Hukum Sujud Sahwi

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaykum ustadz.. semoga ustadz farid selalu sehat dan selalu dalam perlindungan Allah Subhanahu Wata’ala.

Ustadz mohon ijin bertanya, Jika dalam sholat dzuhur berjamaah imam terlupa dalam rakaatnya, misalkan imam lupa jika saat itu sudah di rakaat ketiga tapi imam duduk kembali duduk untuk melakukan tasyahud awal di karenakan terlupa dan menganggap masih rakaat kedua, Kemudian saat itu juga langsung di ingatkan oleh makmum dgn makmum mengucapkan subhanallah, dan imam tersadar dan langsung berdiri meneruskan utk melanjutkan rakaat yang keempat.

pertanyaannya
1. Apakah hukum dari sujud sahwi?
2. Apakah imamnya harus melaksanakan sujud sahwi atau tidak perlu sujud sahwi ?
3. Apakah makmum harus ikut melakukan sujud sahwi atau tidak?
4. Bagaimana dengan makmum yang masbuk, apakah ikut melakukan sujud sahwi atau tidak?
5. Bagaimana jika ternyata harus melaksanakan sujud sahwi tapi imam tidak melaksanakannya, apakah shalat yg dilaksanakan saat itu tetap sah atau tidak?

Mohon pencerahannya ustadz.

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Hukum sujud sahwi itu sunnah jika memang terjadi sebab-sebabnya.

Dalam kitab Al Fiqh Al Manhaji ‘ala Madzhab Al Imam Asy Syafi’i, sebuah kitab yang mengumpulkan pendapat-pendapat resmi mazhab Syafi’i, disebutkan:

هو سنَّة عند حدوث سبب من أسبابه التي سنتحدث عنها، فإن لم يسجد لم تبطل صلاته. ولم يكن واجباً

Sujud sahwi adalah sunnah ketika terjadi salah satu sebab-sebabnya yg akan kami sebutkan nanti, jika sujud sahwi tidak dilakukan maka shalatnya tidak batal, dan itu tidak menjadi kewajiban.

(Jilid. 1, hal. 171)

Kesunnahan sujud sahwi ini juga menjadi pendapat Malikiyah dan sebagian Hanabilah. Ada pun pendapat resmi (mu’tamad) Hanafiyah dan Hanabilah sujud sahwi adalah wajib. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, jilid. 24, hal. 234-235)

2. Jika imam telah ragu tentang sudah berapa rakaatkah dirinya, maka dia hendaknya melakukan sujud sahwi.

Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي الْوَاحِدَةِ وَالثِّنْتَيْنِ فَلْيَجْعَلْهُمَا وَاحِدَةً وَإِذَا شَكَّ فِي الثِّنْتَيْنِ وَالثَّلَاثِ فَلْيَجْعَلْهُمَا ثِنْتَيْنِ وَيَسْجُدْ فِي ذَلِكَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

“Jika  di antara kalian ragu, apalah rakaat pertama dan kedua, maka jadikanlah itu sebagai rakaat pertama saja. Jika kalian ragu pada rakaat kedua dan ketiga, maka jadikanlah itu sebagai rakaat kedua. Oleh karena itu, sujudlah (sahwi) dua kali sebelum salam.” (HR. At Tirmidzi No. 396, shahih)

Ini adalah pendapat Mayoritas ulama baik Malikiyah, Syafi’iyah, dan sebagian Hanabilah. (Al Mausu’ah, jilid. 24, hal. 235)

3. Ada dua pendapat. Jika makmum justru mengingatkan kesalahan imam, dan tidak ikut kesalahan imam, maka makmum tidak sujud sahwi. Tapi pendapat mayoritas adalah tetap ikut sahwi, berdasarkan keumuman hadits: imam diangkat untuk diikuti

إِذَا سَهَا الإِْمَامُ فِي صَلاَتِهِ ثُمَّ سَجَدَ لِلسَّهْوِ فَعَلَى الْمَأْمُومِ مُتَابَعَتُهُ فِي السُّجُودِ سَوَاءٌ سَهَا مَعَهُ أَوِ انْفَرَدَ الإِْمَامُ بِالسَّهْوِ

Jika imam lupa dalam shalatnya lalu dia sujud sahwi, maka wajib bagi makmum mengikutinya baik dia ikut bersalah atau hanya imam yang bersalah. (Al Mausu’ah, jilid. 24, hal. 242)

4. Untuk makmum masbuq, sepakat semua fuqaha bahwa makmum masbuq juga ikut sujud sahwi. (Al Mausu’ah, jilid. 24, hal. 243)

5. Lihat no. 1

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Mendoakan Keburukan Untuk Pelaku Penipuan

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum ustadz
Apa hukum mendoakan azab dan keburukan kepada penipu yang telah menipu kita (penipu kabur setelah mengambil uang). Bagaimana sebaiknya sikap seorang muslim terhadap hal ini. Jazakallahu khair.

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Orang yang sdg dizalimi lalu mendoakan keburukan untuk org yg menzaliminya, itu diperbolehkan.

Dalilnya adalah:

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنْ الْقَوْلِ إِلاَّ مَنْ ظُلِمَ

”Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan terang-terangan kecuali oleh orang yang dianiaya/di zhalimi.”

(QS An-Nisaa’ ayat 148).

Imam An Nawawi dalam Al Adzkar membuat bab berjudul:

بابُ جَواز دُعاء الإِنسان على مَنْ ظَلَمَ المسلمين أو ظلَمه وحدَه

Bab BOLEHNYA doa seseorang (dgn doa keburukan) kepada orang yang menzalimi kaum muslimin atau menzaliminya seorang diri.

Beliau Rahimahullah menjelaskan:

وَقَدْ تَظَاهَرَ عَلىَ جَوَازِهِ نُصُوْصُ الْكِتَابِ وَالسُنَةِ وَأَفْعَالُ سَلَفِ الْأُمَةِ وَخَلَفِهَا

“Telah jelas kebolehan hal tersebut, berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah. Juga berdasarkan perbuatan generasi umat Islam terdahulu (yaitu salaf) maupun generasi terkemudian (khalaf).”

(Al Adzkar, 1/493)

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Apakah Kulit Telur itu Najis?

✉️❔PERTANYAAN

Saya ada mendengar beberapa ceramah mengatakan bahwasanya kulit telur itu najis dan harus di cuci terlebih dahuku sedangkan dalamnya (isinya) suci. Namun apabila kita memecahkan telur utk d masak pasti mengenai sedikit dari kulit telur tersebut. Apakah makanan yang dimasak menjadi najis?

Dan apakah telur yang ada di rumah makan itu juga najis, karena kita tidak tahu apakah pedagang rumah makan tersebut mencuci terlebih dahulu telurnya/tidak?

Mohon jawabannya, terimakasih (Hamba Allah-Jambi)

✒️❕JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim

Para ulama berbeda pendapat tentang status kesucian bagian luar cangkang telur, apakah suci atau najis. Sebagian ulama mengatakan najis, sebab saat telur keluar maka otomatis membawa cairan dari kemaluan hewan tersebut (ruthubatul farj) yang statusnya najis.

Ulama lain mengatakan suci, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan itu najis. Ada pun ruthubatul farj jika dari hewan yang bisa dimakan seperti ayam maka itu suci sebagaimana suci kotorannya. Inilah pendapat jumhur (mayoritas).

Imam An Nawawi menjelaskan:

وَهَلْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِ الْبَيْضِ إذَا وَقَعَ عَلَى مَوْضِعٍ طَاهِرٍ: فِيهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا الْبَغَوِيّ وَصَاحِبُ الْبَيَانِ وَغَيْرُهُمَا بِنَاءً عَلَى أَنَّ رُطُوبَةَ الْفَرْجِ طَاهِرَةٌ أَمْ نَجِسَةٌ وَقَطَعَ ابْنُ الصَّبَّاغِ فِي فَتَاوِيهِ بِأَنَّهُ لَا يَجِبُ غَسْلُهُ وَقَالَ الْوَلَدُ إذَا خَرَجَ طَاهِرٌ لَا يَجِبُ غَسْلُهُ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ وَكَذَا الْبَيْضُ

Apakah wajib mencuci bagian luar telur jika jatuh ke tempat yang suci? Dalam masalah ini ada dua pendapat, seperti yg dikatakan oleh Imam Al Baghawi dan pengarang kitab Al Bayan serta ulama lainnya. Perbedaan pendapat ini berdasarkan perbedaan apakah ruthubatul farji (cairan kemaluan) dihukumi suci atau najis. Namun Ibnus Shabagh menetapkan dalam fatwa-fatwanya bahwa bagian luar telur tidaklah wajib dicuci. Dia berkata, ‘Anak (hewan) jika sudah keluar maka statusnya suci berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, demikian juga dengan telur.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, jilid. 2, hal. 557)

Di sisi lain, cangkang telur bukan bagian yg diperlukan utk dikonsumsi. Sebenarnya dgn membuangnya saat menceplok atau dadar, persoalan sudah selesai. Sebab, yg kita butuhkan adalah isi telurnya dan itu suci, tdk ada perbedaan pendapat.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Shalat Menggunakan Kaca Mata

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum ust , Afwan ganggu…

Ada pertanyaan :

1.Apa boleh dalam fiqih Islam orang sholat menggunakan kacamata ??

2.Ketika melihat kemaksiatan yg dilakukan ibu kandung yg sdh janda dan lansia misal pacaran , sdh dilakukan nasehat berulang-ulang kali tp juga tidak jera masih melakukan lagi, apa yg harus dilakukan lagi ust klo masih melakukan lagi padahal nasehat sdh dilakukan terus menerus ??

Mohon pencerahannya ust

Jazakallah khaiiran

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Shalat memakai kaca mata, cincin, jam tangan, tidak masalah dan sama sekali tidak ada dalil larangannya. Asalkan semua ini tdk mengganggu posisi shalatnya, misal kacamata jangan sampai menghalangi jidat dan hidung saat sujud.

فلا حرج في الصلاة بالنظارة، لكن ينبغي الانتباه إلى أن المصلي إذا سجد فلا بد أن يمكن جبهته وأنفه من الأرض

Tidak apa-apa shalat memakai kacamata, tapi sebaiknya bagi yang shalat hati-hati di saat sujud harus jidat dan dahinya menempel ke tanah. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 19937)

2. Nasihati, do’akan, dan tetap berbakti dalam hal-hal yang baik. Tugas anak seperti itu, mengingatkan namun tidak sampai memaksa. Jika dia tidak berubah maka dosa itu kembali kepada pelakunya, tidak bagi anaknya.

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top