💥💦💥💦💥💦
Daftar Isi
📌 I’tikaf Kaum Wanita
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Syaikh Al Albani Rahimahullah mengomentari hadits ini:
وفيه دليل على جواز اعتكاف النساء أيضا ولا شك أن ذلك مقيد بإذن أوليائهن بذلك وأمن الفتنة والخلوة مع الرجال للأدلة الكثيرة في ذلك والقاعدة الفقهية : درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya I’tikaf bagi wanita juga, dan tidak ragu bahwa kebolehan itu terikat dengan izin para walinya, atau aman dari fitnah, dan aman dari berduaan dengan laki-laki lantaran banyak dalil yang menunjukkan hal itu, juga kaidah fiqih: menolak kerusakan lebih diutamakan dibanding mengambil maslahat. (Qiyamur Ramadhan, Hal. 35. Cet. 2. Maktabah Islamiyah, ‘Amman. Jordan)
Selain itu, hendaknya wanita I’tikaf di masjid yang memungkinkan dan kondusif bagi mereka.
Berkata Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah:
وإذا اعتكفت المرأة في المسجد، استحب لها أن تستتر بشيء؛ لأن أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم لما أردن الاعتكاف أمرن بأبنيتهن، فضربن في المسجد، ولأن المسجد يحضره الرجال، وخير لهم وللنساء ألا يرونهن ولا يرينهم.
“Jika wanita I’tikaf di masjid, dianjurkan dia membuat penutup dengan sesuatu, karena para isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika hendak i’tikaf, Beliau memerintahkan mereka untuk menjaga diri, lalu mereka mendirikan kemah di masjid, karena masjid dihadiri kaum laki-laki, dan itu lebih baik bagi mereka (kaum laki-laki) dan bagi wanita, sehingga kaum laki-laki tidak melihat mereka dan sebaliknya.” (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/125)
📌 Keutamaannya
Tidak ada riwayat shahih yang mendefinitkan keutamaan I’tikaf secara khusus. Namun, adanya berita shahih bahwa nabi, para isterinya, dan para sahabat yang senantiasa melakukannya setiap Ramadhan menunjukkan keutamaan I’tikaf. Sebab, tidak mungkin mereka merutinkan amalan yang dianggap ‘biasa saja.’
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menulis sbb:
قال أبوداود: قلت لاحمد رحمه الله: تعرف في فضل الاعتكاف شيئا؟ قال: لا، إلا شيئا ضعيفا.
Berkata Abu Daud: Saya berkata kepada Ahmad Rahimahullah: “Apakah engkau mengatahui tentang keutamaan I’tikaf?” Beliau berkata: “Tidak, kecuali suatu riwayat yang dhaif.” (Fiqhus Sunnah, 1/475)
📌 Syarat-Syarat I’tikaf
ويشترط في المعتكف أن يكون مسلما، مميزا طاهرا من الجنابة والحيض والنفاس، فلا يصح من كافر ولا صبي غير مميز ولاجنب ولاحائض ولا نفساء.
Syarat bagi orang yang beri’tikaf adalah: muslim, mumayyiz (sudah mampu membedakan salah benar, baik buruk), suci dari junub, haid, dan nifas, tidak sah jika kafir, anak-anak yang belum mumayyiz, junub, haid, dan nifas. (Fiqhus Sunnah, 1/477)
📌Rukun-Rukun I’tikaf
Berikut ini keterangannya:
أركانه: حقيقة الاعتكاف المكث في المسجد بنية التقرب إلى الله تعالى، فلو لم يقع المكث في المسجد أو لم تحدث نية الطاعة لا ينعقد الاعتكاف.
Rukun-rukunnya: hakikat dari I’tikaf adalah tinggal di masjid dengan niat taqarrub ilallah Ta’ala. Seandainya tidak menetap di masjid atau tidak ada niat melaksanakan ketaatan, maka tidak sah disebut i’tikaf . (Ibid)
Jadi, ada dua rukun: niat untuk ibadah dan menetap di masjid.
🍃🌴🌸🌾🌺☘🌷🌻
✏ Farid Nu’man Hasan
Serial Fiqih I’tikaf
Download E-book Fiqih I’tikaf: