Salat di Rumah Saat Hujan

Salat di rumah ketika hujan memiliki keabsahan karena hujan merupakan udzur untuk tidak salat berjamaah di masjid. Simak penjelasannya dalam tanya jawab d bawah.


Pertanyaan

Assalamu’alaikum, Tanya pak ustad, bolehkah kita dijaman sekarang ini mengambil rukhsah salat di rumah ketika hujan walau muazin tidak merubah lafat azan ?


Jawaban Untuk Salat di Rumah Saat Hujan

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Hujan adalah salah satu uzur boleh tidak berjamaah di masjid, walau muazin tidak mengatakan “Shalluu fi buyutikum”

Imam Ibnu Qudamah menjelaskan:

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الجمعة والجماعة بِالْمَطَرِ الَّذِي يَبُلُّ الثِّيَابَ , وَالْوَحْلِ الَّذِي يَتَأَذَّى بِهِ فِي نَفْسِهِ وَثِيَابِهِ

Dimaafkan meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaah krn hujan yang dapat membasahi pakaian dan lumpur yg dapat mengganggu dirinya dan pakaiannya

(Al Mughni, 1/366)

Baca juga: Bolehkah Menjamak Shalat Karena Hujan di Rumah?

Bahkan ini ijma’, sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Baththal:

أجمَع العلماءُ على أنَّ التخلُّف عن الجماعات في شدَّة المطر والظُّلمة والرِّيح، وما أشبه ذلك، مباحٌ بهذه الأحاديث

Para ulama telah ijma’ bolehnya tidak shalat berjamaah karena hujan, kegelapan, angin kencang, berdasarkan hadits-hadits ini.

(Syarh Shahih Al Bukhari, 2/291)

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan


Baca juga: Shalat di Rumah, Apakah Harus Menunggu Iqamah?

Bolehkah Miqat di Bandara Jeddah?

Miqat di Bandara Jeddah memang bukan hal yang ideal. Seharusnya miqat dilakukan di tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Namun, sebagian ulama mengatakan tetap sah. Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah ini!


Pertanyaan

Saya berniat umroh mandiri. Jika saya ambil penerbangan ke jeddah, apakah boleh saya saat di pesawat/di bandara jeddah tidak langsung ambil miqot? Jadi setelah turun di bandara jeddah, kami menginap dulu semalam di hotel sekitar bandara, lalu keesokan hari baru ambil miqot di bandara/qarnul manzil. Karena kami membawa orang tua yg tidak memungkinkan setelah perjalanan jauh langsung melakukan rangkaian umroh. Apakah sah jika seperti itu? (Intan-Madiun)


Jawaban Untuk Miqat di Bandara Jeddah

Bismillahirrahmanirrahim..

Lebih tepat adalah mengambil miqat memang di pesawat saat melintas di atas qarnul manazil. Biasanya pilot atau kru pesawat akan memberitahukan. Inilah miqatnya jamaah Indonesia jika langsung ke Mekkah (termasuk via Jeddah dulu), juga jamaah Dubai, Najd, Iraq, Iran, dan negara-negara teluk.

Ada pun Jeddah dan bandaranya, bukanlah Qarnul Manazil, keduanya daerah yang berbeda, jarak antara keduanya terpaut 170 km. Oleh karena itu umumnya atau mayoritas ulama mengatakan tidak sah mengambil miqat di Jeddah bagi jamaah yang datang dari luar. Sebab, tidak pernah ada dalam syariah secara manshush (tersurat dalam nash) bahwa Jeddah sebagai salah satu miqat.

Sebagian ulama mengatakan boleh dan sah miqat di Jeddah, seperti fatwa MUI tahun 1980, lalu diperkuat lagi 1981, juga hasil Bahtsul Masail pada munas PBNU th 2023 yang lalu.

Dasarnya adalah penetapan miqat bukanlah sesuatu yang baku (tauqifi) tetapi ijtihadi, terbukti dari sikap Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu yang menjadikan Dzatu ‘Irqin sebagai miqat penduduk Kufah dan Bashrah. Padahal di zaman Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar tidak pernah miqat di sana.

Keputusan Umar bin Khattab ini disebabkan di masa sebelumnya kaum muslimin masih sedikit dan belum tersebar luas kecuali pada miqat yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ saja. Di masa Umar datangnya kaum muslimin (jamaah haji) meluas dari daerah yang begitu luas dan banyak, sehingga jika dibatasi pada miqat di masa Nabi ﷺ saja tentu akan sangat menyulitkan mereka. Maka, apalagi di zaman modern ini yang mana jamaah haji dan umrah jutaan orang dan datang dari berbagai arah dan mata angin, oleh karenanya hal yang diperkenankan menjadikan Jeddah sebagai miqat ditambah lagi Jeddah masih segaris dengan miqat Yalamlam. Tentunya penentuan miqat ini tidak sembarang tapi harus masih sejajar (muhadzah) dengan miqat yang telah ada dan berjarak tidak kurang dua marhalah (-/+ 80km) dari Mekkah.

Baca juga: F.A.Q Umrah

Alasan lainnya adalah para ulama telah lama memperluas area tawaf sampai berada area begitu luas bahkan sampai lantai lima Masjidul Haram, berbeda dengan masa Rasulullah ﷺ dan sahabat yang hanya sekitar ka’bah.

Begitupula area mabit di Mina, yang juga meluas sampai akhirnya dibuat “Mina Jadid”, dan area Sa’i yang diperluas sampai lantai lima pula area mas’a (tempat sa’i).

Semua ini menunjukkan bahwa area terjadinya manasik boleh mengalami perluasan selama masih daerah sekitar, maka begitu pula tempat miqat sehingga Jeddah (termasuk di bandara Jeddah) pun diperkenankan menjadi tempat Miqat.

Dari keterangan ini, maka jika ada Jamaah Umrah menjadikan Jeddah sebagai tempat miqat maka dia memiliki dasar dari Ijtihad sebagian ulama. Hal itu diperkenankan bagi seseorang mengambil pendapat tersebut apalagi jika ada alasan kuat, uzur, atau kesulitan jika mengambil miqat yang biasa.

Namun jika dia mampu mengambil miqat yang telah disepakati semua ulama seperti di atas pesawat saat melintas di Yalamlan atau Qarnul Manazil, maka ini jalan yang paling aman dan keluar dari perbedaan pendapat dan kontroversi. Sebagaimana kaidah: Al Khuruj minal khilaf mustahab (keluar dari perselisihan adalah hal yang disukai).

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan


Demikian penjelasan mengenai miqat di Bandara Jeddah. Semoga Allah SWT memudahkan pembaca untuk menunaikan haji dan umrah. Amin

Baca juga: Keutamaan Umrah

Cara Muslim Memandang Musibah

Penyebab bencana menurut Islam bisa terjadi karena pelanggaran syariat dan atau karena terjadinya fenomena alam biasa. Lalu bagaimana cara muslim memandang musibah? Simak penjelasannya pada artikel di bawah!


Menurut catatan Kompas[dot]com, tahun 2025 baru berjalan 13 hari, Indonesia sudah mengalami 74 kali bencana, umumnya banjir. Lalu, bagaimana cara seorang muslim memandang musibah ini?

Secara umum bencana alam terjadi karena dua sebab:

1. Penyebab Bencana Menurut Syariat Islam: As Sabab Asy Syar’iy

Yaitu sebab yang difaktori oleh pelanggaran syariat. Hal ini jelas disebutkan dalam Al Quran, penjelasan dalam hadits, beserta syarah para ahli ilmu. Bagi orang yang mengaku mengimani Al Qur’an akan membenarkan ini, krn memang dijelaskan dibanyak ayat. Allah ﷻ adalah pemilik jagat raya, angin, air, gunung, tanah, dll, semua tunduk kepada-Nya dan semua adalah tentara-Nya.

Di antaranya:

A. Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. Al-Anfal, Ayat 25)

Imam Ibnu Katsir _Rahimahullah_ – salah satu mufassir paling otoritatif- berkata:

يُحَذِّرُ تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ فِتْنَةً أَيِ اخْتِبَارًا وَمِحْنَةً يَعُمُّ بِهَا الْمُسِيءَ وَغَيْرَهُ لَا يَخُصُّ بِهَا أَهْلَ الْمَعَاصِي وَلَا مَنْ بَاشَرَ الذَّنْبَ بَلْ يَعُمُّهُمَا حَيْثُ لَمْ تُدْفَعُ وَتُرْفَعُ

Allah ﷻ memberikan peringatan kepada orang-orang beriman tentang datangnya FITNAH, yaitu ujian, yang akan ditimpakan secara merata baik orang yang buruk atau yang lainnya, tidak khusus pada pelaku maksiat saja dan pelaku dosa, tetapi merata, yaitu di saat maksiat itu tidak dicegah dan tidak dihapuskan. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/32)

Ayat lain:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang mengajak kebaikan. (QS Hud: 117).

Jadi, ayat ini mempertegas lagi, bahwa kebinasaan sebuah negeri Allah ﷻ tahan, selama masih ada orang baik yang melakukan nahi munkar.

Jika 10 orang naik perahu, ada 1 yang melubangi, tapi yang 9 diam saja dan tidak mencegah, maka yang tenggelam bukan 1 orang, tapi semuanya. Inilah pentingnya pencegahan kepada kemungkaran, yang dengannya menjadi salah satu sebab syar’i tertahannya musibah. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

Ada pun dalam hadits:

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ

Dari Huzhaifah bin Al-Yaman dari Nabi ﷺ bersabda: Demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya hendaknya engkau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau *jika tidak, maka Allah hampir mengirim azabnya, kemudian engkau berdo’a tetapi tidak dikabulkan (HR At-Tirmidzi dan Ahmad).

Dalam kitab Fawaidul Fawaid, Hal. 46, Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menceritakan sebuah riwayat dari para ulama salaf tentang seorang ahli ibadah yg cuek kepada kerusakan di sekelilingnya :

وذكر الحميدي عن سفيان بن عيينة: قال: حدثني سفيان بن سعيد عن مسعر: أن ملكا أمر أن يخسف بقرية، فقال: يا رب، إن فيها فلانا العابد، فأوحى الله إليه: أن به فابدأ

Al Humaidi menceritakan dari Sufyan bin ‘Uyainah, dia berkata: berkata kepadaku Sufyan bin Sa’id, dari Mas’ar;

Bahwa malaikat akan menenggelamkan sebuah negeri. Dia berkata: “Ya Allah, di negeri itu ada si Fulan, dia ahli ibadah.” Lalu Allah ﷻ mewahyukan kepadanya: “Justru dia duluan yang ditenggelamkan!”

B. Meraja lela maksiat; khamr, zina, musik, dan riba

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ حَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللهِ

Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri maka mereka telah menghalalkan azab Allah ﷻ (HR. Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 5416. Al Hakim, Al Mustadrak No. 2261, kata Al Hakim: shahihul isnad – autentik teks.)

Dalam kitab Fawaidul Fawaid:

وذكر ابن أبي الدنيا عن أنس بن مالك: أنه دخل على عائشة، هو ورجل آخر، فقال لها الرجل: يا أم المؤمنين حدثينا عن الزلزلة، فقالت: إذا استباحوا الزنا، وشربوا الخمر، وضربوا بالمعازف، غار الله عز وجل في سمائه، فقال للأرض تزلزلي بهم، فإن تابوا ونزعوا، وإلا هدمها عليهم، قال: يا أم المؤمنين، أعذابا لهم؟ قالت: بلى، موعظة ورحمة للمؤمنين، ونكالا وعذابا وسخطا على الكافرين

Ibnu Abi Dunya menceritakan dari Anas bin Malik, bahwa Beliau dan seorang laki-laki menemui Aisyah Radhiyallahu Anha. Laki-laki itu bertanya:

“Wahai ummul mu’minin, ceritakan kepada kami tentang gempa bumi!”

Aisyah Radhiyallahu Anha menjawab:

“Saat mereka membolehkan zina, meminum khamr, merajalela musik, maka Allah ﷻ cemburu di langitNya, dan berkata kepada bumi “guncangkanlah mereka!” Jika mereka berhenti dan bertobat maka berhentilah, tapi jika tidak maka hancurkanlah!”

Dia berkata lagi, “Wahai Ibu, apakah itu azab?”

Aisyah menjawab: “Tentu, tapi bagi orang beriman itu adalah rahmat dan pelajaran, bagi orang kafir itu adalah murka dan azab.” (Fawaidul Fawaid, Hal. 46)

Apa yg disampaikan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, menjadi pelajaran buat kita untuk tidak gampang menyebut AZAB. Mesti dirinci sesuai kondisi orangnya:

– Jika dia mukmin yang baik, maka itu adalah rahmat yg menjadi penghapus dosa mereka.
– Jika menimpa muslim yang ahli maksiat, maka itu adalah peringatan dan pelajaran.
– Jika itu menimpa orang kafir maka itu adalah azab.

C. Penyimpangan seksual

Allah ﷻ berfirman tentang siksaan untuk kaum Nabi Luth ‘Alaihissalam:

إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ ، فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ ، فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ

“Sungguh mereka terombang-ambing dalam kemabukan mereka (kesesatan). Maka mereka dibinasakan oleh suara keras ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari sijjil.” (QS. Al-Hijr : 72-74).

Orang-orang liberal bertanya: “Kalau memang pelaku homo dan lesbi itu layak disiksa, kenapa sampai saat ini mereka tidak dihujani batu dr langit dan semisalnya ?” Ini pertanyaan yang keliru, apakah dikira penyakit kelamin atau Aids yang diderita mereka bukan sebuah hukuman dan siksa? Gambaran siksa harus sama dengan umat terdahulu, menunjukkan kaum “liberal” justru terjebak pada sikap tekstualis.

Baca juga: Doa Saat Mendapat Musibah

2. Penyebab Bencana Menurut Syariat Islam: As Sabab Al Kauniy

Penyebab bencana menurut Islam, yang kedua, yaitu sebab yang difaktori oleh tangan kotor manusia dan gejala yang sifatnya natural (Kauniyah) dan rasional. Ini pun diakui dalam Islam. Sebagaimana ayat:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum, Ayat 41)

Banjir … memang reaksi dan bencana alam, tapi ada sebab rasional manusia, seperti penggundulan hutan, buang sampah sembarang, membuat pemukiman di daerah resapan air, dsb.

Bencana kemiskinan .. ada sebab rasional manusia, baik peperangan, kemalasan, budaya korupsi, dsb.

Tsunami dan gempa memang perilaku alam, secara kauniyah benar adanya, semuanya tunduk pada-Nya.

Cara Muslim Memandang Musibah

Maka, meyakini HANYA AS SABAB ASY SYAR’IY saja, maka dikhawatirkan seseorang akan menjadi Jabbariyah, sekte yang menganggap manusia dan alam tidak ada peran, semuanya Allah ﷻ yg lakukan secara langsung.

Kebalikannya, hanya meyakini AS SABAB AL KAUNIY saja, maka dia akan menjadi Qadariyah, sebuah sekte yang menganggap Allah ﷻ tidak ada peran sama sekali, semuanya adalah sebab dari manusia.

Dua sikap ini sama-sama ekstrim, dan keluar dari kebenaran. Ibaratnya, yang satu meyakini orang kematian hanyalah karena takdir Allah ﷻ saja, bukan karena dia sakit, atau kecelakaan .., padahal faktanya memang ada sebab perantara yaitu sakit atau kecelakaan. Akhirnya, mereka pun meremehkan pentingnya hidup sehat.

Sementara yang satu meyakini kematian itu adalah semata-mata sebab manusianya, bukan karena Allah ﷻ mentakdirkan wafatnya .. keduanya sama-sama keliru. Yang benar adalah kematian bagian dari takdir Allah ﷻ, dengan cara dia dibuat sakit, atau karena kecelakaan .. karena kelalaiannya, dan sebab kauniyah tidak akan terjadi kecuali atas izin-Nya.

Demikian. Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan


Demikian penjelasan mengenai penyebab bencana menurut Islam serta bagaimana cara muslim memandang musibah. Semoga bermanfaat untuk kita. Dan mari bertaubat, perbaiki diri, serta sebarkan artikel ini bila Anda rasa bermanfaat.

Baca juga: Berbaik Sangka kepada Allah Ta’ala di Kala Musibah

Ragu dengan Keimanan

Ragu dengan keimanan bisa-bisa membatalkan dua kalimat syahadat. Bagaimana dengan sekadar perasaan was-was? Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah.


Pertanyaan

Assalamualaikum ustadz, jika seseorang merasa sangat ragu dengan keimanannya setelah suatu kasus, bahkan ketika dia bertanya ke dirinya, hatinya merasa ragu dengan keimanannya, merasa tidak yakin atau tidak tahu bahwa dia masih beriman atau tidak. Hal ini mungkin sudah dirasakan sekitar satu bulan lebih. Apakah dia masih dalam agama Islam atau sudah keluar?


Jawaban Untuk Masalah Ragu dengan Keimanan

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillaahirrahmaanirrohiim

Jika maksudnya “Meragukan Keimanan” adalah meragukan kebenaran Islam, maka itu termasuk pembatal dua kalimat syahadat.

Dalam fatwa Asy Syabakah Al Islamiyah yang diasuh oleh Syaikh Abdullah al Faqih disebutkan:

فإن الشك في الدين، والتردد في كون الإسلام هو الحق، ناقض من نواقض الإيمان، وعلامة من علامات أهل النفاق الذين وصفهم الله بقوله: مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلً {النساء: 143}.

Sesungguhnya ragu-ragu terhadap agama, bimbang bahwa Islam sebagai agama yang benar maka itu termasuk pembatal keimanan, dan termasuk tanda munafiq yang Allah Ta’ala ceritakan:

مُّذَبۡذَبِينَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ لَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ وَلَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلٗا

Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir) tidak termasuk kepada golongan ini (orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir). Barang siapa disesatkan oleh Allah, maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (QS. An-Nisa’, Ayat 143)

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, No. 312760)

Ada pun jika itu hanya was-was saja, maka itu bukan pembatal keislaman. Hilangkan lah was-was dengan meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala, lalu mempelajari Islam segara baik dan serius kepada ahlinya.

Baca juga: Pengertian Iman dan Islam

Ada pun mempertanyakan keimanan, jika maksudnya adalah menanyakan apakah imannya sudah baik atau belum, itu tidak masalah. Itu bagian dari muhasabah, dan sebagian salaf pun melakukannya.

Syaikh Muhammad Abdul Lathif al Khathib mengatakan:

{أُوْلئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً} فتدبر أيها المؤمن الكريم هذه الآية، وسائل نفسك: هل أنت مؤمن حقاً؟ وهل إذا ذكر الله أمامك: وجل قلبك؟ وإذا تليت عليك آياته: زادتك إيماناً؟ وهل أنت تنفق مما رزقكالله، كما أمركالله؟

(Merekalah orang-orang beriman yg sebenarnya), renungilah ayat ini wahai orang-orang mukmin yang mulia. Dan tanyakanlah dirimu, apakah anda beriman dgn benar? Apakah jika disebut nama Allah di hadapanmu hatimu bergetar? Apakah ketika dibacakan ayatNya imanmu bertambah? Apakah anda menginfakkan rezeki dari Allah sebagaimana yang Dia perintahkan?

(Awdhahut Tafasir, hal. 210)

Demikian. Wallahu A’lam.

☘

✍ Farid Nu’man Hasan


Demikian, semoga Allah lindungi kita dari perasaan ragu dengan keimanan. Amin.

Baca juga: Sedekah Sebagai Bukti Keimanan Seorang Muslim

scroll to top