Apakah Maksud Hadist Tentang Pintu Langit Terbuka?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamualaikum wr wb. Afwan ustaz.

Ada bbrp hadis yg membicarakan tentang “pintu langit terbuka”, lalu dikaitkan dgn pengabulan doa. Mksd dari pintu langit itu apa ustaz?
.
Jazakumullahu khoiron

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Dalam Al Quran dan As Sunnah, ada kalimat yang hakiki dan ada pula yang mengandung majaz atau kinayah (kiasan/metafora), Inilah pendapat mayoritas ulama.

Sebagian kecil menyatakan tidak ada majaz, semuanya hakiki yaitu pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim. Namun sejumlah ulama telah mengoreksi mereka seperti Imam Adz Dzahabi dan Syaikh Al Qaradhawi.

Contoh kalimat yang majaz:

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَكُلُوْا وَا شْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الْخَـيْطُ الْاَ بْيَضُ مِنَ الْخَـيْطِ الْاَ سْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, dari waktu fajar.

(QS. Al-Baqarah: Ayat 187)

Maksud ayat: “sampai jelas perbedaan benang putih dan benang hitam”, adalah jelas antara akhir malam dan masuk ke fajar. Bukan bermakna benang sungguhan.

Contoh lainnya:

وَلَا تَجۡعَلۡ يَدَكَ مَغۡلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ فَتَقۡعُدَ مَلُومٗا مَّحۡسُورًا

Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.

(QS. Al-Isra’, Ayat 29)

Maksud “tanganmu terbelenggu pada lehermu” adalah kikir, sedangkan makna “terlalu mengulurkannya” adalah terlalu pemurah dlm sedekah. Ini bukan makna hakiki kedua tangannya sedang memagang leher atau mengulurkannya.

Dalam hadits misalnya:

– Pintu langit terbuka, yaitu semakin besar peluang dikabulkannya doa. Sebagaimana seorang yang berkata: “terbuka pintu maaf bagimu” atau “semoga terbuka pintu hatimu”. Ini tidak diartikan hakiki benar-benar ada pintu di hati manusia tapi itu bermakna dia mau menerima..

– “Al Quran yang mereka baca tidak sampai melewati kerongkongan mereka”, ini maksudnya Al Quran yang mereka baca hanya sebatas di lisan dan tidak sampai menyinari hati mereka..

– “Shalatnya tidak melewati kepalanya walau sejengkal”, ini bermakna shalatnya tidak diterima..

WallahuA’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Menuduh Munafiq Gara-Gara Emosi

✉️❔PERTANYAAN

Di medsos banyak akun yang menyerang PKS dan menuduh munafiq hanya karena tidak jadi mengusung salah satu calon, dan bergabung dgn KIM, ini gimana? (+62 857-7296xxxx)

✒️❕JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Para ulama mengatakan nifaq itu salah satu jenis kekafiran yaitu kufrun bathiniyun.

Para ulama menjelaskan:

وكُفْر نِفَاق وهو أن يُقِرَّ بِلِساَنه ولا يَعْتَقد بقَلْبه

Kekafiran karena Nifaaq, yaitu mengikrarkan di lisannya namun tidak meyakini di hatinya. (An Nihaayah, 4/340, Taajul ‘Aruus, 14/51, Tahdzibul Lughah, 3/363)

Nifaq yang membuat murtad atau kafir adalah nifaq akbar. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab Al Hambali berikut:

النفاق الأكبر ، وهو أن يظهر الإنسان الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر ، ويبطن ما يناقض ذلك كله أو بعضه . وهذا هو النفاق الذي كان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ونزل القرآن بذم أهله وتكفيرهم ، وأخبر أنهم في الدرك الأسفل من النار .
والثاني : النفاق الأصغر ، أو نفاق العمل ، وهو أن يظهر الإنسان علانية صالحة ، ويبطن ما يخالف ذلك

An Nifaq Al Akbar (Nifaq Besar), yaitu seorang manusia yang menampakkan iman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, dan hari akhir, tapi dihatinya bertentangan dengan itu, baik sebagian atau keseluruhannya. Kemunafikan jenis ini ada pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Al Quran turun dengan mencela mereka dan mengkafirkan mereka, dan mengabarkan bahwa mereka di neraka yang paling bawah. (Jaami’ Al ‘Uluum wal Hikam, 2/343)

Maka, menuduh munafik (juga kafir) tanpa bukti yg benar dan kuat kepada sesama muslim hanya karena perbedaan sikap politik, apalagi yang dituduh ternyata justru orang-orang sholeh dan aktivis Islam maka itu tuduhan berat, fatal, dan ngawur, yang jika tidak terbukti bisa berbalik kepada si penuduh.

Imam Ali Al Qari menjelaskan:

وإذا قذف مسلما بغير الزنا فقال يا فاسق أو يا كافر أو يا خبيث أو يا سارق أو يا منافق أو يا يهودي عزرهكذا مطلقا في فتاوى قضيخان وذكره الناطقي وقيده بما إذا قال لرجل صالح.

Jika seseorang menuduh seorang Muslim dengan tuduhan selain perzinaan seperti mengatakan ‘Wahai fasiq’ atau ‘Wahai kafir’ atau ‘Wahai orang  jahat’, atau ‘Wahai pencuri’ atau ‘Wahai munafik’ atau ‘Wahai orang Yahudi’ maka ia harus diberi hukuman. Pendapat ini berlaku secara mutlak sebagaimana dalam kitab fatawa Syaikh Qadhikhan. Sedangkan menurut an-Nathiqi, pendapat ini ditunjukkan ketika seorang Muslim yang tertuduh adalah orang yang shaleh” (Mirqah al-Mafatih Syarh Misykah al-Mashabih, jilid. 2, hal. 2381).

Bahkan jika ada seorang muslim yang hobi berbohong, tidak amanah, dan inkar janji -yang mana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyebut sebagai ciri munafiq- tidak serta merta kita dibolehkan menyebut dia munafiq tulen yang membuatnya keluar dari Islam. Para ulama menyebut yang seperti itu dengan nifaq ‘amali (nifaq perbuatannya, akhlaknya) bukan nifaq keyakinannya sebagaimana Abdullah bin Ubay bin Salul.

Ditambah lagi, jika yang terjadi adalah masalah miskomunikasi, salah paham, dan dicampur dengan emosi, maka tuduhan munafiq semakin jauh dari kebenaran.
Maka hendaknya menghindari dengan sejauh-jauhnya memanggil saudara sesama muslim dengan panggilan buruk. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang buruk.  Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al Hujurat: 11)

Dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Memaki seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran. (HR. Al Bukhari No. 48)

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Hukum Mengonsumsi Bir Zero Alkohol

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaykum Ustaz

Izin bertanya. Pertanyaan dari teman saya, bagaimana hukum mengkonsumsi produk ‘bir zero alkohol, halalkah?’

Jazaakumullah khoir Ustaz

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika jujur zero alkohol, maka itu sama dengan minuman non alkohol lainnya. Kaidahnya:

الحكم بالمسميات لا بالأسماء

Hukum itu dari apa yang dinamakan (substansinya) bukan dari namanya

Walau namanya bir pletok (minuman tradisional betawi, dari jahe) maka dia halal. Hanya saja penamaan seperti itu membuat hambatan hati bagi seorang mukmin. Sebab, walau pun minum sirop tapi gelasnya adalah pispot, tentu kita tetap jijik membayangkannya.

Sebaiknya tetap menggunakan nama-nama yang baik dan tidak mengkonotasikan ke yang buruk.

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Boleh Gak Melaknat Orang Zalim?

Bismillahirrahmanirrahim..

Semoga Allah Ta’ala merahmati kita semua dengan kasih sayangNya. Dan membalas kezaliman orang zalim dengan balasan yang setimpal.

Pada dasarnya dilarang bagi seorang mukmin melaknat ini dan itu tanpa haq. Sebab itu merusak kesempurnaan imannya.

Dari Alqamah bin Abdillah, dia berkata: Bersabda Rasulullah ﷺ :

ليس المؤمن بالطعان ولا اللعان ولا الفاحش ولا البذيء

Bukan orang beriman yang suka menyerang, melaknat, berkata keji, dan kotor. (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 332. Shahih)

Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Rahimahullah mengatakan:

لا يَلْعَنْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلَا يَقُلْ أَحَدٌ لِمُسْلِمٍ مُعَيَّنٍ عَلَيْكَ لَعْنَةُ اللَّهِ مَثَلًا

Janganlah saling melaknat, janganlah seseorang melaknat secara mu’ayyan (khusus/individu) kepada seorang muslim, misalnya: “Semoga Allah melaknatmu!” (‘Aunul Ma’ bud, 13/172)

Inilah pendapat umumnya ulama bahwa melaknat itu tidak dibenarkan secara khusus kepada person tertentu baik dia muslim atau kafir di masa hidupnya. Sebab, bisa jadi dia bertobat setelah itu. Kecuali sebagian Malikiyah seperti Imam Ibnul ‘Arabi yang menyatakan boleh hal itu bagi yang melayak mendapatkannya.

Kapan dibolehkan melaknat?

Laknat dibolehkan secara mujmal (global), tidak nunjuk jidat seseorang. Misal, semoga Allah Ta’ala melaknat orang-orang yang menzalimi kaum muslimin dan ulamanya, atau semoga laknat bagi zionist, dan semisal ini. Atau kepada orang kafir harbi yang wafat dalam kekafirannya.

Hal ini berdasarkan beberapa ayat:

وَلَمَّا جَآءَهُمۡ كِتَٰبٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٞ لِّمَا مَعَهُمۡ وَكَانُواْ مِن قَبۡلُ يَسۡتَفۡتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِۦۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ

Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar.

(QS. Al-Baqarah, Ayat 89)

Ayat lainnya:

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ

Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

(QS. Al-Ma’idah, Ayat 78)

Imam Abu Thayyib Rahimahullah mengatakan:

لانَّهُ يَجُوزُ اللَّعْنُ بِالْوَصْفِ الْأَعَمِّ كَقَوْلِهِ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ أَوْ بِالْأَخَصِّ كَقَوْلِهِ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ أَوْ عَلَى كَافِرٍ مُعَيَّنٍ مَاتَ عَلَى الْكُفْرِ كَفِرْعَوْنَ وَأَبِي جَهْلٍ قاله القارىء

Karena sesungguhnya dibolehkan laknat dengan sifat yang lebih umum, seperti firman Allah: “Laknat Allah atas orang-orang kafir” atau yang lebih khusus “Laknat Allah atas orang-orang Yahudi” atau laknat atas orang kafir secara mu’ayyan yang mati dalam kekafirannya seperti FIR’AUN dan ABU JAHAL. Demikian yang dikatakan Ali Al Qari.

(‘Aunul Ma’ bud, 13/172)

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top