Zakat Maal Untuk Pembangunan dan Kepentingan Masjid

📨 PERTANYAAN:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadh mau nanya, bolehkah zakat mal disalurkan untuk pembangunan masjid dan buat yatim
Sy krg paham group lain ada yg bilang, tidak boleh zakat mal diberikan utk pembgunan masjid atpun yatim
Mohon penjelasaannya

📬 JAWABAN

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Read more

Sikap Pertengahan Dalam Bergaul Terhadap Masyarat

Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah memberikan nasihat:

الانقباض عن الناس مكسبة للعداوة، والانبساط إليهم مجلبة للسوء، فكن بين القبض والبسط، ومن ذكر سوى هذا فهو قاصر، وإنما هو إخبار عن حاله، فلا يجوز أن يحكم بها على غيره المخالف له في الحال .

Mengisolir diri dari manusia bisa mendatangkan permusuhan, sedangkan membuka diri akan mendatangkan keburukan. Tempatkan dirimu di antara mengisolir dan membuka diri. Siapa yang mencari alternatif selain itu maka dia seorang yang tidak tepat. Dia hanya mau tahu keadaan dirinya sendiri dan dia tidak layak membuat ketetapan bagi orang lain.

Imam Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhaj Al Qashidin, 2/55

✍ Farid Nu’man Hasan

Buat Apa Kita Bershalawat?

📨 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaikum Ustadz
Mohon dibantu pertanyaan teman ini
Di group ini ada yg bisa jawab nggak, Mengapa dalam baca an sholat kita harus mendoaakan nabi muhammad, padahal nabi Muhammad udah dapat garansi untuk masuk surga, dan yg mengajarkan sholat adalah nabi Muhamad, kenapa begitu yak

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah ..

Perintah bershalawat kepada Nabi ﷺ ada pada waktu khusus (muqayyad) seperti saat shalat, doa, hari Jumat, dan juga pada waktu apa pun (muthlaq).

Hal itu merupakan perintah Allah ﷻ yang disampaikan dalam Al Quran, dan didetilkan dalam sunah Rasulullah ﷺ.

Allah ﷻ berfirman:

إن الله وملائكته يصلون على النَّبِيّ يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada Nabi, wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al Ahzab: 56)

Jadi, seandainya miliaran umat Islam tidak bershalawat kepadanya, Nabi ﷺ tidaklah rugi, tidak berkurang kemuliaannya, apalagi Allah ﷻ dan para malaikatNya sudah bershalawat kepadanya.

Lalu buat siapa manfaat shalawat itu? Buat diri pembacanya, buat umatnya sendiri. Sebagaimana hadits Nabi ﷺ:

من صلى علي صلاة من تلقاء نفسه صلى الله بها عليه عشرا

Barang siapa yang shalawat kepadaku sekali saja, maka Allah ﷻ akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. (HR. Musim No. 384, Abu Daud No. 523, Ad Darimi No. 2814 Al Bazzar No. 3811, Al Baihaqi No. 1457)

Apa maksud Allah ﷻ bershalawat kepada orang itu?

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri menjelaskan:

أي عشر صلوات والمعنى رحمه وضاعف أجره

Yaitu sepuluh kali shalawat (doa), maknanya adalah kasih sayangNya dan berlipat-lipat pahala baginya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/496)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Batalkah Wudhu Jika Bersentuhan Dengan Non Muslim?

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu ‘Alaikum, tadz batalkah wudhu apabila bersalaman dengan orang kafir atau musyrik? (085252143xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:Batal atau tidaknya wudhu kita setelah bersalaman dengan orang kafir dan musyrik diperselisihkan ulama, tergantung status tubuh mereka, najis atau suci?

Menurut sebagian salaf, seperti Abbdullah bin ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma dan Imam Al Hasan Al Bashri, juga sebagian kalangan Zhahiriyah, tubuh mereka adalah najis.

Abdullah bin ‘Abbas berpendapat bahwa sesuai zahir ayat: innamal musyrikun najasun – (sesungguhnya orang musyrik itu najis), maka tubuh orang musyrik itu najis sebagaimana najisnya babi dan anjing. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al Hasan Al Bashri, katanya: “Barang siapa yang bersalaman dengan mereka maka hendaknya berwudhu lagi.” (Lihat Tafsir Ayat Al Ahkam, 1/282)

Ini juga menjadi pendapat kaum zhahiriyah. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah:

وذهب بعض الظاهرية إلى نجاسة أبدانهم

Dan sebagian Zhahiriyah menajiskan badan mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/131)

Pihak yang mengatakan suci menyatakan bahwa tak ada keterangan yang menyebutkan bahwa tubuh kaum non muslim adalah najis, maka tubuh mereka adalah suci sebagaimana sucinya tubuh kaum muslimin. Telah menjadi ijma’ –sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi, bahwa tubuh mereka adalah suci, yang najis adalah aqidah mereka yang musyrik, bukan tubuhnya.

Sedangkan tentang ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang muysrik itu najis.” Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

بِأَنَّ الْمُرَادَ أَنَّهُمْ نَجَسٌ فِي الِاعْتِقَادِ وَالِاسْتِقْذَارِ وَحُجَّتهمْ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَبَاحَ نِكَاح نِسَاء أَهْلِ الْكِتَابِ

“Sesungguhnya maksud bahwa mereka najis adalah najis pada aqidahnya dan kotor. Hujjah mereka (mayoritas ulama) adalah sesungguhnya Allah Ta’ala membolehkan menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). “ (Fathul Bari, 1/390)

Jadi, sederhanya, bagaimana mungkin syariat membolehkan menikahi wanita mereka (Ahli Kitab), namun di sisi lain menajiskan tubuh mereka?

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَذَكَرَ الْبُخَارِيّ فِي صَحِيحه عَنْ اِبْن عَبَّاس تَعْلِيقًا : الْمُسْلِم لَا يَنْجُس حَيًّا وَلَا مَيِّتًا . هَذَا حُكْم الْمُسْلِم . وَأَمَّا الْكَافِر فَحُكْمه فِي الطَّهَارَة وَالنَّجَاسَة حُكْم الْمُسْلِم هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجَمَاهِير مِنْ السَّلَف وَالْخَلَف . وَأَمَّا قَوْل اللَّه عَزَّ وَجَلَّ : { إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَس } فَالْمُرَاد نَجَاسَة الِاعْتِقَاد وَالِاسْتِقْذَار ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّ أَعْضَاءَهُمْ نَجِسَة كَنَجَاسَةِ الْبَوْل وَالْغَائِط وَنَحْوهمَا . فَإِذَا ثَبَتَتْ طَهَارَة الْآدَمِيّ مُسْلِمًا كَانَ أَوْ كَافِرًا ، فَعِرْقه وَلُعَابه وَدَمْعه طَاهِرَات سَوَاء كَانَ مُحْدِثًا أَوْ جُنُبًا أَوْ حَائِضًا أَوْ نُفَسَاء ، وَهَذَا كُلّه بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ كَمَا قَدَّمْته فِي بَاب الْحَيْض

“Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, dari Ibnu Abbas secara mu’alaq (tidak disebut sanadnya): Seorang muslim tidaklah najis baik hidup dan matinya. Ini adalah hukum untuk seorang muslim. Ada pun orang kafir maka hukum dalam masalah suci dan najisnya adalah sama dengan hukum seorang muslim (yakni suci). Ini adalah madzhab kami dan mayoritas salaf dan khalaf. Ada pun ayat (Sesungguhnya orang musyrik itu najis) maka maksudnya adalah najisnya aqidah yang kotor, bukan maksudnya anggota badannya najis seperti najisnya kencing, kotorannya , dan semisalnya. Jika sudah pasti kesucian manusia baik dia muslim atau kafir, maka keringat, ludah, darah, semuanya suci, sama saja apakah dia sedang berhadats, atau junub, atau haid, atau nifas. Semua ini adalah ijma’ kaum muslimin sebagaimana yang telah lalu saya jelaskan dalam Bab Haid.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/87. Mawqi’ Ruh Al Islam) selesai

Untuk kaum musyrikin, sebenarnya tidak ada ijma’ dalam sucinya tubuh mereka sebagaimana klaim Imam An Nawawi. Dan, sudah kami sebutkan pendapat Abdullah bin Abbas dan Hasan Al Bashri tentang najisnya mereka.

Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah:

فالجمهور على أنه ليس بنجس البدن والذات؛ لأن الله تعالى أحل طعام أهل الكتاب

Maka, menurut jumhur (mayoritas) bukanlah najis badan dan zatnya, karena Allah Ta’ala menghalalkan makanan Ahli Kitab. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/131)

Pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur bahwa mereka adalah suci, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ayat Al Ahkam berikut ini:

الترجيح : الصحيح رأي الجمهور لأن المسلم له أن يتعامل معهم ، وقد كان عليه السلام يشرب من أواني المشركين ، ويصافح غير المسلمين والله أعلم

Tarjih: yang shahih adalah pendapat jumhur (mayoritas) karena seorang muslim berinteraksi dengan mereka, dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum dari wadah kaum musyrikin, dan bersalaman dengan non muslim. Wallahu A’lam (Ibid)

Alasan lain yang menguatkannya, karena dahulu Jubair bin Muth’im –ketika masih musyrik- pernah bermalam di masjid, bahkan mendengarkan pembacaan Al Quran. (Imam Asy Syafi’i, Al Umm, 1/54). Ini jelas menunjukkan kesuciannya, sebab jika mereka najis tentu mereka tidak akan diterima kehadirannya di masjid.

Berikut dikatakan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:

قال ابن إسحاق: وفد على رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وفدُ نصارى نجران بالمدينة، فحدَّثنى محمد بن جعفر بن الزبير، قال: لما قدم وفد نجرانَ على رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دخلُوا عليه مسجدَه بعد صلاة العصر، فحانت صلاتُهم، فقاموا يُصَلُّون فى مسجده، فأراد الناسُ منعهم، فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “دَعُوهُم” فاسْتَقْبَلُوا المَشْرِقَ، فَصَلَّوا صَلاَتَهُمْ

Berkata Ibnu Ishaq: Di Madinah, datang delegasi Nasrani Najran kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Ja’far bin Az Zubeir, katanya: ketika ketika delegasi Najran datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka masuk ke dalam masjid setelah shalat ashar, ketika datang waktu ibadah mereka, mereka bangun untuk mendirikan ibadah mereka di masjid nabi, maka manusia mencegahnya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Biarkan mereka.” Lalu mereka menghadap ke Timur, dan melaksanakan ibadah mereka. (Zaadul Ma’ad, 3/629. Cet. 27, 1994M-1415H. Muasasah Ar Risalah, Beirut)

Kisah ini menunjukkan tubuh orang kafir tidak najis, sebab jika mereka najis tentu mereka dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk masuk ke masjid, sebab masjid harus bersih dari kotoran dan najis.

Maka, pendapat yang lebih rajih tidak batal wudhu setelah bersalaman dengan mereka. Tetapi, jika mau wudhu lagi juga tidak apa-apa, bahkan bisa jadi lebih utama untuk menjaga kehati-hatian dan ketenangan. Wallahu A’lam

Bahkan sebagian ulama memandang najis atau tidak tubuh mereka adalah sama saja, sebab menyentuh najis bukan termasuk hal yang membatalkan wudhu. Walau najis sebagai benda yang mesti dihilangkan jika terkena tubuh kita.

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi ajmain.

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top