Batu Nisan di Kubur, Hukum dan Kepercayaannya

Boleh saja memasang batu nisan di kubur. Tetapi, apakah berhubungan juga dengan keyakinan-keyakinan tertentu? Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah!


Pertanyaan

assalamualaikum ustadz saya mau bertanya kebetulan saya habis membelikan batu nisan untuk ibu saya yang telah meninggal ustadz
dan kebetulan yang tersedia adalah ukuran yang lumayan agak besar ini juga pertama kalinya untuk saya membeli batu nisan ustadz
saya ingin bertanya apakah batu nisan yang ditanam akan memengaruhi almarhumah (karena katanya orang yang sudah meninggal akan memikul batu nisannya) mohon pencerahannya ustadz terimakasih (Yaza-Sulawesi Tengara)


Jawaban

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Hukum Batu Nisan di Kubur

Meletakkan batu nisan di kuburan, sebagai adanya tanda, adalah dibolehkan. Hal ini berdasarkan hadits berikut, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أعلم قبر عثمان بن مظعون بصخرة

Nabi ﷺ meletakkan batu di atas kubur ‘Utsman bin Mazh’un. (HR. Ibnu Majah No. 1561, Ath Thabarani dalam Al Awsath, No. 3886. Dalam Az Zawaid disebutkan bahwa hadits ini hasan)

Dalam Syarh Sunan Ibni Majah disebutkan:

وفيه ان جعل العلامة على القبر ووضع الأحجار ليعرفه الناس

Dalam hadits ini terdapat keterangan tentang membuat tanda di atas kubur dan meletakkan batu-batu agar manusia mengenalinya. (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/112)

Baca juga: Membangun Nisan dan Menuliskannya

Mitos Batu Nisan di Kubur

Ada pun keyakinan tentang batu nisan akan dipikul oleh penghuni kubur tersebut di akhirat adalah keyakinan yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama.

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

 

Shalat di Atas Karpet, Sajadah, atau Alas yang Empuk

Shalat di atas sajadah, karpet ataupun alas yang empuk pada dasarnya hukumnya makruh, tapi ada hal yang membuat kemakruhannya hilang. Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah!


▫▪▫▪▫▪▫▪

Pertanyaan

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah.. Ada 7 anggota tubuh yg mesti menyentuh tanah saat sujud (walau tanah itu sdh dilapisi tegel, keramik, dan karpet, sajadah, tdk masalah).. Bismillah, Allahumma salli ala sayyidina muhammad. Apakah Nabi melarang sujud beralaskan tempat yg terlalu empuk?.. Seperti masjid yg skrg2 ini karpetnya tebal2x ? Syukran jazakallah.


Jawaban

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Jumhur ulama membolehkan shalat di karpet atau sajadah baik yang kasar atau halus, jika ada hajat seprti karena panas atau karena dingin. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah shalat dengan menggelar kainnya.

Baca juga: Fiqih Sujud Tilawah pada Ayat Sajadah (Bag 1)

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، صَلَّى فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ مُتَوَشِّحًا بِهِ، يَتَّقِي بِفُضُولِهِ حَرَّ الْأَرْضِ وَبَرْدَهَا

Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat pada sehelai baju yang dihamparkannya, untuk menahan panasnya tanah atau dinginnya di waktu beliau sujud.”(HR. Ahmad No. 2320, Abu Ya’la No. 2446, 2687. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairihi. LihatTahqiq Musnad Ahmad No. 2320)

Ada riwayat lain yang lebih shahih, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِدَّةِ الْحَرِّ فَإِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ جَبْهَتَهُ مِنْ الْأَرْضِ بَسَطَ ثَوْبَهُ فَسَجَدَ عَلَيْهِ

Kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat panas yang sangat, jika salah seorang kami ada yang tidak kuat meletakkan dahinya ke tanah, dia akan membentangkan pakaiannya lalu dia sujud di atasnya. (HR. Muslim No. 620)

Ada pun dalam riwayat Imam Bukhari, dari Anas bin Malik juga:

كُنَّا نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ أَحَدُنَا طَرَفَ الثَّوْبِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ فِي مَكَانِ السُّجُودِ

Kami shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka salah seorang di antara kami meletakkan ujung pakaiannya lantaran panas yang sangat, di tempat sujud. (HR. Bukhari No. 1208)

Baca juga: Fiqih Sujud Tilawah pada Ayat Sajadah (Bag 2)

Shalat di Atas Sajadah yang Empuk Tanpa Udzur

Sedangkan jika tanpa adanya udzur maka hukumnya makruh.

Zaman ini kondisi tanah di banyak negeri sangat berbeda dengan zaman nabi yang pasir dan suci. Maka adanya tegel, karpet, itu lebih pada menjaga dari najis. Sehingga kemakruhan lenyap karena adanya hajat.

Hanya saja hendaknya karpet jangan yang terlalu mewah yang justru bisa melupakan manusia dari keagungan Allah Ta’ala tapi lebih kagum dgn buatan manusia. Itulah yang membuat sebagian ulama tidak menyukainya.

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan


Demikian pembahasan mengenai shalat di atas sajadah atau alas lain seperti karpet yang empuk. Mari kita menjaga shalat kita. Sebarkan artikel ini bila bermanfaat.

Baca juga: Hukum Shalat Menggunakan Sajadah Tebal

Memilih Antara Faraidh dan KHI untuk Masalah Warisan

Islam memiliki aturan tentang warisan dalam Ilmu Faraidh, sementara negara ini memiliki Kompilasi Hukum Islam (KHI). Lalu apa yang harus dipakai? Bagaimana memilih antara Faraidh dan KHI dalam masalah warisan? Simak penjelasannya dalam tanya jawab di bawah!


 Pertanyaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tanya pak ustad, bolehkah kita memilih membagi waris dengan mengacu Kompilasi Hukum Islam (KHI) ? Tidak dengan ilmu Faraidh, keduanya sama sama hukum islam, karena kita hidup di Indonesia maka kita taat pada pemerintah dengan memilih KHI.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Jawaban Tentang Memilih Antara Faraidh dan KHI

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

KHI itu pedoman buat pengadilan di Indonesia dalam hal perkara hukum privat seperti perkawinan dan warisan, sebagaimana KUHP dalam perkara pidana. Ini dipakai jika terjadi sengketa di pengadilan Indonesia. Patokan bagi para hakim dan pengacara.

Tapi jika urusannya sampai melangkahi hukum Allah Ta’ala dan RasulNya, berlawanan, tentu bagi seorang muslim lebih mengikuti apa yang Allah dan RasulNya tetapkan. Bagi para ulama dan fuqaha tentu Al Quran, Al Hadits, Ijma’, dan qiyas yang menjadi patokannya.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلِ ٱللَّهُ يَهۡدِي لِلۡحَقِّۗ أَفَمَن يَهۡدِيٓ إِلَى ٱلۡحَقِّ أَحَقُّ أَن يُتَّبَعَ أَمَّن لَّا يَهِدِّيٓ إِلَّآ أَن يُهۡدَىٰۖ فَمَا لَكُمۡ كَيۡفَ تَحۡكُمُونَ

Katakanlah, “Allah-lah yang membimbing kepada kebenaran.” Maka manakah yang lebih berhak diikuti, Tuhan yang membimbing kepada kebenaran itu, ataukah orang yang tidak mampu membimbing bahkan perlu dibimbing? Maka mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan [Surat Yunus: 35]

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya,dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [Surat Al-Hujurat: 1]

Beda halnya dalam konteks peribadatan dan hukum kolektif yang melibatkan umat Islam se-Indonesia dan merupakan otoritas pemerintah untuk menentukannya, seperti penentuan masuknya Ramadhan, Syawwal, maka ini kembalikan kepada wewenang pemerintah sebagaimana kata fuqaha.

Baca juga: Warisan Untuk Empat Anak Perempuan dan Satu Istri

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan


Demikian ulasan tentang memilih antara Faraidh dan KHI

Baca juga: Bolehkah Harta Warisan Peninggalan Ayah untuk Ibu Saja?

Hukum Jual Beli Darah dan Organ Tubuh

Dalam Islam, tidak diperkenankan praktik jual/beli darah atau organ tubuh. Lalu bagaimana dengan PMI? Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah!


Pertanyaan

Assalamu’alaikum Ustadz…
Jika ada yang memerlukan darah, kemudian golongan darahnya cocok dengan kita, dan kita hargai darah kita tersebut dengan kisaran 500 ribu rupiah, tidak disumbangkan secara gratis…
Apakah hal ini diperbolehkan dalam hukum Islam…
Semoga Ustadz berkenan memberikan jawabannya…


Jawaban Tentang Jual/Beli Darah dan Organ Tubuh

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Tidak boleh jual beli darah atau organ tubuh lainnya..

Dengan tegas Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya Allah Ta’ala Jika mengharamkan sesuatu atas sebuah kaum, maka haram pula hasil penjualannya.

(HR. Ahmad no. 2221, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad no. 2221)

Kita tahu bahwa darah termasuk haram dimakan, maka Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah menjelaskan tentang hadits di atas:

“Semua ulama menegaskan atas haramnya jual beli darah dan minuman keras. Hadits ini juga menjadi dalil haramnya jual beli semua hal yang najis dan apa-apa yang haram dimakan.”

(At Tamhid, 4/144)

Maka, Jadikan itu seharusnya amal shaleh.. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًاۚ

Dan barang siapa memberi kehidupan kepada seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memberi kehidupan kepada semua manusia. (QS. Al Maidah: 32)

Lalu, bagaimana dgn PMI? Kenapa mereka minta bayaran jika ada pasien membutuhkan darah? Hal ini perlu diklarifikasi oleh mereka, kenapa mereka minta bayaran. Baik sangkanya adalah bayaran tersebut adalah jasa mengambil darah dari pendonor karena hal itu butuh ilmu dan biaya mengawetkan darahnya, semua ini butuh alat dan ilmu yang tidak murah. Inilah barangkali alasan mereka. Tapi, bagi pendonornya yang minta bayaran maka ini tidak diperkenankan.

Baca juga: Hukum Donor Organ Tubuh

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan


Baca juga: Transfusi Darah dari NonMuslim

scroll to top