Serial Kepahlawanan Para Ulama Menghadapi Pemimpin Zalim (Bag 1)

💦💥💦💥💦💥💦💥

📌 Imam Muhammad bin Sirin Radhiallahu ‘Anhu terhadap Ibnu Hubairah

Beliau dikenal sebagai orang yang paling tegas terhadap Ahli bid’ah dan penguasa yang zalim. Dia pun secara terang-terangan menegur penguasa zamannya –yakni Ibnu Hubairah- di depan orang lain. Sebenarnya, Ibnu hubairah adalah salah satu pejabat tinggi dalam pemerintahan Khalifah Marwan.

Berikut ini yang diceritakan Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani:

جعفر بن مرزوق، قال: بعث ابن هبيرة إلى ابن سيرين والحسن والشعبي، قال: فدخلوا عليه، فقال لابن سيرين: يا أبا بكر ماذا رأيت منذ قربت من بابنا، قال: رأيت ظلماً فاشياً، قال: فغمزه ابن أخيه بمنكبه فالتفت إليه ابن سيرين، فقال: إنك لست تسأل إنما أنا أسأل، فأرسل إلى الحسن بأربعة آلاف وإلى ابن سيرين بثلاثة آلاف، وإلى الشعبي بألفين؛ فأما ابن سيرين فلم يأخذها

Ja’far bin Marzuq berkata, “Ibnu Hubairah pernah memanggil Ibnu Sirin, Al Hasan (Al Bashri), dan Asy Sya’bi, dia berkata: “Masuklah kalian.”

Maka dia bertanya kepada Ibnu Sirin: “Wahai Abu Bakar, apa yang kau lihat sejak kau mendekat pintu istanaku?” Ibnu Sirin menjawab: “Aku melihat kezaliman yang merata.”

Perawi berkata: Maka saudaranya menganggukkan tengkuknya, dan Ibnu Sirin pun menoleh kepadanya.

Lalu dia (Ibnu Sirin) berkata (kepada Ibnu Hubairah):
“Bukan kamu yang seharusnya bertanya, tetapi akulah yang seharusnya bertanya.”

Maka, Ibnu Hubairah akhirnya memberikan Al Hasan empat ribu dirham, Ibnu Sirin tiga ribu dirham, dan Asy Sya’bi dua ribu. Ada pun Ibnu Sirin, tidak  mengambil hadiah itu.” (Hilyatul Auliya’, 1/330. Mauqi’ Al Warraq)

Imam Adz Dzahabi mengatakan:

قال هشام: ما رأيت أحدا عند السلطان أصلب من ابن سيرين

“Berkata Hisyam: Aku belum pernah melihat orang yang paling tegas terhadap penguasa dibanding Ibnu Sirin.” (Siyar A’lam An Nubala, 4/615)

Inilah Imam Muhammad bin Sirin Radhiallahu ‘Anhu, dia menegur kezaliman yang ada dalam istana, di depan banyak orang dan ulama. Mereka seperti Al Hasan dan Asy Sya’bi, pun tidak mengingkarinya. Ibnu Sirin tidak mengatakan kepada Ibnu Hubairah: “Aku ingin katakan kepadamu secara rahasia, bahwa kezaliman di istanamu telah merata!” Tidak demikian.

Lagi pula, tahu dari mana Hisyam, kalau Ibnu Sirin adalah manusia paling tegas terhadap penguasa jika dia menegurnya secara sembunyi-sembunyi?

Siapakah Imam Muhammad bin Sirin Radhiallahu ‘Anhu? Pada masanya dia dikenal orang yang sangat wara’, ahli fiqih, ahli tafsir mimpi, dan periang.

Berikut ini parade pujian para ulama untuk Imam Ibnu Sirin Radhiallahu ‘Anhu. Sebagaimana yang dicatat oleh Imam Adz Dzahabi dalam kitab As Siyar-nya:

قال ابن عون: كان محمد يأتي بالحديث على حروفه، وكان الحسن صاحب معنى. عون بن عمارة: حدثنا هشام، حدثني أصدق من أدركت، محمد بن سيرين
قال حبيب بن الشهيد: كنت عند عمرو بن دينار فقال: والله ما رأيت مثل طاووس، فقال أيوب السختياني وكان جالسا: والله لو رأى محمد بن سيرين لم يقله. معاذ بن معاذ: سمعت ابن عون يقول: ما رأيت مثل محمد بن سيرين.
وعن خليف بن عقبة، قال: كان ابن سيرين نسيج وحده.
وقال حماد بن زيد، عن عثمان البتي، قال: لم يكن بالبصرة أحد أعلم بالقضاء من ابن سيرين . وعن شعيب بن الحبحاب، قال: كان الشعبي يقول لنا: عليكم بذلك الاصم يعني ابن سيرين . وقال ابن يونس: كان ابن سيرين أفطن من الحسن في أشياء

“Berkata Ibnu ‘Aun: “Muhammad bin Sirin meriwayatkan hadits dengan huruf-hurufnya, sementara Al Hasan yang mengetahui maknanya.”

“Aun bin ‘Imarah, bercerita kepada kami Hisyam, telah bercerita kepadaku bahwa orang yang paling jujur yang pernah aku temui adalah Muhammad bin Sirin.

Habib bin Asy Syahid berkata: Aku bersama Amr bin Dinar, dia berkata: “Demi Allah aku tidak pernah melihat orang seperti Thawus.” Maka, Ayyub As Sukhtiyani sambil duduk menimpali: “Demi Allah, seandainya dia melihat Muhammad bin Sirin, tidak akan dia berkata seperti itu.”

Muadz bin Muadz berkata, aku mendengar Ibnu ‘Aun berkata: “Aku belum pernah melihat orang semisal Muhammad bin Sirin.”

Dari Khalifah bin ‘Uqbah, dia berkata: “Adalah Ibnu Sirin dia menenun (pakaiannya) sendiri.”

Dari Hammad bin Zaid, dari Utsman Al Bati: “Tidak pernah ada di Bashrah orang yang paling tahu tentang kehakiman (hukum) dibanding Ibnu Sirin.”

Ibnu Yunus berkata: “Ibnu Sirin lebih cerdas dibanding Al Hasan Al Bashri di banyak hal.” (Siyar A’lam An Nubala, 4/608)

🍃🌻☘🌹🌴🌿🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

[Adab Pada Rambut] Memotong Rambut Bagi Muslimah Sesuai Syariat

✅ Tidak apa-apa memotong rambut bagi wanita selama tidak menyerupai orang kafir dan tidak menyerupai laki-laki. Sebagaimana riwayat berikut:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

Bukan golongan kami orang yang menyerupai selain kami. 1)

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَرَجِّلاتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَالْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالَ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat  wanita yang menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai wanita. 2)

✅ Bagi wanita hanya dibolehkan memendekkan (at taqshir) saja, tidak dibolehkan menggundulinya. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ ، إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيْرُ

Wanita tidaklah dicukur habis rambutnya, tetapi hanyalah dipendekkan  saja. 3)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

نهى أن تحلق المرأة رأسها

✅ Nabi melarang kaum wanita menggunduli kepalanya. 4)

Menurut Imam At Tirmdizi  sanad hadits ini  idhtirab – guncang, 5)  sehingga dia dhaif (lemah). Idhtirab-nya sanad hadits ini karena Hamam meriwayatkannya kadang  katanya dari Ali, kadang dari ‘Aisyah. Lalu, hadits ini juga terputus sanadnya (munqathi’) antara Qatadah kepada Aisyah, bahwa Qatadah tidaklah mendengarkan hadits ini dari ‘Aisyah. 6)

Namun, demikian hadits ini telah diamalkan oleh para ulama sebagaimana dijelaskan oleh Imam At Tirmidzi sendiri, sebagai berikut:

والعمل على هذا عند أهل العلم لا يرون على المرأة حلقا، ويرون أن عليها التقصير

Para ulama mengamalkan hadits ini, bagi mereka tidak boleh wanita menggunduli kepalanya, bagi mereka yang benar adalah memendekkan saja. 7)

Wallahu A’lam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan


🌴🌴🌴🌴

[1] HR. At Tirmdizi No. 2695. Ath Thabrani, Musnad Asy Syamiyyin No. 503, juga dalam Al Awsath No. 7380, Al Qudha’i, Musnad Asy Syihab No.1191, Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahihul Jami’ No. 5434

[2] HR. Ahmad No. 2006. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai standar Imam Al Bukhari. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 2006

[3] HR. Abu Daud No. 1983, Ad Darimi No. 1936, Ad Daruquthni No. 2666, 2667, Al Baihaqi, As Sunan Al KubraNo. 9404, Ath Thabarani, Al Kabir No. 13018. Syaikh Husein Salim Asad Ad Darani mengatakan dalam tahqiqnya atas Sunan Ad Darimi: isnadnya shahih. Syaikh Al Albani juga menshahihkan. Lihat Shahihul Jami’ No. 5403

[4] HR. At Tirmidzi No. 915
[5] Ibid
[6] Silsilah Adh Dha’ifah No. 278
[7] Sunan At Tirmidzi No. 915

Serial Adab Pada Rambut

Larangan Mencukur Rambut dengan Cara Qaza’

Memotong Rambut Bagi Muslimah Sesuai Syariat

Batasan Panjang Rambut Laki-Laki

Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki

Tarajjul (Menyisir Rambut)

Larangan Keras Menyambung Rambut (Wig, Konde, dan Semisalnya)

Menyemir Rambut

Larangan Mencabut Uban

Menutupi Rambut Bagi Wanita Karena Itu Adalah Salah Satu Aurat

Hukum Meninggalkan Shalat Wajib/Fardhu

📨 PERTANYAAN:

السلام عليكم
Ustadz,ana ingin bertanya ttg hukum org yg meninggalkan shalat dgn sengaja karena malas,bgm pendapat ulama ( pendapat yg rajih ) dlm hal ini ? (Ummu Zaid)

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .., Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Sungguh malang orang yang mengaku muslim tapi tidak shalat. Pengakuan kosong yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Berikut ini berbagai kecaman untuk mereka yang sengaja meninggalkan shalat.

📌Kecaman Dalam Al Quran

Allah Ta’ala telah mengecam mereka dalam berbagai ayatNya:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam (19): 59)

Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Saqar. Allah Ta’ala berfirman:
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43)

“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” mereka menjawab: “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al Muddatsir (74):42-43)

Mereka mengalami kesulitan sakaratul maut. Allah Ta’ala berfirman:

كَلا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ (26) وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27) وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ (28) وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ (29) إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ (30) فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى (31) وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (32) ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى (33) أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى (34) ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى (35)

“Sekali-kali jangan. apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan?”, dan Dia yakin bahwa Sesungguhnya Itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al Quran) dan tidak mau mengerjakan shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dam berpaling (dari kebenaran), kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu.” (QS. Al Qiyamah (75): 26-35)

Mereka juga diancam dengan neraka Wail (kecelakaan). Allah Ta’ala berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (5)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un (107): 4-5)

📌 Kecaman Dalam Al Hadits

Dalam berbagai hadits shahih, orang yang sengaja meninggalkan shalat disebut kafir. Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة

“Batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim No. 82, At Tirmidzi No. 2752, Ibnu Majah No. 1078, Ad Darimi No. 1233, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf 7/222/43, Ibnu Hibban No. 1453, Musnad Ahmad No. 15183, tahqiq: Syu’aib Al Arna’uth, Adil Mursyid, dll)

Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. At Tirmidzi No. 2621, katanya: hasan shahih gharib, An Nasa’i No. 463, Ibnu Majah No. 1079, Ibnu Hibban No. 1454, Sunan Ad Daruquthni, Bab At Tasydid fi Tarkish Shalah No. 2, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 6291, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/222/45, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 11, katanya: “isnadnya shahih dan kami tidak mengetahui adanya cacat pada jalur dari berbagai jalur. Semuanya telah berhujjah dengan Abdullah bin Buraidah dari ayahnya. Muslim telah berhujjah dengan Al Husein bin Waqid, Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya dengan lafaz ini. Hadits ini memiliki penguat yang shahih sesuai syarat mereka berdua.” Ahmad No. 22937, Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan: sanadnya qawwy (kuat). Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini dalam berbagai kitabnya)

Dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من حافظ عليها كانت له نورا وبرهانا ونجاة من النار يوم القيامة ومن لم يحافظ عليها لم تكن له نورا ولا نجاة ولا برهانا وكان يوم القيامة مع قارون وفرعون وهامان وأبي بن خلف

“Barangsiapa yang menjaga shalatnya maka baginya cahaya, bukti, dan keselamatan dari neraka pada hari kiamat. Barangsiapa yang tidak menjaganya maka dia tidak memiliki cahaya dan tidak selamat (dari api neraka), dan tidak memiliki bukti, serta pada hari kiamat nanti dia akan hidup bersama Qarun, Fir’aun, Hamman, dan Ubai bin Khalaf.” (HR. Ad Darimi No. 2721, Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Misykah Al Mashabih No. 578. Syaikh Sayyiq Sabiq mengatakan sanadnya jayyid (baik), Fiqhus Sunnah, 1/93. Dar Al Kitab Al ‘Arabi. Ahmad No. 6576, kata pentahqiqnya: sanadnya hasan)

Imam Al Mundziri Rahimahullah mengatakan:

وقال ابن أبي شيبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : من ترك الصلاة فقد كفر
وقال محمد بن نصر المروزي سمعت إسحاق يقول صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أن تارك الصلاة كافر

Berkata Ibnu Abi Syaibah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat maka dia telah kafir.”

Berkata Muhammad bin Nashr Al Marwazi, aku mendengar Ishaq berkata: “Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa orang yang meninggalkan shalat, maka dia telah kafir.” (Syaikh Al Albani, Shahih At Targhib wat Tarhib, 1/575. Cet. 5, Maktabah Al Ma’arif. Riyadh)

Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من ترك صلاة العصر فقد حبط عمله

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka telah terhapus amalnya.” (HR. Bukhari No. 528, An Nasa’i No. 474, Ibnu Hibban No. 1470, Ahmad No. 22959, Ibnu Khuzaimah No. 336)

Sementara dalam hadits lain, bahwa orang yang meninggalkan shalat boleh dihukum mati ( tentu setelah keputusan mahkamah syariah). Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

عرى الاسلام، وقواعد الدين ثلاثة، عليهن أسس الاسلام، من ترك واحدة منهن، فهو بها كافر حلال الدم: شهادة أن لا إله إلا الله، والصلاة المكتوبة، وصوم رمضان

Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal ( untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala dan Ad Dailami dishahihkan oleh Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui melainkan hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tapi Syaikh Al Albani mendhaifkannya dalam Dhaiful Jami’ No. 3696)

📌 Kafirkah Yang Meninggalkan Shalat?

Manusia meninggalkan shalat karena dua keadaan:

1. Mengingkari kewajibannya.

Dia tidak shalat karena menurutnya shalat lima waktu itu bukan kewajiban. Jenis ini adalah kafir, murtad dari Islam, tidak ada perselisihan atas hal itu dan merupakan kesepakatan kaum muslimin.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

ترك الصلاة جحودا بها وإنكارا لها كفر وخروج عن ملة الاسلام، بإجماع المسلمين.

Meninggalkan shalat karena menolak dan mengingkarinya, maka itu adalah kafir dan keluar dari agama Islam menurut ijma’ kaum muslimin. (Fiqhus Sunnah, 1/92)

2. Tidak shalat tapi masih mengakui kewajibannya tapi meninggalkan karena malas, tenggelam kesibukan yang tidak beralasan, dan semisalnya. Maka para ulama berbeda pendapat, ada yang menilainya kafir dan murtad, ada yang menilainya masih muslim tapi fasiq dan berdosa besar.
Alasannya banyak hadits-hadits yang menyatakan kafirnya meninggalkan shalat dan hukumnya adalah mati, sebagaimana hadits-hadits yang sudah kami sebut sebelumnya. Begitu pula pandangan para sahabat nabi secara umum.

📌 Kecaman dan Fatwa Dari Para Sahabat

Secara umum, para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan kafirnya oang yang se

ngaja meninggalkan shalat. Dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كان أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة

Para sahabat nabi tidaklah memandang suatu perbuatan yang dapat kufur jika ditinggalkan melainkan meninggalkan shalat.” (HR. At Tirmidzi No. 2757, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2622)

Imam Ibnu Hazm Rahimahullah mencatat dalam Al Muhalla-nya:

وَقَدْ جَاءَ عَنْ عُمَرَ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَغَيْرِهِمْ مِنْ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَنَّ مَنْ تَرَكَ صَلاةَ فَرْضٍ وَاحِدَةٍ مُتَعَمِّدًا حَتَّى يَخْرُجَ وَقْتُهَا فَهُوَ كَافِرٌ مُرْتَدٌّ.

“Telah datang dari Umar, Abdurrahman bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah, dan selain mereka dari kalangan sahabat Radhiallahu ‘Anhum, bahwa barangsiapa yang meninggalkan shalat wajib sekali saja secara sengaja hingga keluar dari waktunya, maka dia kafir murtad.” (Al Muhalla, 1/868. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiallahu ‘Anhuma, mengatakan:
ومن ترك الصلاة فلا دين له.

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka tidak ada agama baginya.” (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 5/508. Darul Fikr)

Abu Darda Radhiallahu ‘Anhu berkata:

لا إيمان لمن لا صلاة له ولا صلاة لمن لا وضوء له رواه ابن عبد البر وغيره موقوفا

“Tidak ada iman bagi yang tidak shalat, dan tidak ada shalat bagi yang tidak berwudhu.” Diriwayatkan Ibnu Abdil Bar dan selainnya secara mawquf. (Atsar ini Shahih mawquf. Lihat Syaikh Al Albani, Shahih At Targhib wat Tarhib, 1/575. Maktabah Al Ma’arif)

Imam Al Mundziri Rahimahullah menyebutkan:

وكذلك كان رأي أهل العلم من لدن النبي صلى الله عليه وسلم أن تارك الصلاة عمدا من غير عذر حتى يذهب وقتها كافر

“Demikian pula, dahulu pendapat ulama dari orang yang dekat dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (yakni para sahabat), bahwa orang yang meninggalkan shalat secara sengaja tanpa ‘udzur, sampai habis waktunya, maka dia kafir.” (Ibid)

Tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat juga menjadi pendapat umumnya ahli hadits, sebagaimana keterangan berikut dari Imam Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah yang mengatakan:

الإمام أحمد وكثير من علماء أهل الحديث يرى تكفير تارك الصلاة .
وحكاه إسحاق بن راهويه إجماعا منهم حتى إنه جعل قول من قال : لا يكفر بترك هذه الأركان مع الإقرار بها من أقوال المرجئة . وكذلك قال سفيان بن عيينه : المرجئة سموا ترك الفرائض ذنبا بمنزلة ركوب المحارم ، وليسا سواء ، لأن ركوب المحارم متعمدا من غير استحلال : معصية ، وترك الفرائض من غير جهل ولا عذر : هو كفر . وبيان ذلك في أمر آدم وإبليس وعلماء اليهود الذين أقروا ببعث النبي صلي الله عليه وسلم ولم يعملوا بشرائعه . وروي عن عطاء ونافع مولى ابن عمر أنهما سئلا عمن قال : الصلاة فريضة ولا أصلي ، فقالا : هو كافر . وكذا قال الإمام أحمد .

Imam Ahmad dan kebanyakan ulama ahli hadits berpendapat kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Ishaq bin Rahawaih menceritakan adanya ijma’ di antara mereka (ahli hadits), sampai-sampai dijadikan sebuah ungkapan barangsiapa yang mengatakan: tidak kafirnya orang yang meninggalkan rukun-rukun ini dan orang itu masih mengakui rukun-rukun tersebut, maka ini adalah termasuk perkataan murji’ah. Demikian juga perkataan Sufyan bin ‘Uyainah: orang murji’ah menamakan meninggalkan kewajiban adalah sebagai dosa dengan posisi yang sama dengan orang yang menjalankan keharaman. Keduanya tidaklah sama, sebab menjalankan keharaman dengan tanpa sikap ‘menghalalkan’ merupakan maksiat, dan meninggalkan kewajiban-kewajiban bukan karena kebodohan dan tanpa ‘udzur, maka dia kufur. Penjelasan hal ini adalah dalam perkara Adam dan Iblis, dan ulama Yahudi yang mengakui diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mereka tidak mengamalkan syariat-syariatnya. Diriwayatkan dari Atha’ dan Nafi’ pelayan ibnu Umar, bahwa mereka berdua ditanya tentang orang yang mengatakan: Shalat adalah wajib tetapi saya tidak shalat.” Mereka berdua menjawab: Dia kafir. Ini juga pendapat Imam Ahmad.” (Imam Ibnu Rajab, Fathul Bari, 1/9. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan, tentang pihak yang mengkafirkan orang yang tidak shalat:

ومن غير الصحابة أحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه، وعبد الله بن المبارك، والنخعي، والحكم بن عتيبة وأبو أيوب السختياني، وأبو داود الطيالسي، وأبو بكر بن أبي شيبة، وزهير بن حرب، وغيرهم رحمهم الله تعالى

Dari selain sahabat nabi, adalah Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahuyah, Abdullah bin Al Mubarak, An Nakha’i, Al Hakam bin ‘Utaibah, Abu Ayyub As Sukhtiyani, Abu Daud Ath Thayalisi, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Zuhair bin Harb, dan selain mereka, Rahimahumullah Ta’ala. (Fiqhus Sunnah, 1/93)

Imam Asy Syaukani Rahimahullah menguatkan pendapat ini, karena syaari’ (pembuat syariat) telah menamakan orang yang meninggalkan shalat dengan sebutan kafir, dan menjadi dinding pembatas antara seseorang dengan penyebutan kafir adalah shalat. (Ibid, 1/95)

Sementara itu, mayoritas ulama mengatakan orang yang meninggalkan shalat karena sengaja, baik karena malas, atau alasan yang tidak syar’i lainnya, bahwa dia masih muslim tapi fasiq.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

رأي بعض العلماء الاحاديث المتقدمة ظاهرها يقتضي كفر تارك الصلاة وإباحة دمه، ولكن كثيرا من علماء السلف والخلف، منهم أبو حنيفة، مالك، والشافعي، على أنه لا يكفر، بل يفسق ويستتاب، فإن لم يتب قتل حد أعند مالك والشافعي وغيرهما. وقال أبو حنيفة: لا يقتل بل يعزر ويحبس حتى يصلي، وحملوا أحاديث التكفير على الجاحد أو المستحل للترك،

Pandangan sebagian ulama bahwa hadits-hadits yang lalu, secara zahir menunjukkan bahwa kafirnya orang yang meninggalkan shalat secara sengaja dan darahnya halal ditumpahkan, tetapi banyak ulama salaf dan khalaf diantaranya Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’i yang mengatakan tidak kafir, tetapi fasiq dan mesti dimintai tobatnya. Jika dia tidak bertobat maka mesti dihukum mati menurut Malik dan Syafi’i, sedangkan Abu Hanifah mengatakan: tidak dibunuh tetapi hukum ta’zir dan dikucilkan sampai dia shalat. Golongan ini memaknai hadits-hadits kafirnya meninggalkan shalat adalah jika karena meningkari atau dia menghalalkan meninggalkan shalat. (Fiqhus Sunnah, 1/94-95)

Selain itu, mereka juga berdalil dengan beberapa dalil lainnya, di antaranya:

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak alan mengampuni dosa menyukutukan diriNya, tetapi Dia mengampuni dosa selain itu bagi yang dikehendakiNya. (QS. An Nisa: 48, 116)

Jelas menurut ayat ini, dosa selain syirik masih berpotensi Allah Ta’ala ampunkan, dan meninggalkan shalat termasuk di antaranya.

Alasan lain, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ (دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ) يَدْعُو بِهَا وَأُرِيدُ أَنْ أَخْتَبِئَ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي فِي الْآخِرَةِ

Setiap nabi memiliki doa yang dikabulkan, dan aku ingin menyimpan dulu doaku sebagai syafaat bagi umatku di akhirat nanti. (HR. Al Bukhari No. 6304, Muslim No. 198)

Jadi, seluruh umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan mendapatkan syafaat dari Allah Ta’ala melalui doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

Manusia paling bahagia adalah yang mendapatkan syafaatku pada hari kiamat, yaitu manusia yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah secara tulus dari hatinya atau jiwanya. (HR. Al Bukhari No. 99)

Dalil lainnya adalah, dari Huraits bin Al Qabishah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

Sesungguhnya pada hari kiamat nanti yang pertama kali dihitung dari amal seorang hamba adalah shalatnya, jika bagus shalatnya maka dia telah beruntung dan selamat. Jika buruk maka dia telah merugi dan menyesal. Jika shalat wajibnya ada kekurangan maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Lihatlah apakah hambaKu memiliki shalat sunah? Hendaknya disempurnakan kekurangan shalat wajibnya itu dengannya.” Kemudian diperhitungkan semua amalnya dengan cara demikian. (HR. At Tirmidzi No. 413, katanya: hasan, Abu Daud No. 864, Ahmad No. 9494, Ad Darimi No. 1355, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 3813, dll. Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: shahih. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Ta’liq Musnad Ahmad No. 9494)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan demikian:

تارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ولا تصح منه، بل يكثر من التطوع

Orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, tidak disyariatkan untuk mengqadhanya dan tidak sah jika dia melaksanakannya, tetapi hendaknya dengan memperbanyak shalat sunah. (Lihat Fiqhus Sunnah, 1/274)

Hadits ini menunjukkan bahwa memperbanyak shalat sunnah dapat menutupi kekurangan shalat wajib yang ditinggalkan, maka itu tanda bah dia tidak kafir, sebab shalat sunnahnya orag kafir tentu tidak bermanfaat. Sementara ulama lain memahami bahwa makna hadits ini bukan “shalat wajib yang ditinggalkan” disempurnakan oleh shalat sunnah, tetapi shalat yang tidak bagus kualitasnya akan ditutupi oleh shalat sunnah, dia masih shalat tapi kurang bagus kualitasnya, sebab tidak mungkin shalat wajib bisa terbayar oleh shalat sunnah.

📌 Dialog Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad Rahimahumallah

Imam As Subki bercerita dalam Thabaqat Syafi’iyah:

حكى أن أحمد ناظر الشافعى فى تارك الصلاة فقال له الشافعى يا أحمد أتقول إنه يكفر قال نعم
قال إذا كان كافرا فبم يسلم
قال يقول لا إله إلا الله محمد رسول الله ( صلى الله عليه وسلم )
قال الشافعى فالرجل مستديم لهذا القول لم يتركه
قال يسلم بأن يصلى قال صلاة الكافر لا تصح ولا يحكم بالإسلام بها فانقطع أحمد وسكت

Dikisahkan bahwa Imam Ahmad dan Imam Asy Syafi’i berdebat tentang orang yang meninggalkan shalat.

Imam Asy Syafi’i bertanya kepada Imam Ahmad: “Wahai Ahmad, apakah engkau mengatakan orang yang meninggalkan shalat itu kafir?”

Imam Ahmad menjawab: “Ya.”

Imam Asy Syafi’i bertanya lagi: “Lalu, bagaimana caranya dia berislam lagi?”

Imam Ahmad menjawab: “Dia mesti mengucapkan Laa Ilaaha Illallahu Muhammad Rasulullah.”

Imam Asy Syafi’i berkata: “Dia masih mengucapkan kalimat itu, dia tidak pernah meninggalkan kalimat syahadat.”

Imam Ahmad mengatakan: “Kalau begitu dia melakukan shalat (untuk kembali Islam).”

Imam Asy Syafi’i menjawab: “Shalatnya orang kafir itu tidak sah, dan dengan itu dia tidak dihukumi sebagai Islam.” Maka Imam Ahmad pun terdiam. (Imam Tajuddin As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah Al Kubra, 2/61)

Bagi kami, di tengah kondisi umat Islam yang sakit mentalnya dan umumnya lemah keberagamaannya, maka posisi mereka dihadapan para da’i dan ulama bagaikan pasien dihadapan dokter. Mereka mesti dihidupkan harapannya bukan ditakut-takuti. Maka, pendapat umumnya ulama madzhab seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy Syafi’i, lebih sesuai dengan kondisi zaman ini. Sebab, umat saat ini akan lari dan membenci agama jika dicekoki pandangan yang mengkafirkan mereka, karena itu mengerikan bagi mereka. Sehingga masalah ini tidak terhenti pada adu kuat dalil saja, tapi juga bagaimana psikologis umat Islam sebagai manath-objek dari fiqihnya, juga menjadi perhatian para pemerhati masalah seperti ini.

Wallahu A’lam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

TAFSIR SURAT AN-NAS (BAG-2)

💢💢💢💢💢💢

BERLINDUNG DARI KEJAHATAN SYETAN

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)

Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan manusia (1) Raja manusia (2)Sembahan manusia (3) Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, (4)  Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia (5) Dari (golongan) jin dan manusia (6)

Kandungan Ayat

Ini adalah surat yang agung, yang mengandung tiga sifat dari sifat-sifat Allah, yaitu Rububiyah, al Mulk dan Al Ilahiyah. Rububiyah adalah sifat Allah sebagai Pengatur segala sesuatu baik di langit maupun di bumi. Dan Al Mulk adalah Raja, yang memiliki manusia dan makhluk lainnya. Serta Al Ilahiyah yaitu Sesembahan, hanya Allah yang berhak disembah oleh makhluk-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Manusia diperintahkan untuk berlindung dari bisikan (al waswas) yang di hembuskan kepada manusia agar melakukan kejahatan dan kemaksiatan.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1)

Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan manusia

Asy Syaukani menyebutkan, dalam ayat Rabbinnas (Rabb Manusia). Disebutkan kalimat an Nas (manusia) sebagai bentuk kemuliaan manusia, padahal Allah memiliki makhluk-makhluk lain selain manusia. Pengulangan penyebutan an Nas, juga menunjukkan mazid asy syaraf (pertambahan kemuliaan)[1]

Ketika manusia berlindung kepada Rabbnya, sesungguhnya ia sedang berlindung kepada Dzat yang mengatur seluruh sendi kehidupannya, sekaligus Pemilik Alam, satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Sehingga bentuk-bentuk perlindungan, penyembahan dan pemilikan selain kepada Allah, maka hal tersebut bathil adanya.

🔎 Apa perbedaan Malik (مَلِك ) dan Mâlik (مَالِك )?

مَلِكِ النَّاسِ(2)

Raja Manusia

Secara umum makna kata Malik (مَلِك ) (dengan vokal A pendek) dan Mâlik (مَالِك ) (dengan vokal A dipanjangkan) memiliki arti Menguasai atau Raja. Namun menurut Syekh Nawawi Al-Bantani perbedaan keduanya bahwa Malik (مَلِك ) dengan vokal A pendek mengandung pengertian bahwa Allah Maha Raja dan Maha Menguasai  Manusia dan segala Makhluknya di dunia, Allah Pemilik Mutlak manusia dan makhluk lainnya . Sedangkan kata Malik (مَالِك ) (dengan vokal A Panjang) khusus untuk mengungkapkan peristiwa yang terjadi di akherat.[2]

🔎 Sesembahan manusia

إِلَهِ النَّاسِ (3)

Sembahan manusia (3)

Menurut Ali Ash Shabuni, surat ini memiliki urutan yang menakjubkan yaitu:[3]

☑      Dimulai dengan permohonan perlindungan kepada Allah dari segala godaan syetan, kembali kepada Allah, bukan kepada raja dan penguasa selain Allah. Ayat ini mengajarkan manusia agar mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, sebagai Rabb (pengatur) segala aktivitas manusia yang mengatur segala urursan manusia.

☑      Setelah itu dilanjutkan dengan mengetahui bahwa Allah adalah Raja yang menguasai manusia, Allah tidak butuh manusia, manusialah yang butuh Allah.

☑       Kemudian setelah manusia mengetahui Allah sebagai  Dzat yang menguasai manusia dan makhluk-Nya, setelah manusia mengetahui hakikat Allah yang sebenarnya, maka ia akan mempersembahkan penyembahan dan ibadah hanya kepada Allah.

🔎Apakah Waswasil Khannas?

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4)

Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi

Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan waswasil khannas adalah:

وَهُوَ الشَّيْطَانُ الْمُوَكَّلُ بِالْإِنْسَانِ، فَإِنَّهُ مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ إِلَّا وَلَهُ قَرِينٌ يُزَين لَهُ الْفَوَاحِشَ، وَلَا يَأْلُوهُ جُهْدًا فِي الْخَبَالِ. وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَم اللَّه

Dia adalah syetan yang bertugas mengikuti manusia, maka tak seorangpun dari Anak Adam melainkan ada qarin yang mengikuti dan menghiasinya dengan amal-amal keburukan Setan itu juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk menyesatkannya melalui bisikan dan godaannya, dan orang yang terhindar dari bisikannya hanyalah orang yang dipelihara oleh Allah Swt.[4]

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا قَدْ وُكِل بِهِ قَرِينَةٌ”. قَالُوا: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “نَعَمْ، إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ، فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ”

Tidak seorangpun diantara kalian melainkan didampingi oleh qarin. Mereka bertanya,”Apakah Engkau juga begitu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,” Ya, akan tetapi sungguh Allah menolongku atasnya, dan qarin itu masuk Islam, dan ia tak menyuruhku melainkan kebaikan”.[5]( Sahih Muslim, No. 2814 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)

Dalam Kitab Shahihain juga disebutkan hadits yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik saat Shafiyyah istri Nabi Muhammad mengunjungi Beliau yang sedang beritikaf, kemudian Rasulullah keluar masjid untuk mengantarkan Shafiyah kembali kerumahnya pada malam hari, lalu Rasulullah berpapasan dengan dua orang Anshar, ketika mereka melihat Nabi,  mereka langsung bergegas pergi, kemudian Rasulullah memanggil:

عَلَى رِسْلِكُمَا، إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيي”. فَقَالَا سُبْحَانَ اللَّهِ، يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: “إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ  مَجْرَى الدَّمِ، وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا، أَوْ قَالَ: شَرًّا”

Aku adalah Rasul kalian, sesungguhnya wanita yang bersamaku adalah istriku Shafiyyah binti Huyay. Lalu mereka berkata,” Maha Suci Allah wahai Rasulullah. Lalu nabi bersabda,” Sesungguhnya syetan mengalir dalam diri anak Adam mengikuti aliran darah, dan aku khawatir ia membisikkan sesuatu dihati kalian, atau mengatakan suatu keburukan.[6] (Sahih Muslim, No. 2174, Sahih Bukhari, No. 7171, 6219, 2035)

Ibnu Abbas menyebutkan yang dimaksud dengan waswasil khannas adalah syetan yang menetap di hati anak Adam, jika ia terlena maka syetan akan membisikkan kejahatan, dan jika ia ingat Allah maka syetan akan lenyap.[7]

Syetan tak akan lelah dan bosan menyesatkan manusia dari Allah, dengan segala cara. Sejenak ia menggoda manusia, sejenak ia menjauh, sejenak kemudian ia menggoda manusia lagi, hingga benar-benar manusia tergelincir dari jalan Allah.

🔎 Syetan menggoda hati manusia

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5)

Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

Syetan membuat keraguan di hati manusia dengan membisikkan hal-hal yang membuatnya resah. Mengarah kepada hawa nafsu dan keyakinannya terhadap Allah, serta ajakan-ajakan melakukan keburukan.

Bisikan syetan dihati manusia adalah ajakan mengikuti perintahnya, tentang suatu perkara yang diluar akal dan  atau hal-hal yang tidak jelas.[8]

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, perbedaan antara bisikan syetan dan ilham dari Allah adalah yang terpuji (ilham al Mahmud) adalah, jika ajakan dalam hati mengarah kepada kemaksiatan dan kejahatan itu dari syetan, dan jika mengarah kepada kebaikan dan takwa itu ilham yang terpuji. [9]

🔎 Dari golongan jin dan manusia

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6

Dari golongan jin dan manusia

Apakah yang dimaksud dengan, iblis, Jin dan syetan? Jin adalah makhluk Allah yang diberikan kewajiban beribadah dan taat kepada Allah.
Firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku (QS. Adz Zariyat: 56)

🌻 Jin ada yang muslim dan ada pula yang kafir, seperti juga manusia, ada yang muslim dan yang kafir. Adapun Syetan adalah termasuk dalam jenis Jin yang kafir kafir.

🌻 Iblis adalah nenek moyang jin dan keturunannya, ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah dan Hasan Al Bashri. [10]

🌻 Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa iblis adalah bapaknya jin.[11]

🌻 Menurut Al Hafiz Ibnu Katsir, Syetan secara bahasa artinya jauh, atau yang jauh dari rahmat Allah, sehingga setiap pihak yang memiliki sifat membangkan dari jenis jin, manusia dan hewan disebut syetan. (Tafsir Ibnu Katsir,1/16)

📚 Kesimpulan

✔ Surat An Nas merupakan surat yang termasuk Al Mu’awizatain bersama surat Al-Falaq, yang berisi perlindungan kepada Allah atas bisikan dan tipudaya syetan.

✔ Sifat syetan selalu mengganggu manusia sampai terjerumus kedalam perangkapnya dan jauh dari Allah.

✔ Syetan dari jenis jin membisikkan kekufuran dan kemaksiatan di dalam hati manusia, syetan dari jenis manusia bekerja dengan menghalangi manusia dengan segala cara agar semakin jauh dari Allah.

والله أعلم

🍃🌻🌴🌿🌾☘🌺🌸

✍ Ust Fauzan Sugiono, Lc


🌴🌴🌴🌴🌴🌴

[1] Asy Syaukani, Fathul Qadir, (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 1414 H), 5/642
[2] Syekh An-Nawawi Al Bantani, Marah Labid, 2/683
[3] Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwat at Tafasir, 3/600
[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Adzhim, 8/539
[5] Sahih Muslim, No. 2814 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)
[6] Sahih Muslim, No. 2174, Sahih Bukhari, No. 7171, 6219, 2035 dari hadits Shafiyyah
[7] Tafsir At Thabari, 24/710, Tafsir Ibnu Katsir, 8/540,
[8] Al Mawardi, Tafsir Al Mawardi, 6/379
[9] Muhammad Jamaludin Muhammad Said, Mahasin Ta’wil, 9/581
[10] Tafsir At Thabari, 1/507, Dur Mantsur, 5/402
[11] Majmu’ Fatawa,4/235

Serial Tafsir Surat An Nas

Tafsir Surat An-Nas (Bag.1)

Tafsir Surat An-Nas (Bag.2)

scroll to top