Hukum Doa Iftitah / Istiftah

▫▪▫▪▫▪▫▪▫▪

Doa iftitah yaitu doa di awal shalat setelah takbiratul ihram sebelum membaca Al Fatihah.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

وَهُوَ الذِّكْرُ الَّذِي تُبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ بَعْدَ التَّكْبِيرِ. وَقَدْ يُقَال لَهُ: دُعَاءُ الاِسْتِفْتَاحِ. وَإِنَّمَا سُمِّيَ بِذَلِكَ لأِنَّهُ أَوَّل مَا يَقُولُهُ الْمُصَلِّي بَعْدَ التَّكْبِيرِ، فَهُوَ يَفْتَتِحُ بِهِ صَلاَتَهُ، أَيْ يَبْدَؤُهَا بِهِ.

Itu adalah dzikir yang dengannya dimulai shalat, (dibaca) setelah takbir. Ada pula yang mengatakan: dia dinamakan istiftah karena itu adalah ucapan pertama yang dilakukan orang yang shalat setelah takbir, dengan itu dia membuka shalatnya, yaitu memulainya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 4/474)

Kadang diistilahkan dengan IFTITAH, dan inilah yang tenar di negeri kita. Tapi yang biasa digunakan fuqaha adalah Istiftah. Berikut ini keterangannya:

يُعَبِّرُ عَنْهُ بَعْضُ الْفُقَهَاءِ أَيْضًا بِدُعَاءِ الاِسْتِفْتَاحِ، وَبِالاِفْتِتَاحِ، وَبِدُعَاءِ الاِفْتِتَاحِ. إِلاَّ أَنَّ الأَْكْثَرَ يَقُولُونَ: الاِسْتِفْتَاحُ

Sebagian ahli fiqih menyebut doa istiftah dengan IFTITAH dan DOA IFTITAH, hanya saja mayoritas ahli fiqih menyebut: ISTIFTAH. (Ibid)

Jadi, Istiftah dan iftitah adalah doa istilah yang berbeda untuk aktifitas yang sama. Maka sama saja Anda mau menyebutnya apa.

Bagaimana kedudukannya dalam shalat? Tidak sedikit orang bertanya, bolehkah meninggalkannya baik dalam shalat berjamaah, sendiri, wajib, atau sunnah?

Kita lihat dulu kedudukannya menurut penjelasan para ulama kita.

1. Hukumnya SUNNAH.

Dengan kata lain, tidak apa-apa jika ditinggalkan di semua shalat, tidak berdosa dan shalat tetap sah. Namun, dia meninggalkan sunnah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

الِاسْتِفْتَاحُ عَقِبَ التَّكْبِيرِ مَسْنُونٌ عِنْدَ جُمْهُورِ الْأَئِمَّةِ، كَأَبِي حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ. كَمَا ثَبَتَ ذَلِكَ فِي الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ

Membaca istiftah setelah takbir adalah sunah menurut mayoritas imam, seperti Abu Hanifah, Asy Syafi’iy, dan Ahmad. Sebagaimana hal itu telah kuat berdasarkan hadits-hadits shahih. (Al Fatawa Al Kubra, 2/165)

Imam Abul Muzhaffar Yahya bin Hubairah Rahimahullah berkata:

وَأَجْمعُوا على أَن دُعَاء الاستفتاح فِي الصَّلَاة مسنون. إِلَّا مَالك فَإِنَّهُ قَالَ: لَيْسَ بِسنة.

Mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa doa istiftah itu sunnah dalam shalat, KECUALI menurut Imam Malik, dia berkata: “Bukan sunnah.” (Ikhtilaf Al Aimmah Al Ulama, 1/107)

Dalam Al Mausu’ah disebutkan:

قَال جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ: الاِسْتِفْتَاحُ سُنَّةٌ …

Mayoritas ulama mengatakan doa istiftah adalah sunnah. (Al Mausuah, 4/48)

2. Tidak sunnah alias Tidak Ada Doa Iftiftah

Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah mengatakan:

دعاء الافتتاح سنة عند ثلاثة من الأئمة، وخالف المالكية. فقالوا: المشهور أنه مكروه. وبعضهم يقول: بل هو مندوب

Doa iftitah itu sunnah menurut tiga imam, namun Malikiyah menyelisihinya. Mereka mengatakan: yang terkenal (dikalangan Malikiyah) itu adalah MAKRUH. Sebagian mereka (Malikiyah) mengatakan: bahkan itu mandub (sunnah). (Al Fiqhu ‘alal Madzahib Al Arba’ah, 1/231)

Alasan mereka adalah karena para sahabat Nabi ﷺ tidak membacanya. Disebutkan oleh Syaikh Al Jaziriy:

يكره الإتيان بدعاء الافتتاح على المشهور، لعمل الصحابة على تركه

Dimakruhkan membaca iftitah menurut pendapat yang terkenal (dari Malikiyah), berdasarkan perbuatan sahabat yang meninggalkan hal itu. (Ibid)

Dalam kitab Al Mudawanah, kitab yang mengumpulkan fatwa-fatwa Imam Malik, Ibnul Qasim berkata:

وَكَانَ مَالِكٌ لَا يَرَى هَذَا الَّذِي يَقُولُ النَّاسُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ وَكَانَ لَا يَعْرِفُهُ، ابْنُ وَهْبٍ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ قَتَادَةَ بْنِ دِعَامَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلَاةَ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
قَالَ: وَقَالَ مَالِكٌ: وَمَنْ كَانَ وَرَاءَ الْإِمَامِ وَمَنْ هُوَ وَحْدَهُ وَمَنْ كَانَ إمَامًا فَلَا يَقُلْ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ وَلَكِنْ يُكَبِّرُوا ثُمَّ يُبْتَدَءُوا الْقِرَاءَةَ

Imam Malik tidaklah berpendapat adanya bacaan yang diucapkan manusia: “Subhanakallahumma wa bihamdika tabarakasmuka wa ta’ala jadduka wa laa ilaaha ghairuk”, Dia tidak mengenal doa ini.
Ibnu Wahb, dari Sufyan bin ‘Uyainah, dari Ayyub, dari Qatadah bin Di’aamah, dari Anas bin Malik bahwa Nabi ﷺ, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, bahwa mereka membuka shalatya dengan membaca Alhamdulilahi rabbil ‘alamin (Baca Al Fatihah).
Ibnu Qasim berkata: Berkata Malik: “Siapa yang dibelakang imam, shalat sendiri, dan orang yang jadi imam, JANGANLAH membaca “Subhanakallahumma wa bihamdika tabarakasmuka wa ta’ala jadduka wa laa ilaaha ghairuk”, tetapi hendaknya mereka bertakbir kemudian mereka memulai dengan membaca Al Quran.

(Lihat Al Mudawanah 1/161)

Sementara itu, kita dapati riwayat bahwa Imam Malik juga menganjurkan bacaan iftitah tapi sebelum takbiratul ihram. Berikut ini keterangannya:

وَعَنْ مَالِكٍ نَدْبُ قَوْلِهِ قَبْلَهَا – أَيْ قَبْل تَكْبِيرَةِ الإِْحْرَامِ -: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ. . . إِلَخْ، وَجَّهْتُ وَجْهِي. . . إِلَخْ، اللَّهُمَّ بَاعِدْ. . . إِلَخْ. قَال ابْنُ حَبِيبٍ: يَقُولُهُ بَعْدَ الإِْقَامَةِ وَقَبْل الإِْحْرَامِ. قَال فِي الْبَيَانِ: وَذَلِكَ حَسَنٌ

Dari Imam Malik bahwasanya anjuran bacaan itu adalah sebelumnya –yaitu sebelum takbiratul ihram: “Subhanakallahumma wa bihamdika .. dst, wajjahtu wajhiya …dst, Allahumma Baa’id ..dst. Ibnu Habib berkata: “Membacanya adalah setelah iqamah sebelum takbiratul ihram.” Dia berkata dalam Al Bayan: “Itu bagus.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaityah, 4/48)

3. WAJIB

Ini pendapat minoritas, yaitu salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan sebagian pengikutnya (Hanabilah/Hambaliyah).

Imam Ibnu Taimiyah berkata tentang Imam Ahmad:

وَفِي مَذْهَبِهِ قَوْلٌ آخَرُ يَذْكُرُهُ بَعْضُهُمْ رِوَايَةً عَنْهُ أَنَّ الِاسْتِفْتَاحَ وَاجِبٌ

Dalam madzhabnya (Imam Ahmad) ada perkataan lain yang disebutkan sebagian mereka (pengikut Imam Ahmad) bahwa ada riwayat darinya (Imam Ahmad) bahwa istiftah adalah WAJIB. (Al Fatawa Al Kubra, 2/165)

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

وَذَهَبَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِ الإِْمَامِ أَحْمَدَ إِلَى وُجُوبِ الذِّكْرِ الَّذِي هُوَ ثَنَاءٌ، كَالاِسْتِفْتَاحِ بِنَحْوِ ” سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ. . . ” وَهُوَ اخْتِيَارُ ابْنِ بَطَّةَ وَغَيْرِهِ، وَذُكِرَ هَذَا رِوَايَةً عَنْ أَحْمَدَ

Segolongan pengikut Imam Ahmad berpendapat WAJIB-nya dzikir berupa pujian seperti ISTIFTAH, “Subhanakallahumma wa bihamdika ..” Ini dipilih oleh Ibnu Baththah dan lainnya, dan disebutkannya hal ini sebagai satu riwayat dari Imam Ahmad. (Al Mausu’ah, 4/48)

Dari semua pendapat ini. Pendapat yang mengatakan sunnah, yaitu mayoritas ulama, adalah pendapat yang kami pilih berdasarkan hadits-hadits yang begitu banyak.

Lalu, Bagaimanakah bacaannya? Insya Allah akan disampaikan dalam edisi selanjutnya.

Demikain. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top