Adzan Pertama Dalam Shalat Jumat Bukan Bid’ah Tapi Ijma’ Sukuti Para Sahabat Nabi

💦💥💦💥💦💥

Sebagian masjid di Indonesia melakukan dua kali adzan ketika shalat Jumat, yakni adzan ketika khatib belum naik mimbar, dan adzan ketika khatib duduk di atas mimbar. Pada zaman nabi, Abu Bakar, dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma hanya terjadi adzan ketika khatib duduk di mimbar dan iqamat menjelang shalatnya (Adzan dan iqmat ini diisitilahkan adzanain – dua adzan, karena hakikatnya iqamat juga merupakan panggilan/an nidaa’). Adzan yang dilakukan sebelum khatib naik mimbar, dalam hadits diistilahkan adzan ketiga. Namun, pada pertanyaan dalam fatwa ini disitilahkan dengan adzan pertama. Apa pun penamaannya, secara maksud adalah sama, yaitu satu adzan tambahan, diluar  dua buah adzan (adzan ketika khatib duduk di mimbar dan iqamat), yang dikumandangkan diurutan pertama dari kesemuanya.

Pertanyaan:

هل الأذان الأول يوم الجمعة بدعة؟

“Apakah adzan pertama pada hari Jumat itu bid’ah?”

Jawaban:

ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال ” عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي ، تمسكوا بها وعضو ا عليها بالنواجذ ” . الحديث . والنداء يوم الجمعة كان أوله حين يجلس الإمام على المنبر في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكر وعمر رضي الله عنهما ، فلما كانت خلافة عثمان وكثر الناس ؛ أمر عثمان يوم الجمعة بالأذان الأول – الآن – ، وليس ببدعة لما سبق من الأمر باتباع سنة الخلفاء الراشدين .
والأصل في ذلك ما رواه البخاري والنسائي والترمذي وابن ماجه وأبو داود واللفظ له عن ابن شهاب أخبرني السائب بن يزيد أن الأذان كان أوله حين يجلس الإمام على المنبر يوم الجمعة في عهد النبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهما ، فلما كان خلافة عثمان وكثر الناس أمر عثمان يوم الجمعة بالأذان الثالث ، فأذن به على الزوراء ، فثبت الأمر على ذلك . وقد علق القسطلاني في شرحه للبخاري على هذا الحديث بأن النداء الذي زاده عثمان هو عند دخول الوقت، وسماه ثالثًا باعتبار كونه مزيداً على الأذان بين يدي الإمام والإقامة للصلاة ، وأطلق على الإقامة أذاناً تغليباً ، بجامع الإعلام فيهما، وكان هذا الأذان لما كثر المسلمون فزاده اجتهاداً منه، ووافقه سائر الصحابة له بالسكوت وعدم الإنكار ؛ فصار إجماعاً سكوتياً .. وبالله التوفيق .
اللجنة الدائمة

Telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa dia bersabda: “Peganglah oleh kalian sunahku dan sunah al khulafa ar rasyidin setelahku yang mendapat petunjuk, pegang teguhlah dan gigitlah dengan geraham kalian.” (Al Hadits) Adzan pada hari Jumat pada awalnya dilakukan ketika imam sudah naik mimbar, ini terjadi pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma. Lalu, ketika masa kekhilafahan Utsman dan penduduk sudah banyak, Utsman memerintahkan adzan pertama pada hari Jumat  -hingga sekarang- dan itu bukanlah bid’ah sebab itu merupakan bagian dari perintah mengikuti sunah al khulafa ar rasyidin.

Dasar hal ini adalah riwayat dari Al Bukhari, An Nasa’i, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Daud, dan ini lafazh darinya, dari Ibnu Syihab: telah mengabarkan aku As Saib bin Yazid, bahwa pada hari Jumat adzan pertama kali dilakukan saat imam duduk di atas mimbar , ini terjadi pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma. Lalu pada masa Khalifah Utsman manusia semakin banyak, dia memerintahkan adzan ketiga pada hari Jumat. Maka, dilakukan adzan di Zaura’ dan telah tetaplah perintah itu. Al Qasthalani telah memberikan komentar terhadap hadits ini dalam Syarah (penjelasan)nya terhadap Shahih Bukhari , bahwa adzan tersebut dilakukan ketika waktu sudah masuk. Hal ini  dinamakan adzan ketiga karena sebagai adzan tambahan atas adzan ketika imam naik mimbar dan iqamat untuk shalat.  Secara mutlak iqamat adalah adzan, karena pada keduanya menghimpun adanya pemberitahuan shalat. Adzan ini terjadi pada saat kaum muslimin banyak jumlahnya, tambahan azan tersebut merupakan ijtihad, dan disepakati oleh semua sahabat, mereka mendiamkannya dan tidak mengingkarinya. Maka hal ini menjadi ijma’ sukuti. Wabillahit tawfiq.

Al Lajnah Ad Daimah. Ditanda tangini oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Abdullah Al Qu’ud, Syaikh Abdullah Al Ghudyan, Syaikh Abdurazzaq ‘Afifi.

📚Fatawa Islamiyah, 1/667. Disusun oleh Muhammad bin Abdil Aziz Al Musnid

🍃🌻🌷🌴☘🌿🍂🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Sikap Bijak Ulama Ahlus Sunnah Terhadap Perselisihan Qunut Shubuh (Bag 2)

💦💥💦💥💦💥

Imam Asy Syaukani, menyebutkan dari Al Hazimi tentang siapa saja yang berpendapat bahwa qunut subuh adalah masyru’ (disyariatkan), yakni kebanyakan manusia dari kalangan sahabat, tabi’in, orang-orang setelah mereka dari kalangan ulama besar, sejumlah sahabat dari khalifah yang empat, hingga sembilan puluh orang sahabat nabi, Abu Raja’ Al ‘Atharidi, Suwaid bin Ghaflah, Abu Utsman Al Hindi, Abu Rafi’ Ash Shaigh, dua belas tabi’in, juga para imam fuqaha seperti Abu Ishaq Al Fazari, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam bin ‘Utaibah, Hammad, Malik, penduduk Hijaz, dan Al Auza’i. Dan, kebanyakan penduduk Syam, Asy Syafi’i dan sahabatnya, dari Ats Tsauri ada dua riwayat, lalu dia (Al Hazimi) mengatakan: kemudian banyak manusia lainnya. Al ‘Iraqi menambahkan sejumlah nama seperti Abdurraman bin Mahdi, Sa’id bin Abdul ‘Aziz At Tanukhi, Ibnu Abi Laila, Al Hasan bin Shalih, Daud, Muhammad bin Jarir, juga sejumlah ahli hadits seperti Abu Hatim Ar Razi, Abu Zur’ah Ar Razi, Abu Abdullah Al Hakim, Ad Daruquthni, Al Baihaqi, Al Khathabi, dan Abu Mas’ud Ad Dimasyqi. (Nailul Authar, 2/345-346) Itulah nama-nama yang menyetujui qunut subuh pada rakaat kedua.

Nah, demikian peta perselisihan mereka, dan juga sebagian kecil dalil-dalil kedua kelompok. Pastinya, sekuat apapun seorang pengkaji meneliti masalah ini, dia tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini, bahwa memang khilafiyah ini benar-benar wujud (ada). Maka, yang lebih esensi dan krusial pada saat ini adalah bagaimana mengelola perbedaan ini menjadi kekayaan yang bermanfaat, bukan warisan pemikiran yang justru membahayakan.

Selanjutnya, kita lihat bagaimana sikap para Imam Ahlus Sunnah menyikapi perselisihan qunut subuh ini.

1⃣ Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu

Beliau adalah salah satu dari imam empat mazhab terkenal di dunia Islam, khususnya Ahlus Sunnah, yang memiliki jutaan pengikut di berbagai belahan dunia Islam. Beliau termasuk yang menyatakan kesunnahan membaca doa qunut ketika shalat subuh. Beliau sendiri memiliki sikap yang amat bijak ketika datang ke jamaah yang tidak berqunut subuh.

Diceritakan dalam Al Mausu’ah sebagai berikut:

الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَرَكَ الْقُنُوتَ فِي الصُّبْحِ لَمَّا صَلَّى مَعَ جَمَاعَةٍ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ فِي مَسْجِدِهِمْ بِضَوَاحِي بَغْدَادَ . فَقَال الْحَنَفِيَّةُ : فَعَل ذَلِكَ أَدَبًا مَعَ الإِْمَامِ ، وَقَال الشَّافِعِيَّةُ بَل تَغَيَّرَ اجْتِهَادُهُ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ

“Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata Asy Syafi’iyyah (pengikut Asy Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah Al Awqaf Asy Syu’un Al Islamiyah)

2⃣ Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu

Imam Ahmad bin Hambal termasuk yang membid’ahkan qunut dalam subuh, namun Beliau memiliki sikap yang menunjukkan ketajaman pandangan, keluasan ilmu, dan kedewasaan bersikap. Hal ini dikatakan oleh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah sebagai berikut:

فقد كان الإمام أحمدُ رحمه الله يرى أنَّ القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنت فتابعه على قُنُوتِهِ، وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة، واتِّفاق القلوب، وعدم كراهة بعضنا لبعض

“Adalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.” (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 4/25. Mawqi’ Ruh Al Islam)

3⃣ Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu ‘Anhu

Beliau mengatakan, sebagaimana dikutip Imam At Tirmidzi sebagai berikut:

قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَ

مْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ

“Berkata Sufyan Ats Tsauri: “Jika berqunut pada shalat subuh, maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

4⃣ Imam Ibnu Hazm Rahimahullah

Beliau berpendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Asy Syaukani:

وقال الثوري وابن حزم : كل من الفعل والترك حسن

“Berkata Ats Tsauri dan Ibnu Hazm: “Siapa saja yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.” (Nailul Authar, 2/346)

(Bersambung ….)

🍃🌻☘🌸🌾🌷🌺

✏ Farid Nu’man Hasan

Berdzikir di Hati?

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh.
Afwan ustadz.
Apakah dzikir hrs dilafalzkan tdk blh didlm hati.
Mhn penjlsannya.
Jazaakallahu khoiron (08528992xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa barakatuh ..

Bismillah wal Hamdulillah ..

Dzikir dalam hati disyariatkan oleh Allah Ta’ala .. Allah Ta’ala berfirman:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ

Dan berdzikirlah kepada Rabbmu dalam jiwamu. (QS. Al A’raf: 205)

Juga hadits qudsi:

أنا عند ظنِّ عبْدي بي، وأنا معه إذا ذكرني، فإن ذكرني في نفسِه ذكرتُه في نفسي …..

Aku tergantung prasangka hambaKu kepadaKu, jika dia berdzikir kepadaKu dalam dirinya maka Aku menyebutnya dalam diriKu .. (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata:

قال الطبرى: فإن قيل: أي الذِّكْرين أعظم ثوابًا: الذكر الذي هو بالقلب، أو الذِّكْر الذي هو باللسان؟ قيل: قد اختلف السَّلف في ذلك، فروي عن عائشة أنَّها قالت: “لأن أذكرَ الله في نفسي أحبُّ إليَّ من أن أذكُره بلساني سبعين مرَّة”، وقال آخرون: ذِكْر الله باللِّسان أفضل؛ روي عن أبي عُبيدة بن عبدالله بن مسعود قال: “ما دام قلْب الرَّجُل يذكر الله تعالى فهو في صلاة، وإن كان في السُّوق، وإن تحرَّك بذلك اللِّسان والشَّفتان، فهو أعظم”

Berkata Ath Thabari: ditanyakan: “Mana yang lebih utama, dzikir di hati atau lisan?” Para ulama salaf berbeda pendapat. Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata: “Aku berdzikir kepada Allah dalam diriku lebih aku sukai daripada dilisankan sebanyak 70 kali.”

Ulama lain mengatakan: Dzikir lisan lebih utama. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Hati manusia senantiasa berdzikir kepada Allah dalam shalatnya, tapi ketika dia di pasar, dia menggerakkan dua bibirnya, maka itu lebih besar pahalanya.” (Syarh Shahih Al Bukhari)

Imam Ath Thabari sendiri memilih jika dzikir yang Sunnah maka lebih baik dihati, agar lebih selamat dari riya’. Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah mengatakan dzikir yang sempurna adalah memadukan antara hati dan lisan sekaligus. Dalam Majmu’ Al Fatawanya dia berkata:

فالكامل باللِّسان مع القلْب، وغير الكامل بالقلْب فقط

Maka, dzikir yang sempurna adalah dengan lisan dan hati, dan yang tidak sempurna adalah jika dengan hati saja. (Selesai).

Jadi, dengan hati benar, dengan lisan juga benar, sesuaikan dengan kondisi kita.

Wallahu a’lam

🌷🌹🍃☘🍀🌸🎋

✍ Farid Nu’man Hasan

Peran Ulama Bagi Manusia

💢💢💢💢💢💢

Al Hasan Al Bashri Rahimahullah mengatakan:

لولا العلماء لكان الناس كالبهائم

Seandainya bukan karena ulama niscaya manusia bagaikan hewan ternak (maksudnya: bodoh).

📚 Hikam wa Aqwaal Al Hasan Al Bashri No. 39

🌷🌴🌱🍃🌸🍄🌵🌾🌹

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top