangan! Kalau yang enak-enak bukan perjuangan namanya, tapi jalan-jalan … tamasya .. rihlah … makan-makan ..

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ menceritakan kaum munafiqun bersilat lidah ..

Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (QS. At Taubah: 42)

▶ Wahai jiwa …, bisa jadi kau berkilah dengan mencari-cari sejuta alasan .. , saudaramu pun memberimu pemakluman dan izin atasmu …, padahal Allah ﷻ Maha Tahu siapa yang berdusta atas alasannya dan siapa yang jujur dalam alasannya ..

Lihat bagaimana Allah ﷻ memperingatkan Nabi ﷺ yang telah mengizinkan kaum munafiqun yang bersilat lidah ..

Semoga Allah mema’afkanmu (Muhammad). Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (QS. At Taubah: 43)

▶Wahai Jiwa …, Ketahuilah! Jika kau masih punya iman .. maka orang beriman itu tidak gampang mencari-cari alasan dan lari dari pertarungan ..

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ menegaskan …

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. (QS. At Taubah: 44)

▶ Wahai jiwa …, ketahuilah! Hanya orang tidak beriman yang selalu mencari-cari alasan, agar bebas dari jalan perjuangan .. mereka selalu terombang ambing dalam keraguan ..

Lihatlah bagaimana Allah ﷻ menegaskan tentang mereka ..

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (QS. At Taubah: 45)

▶ Wahai jiwa ..! Bersiaplah, waspadalah, majulah berkelompok-kelompok atau bersama semuanya  …

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (QS. An Nisa: 71)

Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah

Wa Shallallahu ‘Ala Sayyidina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🍃🌸🌾🌻🌺🌷🌴☘

✍ Farid Nu’man Hasan

[Adab Pada Rambut] Larangan Mencukur Rambut dengan Cara Qaza’

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ القَزَعِ

Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang qaza’. 1)

Apakah Qaza’? Nafi’ –seorang tabi’in dan pelayan Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma menjelaskan:

يُحْلَقُ بَعْضُ رَأْسِ الصَّبِيِّ وَيُتْرَكُ بَعْضٌ

Kepala bayi yang dicukur sebagian dan dibiarkan sebagian lainnya. 2)

Contoh qaza’ adalah seorang yang membiarkan bagian depan kepala, tapi mencukur bagian belakangnya, atau yang tengah dibiarkan tapi kanan kirinya dicukur. Inilah yang kita lihat dari model-model rambut orang kafir yang ditiru remaja Islam. Kadang ada orang tua yang mencukur anaknya seperti ini lalu dibuat buntut, sekedar untuk lucu-lucuan.

Hal ini dilarang karena bertentangan dengan prinsip keadilan Islam, sampai-sampai dalam masalah yang dianggap sepele ini Islam tidak mengkehendaki adanya kezaliman. Ada penjelasan yang bagus dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, sebagaimana dikutip oleh murid kesayangannya, Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, sebagai berikut:

قَالَ شَيخنَا وَهَذَا من كَمَال محبَّة الله وَرَسُوله للعدل فَإِنَّهُ أَمر بِهِ حَتَّى فِي شَأْن الانسان مَعَ نَفسه فَنَهَاهُ أَن يحلق بعض رَأسه وَيتْرك بعضه لِأَنَّهُ ظلم للرأس حَيْثُ ترك بعضه كاسيا وَبَعضه عَارِيا وَنَظِير هَذَا أَنه نهى عَن الْجُلُوس بَين الشَّمْس والظل فَإِنَّهُ ظلم لبَعض بدنه وَنَظِيره نهى أَن يمشي الرجل فِي نعل وَاحِدَة بل إِمَّا أَن ينعلهما أَو يحفيهما

Syaikh kami (Ibnu Taimiyah) mengatakan: Ini merupakan bagian dari kesempurnaan kecintaan Allah dan rasulNya terhadap keadilan. Hal itu diperintahkan sampai-sampai urusan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Maka, larangan mencukur sebagian kepala dan membiarkan yang lain lantaran itu merupakan kezaliman terhadap kepala ketika dia dibiarkan sebagian tertutup rambut dan sebagian lain terbuka. Sepadan dengan ini adalah larangan duduk di antara matahari dan tempat berteduh, karena itu merupakan kezaliman atas sebagian badannya. Seperti ini juga adalah larangan bagi seseorang bejalan dengan satu sendal, tetapi hendaknya dia memakai keduanya atau melepaskan keduanya. 3)

Larangan ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak, tapi juga orang dewasa.

Wallahu A’lam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan


🌴🌴🌴🌴

[1] HR. Bukhari No. 5921 dan Muslim No. 2120
[2] Shahih Muslim No. 2120
[3] Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, Hal. 100

Serial Adab Pada Rambut

Larangan Mencukur Rambut dengan Cara Qaza’

Memotong Rambut Bagi Muslimah Sesuai Syariat

Batasan Panjang Rambut Laki-Laki

Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki

Tarajjul (Menyisir Rambut)

Larangan Keras Menyambung Rambut (Wig, Konde, dan Semisalnya)

Menyemir Rambut

Larangan Mencabut Uban

Menutupi Rambut Bagi Wanita Karena Itu Adalah Salah Satu Aurat

Menjawab Salam Non Muslim

📨 PERTANYAAN:

Ustadz…kl non muslim mengucap salam….bagaimana hukumnya menjawab salamnya Ustadz?

📬 JAWABAN

Bismillah wal Hamdulillah ..

Para ulama telah berselisih tentang kebolehan menjawab salam dari non muslim, pihak yang membolehkan pun juga berselisih tentang bagaimana lafaz jawabannya.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي رَدِّ السَّلَامِ عَلَى الْكُفَّارِ وَابْتِدَائِهِمْ بِهِ فَمَذْهَبُنَا تَحْرِيمُ ابْتِدَائِهِمْ بِهِ وَوُجُوبُ رَدِّهِ عَلَيْهِمْ بِأَنْ يَقُولَ وَعَلَيْكُمْ أَوْ عَلَيْكُمْ فَقَطْ

Para ulama berselisih pendapat tentang menjawab salam kepada kaum kafir dan memulai salam kepada mereka. Madzhab kami mengharamkan memulai salam kepada meraka, sedangkan menjawab salam mereka adalah wajib, yaitu dengan jawaban: “Wa ‘Alaikum” atau “Alaikum” saja. (Al Minhaj, 14/145)

Katanya lagi:

وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنَ العلماء لايرد عليهم السلام ورواه بن وَهْبٍ وَأَشْهَبُ عَنْ مَالِكٍ وَقَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا يَجُوزُ أَنْ يَقُولَ فِي الرَّدِّ عَلَيْهِمْ وَعَلَيْكُمُ السلام ولكن لايقول وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Sekolompok ulama mengatakan tidak boleh menjawab salam mereka. Ini diriwayatkan dari Ibnu Wahb, Asyhab dari Malik. Sebagian sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah) mengatakan boleh menjawab dengan kalimat “Wa ‘Alaikumus Salam” tetapi tanpa “wa Rahmatullah.” (Ibid)

Pendapat yang nampak lebih kuat adalah boleh menjawab salam mereka yaitu dengan “wa ‘alaikum” saja, sebagaimana disebutkan dalam hadits shalih.

♻ Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

أَنَّ اليَهُودَ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: السَّامُ عَلَيْكَ، قَالَ: «وَعَلَيْكُمْ» فَقَالَتْ عَائِشَةُ: السَّامُ عَلَيْكُمْ، وَلَعَنَكُمُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْكُمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَهْلًا يَا عَائِشَةُ، عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ، وَإِيَّاكِ وَالعُنْفَ، أَوِ الفُحْشَ» قَالَتْ: أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ: «أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ، رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ، فَيُسْتَجَابُ لِي فِيهِمْ، وَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ»

Bahwa kaum Yahudi mendatangi Nabi ﷺ dan berkata: “Assaamu ‘alaika (Kebinasaan atasmu)”, Nabi menjawab: “Wa ‘Alaikum (Dan atas kalian).” Maka ‘Aisyah berkata: “Kebinasaan atasmu, juga laknat dan kemurkaan Allah atas kalian.” Lalu Nabi ﷺ bersabda: “Tahan wahai ‘Aisyah, hendaknya kamu lemah lembut, hindari kekerasan atau kekejian.” ‘Aisyah berkata: “Apakah kau tidak mendengar perkataan mereka?” Nabi ﷺ menjawab: “Apakah kamu tidak dengar perkataanku? Aku sudah jawab untuk mereka juga. Maka yang aku katakan dikabulkan atas mereka, yang mereka katakan tidak dikabulkan atasku.” (HR. Al Bukhari No. 6401).

Demikian. Wallahu A’lam

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 9 (Ayat 11)

LARANGAN MERENDAHKAN ORANG LAIN

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. ( QS. Al Hujurat [49]: 11)

Tinjauan Bahasa

يَسْخَر

Merendahkan, menghina

Menurut Imam Al Qurthubi:

وَالسُّخْرِيَةُ الِاسْتِهْزَاءُ

Makna Sukhriyah adalah istihza (menghina)[1]

تَلْمِزُوا

Kalian mencela

تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ

Memangggil dengan panggilan (gelar) buruk

Sabab Nuzul Ayat

نَزَلَتْ فِي عِكْرِمَةِ بْنِ أَبِي جَهْلٌ حِينَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مُسْلِمًا، وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ إِذَا رَأَوْهُ قَالُوا ابْنَ فِرْعَوْنِ هَذِهِ الْأُمَّةِ. فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ

Ayat ini turun pada Ikrimah bin Abu Jahl saat tiba di Madinah sebagai seoran muslim, adalah kaum muslimin ketika melihatnya berkata,”Dia anak Fir’aun umat ini, kemudian Ikrimah mengadu kepada Rasulullah, lalu turunlah ayat ini.[2]

Sedangkan Ibnu Abbas menyebutkan turunnya ayat ini seperti tercatum dalam tafsirnya:

نزلت هَذِه الْآيَة فى ثَابت ابْن قيس بن شماس حَيْثُ ذكر رجلا من الْأَنْصَار بِسوء ذكر أما كَانَت لَهُ يعير بهَا فِي الْجَاهِلِيَّة فَنَهَاهُ الله عَن ذَلِك

Ayat ini turun pada Tsabit bin Qais bin Syamas, saat seorang lelaki dari kalangan Anshar menyebut buruk dan membuka aib ibunya saat masih jahiliyah. Lalu Allah melarang hal tersebut.[3]

Kandungan Ayat

Ayat ini mengandung pelajaran adab terhadap manusia, baik individu maupun sosial. Larangan Allah bagi kaum muslimin untuk merendahkan dan menghina orang lain. Karena kita tidak tahu kedudukan seseorang di sisi Allah. Boleh jadi orang yang direndahkan dan dihina memiliki kedudukan mulia di sisi Allah, dan ia lebih baik dari pihak yang menghina dan merendahkan. Orang yang gemar merendahkan orang lain, sungguh ia telah terjatuh dalam sifat sombong. Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam bersabda:

وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ دِينَارٍ، جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمَّادٍ، قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبَانَ بْنِ تَغْلِبَ، عَنْ فُضَيْلٍ الْفُقَيْمِيِّ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ» قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ

Telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin al Mutsanna, dan Muhammad bin Basyar dan Ibrahim bin Dinar, semuanya dari jalur Yahya bin Hammad, berkata Ibnu Mutsanna,”Telah mennceritakan kepadaku Yahya bin Hammad, telah mengabarkan kepada kami Syu’bah dari Aban bin Taghlab, dari Fudhail Al Fukaimi, dari Ibrahim An Nakha’i, dari ‘Alqamah, dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, bersabda,”Tak akan masuk syurga barangsiapa yang di hatinya ada sebiji kecil dari sombong, lalu seorang laki-laki berkata,” Ya Rasulullah sesungguhnya ada seseorang yang menyukai pakaian dan alas kaki yang bagus.” Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim, No.91)[4]

Dari hadits di atas dapat diketahui, bahwa sifat sombong memiliki dua unsur:

  1. Menolak kebenaran
  2. Merendahkan manusia

Adapun jika seseorang menyukai life style dari pakaian, alas kaki, kendaraan, rumah dan lainnya, selama tidak menyebabkan kesombongan dan akhirnya menolak kebenaran dan merendahkan manusia maka itu bukan sombong.

Imam Ibnu Katsir memaknai “ Ghamtu An Nas” adalah merendahkan dan mengecilkan manusia, karena orang yang dihina boleh jadi memiliki kedudukan mulia disisi Allah dibanding orang yang menghina.[5]

Imam At Thabari menjelaskan bahwa larangan ini bersifat umum:

إن الله عمّ بنهيه المؤمنين عن أن يسخر بعضهم من بعض جميع معاني السخرية، فلا يحلّ لمؤمن أن يسخر من مؤمن لا لفقره، ولا لذنب ركبه، ولا لغير ذلك

Menurut At Thabari, larangan ini bersifat umum, tidak boleh bagi kaum mukminin menghina sebagian dengan sebagian lain dalam segala makna, tidak halal bagi seorang mukmin menghina mukmin lainnya karena kemiskinan, dosa, dan lainnya.[6]

(وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ)

janganlah suka mencela dirimu sendiri

Seorang muslim ibarat satu tubuh, jika ia mencela mukmin yang lain berarti ia seperti mencela dirinya sendiri.

Abu Zaid Ats Tsa’alibi menyebutkan:[7]

وتَلْمِزُوا معناه: يطعن بعضُكم على بعض بذكر النقائص ونحوه، وقد يكون اللَّمْزُ بالقول وبالإشارة ونحوه مِمَّا يفهمه آخر، والهَمْزُ لا يكون إلاَّ باللسان، وحكى الثعلبيُّ أَنَّ اللمز ما كان في المشهد، والهَمْزَ ما كان في المغيب

  • Talmizu maknanya adalah melukai sebagian dengan sebagian yang lain dengan menyebut kekurangan-kekurangan dan sejenisnya,
  • Al Lamzu dilakukan dengan ucapan dan isyarat yang dipahami orang lain.
  • Al Hamz tidak dilakukan kecuali dengan lisan,
  • Ats Tsa’alibi menyebutkan bahwa Al Lamz dilakukan saat pihak tersebut hadir terlihat, sedangkan Al Hamz dilakukan saat pihak yang dibicarakan tidak hadir.

Meski beragam pendapat tentang Al Hamz dan Al Lamz mengerucut pada makna perbuatan mencela, mengejek orang lain baik secara langsung, maupun tidak, baik didepan objek maupun dibelakang objek yang dibicarakan.

وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ

“Jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan”

Abu Bakar Al Jazairi menegasakan makna ayat tersebut:[8]

لا يدعو بعضكم بعضا بلقب يكرهه نحو يا فاسق يا جاهل

Janganlah memanggil sebagian kalian kepada sebagian lain, dengan gelar (panggilan) yang ia tidak sukai, seperti ,” Wahai fasiq, Wahai Bodoh”.

Seburuk-buruk panggilan adalah, panggilan yang menuduh seseorang fasik tanpa bukti setelah orang tersebut masuk Islam. Dan jika ia tidak bertaubat dengan perbuatan tersebut diatas maka ia termasuk orang zalim.

Kesimpulan:

  • Ayat ini mengandung adab-adab kepada individu dan kelompok, yaitu larangan sombong, merendahkan, menghina, memanggil dengan panggilan buruk.
  • Berhari-hatilah dalam menilai orang lain, apalagi merendahkannya baik dengan kata-kata atau isyarat panca indera, karena boleh jadi mereka yang direndahkan kedudukannya lebih mulia di sisi Allah, dibanding orang yang merendahkan.

والله أعلام

Fauzan Sugiono


[1] Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Kairo: Dal Al Kutub Al Islamiyah,1964) J.16 h. 324

[2] Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Kairo: Dal Al Kutub Al Islamiyah,1964) J.16 h. 325

[3] Al Fairuz Abasi, Tanwirul Miqbas Fi Tafsir Ibni Abbas, (Libanon: Dar Kutub Al Ilmiyah) J. 1. H. 436

[4] Imam Muslim bin Hajjaj Abul Hasan al QushairiAn Naisaburi, Shahih Muslim, ( Beirut: Dar Ihya Turats) J. 1 h. 93

[5] Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, (Dar Thaybah Lin Nasyr,1420 H) j. 7 h, 376

[6] At Thabari, Tafsir At Thabari, 22/ 298

[7] Abu Zaid Ats Tsa’alibi, Tafsir Ats Tsa’alibi, Al Jawahir al Hassan Fi Tafsir al Qur’an, (Beirut: Dar Ihya Turats, 1418H) j. 5 h. 272

[8] Jabir Abu Bakar al Jazairi, Aisar Tafasir, (Saudi: Maktabah Al Ulum Wal Hikam, 1424H) 5/127

Serial Tafsir Surat Al-Hujurat

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (Muqaddimah)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.2) (Ayat ke-1)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.3) (Ayat ke-2)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG. 4) (Ayat 3, 4, dan 5)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 5] (Ayat ke-6)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 6] (Ayat ke-7)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 7 (Ayat ke-8 dan 9)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 8 (Ayat ke-10)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 9 (Ayat ke-11)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 10 (Ayat ke-12)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT BAG 11 (Ayat ke-13)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 12 (Ayat ke-14)

Tafsir Surat AL Hujurat Bag. 13 (Ayat ke-15)

TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL HUJURAT Ayat 16, 17 dan 18 (BAG. 14 SELESAI)

scroll to top