Hukum Mandi Junub Sekaligus Mandi Jum’at

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warohmatulohi wabarakatuh. Mau tanya kepada Ustadz. Apabila seorang pria terkena hadas besar di siang hari menjelang sholat Jum’at. Kemudian sebelum melaksanakan sholat Jum’at dia melakukan mandi junub, yang hukumnya wajib untuk menghilangkan hadas besar, apakah boleh niat mandi junub nya itu digabung sekalian dengan niat mandi menjelang sholat Jum’at yang hukumnya sunnah?


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Boleh, itu memang sudah mencakup dan tidak perlu baginya dua kali mandi.

Imam An Nawawi:

ولو نوى بغسله غسل الجنابة والجمعة حصلا جميعا هذا هو الصحيح

Seandainya dia berniat mandinya mandi janabah dan jum’at maka semuanya telah dia dapatkan, ini yang shahih. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 1/368)

Imam Ibnu Qudamah:

إن اغتسل للجمعة والجنابة غسلا واحدا ونواهما، أجزأه، ولا نعلم فيه خلافًا

Mandi Jumat dan Janabah dengan sekali mandi dan dia meniatkan keduanya maka itu sah dan kami tidak ketahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini.

(Asy Syarh Al Kabir, 5/272)

Wallahu A’lam

Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Menjaga Wudhu

Bagaimana hukum wudhu dan bagaimana hukumnya menjaga wudhu? Adalah Imam Abu Hanifah menjaga wudhu dari Isya sampai Subuh selama 40 tahun, bagaimana caranya dan apa hukumnya? Simak penjelasannya pada artikel tanya jawab di bawah ini.


Pertanyaan

Assalamualaikum ustadz ijin bertanya, apa hukum dari wudhu dan apakah wudhu termasuk ibadah?
Saya pernah mendengar bahwa imam abu hanifah pernah menahan wudhu antara Isya hingga Subuh selama 40 tahun, apa hukum dari perbuatan ini?
Jazakallahu khairan


Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah

Wudhu ada yang wajib seperti:

– Bagi yang ingin shalat (jika sbelumnya berhadats), wudhu akan thawaf, wudhu ingin memegang mushaf (menurut sebagian ulama tidak wajib)

– Wudhu yang sunnah adalah wudhu hendak tidur, mengulang hub suami istri, memperbarui wudhu padahal wudhunya belum batal.

Hukum Menjaga Wudhu Seperti Imam Abu Hanifah

Yang dilakukan Imam Abu Hanifah adalah beliau selama 40 tahun salat subuh menggunakan wudhu Isya. Itu maksudnya dia tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu seperti tidur terlelap, buang air kecil, buang air besar. Karena belum batal, maka boleh dia shalat subuh dengan wudhu shalat isya. Dan beliau melakukan itu selama 40 tahun.

Wallahu A’lam.

Baca juga: Shalat Tanpa Bersuci (Berwudhu, Tayamum) Karena ‘Udzur

 Farid Nu’man Hasan

Bagaimanakah Pengertian Masjid yang Sebenarnya?

Di negara kita, tempat untuk salat punya beberapa nama seperti mushalla, langgar, masjid, dll. Lalu yang seperti apa yang disebut masjid? Apa pengertian masjid? Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah!


Pertanyaan

Di kampung ada tanah wakaf masjid dan baru dibangun fondasinya saja, tapi digunakan salat berjamaah 5 waktu (dibuat atap seadanya). Terjadi perdebatan msyarakat karena ada ustadz yang mengatakan sah i’tikaf dan tidak boleh naikkn sandal. Ada lg yg mengatakan blm dikatakan masjid krna blm ada dindingnya. Mhn pnjlsn, syukron !! (Abdu Aziz-NTB)


Jawaban Pengertian Masjid

Bismillahirrahmanirrahim..

Pada prinsipnya semua permukaan bumi adalah masjid, sebagaimana hadits:

وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

Dijadikan untukku bumi ini sebagai masjid dan suci. (HR. Bukhari no. 335)

Ada pun makna secara khusus, masjid adalah tempat ibadah shalat umat Islam. Dalam fiqih, tidak ada ketentuan bahwa masjid wajib memiliki dinding secara fisik. Yang terpenting adalah tanah atau tempat tersebut telah ditetapkan sebagai masjid (diwakafkan atau diniatkan sebagai masjid), sehingga memiliki status hukum sebagai masjid.

Namun, dalam praktiknya, dinding sering kali dibangun untuk:

– Menandai batas masjid – Agar jelas mana area yang termasuk masjid dan mana yang bukan.

– Memberikan kenyamanan – Melindungi jamaah dari panas, hujan, hewan berbahaya, dan gangguan lainnya.

– Keamanan – Untuk menjaga kesucian dan ketertiban masjid.

Sebagian ulama berpendapat bahwa masjid yang tidak memiliki dinding tetap sah selama memiliki batas yang jelas, seperti dengan tiang atau tanda tertentu. Ini berdasarkan keberadaan Masjid Nabawi pada masa awal yang hanya memiliki atap dari pelepah kurma dan sebagiannya terbuka.

Baca juga: Adab-Adab di Masjid

Jadi, dinding bukanlah syarat sah sebuah masjid, tetapi lebih kepada faktor fungsional dan kemaslahatan.

Imam An Nawawi berkata:

“وَأَمَّا الْمَسْجِدُ فَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِأَنْ يَكُونَ مَوْقُوفًا وَيَكُونُ الْوَقْفُ تَحْبِيسًا وَتَسْبِيلًا وَيَكُونُ عَلَى التَّأْبِيدِ وَيَكُونُ لِلْمُسْلِمِينَ عَامَّةً وَأَنْ يَكُونَ مَفْرُوزًا عَنْ غَيْرِهِ وَلَوْ بِخَطٍّ فِي الْأَرْضِ أَوْ نَحْوِهِ.”

“Adapun masjid, maka tidak sah kecuali jika telah diwakafkan, dan wakaf itu harus bersifat abadi untuk kaum Muslimin secara umum, serta harus memiliki batas yang jelas, meskipun hanya berupa garis di tanah atau semacamnya.” (Al-Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/194)

Imam Ibnu Abidin mengatakan:

وَيُشْتَرَطُ فِي الْمَسْجِدِ أَنْ يَكُونَ وَقْفًا عَلَى التَّأْبِيدِ، وَلَا يُشْتَرَطُ فِيهِ جُدْرَانٌ أَوْ بِنَاءٌ، بَلْ يَكْفِي تَعْيِينُهُ وَتَخْصِيصُهُ لِلصَّلَاةِ الدَّائِمَةِ.”

“Disyaratkan dalam masjid bahwa ia harus diwakafkan secara permanen, dan tidak disyaratkan adanya dinding atau bangunan, tetapi cukup dengan penentuan dan pengkhususan tempat itu untuk shalat secara permanen.” (Hasyiyah Ibn ‘Abidin, 2/444)

Maka, utk kasus yang ditanyakan, masjid tersebut sudah dianggap masjid dan i’tikaf di dalamnya walau belum ada dinding, asalkan area tersebut memang sudah diniatkan sebagai masjid atau diwakafkan sebagai masjid.

Demikian. Wallahu A’lam

✍Farid Nu’man Hasan


Demikian pengertian masjid yang diulas di artikel ini. Semoga bermanfaat untuk kita.

Benarkah Politik Itu Bagian dari Aqidah?

Pertanyaan

Assalamualaikum Ustad..
Izin nanya..
Apakah bisa di bilang politik bagian dari lingkup aqidah?


Jawaban Atas Politik dan Aqidah

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Masalah politik dan kepemimpinan itu menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah bukan masalah AQIDAH, tapi masalah FIQIH. Yg mengkategorikan KEPEMIMPINAN ADALAH MASALAH AQIDAH, adalah golongan Syiah Imamiyah.. Bahkan masalah Imamah (Al Wilayah) termasuk rukun Islamnya Syiah, yaitu rukun yang ke 5.

Seharusnya lebih pasnya bagi kita adalah: “Pilihlah pemimpin yang seaqidah” Ini baru benar..

Imam Asy Syahrustani Rahimahullah mengatakan:

إعلم أن الإمامة ليست من أصول الإعتقاد بحيث يفضي النظر فيها إلي قطع و يقين بالتعين و الخطر على من يخطي فيها يزيد على الخطر على من يجهل أصلها والتعسف الصادر عن الأهواء المضلة مانع من الإنصاف فيها

Ketahuilah, masalah kepemimpinan itu bukanlah kategori aqidah yang pokok, yang dengan mengkajinya memunculkan ilmu yang pasti dan meyakinkan. Justru bahaya yang muncul ketika salah dalam membahasnya lebih parah dibanding orang yang tidak tahu sama sekali masalah ini. Kengawuran yang lahir karena hawa nafsu yang menyesatkan dapat menghalangi dari sikap objektif dalam mengkajinya.

(Nihayatul Iqdam fil ‘Ilmi Kalam, Hal. 168)

Imam Al Ghazali Rahimahullah mengatakan:

النظر في الإمامة أيضا ليس من المهمات وليس أيضا من فن المعقولات فيها من الفقهيات ثم إنها مثار للتعصبات والمعرض عن الخوض فيها أسلم من الخائض بل وإن أصاب فكيف إذا أخطأ؟

Kajian tentang kepemimpinan bukanlah termasuk aqidah, dan bukan pula tema ma’qulat (domain akal). Tepatnya ia adalah masuk pembahasan FIQIH. Kemudian, masalah ini dapat menimbulkan fanatisme. Orang yang menjauh dari membahasnya lebih selamat dari orang yang membahasnya walau pembahasannya benar. Maka, apalagi jika dia salah?

(Imam Al Ghazali, Al Iqtishad fil I’tiqad, Hal. 127)

Baca juga: Pemimpin Terpilih Gambaran dari Orang yang Memilihnya?

Namun, demikian kepemimpinan adalah hal penting dalam kehidupan masyarakat. Khususnya sebagai pelindung mereka dari kemungkaran.

Khalifah ‘Utsman Radhiallahu ‘Anhu berkata:

إنَّ اللَّهَ لَيَزَعُ بِالسُّلْطَانِ مَا لَا يَزَعُ بِالْقُرْآنِ

Sesungguhnya, Allah akan benar-benar menghilangkan kemungkaran melalui tangan penguasa, di mana kemungkaran itu tidak bisa dihilangkan oleh Al Quran.

(Imam Ibnu Taimiyah, Al Hisbah, Hal. 326)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, beliau berkata:

يجب أن يعرف أن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين بل لا قيام للدين ولا للدنيا إلا بها . فإن بني آدم لا تتم مصلحتهم إلا بالاجتماع لحاجة بعضهم إلى بعض ، ولا بد لهم عند الاجتماع من رأس حتى قال النبي صلى الله عليه وسلم : « إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمّروا أحدهم » . رواه أبو داود ، من حديث أبي سعيد ، وأبي هريرة

“Wajib diketahui, bahwa kekuasaan kepemimpinan yang mengurus urusan manusia termasuk kewajiban agama yang paling besar, bahkan agama dan dunia tidaklah tegak kecuali dengannya. Segala kemaslahatan manusia tidaklah sempurna kecuali dengan memadukan antara keduanya (agama dan kekuasaan), di mana satu sama lain saling menguatkan. Dalam perkumpulan seperti inilah diwajibkan adanya kepemimpinan, sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Jika tiga orang keluar bepergian maka hendaknya salah seorang mereka menjadi pemimpinnya.” Diriwayatkan Abu Daud dari Abu Said dan Abu Hurairah.

(Imam Ibnu Taimiyah, As Siyasah Asy Syar’iyyah, Hal. 169)

Demikian. Wallahu a’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top