Zakat Bagi Wanita Yang Punya Penghasilan Sendiri

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz, mau tanya tentang kewajiban zakat infaq seseorang. Dia seorang janda yang ditinggal mati dan ditinggali hutang oleh almarhum suaminya. Rumah yang ditempati sertifikatnya di bank, yang masih dicicil pembayaran oleh janda tsb tiap bulannya. Ada sebidang tanah tapi surat²nya dipegang oleh teman almarhum karena hutang. Tanah tersebut sampai sekarang belum laku terjual. Janda tsb sehari²nya mendapatkan penghasilan dari kost²an. Kira² zakat infaq shadaqah apa saja dan berapa besar yang harus dibayarkan oleh janda tsb di waktu² saat seperti ini. Jazakumullah ahsanal jaza’ Ustadz atas penjelasannya. Wassalam


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Untuk sedekah dan infaq sunnah, bebas-bebas saja. Kondisi seperti dalam deskripsi tidak menghalanginya untuk sedekah dan infaq yang sunnah.

Ada pun utang suami, sebenarnya tidak lantas menjadi utang istri, sebab secara fiqih utang tidak diwariskan. Orang berutang lalu wafat tidaklah lantas anak istrinya wajib membayarnya pakai harta mereka, tapi yang wajib adalah bayar pakai harta peninggalan almarhum. Ada pun ahli waris, bagus-bagus saja ikut bantu membayarkan utang tersebut dengan harta mereka.

Ada pun zakat, maka jika seorang wanita punya penghasilan sendiri dan sudah nishab, maka dia wajib zakat. Zakat sewa kos-kosan maka yang dizakati adalah hasil sewanya. Berapa yang dia dapatkan dalam sebulan jika memang kos-kosan itu bulanan, jika sudah nishab sebesar 520 kg beras (653 gabah kering) maka keluarkan zakatnya 5% jika dia juga ada biaya perawatan, dll atas kos-kosannya. Tapi jika tidak ada biaya-biaya itu, maka keluarkan 10%.

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Memakan Monyet

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustad ijin bertanya… Bagaimana hukum memakan binatang seperti monyet atau sejenis nya.. Apakah monyet termasuk dari hewan yg bertaring yg haram untuk dimakan..


Jawaban Hukum Memakan Monyet

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah

Para Fuqaha sepakat monyet haram dimakan, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni sbb:

ولا يباح أكل القرد. وكرهه عمر، وعطاء، ومجاهد، ومكحول، والحسن، ولا يجوز بيعه، قال ابن عبد البر: لا أعلم بين علماء المسلمين خلافا أن القرد لا يؤكل، ولا يجوز بيعه، وروي عن الشعبي، أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن لحم القرد، ولأنه سبع، فيدخل في عموم الخبر، وهو مسخ أيضا، فيكون من الخبائث المحرمة

Tidak dihalalkan memakan daging kera. Umar, ‘Atha’, Mujahid, Mak-hul, dan Al-Hasan membencinya. Tidak pula diperbolehkan menjualnya. Ibnu ‘Abd al-Barr berkata: ‘Aku tidak mengetahui adanya perselisihan di antara para ulama Muslim bahwa kera tidak dimakan dan tidak diperbolehkan menjualnya.’ Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم melarang memakan daging kera, dan karena kera termasuk hewan buas, maka terlarang krn termasuk dalam keumuman hadits. Kera juga merupakan makhluk yang diubah bentuknya, sehingga termasuk dalam kategori makanan yang diharamkan.

Dalam Tafsir Al Qurthubi, Al Qurthubi mengutip dari Ibnu Abdil Bar:

أجمع المسلمون على أنه لا يجوز أكل القرد لنهي رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أكله ، ولا يجوز بيعه لأنه لا منفعة فيه . قال : وما علمت أحدا رخص في أكله إلا ما ذكره عبد الرزاق عن معمر عن أيوب . سئل مجاهد عن أكل القرد فقال : ليس من بهيمة الأنعام

Kaum Muslimin sepakat bahwa tidak diperbolehkan memakan kera karena larangan Rasulullah ﷺ tentang memakannya, dan tidak diperbolehkan menjualnya karena tidak ada manfaatnya. Dikatakan: ‘Aku tidak mengetahui ada seseorang yang membolehkan memakannya kecuali apa yang disebutkan oleh Abdul Razzaq dari Ma’mar dari Ayyub.’ Mujahid ditanya tentang memakan kera, maka ia berkata: ‘Kera bukan termasuk hewan ternak yang halal (bahimatul an’am)”

Sebagian kecil ulama ada yang membolehkan seperti Atha’, dan sebagian Malikiyah.

Sementara Imam Asy Syafi’i dan Ibnu Syuraih membolehkan menjualnya karena ada manfaatnya. Ibnu Syuraih ditanya bagaimana memanfaatkannya? Beliau menjawab:

تفرح به الصبيان

Anak-anak jadi gembira

Baca juga: Hukum Memakan Buaya

Semua itu dikomentari oleh Imam Al Qurthubi sbb:

والحجة في قول رسول الله صلى الله عليه وسلم لا في قول غيره

Hujjah itu pada perkataan Rasulullah bukan perkataan selainnya.

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Ibu Menikah Lagi Tanpa Izin Anak

Apakah boleh seorang ibu yang janda menikah lagi tanpa izin anak? Simak penjelasannya pada tanya jawab syariah di bawah ini!


▫▪▫▪▫▪▫▪

Pertanyaan

Assalammu’alaykum ust yg In Syaa Allah selalu dalam Rahmat Allah..

Ust ada titipan pertanyaan dari sahabat ana yg saat ini sedang di uji oleh Allah…

Ayah beliau sdh meninggal 8 bulan yg lalu, kini yg ada hanya ibu.

Pertanyaan nya :

1.Apa boleh ibu menikah lagi dgn laki lain disaat banyak pertentangan baik dari anak2nya sendiri, dan lingkungan keluarga besar yg tidak lazim ibu sdh tua menikah lagi dgn laki tua??

2.Klo misalnya ibu tetap memaksa menikah dan anak2 bersikap melawan dgn bersikap menjaga jarak dan bahkan malas menelpon , apakah berdosa?? Dan seperti Alquran dan sunnah harus bersikap terhadap ibu yg seperti ini??

3.Apa hukum dan akibatnya bila ada anggota keluarga yg tidak mau menerima pembagian harta warisan berdasarkan Alquran ???

Mhn sekali pencerahannya ust

Jazakallah ust atas pencerahannya , semoga ust sehat terus


Jawaban

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Ibu yang Janda Menikah Lagi

1. Secara fiqih tidak ada halangan bagi seorang janda menikah lagi baik janda tua atau muda. Apalagi jika dengan nikah dia bisa lebih baik, terhindar dari maksiat, fitnah, dll.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا

“Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya.”

(HR. Muslim no. 1421, dari Ibnu Abbas)

Seorang janda bebas menentukan apa yang mesti dia lakukan atas pernikahan selanjutnya. Namun tetap dia wajib memakai wali menurut mayoritas ulama, jika ayahnya sudah tidak ada, maka pamannya, atau saudara kandungnya yang laki-laki, jika tidak ada juga maka wali hakim.

Posisi anak-anaknya berhak memberikan PERTIMBANGAN atau MASUKAN, tapi tidak sampai MELARANG apalagi memboikot ibunya sendiri sebab itu durhaka kepada ibu.

Baca juga: Makna hadits: “Janda Lebih Berhak Atas Dirinya Dibanding Walinya”

2. Tidak boleh, itu durhaka. Berikanlah masukan yang baik, argumentasi yang kuat, jika memang tidak setuju atas pernikahan itu. Jika ibu masih tetap ingin nikah lagi (asalkan dengan laki-laki yang baik agamanya), maka itu memang haknya, dan anak-anak mendoakannya dalam kebaikan.

3. Tidak mau menggunakan hukum waris Islam secara sengaja, padahal dia muslim, padahal dia tahu hukumnya, maka ini dosa besar, bahkan kekufuran.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ

Barang siapa tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.

[Surat Al-Ma’idah: 44]

Ibnu Abbas mengatakan maksud KAFIR di sini bukan berarti murtad atau keluar dari Islam, tapi al kufru dunal kudr (kekafiran di bawah kafir), yaitu prilakunya seperrti orang kafir.

Kecuali jika dia menolaknya karena mendustakan, mengingkari, menuduh hukum Allah tidak adil, menganggap tidak sesuai zaman, maka ini murtad.

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala mengancam dengan NERAKA, kepada orang yang menolak hukum waris. Setelah Allah Ta’ala menceritakan tatacara waris dalam surat An Nisa ayat 11-12, lalu di ayat 13 menegaskan itulah aturan Allah tentang waris, lalu di ayat 14-nya Allah Ta’ala berfirman:

{ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ مُّهِينٞ }

Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.

[Surat An-Nisa’: 14]

Ada pun jika dia tidak mau pakai hukum waris Islam karena KETIDAKPAHAMAN, AWAM, maka ajarkanlah baik-baik.

Demikian. Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan


Demikian artikel tentang ibu (yang berstatus janda) menikah lagi tanpa izin anak. Bagikan artikel ini bila bermanfaat.

Baca juga: Pernikahan tanpa Wali

Apakah Penderita Skizofrenia Wajib Mengqadha Ibadah yang Terlewat?

Penderita skizofrenia tidak wajib mengqadha atas ibadah-ibadah yang ia tinggalkan selama ia hilang kesadaran. Penjelasannya ada pada tanya jawab di bawah!


◼◽◼◽◼◽◼◽

Pertanyaan

Assalamu’alaikum,

Ustadz, kami mohon nasehat dari ustadz.

Jika ada seseorang yang sebelumnya terlahir normal, kemudian dimasa remajanya (20 th) mengalami sakit Skizofrenia (gangguan jiwa) dan Allah takdirkan baru sembuh beberapa tahun kemudian ketika usianya sudah 38 th, apakah wajib mengqodho’ seluruh ibadah wajib yang dia tinggalkan (misal shalat dan puasa ramadhan) selama dia mengalami sakit Skizofrenia (gangguan jiwa) tersebut ?

Terima kasih sebelumnya atas penjelasan ustadz. Jazakumullah khairan.


Jawaban

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah..

Penderita Skizofrenia Wajib Mengqadha Ibadah yang Terlewat?

Orang yang skizofrenia, gangguan jiwa berat, yang membuat hilangnya akal begitu lama, maka dia tidak wajib menjalankan kewajiban dan tidak wajib pula mengqadha. Ini pendapat mayoritas ulama.

وإن كان يذهب بالعقل، فإن صاحبه لا يكلف بالصلاة حال جنونه، ولا يجب عليه قضاء ما فاته أثناء جنونه سواء كثر زمن الجنون أم قل، هذا مذهب الحنابلة والشافعية والمالكية

Jika hilangnya akal, dia tidak mampu shalat karena kondisi junun-nya, maka dia tidak wajib qadha atas kewajiban yang luput darinya di saat junun-nya baik dlm jangka waktu lama atau sebentar, inilah mazhab Hanabilah, Syafi’iyah, dan Malikiyah. (Fatawa Syabakah Al Islamiyah)

Dasarnya adalah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata tentang tiga kelompok manusia yang “pena telah diangkat” Salah satunya:

المجنون حتى يعقل

Orang gila sampai dia berakal. (HR. Ibnu Majah no. 2041, Shahih)

Maksud pena diangkat adalah bahasa simbolis dr tidak dibebani syariat (taklif). (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/570). Ada yg mengatakan: tidak ditulis sebagai dosa. (Hasyiyah As Sindiy ‘alan Nasa’i, 6/156)

Baca juga: Hukum dan Tata Cara Mengqadha Shalat

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan


Demikian penjelasan mengenai apakah penderita skizofrenia wajib mengqadha ibadah yang ia lewatkan. Semoga bermanfaat.

Baca juga: Mengqadha Shalat Malam yang Terlewat di Siang Hari

scroll to top