Wanita Menari, Dance, Senam, Di Depan Umum atau Bersama Laki Laki Yang Bukan Mahram

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum saya lihat sekarang, yaitu kaum yang membawa cemeti (cambuk) seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, menggoyang-goyangkan tubuhnya,  memiringkan kepalanya, seperti punuk unta yang miring. Para wanita itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak mendapatkan wanginya surga, padahal wanginya surga itu sudah bisa tercium dari perjalanan sekian dan sekian.”

(HR. Muslim No. 2128. Ahmad No. 8665. Ibnu Hibban No. 7461, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No.5357, Al Baghawi No. 2578, Abu Ya’la No. 6690)

Ancaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini adalah haq (benar) dan tidak main-main. Maka, bagi para muslimah yang sadar pentingnya rasa malu, ‘iffah,  tapi masih juga tidak peka dengan hal ini, maka hendaknya memperbaiki keadaan dirinya dan bertobat kepada Allah Ta’ala, menyesali perbuatan tersebut, membencinya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya.

Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah:

وَالْإِخْبَارُ بِأَنَّ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَأَنَّهُ لَا يَجِدُ رِيحَ الْجَنَّةِ مَعَ أَنَّ رِيحَهَا يُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ وَعِيدٌ شَدِيدٌ يَدُلُّ عَلَى تَحْرِيمِ مَا اشْتَمَلَ عَلَيْهِ الْحَدِيثُ مِنْ صِفَاتِ هَذَيْنِ الصِّنْفَيْنِ

“Dan keterangan ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan hal tersebut termasuk golongan ahli neraka, bahkan tidak mendapatkan aroma surga, padahal aroma surga dapat dicium sejak lima ratus tahun perjalanan, itu merupakan ancaman keras yang menunjukkan haramnya perbuatan yang terkandung dalam hadits tersebut yang merupakan  sifat-sifat dua kelompok tersebut.”  (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar,  2/117, Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah)

Wallahul Musta’an …

🍃🌷🌾🌻🌴🌺☘🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

[Sunah Fitrah, Ringan Tapi Bernilai Ibadah] Larangan Istinja Dengan Tangan Kanan

Tangan kanan hendaknya dipakai untuk melaksanakan pekerjaan yang baik dan bersih. Inilah hikmah kenapa dilarang istinja   dengan tangan kanan, agar tidak tercampurnya antara yang kotor dan bersih. Kecuali, bagi mereka yang tidak memiliki tangan kiri, atau sedang tidak berfungsi, tentunya ini ‘udzur yang dimaafkan.

Dari Salman Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ، أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

Rasulullah telah melarang kami buang air besar atau kencing menghadap kiblat, atau istinja dengan tangan kanan, atau istinja dengan kurang dari tiga batu, atau istinja dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang. 1)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

( وَأَنْ لَا يَسْتَنْجِي بِالْيَمِينِ ) هُوَ مِنْ أَدَب الِاسْتِنْجَاء ، وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ مَنْهِيّ عَنْ الِاسْتِنْجَاء بِالْيَمِينِ ، ثُمَّ الْجَمَاهِير عَلَى أَنَّهُ نَهْي تَنْزِيه وَأَدَب لَا نَهْي تَحْرِيم ، وَذَهَبَ بَعْض أَهْل الظَّاهِر إِلَى أَنَّهُ حَرَام ، وَأَشَارَ إِلَى تَحْرِيمه جَمَاعَة مِنْ أَصْحَابنَا ، وَلَا تَعْوِيل عَلَى إِشَارَتهمْ ، قَالَ أَصْحَابنَا : وَيُسْتَحَبّ أَنْ لَا يَسْتَعِين بِالْيَدِ الْيُمْنَى فِي شَيْء مِنْ أُمُور الِاسْتِنْجَاء إِلَّا لِعُذْرٍ ، فَإِذَا اِسْتَنْجَى بِمَاءٍ صَبَّهُ بِالْيُمْنَى وَمَسَحَ بِالْيُسْرَى

(janganlah istinja dengan tangan kanan) ini adalah adab dalam istinja (cebok), para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa  istinja dengan tangan kanan terlarang. Lalu, mayoritas ulama mengatakan larangan ini bermakna makruh tanzih, bukan haram. Sebagian kalangan tekstualist(ahluzh zhahir) mengatakan bahwa ini diharamkan. Para sahabat kami (Syafi’iyah) juga mengisyaratkan keharamannya, namun tidak ada takwil atas isyarat mereka itu. Para sahabat kami mengatakan: disunahkan sama sekali tidak menggunakan tangan kanan dalam urusan istinja kecuali ada ‘udzur. Jika istinja dengan air, maka tangan kanan menyiramkan air, dan membersihkannya dengan tangan kiri. 2)

⏺ Larangan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan

Hal ini juga dilarang sebagaimana istinja. Dari Qatadah Radhiallahu, bahwa NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ، وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ، وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ

Janganlah kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya  ketika dia sedang kencing, dan janganlah dia istinja (cebok) dengan tangan kanannya, dan jangan menghembuskan nafas pada bejana. 3)

Dalam hadits lain, dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْخَلَاءَ فَلَا يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ

Jika kalian masuk ke tempat buang hajat, maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya. 4)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

امَّا إِمْسَاك الذَّكَر بِالْيَمِينِ فَمَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه لَا تَحْرِيم كَمَا تَقَدَّمَ فِي الِاسْتِنْجَاء ، وَقَدْ قَدَّمْنَا هُنَاكَ أَنَّهُ لَا يَسْتَعِين بِالْيَمِينِ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ مِنْ الِاسْتِنْجَاء

Ada pun memegang kemaluan dengan tangan kanan, itu adalah makruh, yaitu makruh tanzih, bukan haram sebagaimana penjelasan lalu tentang c ebok. Kami telah menjelaskan di situ bahwa jangan menggunakan tangan kanan dalam hal cebok ini. 4)

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan


🌴🌴🌴🌴

[1] HR. Muslim No. 262
[2] Al Minhaj, 1/421
[3] HR. Muslim, 267/63
[4] HR. Muslim, 267/64
[5] Al Minhaj, 1/426

Kode Menepuk Bahu Untuk Sholat Berjamaah

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz, ingin bertanya seputar makmum dalam shalat:
Apakah ada tuntunan sunnah bagi makmum masbuk yang ingin ikut shalat berjamaah dengan menepuk bahu kanan makmum yang juga masbuk?
Dari Abu Ibrahim, Kubu Raya

📬 JAWABAN

Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah, langsung aja ya

Menepuk bahu orang yang sedang shalat sendiri, sebagai kode kita jadi makmum dia, tidak ada dalam Al Quran, As Sunnah, dan kitab-kitab para fuqaha. Maka, lebih aman cukup langsung saja menemaninya di sampingnya. Dahulu Abu Bakar Ash Shidiq pernah menemani seseorang yang sedang shalat sendiri tapi tidak ada keterangan menepuk itu.

Walau demikian masalah menepuk ini sangat situasional, biasa jadi dia terlarang jika justru mengganggu yang shalat, atau dibolehkan jika sekedar colek saja dan dia tidak merasa terganggu, dan dia tidak sadar jadi imam jika tanpa dicolek.

Namun, seperti yang awal saya sebutkan hal ini pada dasarnya tidak ada dalam tuntunan syariah.

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

Farid Nu’man Hasan

TAFSIR SURAT AL HUJURAT BAG 11 (Ayat ke-13)

Orang Yang Paling Mulia Adalah Yang Paling Bertakwa

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia sesunggunya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling takwa, diantara kamu. Sesunggunnya Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.” (QS Al Hujurat [49]:13)

Kebahasaan

خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى

Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Sebagian mufassirin mengartikan, Adam dan Hawa[1]

شُعُوبًا وَقَبَائِلَ

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling takwa

Sabab Nuzul Ayat

Imam Al Qurthubi mnyebutkan sebab turun ayat ini:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ فَتْحِ مَكَّةَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلَالًا حَتَّى عَلَا عَلَى ظَهْرِ الْكَعْبَةِ فَأَذَّنَ، فَقَالَ عَتَّابُ بْنُ أَسِيدِ بْنِ أَبِي الْعِيصِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي قَبَضَ أَبِي حَتَّى لا يرى هذا اليوم. وقال الْحَارِثُ بْنُ هِشَامٍ: مَا وَجَدَ مُحَمَّدٌ غَيْرَ هَذَا الْغُرَابِ الْأَسْوَدِ مُؤَذِّنًا. وَقَالَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو: إِنْ يُرِدِ اللَّهُ شَيْئًا يُغَيِّرْهُ. وَقَالَ أَبُو سُفْيَانَ: إِنِّي لَا أَقُولُ شَيْئًا أَخَافُ أَنْ يُخْبَرَ بِهِ رَبُّ السَّمَاءِ، فَأَتَى جِبْرِيلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخْبَرَهُ بِمَا قَالُوا، فَدَعَاهُمْ وَسَأَلَهُمْ عَمَّا قَالُوا فَأَقَرُّوا، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى هَذِهِ الْآيَةَ زَجَرَهُمْ عَنِ التَّفَاخُرِ بِالْأَنْسَابِ، وَالتَّكَاثُرِ بِالْأَمْوَالِ، وَالِازْدِرَاءِ بِالْفُقَرَاءِ، فَإِنَّ الْمَدَارَ عَلَى التَّقْوَى

Ibnu Abbas mengatakan, saat Fathu Makkah, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kepada Bilal bin Rabbah naik ke atas Ka’bah untuk azan. Lalu “Atab Bin Asid bin Abi Al’Ish berkata,” Segala puji bagi Allah, yang telah mewafatkan ayahku sehingga tak menyaksikan hari ini, Berkata al Haris bin Hisyam, “Apakah Nabi Muhammad tidak mendapati burung kecil hitam mengumandangkan Azan, lalu berkata Suhail bin Amru,”Jika Allah berkehendak Dia akan merubahnya”. Lalu berkata Abu Shufyan,”Aku tak mengatakan sesuatu yang aku khawatirkan sehingga Allah akan memberitahukannya dari langit. Lalu Jibril turun kepada Nabi Shalallahu Alaihi wasallam, dan mengabarkan apa yang dikatakan oleh mereka, lalu nabi bertanya kepada mereka akan hal tersebut, dan mereka mengakuinya. Lalu turunlah ayat ini. Dan melarang mereka berbangga –bangga dengan nasab, berlomba-lomba dalam hal harta dan merendahkan orang miskin, karena nilai seseorang ada pada takwanya.”[2]

Kandungan Ayat

Setelah Allah menyebutkan larangan merendahkan manusia dalam berbagai bentuknya, mulai dari memanggil dengan panggilan buruk, ghibah, mencari-cari kesalahan orang lain, merendahkan manusia dan sombong, kemudian Allah menyebutkan tentang kedudukan manusia sebagai makhluk yang memiliki kedudukan sama secara fisik, yang membedakan kedudukan manusia disisi Allah adalah ketakwaan mereka kepada Allah.

الْمُرَادُ بِالشُّعُوبِ بُطُونُ العَجَم، وَبِالْقَبَائِلِ بُطُونُ الْعَرَبِ، كَمَا أَنَّ الْأَسْبَاطَ بُطُونُ بَنِي إِسْرَائِيلَ

Yang dimaksud dengan Syu’ub adalah asal muasal orang Ajam (non Arab), sedangkan kata al Qabail digunakan untuk asal muasal orang Arab, sedangkan al Asbat digunakan untuk asal muasal Bani Israil.[3]

As Sa’di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa maksud perintah Allah agar kita saling mengenal, mengetahui asal-usul keturunan dan nasab agar bisa saling menolong, membantu meringankan beban dan menunaikan hak-hak orang lain.[4]

Adapun istilah-istilah silsilah nasab dalam suku Arab dari terbesar hingga terkecil adalah adalah:[5]

  • الشعب (bangsa)
  • والقبيلة (marga)
  • والعمارة (Ras)
  • والبطن (nenek moyang)
  • والفخذ ( keturunan dibawah moyang )
  • والفصيلة (buyut)
  • والعشيرة(keluarga)
  • Mulia sesungguhnya adalah kemuliaan disisi Allah

Allah menciptakan manusia status sosial, bersuku dan berbangsa-bangsa, bermacam adat istiadat, bahasa, warna kulit dan kebiasaan. Bukanlah dengan hal tersebut menjadikan manusia saling berbangga dari sebagian yang lain Akan tetapi yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa.

«إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ»

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling takwa

Rasulullah bersabda dalam hadits, yang menyampaikan tentang tiada keutamaan antara Arab dan non Arab melainkan ketakwaannya:

حدثنا إسماعيل حدثنا سعيد الجريري عن أبي نضرة حدثني من سمع خطبة رسول الله صلى الله عليه وسلم في وسط أيام التشريق فقال يا أيها الناس ألا إن ربكم واحد وإن أباكم واحد ألا لا فضل لعربي على أعجمي ولا لعجمي على عربي ولا لأحمر على أسود ولا أسود على أحمر إلا بالتقوى أبلغت قالوا بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم قال أي يوم هذا قالوا يوم حرام ثم قال أي شهر هذا قالوا شهر حرام قال ثم قال أي بلد هذا قالوا بلد حرام قال فإن الله قد حرم بينكم دماءكم وأموالكم قال ولا أدري قال أو أعراضكم أم لا كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا أبلغت قالوا بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ليبلغ الشاهد الغائب

Telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Said al Jariri, dari Abi Nadhrah, telah menceritakan kepada kami orang yang mendengar khutbah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam pada pertengahan hari Tasyrik, beliau bersabda,”Wahai manusia, ketahuilah bahwa Rabb kalian satu, ayah kalian satu ketahuilah tidak ada kelebihan bagi Arab atas Ajam (non Arab) tidak juga Ajam atas orang Arab, tidak pula merah atas hitam, tidak pula hitam atas merah melainkan takwanya, bukankah sudah saya sampaikan?”, mereka berkata,” Rasulullah menyampaikan,”. Beliau bersabda,” Hari apakah ini? Mereka menjawab,” Hari Haram, lalu beliau bersabda,”Bulan apakah ini”, mereka menjawab,”Bulan Haram, beliau bertanya,”Negeri apakah ini?”, mereka menjawab,” Tanah Haram,”. Lalu beliau meneruskan,”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan diantara kalian darah, harta dn kehormatan kalian, seperti kemuliaan hari ini, pada bulan ini, di tanah ini, sudah aku sampaikan, mereka berkata,”Rasulullah telah menyampaikan, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” Musnad Ahmad no. 22978).

  • Makna Takwa

Secara bahasa takwa berarti al hadzr (berhati-hati)[6]. Menurut Ibnu Manzur

Takwa berasal dari kata:

التُّقاة، والتَّقيَّة، والتقوى، والاتِّقاء بمعنى وقاية: صانه

Kata at tuqa, wa taqiyah, wa taqwa, wal ittiqa, berarti mencegah atau melindungi[7]

Sedangkan secara istilah memiliki beragam pengertian diantaranya:

  • Menurut Ali bin Abi Thalib

هي الخوف من الجليل، والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل، والاستعداد ليوم الرحيل

Takwa adalah takut kepada Allah ( Al Jalil), beramal dengan sesuai Al Qur’an, Qana’ah dengan yang sedikit, dan mempersiapkan untuk hari kemudian (akherat).[8]

  • Menurut Ibnu Rajab al Hambali

التقوى أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو ثواب الله، وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عقاب الله

Takwa adalah beramal menaati Allah atas cahaya Allah (petunjuk) dengan hanya mengharap balasan dari Allah, dan meninggalkan maksiat atas petunjuk Allah karena takut azab Allah.[9]

  • Menurut At Thabari

فتقوى العبد لربه: أن يجعل بينه وبين ما يخشاه من ربه: من غضبه وسخطه، وعقابه وقايةً من ذلك

Takwa seorang hamba kepada Rabbnya adalah menjadikan antara ia dan yang ia takuti perlindungan (amal-amal shalihnya) dari murka dan azab Allah.[10]

  • Menurut DR. Sulaiman Al Asyqar

فالتقوى تكون بعبادة الله تعالى بفعل الواجبات والمستحبات، وترك المحرمات والمكروهات الصادرة عن خوف الله وخشيته ومحبته

Takwa bisa dilakukan dengan menyembah Allah dengan melaksanakan kewajiban dan sunnah, meninggalkan yang haram dan makruh, bersumber dari takut kepada Allah dan mengharap cinta-Nya.[11]

 

  • Hadits-hadits tentang makna takwa
  • Sahih Bukhari

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: “أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ” قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: “فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ”. قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: “فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ ” قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: “فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا”

Telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salam, telah menceritakan kepada kami Abdah dari Ubaidillah dari Said bin Abi Said dari Abi Hurairah, ia berkata,”Rasulullah Shalallah ditanya oleh seseorang,”Manusia manakah yang paling mulia?”. beliau menjawab,” Yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling takwa diantara mereka,”. Mereka berkata,”Bukan itu yang kami maksud. Lalu Rasulullah bersabda,” Yang paling mulia adalah nabi Yusuf, ia anak nabi dan anak kekasih nabi. Mereka berkata,”Bukan itu yang kami maksud”. Nabi bersabda,”Apakah tentang orang Arab yang mulia?” mereka berkata,”Ya”. Nabi bersabda,” Yang terbaik diantara kalian saat masih jahiliyah, dia pula yang terbaik saat Islam, jika fakih (memahami)” [12]

 

  • Sahih Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shalallah alaihi wasallam bersabda,” Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi hati dan amal kalian”.[13]

  • At Thabrani

سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ حَبِيبِ بْنِ خِرَاش العَصَرِيّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ، لَا فَضْلَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلَّا بِالتَّقْوَى

Aku mendengar Muhammad bin Habib bin Khirasy Al ‘Ashari menceritakan dari ayahnya, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallah alaihi wasallam bersabda,” setiap muslim adalah bersaudara, tiada keutamaan satu dengan yang lain melainkan dengan takwanya”.[14]

  • Hikmah

  1. Allah menciptakan manusia dalam berbagai ras, suku, warna kulit agar manusia saling mengenal sehingga tercipta interaksi sosial yang baik.
  2. Yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling takwa
  3. Takwa adalah beribadah kepada Allah dengan mempersembahkan penghambaan yang paling sempurna kepada-Nya, baik mencintai, membenci, taat dan tunduk kepada Allah.

والله أعلم

Fauzan Sugiono


[1] Muhammad Sayid At Thantawi, Tafsir At Thantawi, 13/318

[2] Tafsir Al Qurthubi, 16/341

[3] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Mesir: Dar Taybah lin Nasyr, 1420, 7/385

[4] Abdurahman Nashir Sa’di, Taisir al Kari mar Rahman, 1/802

[5] Syekh An Nawawi Al Bantani, Marah Labid, 2/440

[6] Said Wahf al Qahthani, Nur At Taqwa,1/6

[7] Ibnu Mazue, Lisanul Arab, 3/971-973

[8] As Shalilhi, Subul Hadi wa Rasyad, 1/421

[9] Ibnu Rajab, Jami’ Ulum wal Hikam, 1/400

[10] Tafsir At Thabari,2/181

[11] Umar Sulaian Al Asyqar, Taqwa, Ta’rifuha wa Fadluha,1/10

[12] Sahih Bukhari, No. 4689

[13] Sahih Muslim, No. 2564

[14] At Thabrani, Mu’jam al Kabir,4/25

Serial Tafsir Surat Al-Hujurat

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (Muqaddimah)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.2) (Ayat ke-1)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.3) (Ayat ke-2)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG. 4) (Ayat 3, 4, dan 5)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 5] (Ayat ke-6)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 6] (Ayat ke-7)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 7 (Ayat ke-8 dan 9)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 8 (Ayat ke-10)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 9 (Ayat ke-11)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 10 (Ayat ke-12)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT BAG 11 (Ayat ke-13)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 12 (Ayat ke-14)

Tafsir Surat AL Hujurat Bag. 13 (Ayat ke-15)

TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL HUJURAT Ayat 16, 17 dan 18 (BAG. 14 SELESAI)

scroll to top