Sahkah I’tikaf di Masjid Bagian Bawah (Basement)?

📨 PERTANYAAN:

Ada seorang Ustadz yang mengatakan bahwa tidak sah I’tikaf di basment masjid, padahal kami sudah melakukannya sepuluh tahun.  Mohon pencerahannya. (08161912xxx)

📬 JAWABAN

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa shahbihi wa Man waalah, wa ba’d:

Sebagusnya ustadz tersebut menyampaikan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat para ulama kita dalam hal ini, tentu kita berharap ustadz tersebut tahu bahwa masalah ini memang ada perbedaan. Sehingga manusia mendapatkan gambaran yang lengkap tentang wacana I’tikaf di tempat-tempat seperti itu (teras, atap, menara, bawah masjid/basement).

Jika Beliau tahu ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, tapi Beliau menyembunyikan faktanya sehingga hanya menyampaikan satu pendapat saja,  maka sikap Beliau sungguh disayangkan. Tapi jika tenyata Beliau tidak tahu ada perbedaan pendapat, maka tentunya itu lebih disayangkan lagi!

Pada bangunan masjid, ada bagian yang diistilahkan Ar Rahbah – الرحبة, yaitu bagian lapang   yang menyatu dengan masjid, baik itu terasnya, atapnya, termasuk basement jika ada.

Imam Ibnu Hajar berkata tentang makna Ar Rahbah ini:

هِيَ بِنَاء يَكُون أَمَام بَاب الْمَسْجِد غَيْر مُنْفَصِل عَنْهُ ، هَذِهِ رَحَبَة الْمَسْجِد

Itu adalah bangunan yang berada di depan pintu masjid yang tidak terpisah dari masjid, inilah makna Ar Rahbah-nya masjid. (Fathul Bari, 13/155)

Para ulama berbeda pendapat, apakah Ar Rahbah termasuk bagian dari masjid atau tidak. Jika dia TERMASUK bagian masjid, maka berlakulah hukum-hukum masjid, termasuk bolehnya tetap I’tikaf di situ. Jika BUKAN TERMASUK masjid, maka tidak sah i’tikaf di situ, karena bukan area masjid.
Tertulis dalam Al Mausu’ah:

فَاَلَّذِي يُفْهَمُ مِنْ كَلامِ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ فِي الصَّحِيحِ مِنْ الْمَذْهَبِ أَنَّهَا لَيْسَتْ مِنْ الْمَسْجِدِ , وَمُقَابِلُ الصَّحِيحِ عِنْدَهُمْ أَنَّهَا مِنْ الْمَسْجِدِ , وَجَمَعَ أَبُو يَعْلَى بَيْنَ الرِّوَايَتَيْنِ بِأَنَّ الرَّحْبَةَ الْمَحُوطَةَ وَعَلَيْهَا بَابٌ هِيَ مِنْ الْمَسْجِدِ . وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إلَى أَنَّ رَحْبَةَ الْمَسْجِدِ مِنْ الْمَسْجِدِ , فَلَوْ اعْتَكَفَ فِيهَا صَحَّ اعْتِكَافُهُ

Maka, yang bisa difahami dr perkataan kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, menurut pendapat yang  sah  sebagai pendapat madzhab adalah Ar Rahbah bukan termasuk masjid, dan ada  pendapat mereka  yang berlawanan dengan pendapat ini bahwa  Ar Rahbah adalah bagian dari masjid.   Abu Ya’la memadukan di antara dua riwayat yang berbeda ini bahwa Ar Rahbah yang termasuk masjid  merupakan Ar Rahbah (bagian lapang) yang diberikan pagar (batasan/tembok) dan di atasnya dibuat pintu. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 5/224)

Manakah pendapat yang lebih kuat?  Imam Ibnu Hajar berkata :

وَوَقَعَ فِيهَا الِاخْتِلَاف ، وَالرَّاجِح أَنَّ لَهَا حُكْم الْمَسْجِد فَيَصِحّ فِيهَا الِاعْتِكَاف

Telah terjadi perbedaan pendapat tentang ini, namun pendapat yang lebih kuat adalah Ar Rahbah memiliki hukum-hukum masjid, dan SAH I’tikaf di dalamnya. ( Fathul Bari, 13/155)

Imam Al ‘Aini menerangkan tentang Ar Rahbah:

وهي الساحة والمكان المتسع أمام باب المسجد غير منفصل عنه وحكمها حكم المسجد فيصح فيها الاعتكاف في الأصح بخلاف ما إذا كانت منفصلة

Ar Rahbah adalah lapangan atau tempat yang luas di depan pintu masjid yang tidak terpisah dari masjid, hukumnya sama dengan hukum masjid, maka sah beri’tikaf di dalamnya menurut pendapat  yang lebih benar dari perbedaan pendapat yang ada, selama dia masih bersambung dengan masjid. (Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 35/254)

Imam An Nawawi menjelaskan pula:

وقد نص الشافعي علي صحه الاعتكاف في الرحبة قال القاضي أبو الطيب في المجرد قال الشافعي يصح الاعتكاف في رحاب المسجد لانها من المسجد

Imam Asy Syafi’i telah mengatakan bahwa SAH-nya I’tikaf di Ar Rahbah. Al Qadhi Abu Ath Thayyib berkata dalam Al Mujarrad: “Berkata Asy Syafi’i: I’tikaf sah dilakukan di bangunan yang menyatu dengan masjid, karena itu termasuk bagian area masjid. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/507)

Inilah pendapat yang dianut oleh  Hasan Al Bashri, Zurarah bin Abi Aufa, Al Bukhari, dan kuatkan oleh Imam Ibnu Hajar, Imam An Nawawi, Imam Al ‘Aini, Imam Ibnul Munayyar, dan lainnya.  Juga Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh, dan lainnya.

Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

وَيَجُوزُ لِلْمُعْتَكِفِ صُعُودُ سَطْحِ الْمَسْجِدِ ؛ لِأَنَّهُ مِنْ جُمْلَتِه

Dibolehkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menaiki atap masjid karena itu bagian dari bangunannya. (Al Mughni, 6/227)

Kebolehan i’tikaf di atap masjid, tidaklah diperselisihkan oleh imam madzhab. (Lihat Al Mausu’ah, 5/224, juga  6/228)

Atap adalah bagian yang menyatu dengan masjid, sebagaimana basement yang menyatu dengannya, tidak ada bedanya. Hanya saja yang satu di atas, dan yang satu dibawah.

Jadi, selama bangunan itu (baik tegelnya atau dindingnya)  masih menyatu dengan masjid –seperti teras, atap, ruang samping mihrab, basement, menara-  maka dia termasuk masjid, dan sah I’tikaf di sana. Inilah pendapat yang lebih kuat di antara dua perselisihan yang ada, dan pendapat ini sesuai dengan kaidah:

الحريم له حكم ما هو حريم له

Sekeliling dari sesuatu memiliki hukum yang sama dengan hukum yang berlaku pada sesuatu itu sendiri.  (Imam As Suyuthi, Al Asybah wan Nazhair, Hal. 125)

Sekian. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Sallam.

Wallahu A’lam

🌻🌸🌾🍃🌴🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top