Derajat Hadits Jazallahu ‘Anna Sayyidana Muhammadan

 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaikum….maaf ustad bagaimana derajat hadits
“Jazallahu ‘anna Sayyidana Muhammadan shallallahu ‘alaihi wa sallama bima huwa ahluh”.. Artinya: “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada pemimpin kita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam atas jasa-jasa beliau kepada kita dengan balasan yang pantas beliau terima.”
Syukran ustad

Izin menambahkan Ustadz, diberitakan juga bahwa fadhilah membaca ini maka 70 malaikat disibukkan mencatatkan kebaikan selama 1000 waktu subuh untuk yang membacanya.


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Hadits diriwayatkan oleh:

– Ath Thabarani, Abu Nu’aim, Al Khathib Al Baghdadi, dalam sanadnya terdapat HANI BIN MUTAWAKKIL, seorang rawi yg matruk. Haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah.

– Jalur lain oleh Al Mundziri dalam At Targhib wat Tarhib, ada dua perawi yang lemah, yaity Ja’far bin ‘Isa, dia dha’if dan seorang berpaham jahmiyah. Lalu Rusyaid bin Sa’ ad, yang haditsnya juga dinilai bukan apa-apa.

Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid mengatakan!

فهذا @ ضعيف الإسناد جدا بطريقيه ، لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم.

Hadits ini sangat lemah dengan dua jalurnya, tidak ada sah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 203866)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Penjelasan Mengenai Hukum Zhihar

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz Farid, semoga Ustadz selalu dalam keadaan sehat dan penuh barokah.. .. Aamiin Yaa Rabbal’alamiin.. afwan Ustadz mohon pencerahannya..

Mengenai hukum zihar di surat Al-Mujadillah ayat 1-6.

Seperti kita yakini bahwasanya Qur’an adalah petunjuk untuk semua manusia sepanjang masa.

Setelah saya coba pelajari di beberapa tafsir sepertinya kasus zihar lebih dekat kepada adat/budaya Arab.

Dimana ungkapan dari seorang suami (Aus bin Shanit bin Qais) kepada istrinya (Khaulah binti Tsalabah) bahwa istrinya adalah seperti (punggung) Ibunya (ibunya Aus). Konsekuensinya di tradisi jahiliyah Arab adalah bahwa si istri haram dicampuri setelah itu sepanjang masa.

Padahal situasi utamanya “hanyalah” sebuah ungkapan emosional sesaat sebagai reaksi si suami ketika menghadapi keberatan sang istri untuk melayani permintaan suaminya untuk berjimak.

Kemudian perdebatan ini meluas sampai harus mengetuk pintu langit sehingga berlanjut sampai ditetapkannya penetapan hukum baru terhadap ungkapan zihar (yang berbeda/meluruskan tradisi arab jahiliyah) dan kafarat terhadap orang yang menyampaikan pernyataan zihar.

Nah, untuk masyarakat kita atau bangsa lain yang tidak punya tradisi zihar, kira2 pelajaran apa yang bisa kita dapatkan untuk dijadikaan pedoman hidup?

Kira² kalau di masyarakat kita, ungkapan apa ya mungkin bisa setara dengan ungkapan zihar itu? Kadang sering mendengar, ungkapan suami ketika agak jengkel dengan istrinya dengan ucapan: “.. saya pulangin lho.. saya pulangin lho..” (maksudnya ke rumah orang tua perempuan)..

Apakah hal itu sudah bisa terkena kafarah setara zihar?

Demikian Ustadz. Mohon pencerahannya. Jazakumullah ahsanal jaza’, wassalam.. (+62 857-7303-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Zhihar adalah kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah, dan mereka memandang itu hal biasa tanpa konsekuensi. Islam datang mengkoreksinya dan menganggap itu perbuatan keliru, mendeskreditkan perempuan, dan memiliki konsekuensi. Konsekuensi tersebut terlarang menggaulinya karena dia menyamakan istri dengan kedudukan ibunya sendiri, dan wajib kafarat untuk bebas dari hal itu.

Namun, zhihar sendiri tidak sederhana. Tidak setiap kalimat “Kau seperti ibuku” adalah zhihar. Para Fuqaha mensyaratkan adanya niat dan maksud zhihar di dalamnya.

Jika kalimat tersebut bermaksud memuliakan, menghormati, maka itu bukan zhihar sehingga tidak ada konsekuensi. Hal ini berdasarkan kaidah al Umuuru bimaqaashidiha (perkara dinilai berdasarkan maksudnya).

Di saat larangan zhihar menjadi aturan dalam AlQuran maka itu sudah tidak lagi sebagai mengatur orang-orang Arab, tapi menjadi terikat bagi semua umat Islam. Sebab, sebuah pelajaran bukan karena semata-mata kekhususan sebabnya, tapi karena makna lafaznya yang berlaku umum.

Perkataan “saya pulangin lho…” itu sama sekali bukan zhihar, seperti penjelasan di atas zhihar itu perkataan suami ke istrinya: “Kamu seperti ibuku”, atau ” Kamu adalah ibuku” atau “punggungmu seperti punggung ibuku”.. dengan niat menzhihar..

Zhihar diambil dari kata Zhahr, yang artinya punggung..

Demikian. Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Kredit Tiket Termasuk Riba?

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum..izin bertanya ustadz..hukum kredit tiket pesawat apakah termasuk riba .?
Maaf sebelumnya…soalnya ada sebagian orang mengatakan kredit tiket pesawat itu bukan kredit barang .tapi itu jatuhnya hutang uang ..itu gimna ustadz..? afwan


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Tiket itu sil’ah, barang, sebagai alat bukti jaminan atas jaminan atas sebuah jasa layanan. Ini dianggap dua hal terpisah. Intrinsik mungkin tidak mahal hanya kertas tapi nilai ekstrinsiknya yang mahal.

Oleh karena itu menurut Syaikh Abdullah Al Faqih tidak apa-apa jual beli tiket secara tunda bayar dengan adanya tambahan. Itu bukan riba, karena ini jual beli jasa, bukan jasa peminjaman uang.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 156761)

WallahuA’lam

 Farid Nu’man Hasan

Qadha Salat Id

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum waroh matullahi wabarokatuh..
ustdz Farid , izin bertanya, apakah diperbolehkan untuk meng-Qodho sholat hari Ied (fitri dan adha) jikalau pada waktu tersebut, ada orang yg ndak bisa ikut berjamaah shoat ied tersebut?
Jazakallah khoiron ustadz (+62 812-877x-xxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Shalat id boleh diqadha, dan itu pernah dilakukan oleh Anas bin Malik dan keluarganya di saat mereka terhalang mengikutinya..

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

صلاة العيدين فرض كفاية ؛ إذا قام بها من يكفي سقط الإثم عن الباقين ، …. ومن فاتته وأحب قضاءها استحب له ذلك ، فيصليها على صفتها من دون خطبة بعدها ، وبهذا قال الإمام مالك والشافعي وأحمد والنخعي وغيرهم من أهل العلم

Shalat id itu fardhu kifayah. Jika sebagian sudah melakukan maka gugur dosa bagi lainnya…., siapa yang tidak melaksanakannya dan dia suka untuk mengqadhanya maka sunnah baginya untuk melakukannya. Maka hendaknya dia shalat dengan cara seprti shalat id tanpa khutbah setelahnya. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, Ahmad, An Nakha’i, dan ulama lainnya.

(Al Islam su’aal Wa Jawaab no. 27026)

Demikian. Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top