TAFSIR SURAT AN-NAS (BAG-2)

💢💢💢💢💢💢

BERLINDUNG DARI KEJAHATAN SYETAN

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)

Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan manusia (1) Raja manusia (2)Sembahan manusia (3) Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, (4)  Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia (5) Dari (golongan) jin dan manusia (6)

Kandungan Ayat

Ini adalah surat yang agung, yang mengandung tiga sifat dari sifat-sifat Allah, yaitu Rububiyah, al Mulk dan Al Ilahiyah. Rububiyah adalah sifat Allah sebagai Pengatur segala sesuatu baik di langit maupun di bumi. Dan Al Mulk adalah Raja, yang memiliki manusia dan makhluk lainnya. Serta Al Ilahiyah yaitu Sesembahan, hanya Allah yang berhak disembah oleh makhluk-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Manusia diperintahkan untuk berlindung dari bisikan (al waswas) yang di hembuskan kepada manusia agar melakukan kejahatan dan kemaksiatan.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1)

Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan manusia

Asy Syaukani menyebutkan, dalam ayat Rabbinnas (Rabb Manusia). Disebutkan kalimat an Nas (manusia) sebagai bentuk kemuliaan manusia, padahal Allah memiliki makhluk-makhluk lain selain manusia. Pengulangan penyebutan an Nas, juga menunjukkan mazid asy syaraf (pertambahan kemuliaan)[1]

Ketika manusia berlindung kepada Rabbnya, sesungguhnya ia sedang berlindung kepada Dzat yang mengatur seluruh sendi kehidupannya, sekaligus Pemilik Alam, satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Sehingga bentuk-bentuk perlindungan, penyembahan dan pemilikan selain kepada Allah, maka hal tersebut bathil adanya.

🔎 Apa perbedaan Malik (مَلِك ) dan Mâlik (مَالِك )?

مَلِكِ النَّاسِ(2)

Raja Manusia

Secara umum makna kata Malik (مَلِك ) (dengan vokal A pendek) dan Mâlik (مَالِك ) (dengan vokal A dipanjangkan) memiliki arti Menguasai atau Raja. Namun menurut Syekh Nawawi Al-Bantani perbedaan keduanya bahwa Malik (مَلِك ) dengan vokal A pendek mengandung pengertian bahwa Allah Maha Raja dan Maha Menguasai  Manusia dan segala Makhluknya di dunia, Allah Pemilik Mutlak manusia dan makhluk lainnya . Sedangkan kata Malik (مَالِك ) (dengan vokal A Panjang) khusus untuk mengungkapkan peristiwa yang terjadi di akherat.[2]

🔎 Sesembahan manusia

إِلَهِ النَّاسِ (3)

Sembahan manusia (3)

Menurut Ali Ash Shabuni, surat ini memiliki urutan yang menakjubkan yaitu:[3]

☑      Dimulai dengan permohonan perlindungan kepada Allah dari segala godaan syetan, kembali kepada Allah, bukan kepada raja dan penguasa selain Allah. Ayat ini mengajarkan manusia agar mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, sebagai Rabb (pengatur) segala aktivitas manusia yang mengatur segala urursan manusia.

☑      Setelah itu dilanjutkan dengan mengetahui bahwa Allah adalah Raja yang menguasai manusia, Allah tidak butuh manusia, manusialah yang butuh Allah.

☑       Kemudian setelah manusia mengetahui Allah sebagai  Dzat yang menguasai manusia dan makhluk-Nya, setelah manusia mengetahui hakikat Allah yang sebenarnya, maka ia akan mempersembahkan penyembahan dan ibadah hanya kepada Allah.

🔎Apakah Waswasil Khannas?

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4)

Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi

Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan waswasil khannas adalah:

وَهُوَ الشَّيْطَانُ الْمُوَكَّلُ بِالْإِنْسَانِ، فَإِنَّهُ مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ إِلَّا وَلَهُ قَرِينٌ يُزَين لَهُ الْفَوَاحِشَ، وَلَا يَأْلُوهُ جُهْدًا فِي الْخَبَالِ. وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَم اللَّه

Dia adalah syetan yang bertugas mengikuti manusia, maka tak seorangpun dari Anak Adam melainkan ada qarin yang mengikuti dan menghiasinya dengan amal-amal keburukan Setan itu juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk menyesatkannya melalui bisikan dan godaannya, dan orang yang terhindar dari bisikannya hanyalah orang yang dipelihara oleh Allah Swt.[4]

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا قَدْ وُكِل بِهِ قَرِينَةٌ”. قَالُوا: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “نَعَمْ، إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ، فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ”

Tidak seorangpun diantara kalian melainkan didampingi oleh qarin. Mereka bertanya,”Apakah Engkau juga begitu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,” Ya, akan tetapi sungguh Allah menolongku atasnya, dan qarin itu masuk Islam, dan ia tak menyuruhku melainkan kebaikan”.[5]( Sahih Muslim, No. 2814 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)

Dalam Kitab Shahihain juga disebutkan hadits yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik saat Shafiyyah istri Nabi Muhammad mengunjungi Beliau yang sedang beritikaf, kemudian Rasulullah keluar masjid untuk mengantarkan Shafiyah kembali kerumahnya pada malam hari, lalu Rasulullah berpapasan dengan dua orang Anshar, ketika mereka melihat Nabi,  mereka langsung bergegas pergi, kemudian Rasulullah memanggil:

عَلَى رِسْلِكُمَا، إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيي”. فَقَالَا سُبْحَانَ اللَّهِ، يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: “إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ  مَجْرَى الدَّمِ، وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا، أَوْ قَالَ: شَرًّا”

Aku adalah Rasul kalian, sesungguhnya wanita yang bersamaku adalah istriku Shafiyyah binti Huyay. Lalu mereka berkata,” Maha Suci Allah wahai Rasulullah. Lalu nabi bersabda,” Sesungguhnya syetan mengalir dalam diri anak Adam mengikuti aliran darah, dan aku khawatir ia membisikkan sesuatu dihati kalian, atau mengatakan suatu keburukan.[6] (Sahih Muslim, No. 2174, Sahih Bukhari, No. 7171, 6219, 2035)

Ibnu Abbas menyebutkan yang dimaksud dengan waswasil khannas adalah syetan yang menetap di hati anak Adam, jika ia terlena maka syetan akan membisikkan kejahatan, dan jika ia ingat Allah maka syetan akan lenyap.[7]

Syetan tak akan lelah dan bosan menyesatkan manusia dari Allah, dengan segala cara. Sejenak ia menggoda manusia, sejenak ia menjauh, sejenak kemudian ia menggoda manusia lagi, hingga benar-benar manusia tergelincir dari jalan Allah.

🔎 Syetan menggoda hati manusia

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5)

Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

Syetan membuat keraguan di hati manusia dengan membisikkan hal-hal yang membuatnya resah. Mengarah kepada hawa nafsu dan keyakinannya terhadap Allah, serta ajakan-ajakan melakukan keburukan.

Bisikan syetan dihati manusia adalah ajakan mengikuti perintahnya, tentang suatu perkara yang diluar akal dan  atau hal-hal yang tidak jelas.[8]

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, perbedaan antara bisikan syetan dan ilham dari Allah adalah yang terpuji (ilham al Mahmud) adalah, jika ajakan dalam hati mengarah kepada kemaksiatan dan kejahatan itu dari syetan, dan jika mengarah kepada kebaikan dan takwa itu ilham yang terpuji. [9]

🔎 Dari golongan jin dan manusia

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6

Dari golongan jin dan manusia

Apakah yang dimaksud dengan, iblis, Jin dan syetan? Jin adalah makhluk Allah yang diberikan kewajiban beribadah dan taat kepada Allah.
Firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku (QS. Adz Zariyat: 56)

🌻 Jin ada yang muslim dan ada pula yang kafir, seperti juga manusia, ada yang muslim dan yang kafir. Adapun Syetan adalah termasuk dalam jenis Jin yang kafir kafir.

🌻 Iblis adalah nenek moyang jin dan keturunannya, ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah dan Hasan Al Bashri. [10]

🌻 Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa iblis adalah bapaknya jin.[11]

🌻 Menurut Al Hafiz Ibnu Katsir, Syetan secara bahasa artinya jauh, atau yang jauh dari rahmat Allah, sehingga setiap pihak yang memiliki sifat membangkan dari jenis jin, manusia dan hewan disebut syetan. (Tafsir Ibnu Katsir,1/16)

📚 Kesimpulan

✔ Surat An Nas merupakan surat yang termasuk Al Mu’awizatain bersama surat Al-Falaq, yang berisi perlindungan kepada Allah atas bisikan dan tipudaya syetan.

✔ Sifat syetan selalu mengganggu manusia sampai terjerumus kedalam perangkapnya dan jauh dari Allah.

✔ Syetan dari jenis jin membisikkan kekufuran dan kemaksiatan di dalam hati manusia, syetan dari jenis manusia bekerja dengan menghalangi manusia dengan segala cara agar semakin jauh dari Allah.

والله أعلم

🍃🌻🌴🌿🌾☘🌺🌸

✍ Ust Fauzan Sugiono, Lc


🌴🌴🌴🌴🌴🌴

[1] Asy Syaukani, Fathul Qadir, (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 1414 H), 5/642
[2] Syekh An-Nawawi Al Bantani, Marah Labid, 2/683
[3] Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwat at Tafasir, 3/600
[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Adzhim, 8/539
[5] Sahih Muslim, No. 2814 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)
[6] Sahih Muslim, No. 2174, Sahih Bukhari, No. 7171, 6219, 2035 dari hadits Shafiyyah
[7] Tafsir At Thabari, 24/710, Tafsir Ibnu Katsir, 8/540,
[8] Al Mawardi, Tafsir Al Mawardi, 6/379
[9] Muhammad Jamaludin Muhammad Said, Mahasin Ta’wil, 9/581
[10] Tafsir At Thabari, 1/507, Dur Mantsur, 5/402
[11] Majmu’ Fatawa,4/235

Serial Tafsir Surat An Nas

Tafsir Surat An-Nas (Bag.1)

Tafsir Surat An-Nas (Bag.2)

Kepada Yang Suka Menggembosi, Perhatikahlah Fatwa Ulama Negerimu, Karena Mereka Yang Tahu Situasinya, Bukan Ambil Ulama Di Luar Negerimu

💥💦💥💦💥💦💥

Berseliweran fatwa-fatwa pengharaman demonstrasi yang mereka comot dari fatwa para ulama Kerjaaan Saudi Arabia, yang memang kultur dan hukum kerajaan tidak menghendaki adanya demonstrasi. Lalu mereka paksakan fatwa itu di negeri yang tidak sama kulturnya. Di negeri Indonesia yang membolehkan demonstrasi, dan tidak menganggapnya bughat (pemberontakan). Realita di negeri ini demonstrasi dilindungi Undang-Undang negara, bukan pemberontakan, tapi gerakan para penggembos ini tidak bosan-bosan menyebut demonstrasi adalah pemberontak (Bughat). Sungguh mengherankan, negara, TNI, kepolisian melindungi, dan tidak menganggap itu pemberontakan, justru kelompok ini menganggap itu pemberontakan karena sikap kaku mereka terhadap lembaran-lembaran yang mereka baca, dan merasa hidup di alam  dengan  situasi yang bukan situasi negeri mereka, serta taqlid dengan para masyayikhnya saja tanpa mau peduli dengan nasihat masyayikh yang bukan masyayikh mereka.

Benarlah nasihat Imam Al Qarafi Rahimahullah ketika berkata:

فمهما تجدد في العرف اعتبره ومهما سقط أسقطه ولا تجمد على المسطور في الكتب طول عمرك بل إذا جاءك رجل من غير أهل إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وأجره عليه وأفته به دون عرف بلدك ودون المقرر في كتبك فهذا هو الحق الواضح  والجمود على المنقولات أبدا ضلال في الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين

“Bagaimanapun yang baru dari adat istiadat perhatikanlah, dan yang sudah tidak berlaku lagi tinggalkanlah. Jangan kamu bersikap tekstual kaku pada tulisan di kitab saja sepanjang hayatmu.

Jika datang kepadamu seorang dari luar daerahmu untuk meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu memberikan hukum kepadanya berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku di daerahmu, tanyailah dia tentang adat kebiasaan yang terjadi di daerahnya dan hargailah itu serta berfatwalah menurut itu, bukan berdasarkan adat kebiasaan di daerahmu dan yang tertulis dalam kitabmu. Itulah sikap yang benar dan jelas.

Sedangkan sikap selalu statis pada teks adalah suatu kesesatan dalam agama dan kebodohan tentang tujuan para ulama Islam dan generasi salaf pendahulu.” 1]

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, membuat pasal dalam kitabnya I’lamul Muwaqi’in, berbunyi:

في تغير الفتوى واختلافها يحسب تغير الأزمنة والأمكنة والأحوال والنيات والعوائد

“Pasal tentang perubahan fatwa dan perbedaannya yang disebabkan perubahan zaman, tempat, kondisi, niat, dan tradisi.”

Lalu Beliau berkata:

هذا فصل عظيم النفع جدا وقع بسبب الجهل به غلط عظيم على الشريعة أوجب من الحرج والمشقة وتكليف ما لا سبيل إليه ….

Ini adalah pasal yang sangat besar manfaatnya, yang jika bodoh terhadal pasal ini maka akan terjadi kesalahan besar dalam syariat, mewajibkan sesuatu yang sulit dan berat, serta membebankan apa-apa yang tidak pantas dibebankan …  ” 2]

Entah .., disadari atau tidak perilaku mereka itu menguntungkan kaum kuffar, dan memang seirama dengan kaum kuffar dan liberal. Wal ‘Iyadzubillah!

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Notes:

[1] Imam Al Qarafi, Al Furuq, Juz. 1, Hal. 176-177. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut. 1418H-1989M. Tahqiq: Khalil Al Manshur

[2] Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in,   Juz. 3, Hal. 3. Maktabah Kulliyat Al Azhariyah. Kairo. 1388H-1968M. Tahqiq: Thaha Abdurrauf Sa’ad

 

[Adab Pada Rambut] Larangan Meniru Model Rambut Kaum Kuffar dan Ahli Maksiat

Kita lihat, tidak sedikit umat Islam –baik muslim dan muslimah- yang model rambutnya meniru-niru orang kafir. Seperti model spike, mohawk, dan lainnya. Awal 90-an kaum wanita di landa demam model rambut Demi More, dengan memendekkan seperti kaum laki-laki.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.”  (HR. Abu Daud No. 4031, Ahmad No. 5115, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf  No.33016, dll )

Imam As Sakhawi mengatakan ada kelemahan dalam hadits ini,   tetapi hadits ini memiliki penguat (syawahid), yakni hadits riwayat Al Bazzar dari Hudzaifah dan Abu Hurairah, riwayat Al Ashbahan dari Anas bin Malik, dan riwayat Al Qudha’i dari Thawus secara mursal. (Imam As Sakhawi, Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 215). Sementara, Imam Al ‘Ajluni mengatakan, sanad hadits ini shahih menurut Imam Al ‘Iraqi dan Imam Ibnu Hibban, karena memiliki penguat yang disebutkan oleh Imam As Sakhawi di atas.  (Imam Al ‘Ajluni, Kasyful Khafa, 2/240). Imam Ibnu Taimiyah mengatakan hadits ini jayyid (baik). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan sanadnyahasan.   (Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim, Aunul Ma’bud, 9/54). Syaikh Al Albani mengatakan hasan shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 4031)

Imam Al Munawi dan Imam Al ‘Alqami menegaskan hal-hal yang termasuk penyerupaan dengan orang kafir: “Yakni berhias seperti perhiasan lahiriyah mereka, berjalan seperti mereka, berpakaian seperti mereka, dan perbuatan lainnya.” (‘Aunul Ma’bud, 11/51)

Wallahu A’lam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Adab Pada Rambut

Larangan Mencukur Rambut dengan Cara Qaza’

Memotong Rambut Bagi Muslimah Sesuai Syariat

Batasan Panjang Rambut Laki-Laki

Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki

Tarajjul (Menyisir Rambut)

Larangan Keras Menyambung Rambut (Wig, Konde, dan Semisalnya)

Menyemir Rambut

Larangan Mencabut Uban

Menutupi Rambut Bagi Wanita Karena Itu Adalah Salah Satu Aurat

Apakah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Bisa Membaca dan Menulis?

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaykum, ustadz mw bertanya ttg hadits ini
Benarkah Nabi Muhammad buta huruf?

Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas juga dikatakan, Nabi Muhammad berkata, “Ambilkan untukku secarik kertas dan tinta agar aku dapat menuliskan sesuatu yang tidak akan membuat kalian tanpa pedoman lagi.” (Lihat Shahihul Muslim dalam kitabul washiyyah di bagian tarkul washiyyati liman laisa indahu sya’i, suntingan Isa Al-Halabi, juz II, hlm. 16. Lihat juga Tarikhut Thabari, juz III, hlm. 193, dan Sahihul al-Bukhari, dalam kitabul jizyah di bab ikhrajul yahud min jaziratil Arab, juz IV, hlm. 65-66).

-apa yang dimaksud ummi(buta huruf)
-apakah mamang nabi Muhamad bs menulis?
mohon penjelasannya Ustadz, syukron (Dari Amir Udin)

📬 JAWABAN

Wa ‘Alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh.
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi wa ashhabihi wa man waalah, wa ba’d:

Saudara Amir Udin yang dirahmati Allah …….

Tentang ke-ummi-an Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah perkara yang sudah diketahui secara pasti dalam agama ini. Dan, hal itu sudah terjadi sepanjang zaman tanpa ada yang mengingkari. Pandangan ini didasarkan kepada sumber-sumber Islam sendiri –yang tidak ada keraguan di dalamnya- yakni Al Quran dan As Sunnah.

Ummi adalah dinisbatkan kepada Al Umm (Ibu) yang melahirkan, ada juga yang mengatakan dinisbatkan kepada ummatul arab, ada juga yang menyebut Ummul Qurra, namun pendapat pertama yang lebih masyhur. (Imam Al Alusi, Ruhul Ma’ani, 20/495)

Imam Al Alusi mengatakan:

وأريد بذلك أنهم على أصل ولادة أمهم لم يتعلموا الكتابة والحساب

Dan yang dimaksud dengan itu (Ummi) adalah karena mereka pada asal kelahiran ibu mereka tidak mengetahui tulisan dan berhitung. (Ibid. Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi, 8/264)

Budaya tulis menulis belum berkembang pada zaman itu, bahkan kemampuan menulis dan membaca bisa dianggap aib yang menunjukkan lemahnya daya hapal orang tersebut. Sebab saat itu daya hapal bangsa Arab sangat kuat; seperti kemampuan mereka dalam menghapal hingga ratusan syair dan silsilah nasab mereka di kepala mereka, bukan dalam tulisan.

Oleh karenanya, keummi-an Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukanlah cela dan aib, justru menunjukkan keutamaan Beliau bersama masyarakatnya.

Dalam Al Quran Allah Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al Jumu’ah (62): 2)

Ayat ini menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah rasulNya yang berasal dari kaum yang buta huruf.

Imam Al Baidhawi Rahimahullah menjelaskan:

{ هُوَ الذى بَعَثَ فِى الأميين } أي في العرب لأن أكثرهم لا يكتبون ولا يقرؤون . { رَسُولاً مّنْهُمْ } من جملتهم أمياً مثلهم

(Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu kepada kaum Arab karena sebagian besar mereka tidak menulis dan tidak membaca. (seorang rasul di antara mereka) dari kumpulan mereka yang ummi sebagaimana mereka. (Anwarut Tanzil, 5/293. Mawqi’ At Tafasir)

Imam Al Alusi Rahimahullah juga menjelaskan demikian:

فالمعنى رسولاً من جملتهم أمياً مثلهم

Jadi, maknanya adalah seorang rasul dari kumpulan mereka yang ummi seperti mereka. (Ruhul Ma’ani, 20/495. Mawqi’ At Tafasir)

Demikian keterangan dari Al Quran dan penjelasan para mufassir.

Ada pun dalam Al Hadits, dari Ibnu Umar Radhilallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ

Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak menulis dan tidak menghitung. (HR. Bukhari No. 1913, Muslim no. 1080, Abu Daud No. 2319,dll)

Hadits ini adalah pengakuan yang menunjukkan keummi-an Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi w Sallam.

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah mengatakan:

الأمية: نسبة إلى الأميين، والمقصود بذلك كثير منهم، ولا يعني ذلك أنه لا توجد الكتابة والقراءة فيهم، بل كانت ففيهم ولكن بقلة، والحكم هنا الغالب، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم كذلك لا يقرأ ولا يكتب صلى الله عليه وسلم، وقد جاء بهذا القرآن الذي لو اجتمعت الإنس والجن على أن يأتوا بمثله لم يستطيعوا، وهو من عند الله عز وجل، وكونه أمياً لا يقرأ ولا يكتب هذا من أوضح الأدلة على أنه أتى بالقرآن من عند الله عز وجل، ولهذا يقول الله وجل: وَمَا كُنْتَ تَتْلُوا مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ [العنكبوت:48]، أي: لو أنه كان قارئاً كاتباً فيمكن أن يأتي به من عند نفسه، لكنه كان لا يقرأ ولا يكتب صلى الله عليه وسلم.

Al Ummiyah: disandarkan kepada Al Ummiyyin, maksudnya adalah banyak di antara mereka, dan tidak berarti tidak ditemukan sama sekali tulisan dan bacaan pada mereka, bahkan hal itu ada pada mereka tapi sedikit, maknanya di sini menunjukkan yang umumnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga begitu, dia tidak membaca dan tidak menulis. Beliau datang dengan membawa Al Quran, yang seandainya berkumpulnya manusia dan jin untuk mendatangkan yang sepertinya mereka tidak akan mampu membuatnya, dan Al Quran adalah dari Allah ‘Azza wa Jalla, keadaan Beliau yang ummi tidak dapat membaca dan menulis merupakan di antara penjelasan yang menunjukkan bahwa Beliau datang dengan membawa Al Quran dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla, oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (QS. Al Ankabut (29): 48) yaitu seandainya Beliau bisa membaca dan menulis maka mungkin saja dia datang membawa Al Quran yang berasal dari dirinya sendiri, tetapi dia Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak bisa membaca dan tidak pula menulis. (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 12/498-499)

Dalam keummi-annya, Al Quran turun kepadanya. Ini justru menunjukkan keadaan tersebut adalah mu’jizat baginya.

Imam Al ‘Aini menjelaskan:
وكونه- عليه السلام- أميا من جملة المعجزة

Dan keadaannya –‘Alaihis salam- yang ummi termasuk di antara kumpulan mu’jizat. (Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 4/267. Cet. 1, 1999M-1420H. Maktabah Ar Rusyd)

Ada pun hadits yang menunjukkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bisa menulis, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

ائْتُونِي بِالْكَتِفِ وَالدَّوَاةِ أَوْ اللَّوْحِ وَالدَّوَاةِ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ أَبَدًا

Ambil-kan untukku kertas dan tinta , aku tuliskan untuk kalian kitab yang setelahnya tidak membuat kalian tersesat selamanya. (HR. Bukhari No. 114, 3053, 3168, Muslim No. 1637)

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dapat menulis. Lalu bagaimanakah sebenarnya? Betulkah Beliau yang menulis? Ataukah beliau perintahkan orang lain menulisnya?

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan sebagai berikut:

أكتب لكم أي آمر بالكتابة ومنها أن الأمراض ونحوها لا تنافي النبوة ولا تدل على سوء الحال

(Saya tuliskan untuk kalian) yaitu perintah untuk membuat tulisan dan darinya merupakan berbagai cacat dan semisalnya yang tidak menafikan kenabiannya dan tidak pula menunjukkan buruknya keadaan. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11/94)

Pemahaman ini juga dikuatkan oleh riwayat lain bahwa jika Beliau ingin menulis maka sahabatnya yang menuliskannya.

Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, menceritakan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kembali menguasai Mekkah, beliau berkhutbah di hadapan manusia. Ketika beliau berpidato, berdirilah seseorang dari Yaman bernama Abu Syah, dan berkata:

يارسول اللّه اكتبوا لي، فقال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: “اكتبوا لأبي شاه

“Ya Rasulullah, tuliskanlah untukku.” Lalu Rasulullah bersabda: “Tuliskan untuk Abu Syah.”

AlWalid (salah seorang perawi hadits ini) bertanya kepada Al Auza’i:

ما قوله “اكتبوا لأبي شاهٍ؟” قال: هذه الخطبة التي سمعها من رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم.

Apa maksud sabdanya: “Tuliskan untuk Abu Syah.” Dia menjawab: “Khutbah yang dia (Abu Syah) dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari No. 112, 2302, 6486. Muslim No. 447, 1355. Abu Daud No. 2017, 3649, 4505. At Tirmidzi No. 2805. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 15818. Ibnu Hibban No. 3715. Ahmad No. 7242)

Sekian jawaban saya, semoga bermanfaat. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top