Tafsir Surat At Tahrim (Bag. 4)

Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Siksa Api Neraka

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجارَةُ عَلَيْها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ ما أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ ما يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ( QS. At Tahrim [66]:6)

📌 Ajaklah Keluargamu Masuk Syurga

Ayat ini adalah panggilan kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menjaga diri mereka beserta keluarga mereka dari siksa neraka. Ayat ini mengajarkan agar orang-orang beriman tidak masuk syurga sendirian, namun ia harus terus berusaha agar keluarga, istri, anak, orang tua dan saudara-saudaranya  juga bisa masuk kedalam syurga, bisa hidup berdampingan di syruga kelak, dalam naungan kenikmatan syurga yang tiada putus-putusnya, abadi di sana.

Mujahid berkata:

Berwasiatlah kepada keluarga kalian agar mereka tetap dalam ketakwaan kepada Allah, ajarkan mereka kebaikan yang bisa menyelamatkan  dari siksa api neraka. [1]

Imam Ibnu Katsir menyebutkan pendapat Qatadah:

وَقَالَ قَتَادَةُ: يَأْمُرُهُمْ بِطَاعَةِ اللَّهِ، وَيَنْهَاهُمْ عَنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ، وَأَنْ يقومَ عَلَيْهِمْ بِأَمْرِ اللَّهِ، وَيَأْمُرَهُمْ بِهِ وَيُسَاعِدَهُمْ عَلَيْهِ، فَإِذَا رَأَيْتَ لِلَّهِ مَعْصِيَةً، قَدعتهم عَنْهَا وَزَجَرْتَهُمْ عَنْهَا

Menurut Qatadah,” Perintahkan mereka taat kepada Allah, larang melakukan kemaksiatan, hendaklah mereka mendirikan perintah Allah, bahu membahu  dalam melaksanakannya, jika kamu melihat mereka bermaksiat, maka larang dan berikanlah sanksi atasnya. [2]

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا

“Wahai orang-orang yang beriman”

Abdurrahman Nashir As Sa’di menyebutkan dalam tafsirnya tentang orang-orang beriman:

يا من من الله عليهم بالإيمان، قوموا بلوازمه وشروطه.

Wahai orang yang Allah anugerahi iman, laksanakan konsekwensi iman beserta syarat-syaratnya.[3]

Yang dimaksud dengan konsekwensi  iman yaitu mempersembahkan kemurnian tauhid dan ibadah hanya kepada Allah. Sedangkan syarat-syarat iman adalah sesuai dengan petujuk Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.

An Nasafi berkata, ” Hendaklah kalian mengerjakan kebaikan, menyuruh keluarga agar taat kepada Allah sebagaimana engkau suruh dirimu sendiri untuk berbuat kebaikan. [4]

Mengajak keluarga untuk mendapat keridhaan Allah, bertakwa dan masuk syurga merupakan tanggung jawab setiap individu. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ، فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ

Telah menceritakan kepada kami, Abu Nu’man, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid, dari Ayub, dari Nafi’ dari Abdullah, Rasulullah Shalalallahu alaihi wasallam bersabda,”Setiap kaliam adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab. Seorang imam dia adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab, seorang laki-laki bertanggung jawab terhadap keluarganya dia adalah pemimpin, seorang wanita pun bertanggung jawab atas rumah tangga suaminya, dia adalah pemimpin. Seorang budak  bertanggung jawab terhadap harta tuannya, ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)[5]

📌 Ujian Keluarga Tidaklah Ringan

Masuk Syurga bersama keluarga tercinta merupakan dambaan setiap orang beriman. Namun hal tersebut tidaklah mudah bak membalikkan telapak tangan.  Jalan kesana penuh ujian  yang sulit. Meskipun demikian Allah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwa kelak mereka akan berkumpul dengan keluarganya. Seperti disebutkan dalam Firman Allah:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan,  Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”  (QS. At Thur [52]: 21)

Menurut At Thabari, terkait ayat ini, orang tua mukmin yang masuk syurga  yang memiliki derajat tinggi di syurga, sementara anaknya yang masuk syurga memiliki kedudukan yang lebih rendah dari orang tuanya, maka Allah akan mengangkat derajat anak tersebut, didekatkan, disejajarkan dan dikumpulkan bersama orang tuanya, agar kedua orang tuanya senang dengan berkumpulnya anak-anak mereka di syurga.[6]

Para anbiya terdahulu memiliki kisah beragam terkait dengan anak keturunan atau keluarga mereka yang tidak beriman, sehingga mereka terpisahkan. Seperti kisah nabi Nuh bersama puteranya yang tetap enggan beriman, hingga ia tenggelam dalam air bah, karena kekafirannya kepada Allah.   Nabi Nuh tanpa putus asa terus mengarahkan dan mengajak anaknya masuk kedalam ajarannya, namun ia tetap enggan.[7]

Firman Allah:

… Hai anakku, naiklah ke kapal bersama kami, dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir.  Anaknya menjawab,” Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata,” Tiada yang dapat melindungimu hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk kedalam orang-orang yang  ditenggelamkan. ( QS. Hud [11]: 42-43)

Nabi Ibrahim juga diuji dengan ayah yang tidak mau beriman kepada Allah, namun Nabi Ibrahim tidak putus asa terus mendakwahinya agar beriman kepada Allah.  Firman Allah:

“Dan ingatlah diwaktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Aazar,” Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” ( QS. Al An’am [6]: 74)

📌 Ketaatan Keluarga di dalam Al Qur’an

a.       Isteri Imran

Al Qur’an mengungkapkan keluarga-keluarga mulia, yang taat dan mempersembahkan ibadah terbaik kepada Allah, semata-mata hanya berharap keridhaan Allah.  Lihatlah  istri Imran yang mempersembahkan anak yang dikandungnya (Maryam) murni untuk mengabdi kepada Allah:

إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Ingatlah ketika isteri Imran berkata,”Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran [3]:35)

b.      Luqman dan anaknya

Kita juga bisa menyaksikan bagaimana Luqmanul Hakim perhatian terhadap keluarganya tak bosan selalu menasehati anaknya agar tidak mempersekutukan Allah:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya,”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar”. (QS. Luqman [31]:13)

c.       Hamba-hamba Allah yang beriman (Ibadurrahman)  dalam lantunan doanya:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata,”Ya Tuhan kami, anugerahkan  kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Furqan [25]:74)

📌 Sifat-sifat Neraka dan malaikat penjaganya

Menurut Imam at Thabari, bahan bakar untuk menyalakan neraka adalah anak Adam (manusia) dan kibrit (sejenis batu bara).[8]

Adapun sifat-sifat malaikat penjaga neraka dalam ayat ini adalah:

a.       Ghilaz (kasar)
b.      Syidad (keras)
c.       Tidak pernah membangkang perintah Allah
d.      Melaksanakan perintah Allah

Ats Tsa’labi mendeskripsikan malaikat penjaga neraka dalam tafsirnya:

مَلائِكَةٌ غِلاظٌ فظاظ شِدادٌ أقوياء لم يخلق الله فيهم الرّحمة، وهم الزبانية التسعة عشر وأعوانهم من خزنه النّار

Malaikat yang kasar, keras perangainya, kuat, Allah tak menciptakan rasa kasih sayang kepada mereka, mereka adalah malaikat Zabaniyah berjumlah 19 bersama pembantu-pembantunya yang bertugas menjaga neraka”.[9]

Mereka adalah malaikat yang kasar dalam ucapan dan keras dalam perbuatan, karena itulah tugas mereka. Dan mereka tak berlaku keras dan kasar melainkan terhadap musuh-musuh Allah dan para pembangkang perintah Allah.[10]

Di dalam kitab Fathul Qadir, As Syaukani menyebutkan, bahwa di atas neraka ada penjaga dikalangan malaikat, kasar dank eras terhadap penghuni neraka, tak memiliki belas kasihan , meski penduduk neraka meminta belas kasihan,  karena para malaikat tersebut diciptakan  dengan mengemban tugas untuk mengazab.[11]

Menurut As Sa’di, para malaikat tersebut  memiliki perangai yang keras, kasar,  tak belas kasihan, suaranya menakutkan dan membuat ciut nyali yang mendengarnya, penampilannya menyeramkan, kuat dan para penghuni neraka lemah dihadapan mereka, menaati Allah dan tak pernah mengakhirkan perintah-Nya sedikitpun.

📌 Hikmah ayat:

💦     Perintah menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka, mengajak mereka kepada kebaikan dan menjauhi larangan Allah.

💦        Mengajak dan mengarahkan keluarga kepada ketaatan tidaklah mudah, terbukti para nabi-nabi terdahulu pun mengalami ujian pada keluarga mereka.

💦        Senantiasa berusaha dan bersabar dalam mendidik keluarga agar memiliki ketaatan kepada Allah.

💦         Berlindunglah kita dari siksa neraka, dengan para malaikat penjaganya yang keras, kasar dalam mengazab penduduknya, tidak belas kasihan dan tidak pernah menyelisihi perintah Alllah.

و الله أعلم

🍃🍃🍃🍃🍃

[1] Abu Laits as Samarqandi, Bahrul Ulum, 3/469
[2] Tafsir Ibnu Katsir, 8/167
[3] Abdurrahman Nashir as-Sa’di, Tafsir As Sa’di, 1/847
[4] An Nasafi, Tafsir  An Nasafi, (Beirut: Dar Kalim Tayib, 1419)  3/506
[5]  Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari,No. 5188,  Bab Tafsir Al Quran
[6] Tafsir At Thabari, 22/467
[7] Said Wahf al Qahthani, Hadyu Nabi Fi Tarbiyat Tarbiyat Aulad Fi Dhauil Kitab Wa Sunnah, ( Riyadh: Muassasah al Juraiys)  1/6
[8] Tafsir At Thabari, 23/492
[9] Ats Tsa’labi, Tafsir Ats Tsa’labi, 9/349
[10] Tafsir An Nasafi, 3/506
[11] Asy Saukani, Fath al Qadir,  5/302

🌴🌹🌿🌸🌷☘🌺🍃

✍ Ust Fauzan Sugiono, Lc. MA

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

Tugas Seorang Suami

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At Tahrim: 6)

Duhai para ayah … inilah tugas kita. Melindungi keluarga –anak dan istri- dari api neraka. Ini bukan tugas ringan, tapi sangat berat. Maka, jangan bermain-main dengan tugas ini. Berikan mereka harta belanja yang halal, makan minumnya, pakaiannya, uang sekolahnya, dan biaya hidup lainnya.
Banyak penjelasan dari para mufassir salaf tentang ayat ini, dan di antara yang paling rinci adalah seperti yang dijelaskan oleh Qatadah Rahimahullah berikut ini:

يقيهم أن يأمرهم بطاعة الله، وينهاهم عن معصيته، وأن يقوم عليه بأمر الله يأمرهم به ويساعدهم عليه، فإذا رأيت لله معصية ردعتهم عنها، وزجرتهم عنها.

Melindungi mereka dengan memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah ﷻ dan mencegah mereka dari bermaksiat kepadaNya, dan menegakkan perintah Allah ﷻ dan memerintahkan mereka dengannya dan membantu mereka untuk menjalankannya. Jika engkau melihat mereka bermaksiat kepada Allah ﷻ maka cegahlah dan tolaklah mereka dari maksiat itu. (Imam Ath Thabariy, Jami’ul Bayan, 23/492)

Maka, ajarkanlah mereka adab dan ilmu agama. Cegahlah mereka dari pembangkangan kepada hukum-hukum Allah ﷻ, seperti; membuka aurat dihadapan laki-laki bukan mahramnya, membiarkannya bersama lawan jenis yang bukan mahramnya, melalaikankan shalat, salah memilih kawan pergaulan, membiarkan mereka dalam kesibukan dan hiburan yang melalaikan agama, dan semisalnya.

Ini tugas kita, para ayah .. para suami .. kaum laki-laki, Imam Al Qurthubi mengatakan:

فعلى الرجل أن يصلح نفسه بالطاعة ويصلح أهله

Maka, hendaknya bagi kaum laki-laki memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan juga memperbaiki keluarganya. (Al Jami’u li Ahkamil Quran, 18/171)

Jangan bebankan pendidikan dan pembinaan anak-anak kita hanya kepada istri, justru ini adalah juga tugas kaum laki-laki, para suami.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عنهم

Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya (ahli baitnya), dan dia akan dimintai tanggungjawab tentang mereka. (HR. Muslim No. 1829)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Bahaya Meninggalkan Zakat Bagi Yang Mampu

Dalam Al Quran Allah Ta’ala mengancam mereka dengan azab yang pedih. Hal ini disebabkan sifat kikir mereka dan pembangan atas kewajiban yang diembankan kepada mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

“ … dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah (9):34-35)

Ayat lainnya:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran (3): 180)

Ada pun dari Al Hadits, dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله

“Aku diutus untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan atas Allah-lah perhitungan mereka.” (HR. Bukhari No. 25 dan Muslim No. 36)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ، مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ ، لَهُ زَبِيبَتَانِ

“Barang siapa yang Allah berikan harta, dan dia tidak mengeluarkan zakatnya, maka dia akan dicincang pada hari kiamat nanti oleh ular berkepala botak yang memiliki dua bisa (racun).” (HR. Ahmad No. 8661. Hadits ini shahih. Lihat Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arna’uth. Muasasah Ar Risalah)

Bahkan ada ancaman secara khusus bagi yang tidak mengeluarkan zakat perhiasan, dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya:

أَنَّ امْرَأَتَيْنِ أَتَتَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي أَيْدِيهِمَا سُوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهُمَا أَتُؤَدِّيَانِ زَكَاتَهُ قَالَتَا لَا قَالَ فَقَالَ لَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُحِبَّانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ بِسُوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَتَا لَا قَالَ فَأَدِّيَا زَكَاتَهُ

“Datang dua wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan di tangan mereka berdua terdapat gelang emas. Maka Beliau bersabda kepada keduanya: “Apakah kalian telah menunaikan zakatnya?” mereka berdua menjawab: “Tidak.” Lalu Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada mereka: “Apakah kalian mau Allah akan menggelangkan kalian dari gelang api neraka?” Mereka berdua menjawab: “Tidak.” Maka Nabi bersabda: “Tunaikanlah zakatnya!” (HR. At Tirmidzi No. 637, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 637)

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Jual Beli Uang Kuno

Assalamu’alaikum.. Ustadz.. Bagaimana hukumnya jual beli uang lama/kuno yang biasanya di hargai lebih dari nilai yg tertera di uang tsbt. Apakah termasuk riba? (+62 822-5308-6xxx)

Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah ..

Pada prinsipnya, dilarang jual beli uang. Yang dibolehkan adalah sharf/pertukaran uang secara kontan dengan nilai yang sama. Adapun jika terjadi perbedaan mata uang, tidak apa-apa terjadi perbedaan angka, sebab pada hakikatnya nilainya sama. Misal menukar 1 dollar AS dgn 12.000 rupiah.

Sedangkan jual beli uang yang sudah kuno, uang sudah tidak berlaku untuk transaksi, maka uang tersebut berubah menjadi barang komoditi (sil’ah) biasa, sebagaimana barang-barang lain yg biasa dijual belikan. Itu tidak masalah, dan bukan riba. Misal uang Rp. 100,- yang berlaku tahun 80an, dibeli Rp. 100.000,- ditahun 2017, tidak apa-apa, ini bukan riba. Ini adalah jual beli barang biasa, bukan jual beli uang, atau bukan pula sharf.

Wallahu A’lam

scroll to top