8 Hal Penolak Musibah

Hampir bisa dipastikan setiap manusia pernah ditimpa musibah. Entah itu kehilangan harta benda, kecelakaan, ditimpa penyakit dan lain-lain. Meski sudah menjadi suratan takdir, secara naluri, tak ada manusia yang ingin ditimpa musibah, terutama di luar kemapuannya.

“Ya Allah jangan Engkau bebankan kepada kami sesuatu (musibah) yang kami tidak mampu menanggungnya.” (Al-Baqarah:  286)

Namun jika sudah terjadi dan tertimpa musibah, maka seorang mukmin harus menerimanya dengan ridla, tidak boleh mengeluh atau marah. Harus tetap sabar. Sebab di balik setiap bencana dan musibah selalu ada hikmah. Allah ingin agar dengan musibah itu, manusia tetap kokoh dengan keimanannya. Keimanan akan teruji kualitasnya di antaranya dengan musibah. Dengan musibah itu Allah ingin menuliskan pahala buat hamba-Nya yang tertimpa dan menggugurkan dosa-dosanya.

“Apakah manusia mengira bahwa manusia itu akan mengatakan “kami beriman” sementara mereka tidak diuji?. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar keimanannya dan orang-orang yang dusta” (Al-Ankabut: )

Meski sudah menjadi takdir, manusia tetap tidak tahu selama belum terjadi. Kewajiban manusia adalah berusaha (al-akhdzu bil asbab) agar terhindar.

Lebih penting dari itu adalah mendekat diri kepada Allah dengan cara-cara berikut agar terhindar dari musibah dan bala.

Pertama, Berdoa

Kenapa meski berdoa? Sebab Allah yang memerintahkan dan berjanji akan memenuhinya. Selain itu, doa juga akan menolak takdir. Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ الله  بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَكُفَّ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ قَالَ: الله عَزَّ وَجَلَّ أَكْثَرُ

 

“Tidaklah seorang hambar berdoa kepada Allah dengan satu doa yang tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahim, kecuali Allah memberinya salah satu dari tiga; menyegerakan pengabulan doanya di dunia, atau balasannya akan disimpan untuk di akhirat, atau dia akan dihindarkan dari mara bahaya dan keburukan.” Mereka bertanya, “Jika kami memperbanyak doa?” Beliau menjawab, “Allah lebih banyak” (HR. Ahmad, Baihaqi)

Kedua, Sedekah Menolak Bala’

داووا مرضاكم بالصدقة

Rasulullah bersabda, “Obati orang sakit dengan sedekah.” (HR. Baihaqi, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Aljami)

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إن الصدقة تطفئ غضب الرب، وتدفع ميتة السوء

 “Sedekah itu memadamkan amarah Allah dan menolak kematian yang buruk.” (HR. Ibnu Hibban)

Ketiga, Shalat Sunnah, Terutama Shalat Malam

Rasulullah bersabda,

عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين من قبلكم وقربة إلى الله تعالى ومنهاة عن الإثم وتكفير للسيئات ومطردة للداء عن الجسد


“Lakukanlah shalat malam karena ia adalah jalan orang-orang shalih sebelum kalian, mendekatkan kalian kepada Allah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan dan keburukan, dan mengusir penyakit dari tubuh” (HR. Tirmidzi)

وكان رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم إذا حزبه أمر فزع إلى الصلاة 

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila menghadapi sesuatu maka beliau melakukan shalat. (HR. Al-Baghawi)

Keempat, Memperbanyak Istigfar

Ini termasuk penyebab terpenting dalam menolak balak dan menyelesaikan masalah dan problema.

“Maka aku katakan kepada mereka: `Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai (Nuh: 10-12)

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,

من لزم الاستغفار جعل الله له من كل ضيق مخرجاً، ومن كل هم فرجاً، ورزقه من حيث لا يحتسب

“Barangsiapa yang selalu menjaga (mengucapkan) istigfar, Allah akan menjadika baginya bagi setiap kesempitan ada jalan keluar dan setiap kesedihan ada kegembiraan dan Allah akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Kelima, Banyak Bersalawat atas Nabi

Dalam sebuah hadits disebutkan, apabila dua pertiga malam pertama sudah berlalu maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

يا أيها الناس : أذكروا الله ، اذكروا الله ، جاءت الراجفة تتبعها الرادفة ، جاء الموت بما فيه جاء الموت بما فيه قال أبي قلت يا رسول الله إني أكثر الصلاة عليك فكم أجعل لك من صلاتي ؟ فقال : ما شئت ، قال : قلت الربع ، قال : ما شئت فإن زدت فهو خير لك ، قلت :النصف قال : ما شئت ، فإن زدت فهو خير لك ، قال : قلت فالثلثين ، قال : ما شئت فإن زدت فهو خير لك قلت : أجعل لك صلاتي كلها قال إذا تُكفى همك ويُغفر لك ذنبك

 

“Wahai manusia, dzikirlah kepada Allah, dzikirlah kepada Allah. Telah datang hari ketika tiupan pertama menggoncang alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua, telah datang kematian dengan segala isinya dan datang kematian dengan segala isinya. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Aku perbanyak salawat kepadamu berapa yang aku jadikan untuk dalam salawatku?” beliau menjawab, “Terserah engkau.” Dia berkata: Seperempat. Beliau menjawab, “Terserah dirimu, jika engkau tambah itu lebih baik bagimu.” Dia berkata: Separuh. Beliau berkata, “Terserah engkau. Jika engkau tambah itu lebih baik bagimu.” Dia berkata: Dua pertiga. Beliau berkata, “Terserah engkau jika engkau tambah itu lebih baik.” Dia berkata: Aku jadikan untuk salawatku semuanya. Beliau bersabda, “Kalau begitu kesedihanmu akan diselesaikan dan dosa-dosamu diampuni.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Keenam, Kebajikan dan Amal Shalih

Rasulullah bersabda,

صنائع المعروف تقي مصارع السوء والآفات والهلكات، وأهل المعروف في الدنيا هم أهل المعروف في الآخرة 

 

“Perbuatan-perbuatan baik itu menjaga dari kematian-kematian buruk, bencana dan musibah. Orang-orang yang senantiasa melakukan kebajikan di dunia adalah orang-orang ahli kebajikan di akhirat.” (HR. Thabrani, dishahihkan Albani)

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl: 128)

Dalam hadits disebutkan ada tiga orang yang terjebak dalam sebuah gua. Pintu gua itu tertutup oleh batu yang jatuh. Mereka tidak bisa keluarga. Lantas letiganya lalu bertawasul dengan amal shalih mereka masing-masing. Maka Allah membukannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketujuh, Membantu dan Meringankan Orang Muslim

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته، ومن فرج عن مسلم كربة فرج الله عنه كربة من كرب يوم القيامة

“Barangsiapa yang membantu menutupi kebutuhan saudaranya maka Allah akan menutupi kebutuhannya. Barangsiapa yang meringankan dan membebaskan seorang muslim dari bencana maka Allah akan membebaskannya dari bencana dan kesulitan di hari kiamat.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

Kedelapan, Memperbanyak Tasbih (membaca subhanallah)

Allah menjelaskan kisah Nabi Yunus ketika ditelan ikan besar. Kemudian Allah mengeluarkannya karena di antaranya Nabi Yunus banyak membaca tasbih (mensucikan Allah).

“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.(Ash-Shaffat: 141-142)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

دعوة ذي النون إذ دعا وهو في بطن الحوت: لاإله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين) فإنه لم يدع بها رجل مسلم في شيء قط إلا استجاب الله له

 

“Doa Dzun Nuun (nabi Yunus) pada saat di dalam perut ikan besar adalah: (artinya: tidak ada tuhan kecuali Engkau ya Allah, Engkau Maha Suci dan aku termasuk orang zhalim). Tidaklah seorang mukmin selalu membacanya dalam suatu hal melainkan Allah akan mengabulkan baginya.” (HR. Tirmidzi) wallahu a’lam. 

Oleh: Ahmad Tarmuli LC. MHI


🍃🌺 Musibah Terbesar 🌺🍃

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Imam Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullah berkata:

«من أعظم المصائب للرجل أن يعلم من نفسه تقصيرًا ثم لا يبالي، ولا يحزن عليه!»

Di antara musibah terbesar bagi seseorang adalah dia tahu bahwi dirinya memiliki kekurangan, kemudian dia tidak peduli, dan tidak bersedih atas hal itu.

📚 Jawaahir min Aqwaal As Salaf No. 90

🌸☘🌺🌴🌻🌾🌷🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

4 Karakter Mukmin, Belajar dari Filosofi Pohon

Allah Berfirman,

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24) تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25)

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.(Ibrahim: 24-25)

Setiap orang pasti senang dan terhibur melihat indahnya pemandangan pohon. Suka berteduh di bawahnya. Menikmati buah lezatnya. Memanfaatkan oksigen yang dihasilkannya dan menyerap karbon dioksida yang kita keluarkan. Bahkan memanfaatkan setiap helai daun, serabut akarnya dan kayunya untuk berbagai macam kepentingan. Pohon adalah paru-paru dunia. Itulah perumpamaan seorang muslim.

Di dalam Al-Quran atau hadits, banyak perumpamaan (matsal) untuk mendekatkan pemahaman terhadap sesuatu yang logis abstrak (ma’qul) dengan sesuatu yang bisa diindra (mahsus). Seperti halnya ayat di atas yang mengumpamakan seorang mukmin dengan pohon.

Tentang “kalimat” dalam ayat itu, para ahli tafsir memiliki dua penafsiran; sebagian menyatakan bahwa yang dimaksud adalah keimanan di dalam dada dan sebagian lagi menyatakan sebagai orang mukmin itu sendiri. Kedua pendapat ini sebenarnya bisa dikompromikan yakni seorang mukmin dengan keimanannya ibarat sebuah pohon dengan sifat-sifat yang disebutkan setelahnya. Tentang pohon yang menjadi perumpamaan, sebagian ulama menyebutnya sebagai pohon kurma. Sebagian lagi menyatakan pohon sempurna itu hanya ada di surga.

Allah mengumpamakan seorang mukmin dengan keimanannya ibarat pohon dengan empat sifat; pohon yang baik, akarnya kuat menghunjam ke dalam tanah, batang dan dahannya menjulang tinggi ke langit, yang memberikan buahnya setiap saat tak kenal musim. Semua itu terjadi dengan izin Allah. Perumpamaan ini dibuat oleh Allah agar manusia mengambil pelajaran.

Imam Fakrur Razi dalam buku tafsirnya menjelaskan bahwa seorang mukmin memiliki empat karakter mendasar seperti karakter pohon. Masing-masing sifat pohon itu memiliki padanan sifat (karakter) yang harus dimiliki oleh seorang mukmin.

  1. Pohon Yang Baik (Thayyib)

kalimat yang baik seperti pohon yang baik

Karena tidak semua pohon itu baik, subur, banyak manfaat. Perumpaan seorang mukmin ibarat pohon yang baik. itu disebut “thayyib” apabila memiliki empat sifat mendasar;

Pertama, bentuk luar, dari akar hingga pucuk daunnya indah dipandang. Ia layak menjadi pemandangan indah untuk “cuci mata”. Maknanya, secara fisik penampilan seorang mukmin harus indah dan bersih. Wajah dan senyumnya harus menyenangkan orang lain.

Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam, “Allah juga Maha Indah dan mencintai keindahan.” (HR. Muslim)

Bahkan kebersihan dan kesucian badan, tempat dan pakaian dari najis menjadi prasyarat sahnya setiap ibadah kepada Allah. Dalam momen tertentu seperti Jumat dan shalat hari raya, seorang mukmin dianjurkan untuk mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Seorang mukmin dianjurkan senantiasa menjaga sunanul fitrah (memotong kuku, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan rambutnya).  Untuk tampil indah, tentu tidak mesti ganteng dan cantik , menor atau mengenakan aksesori yang berlebihan. Sebab Allah sekali-kali tidak melihat tampilan fisik seseorang. Allah menilai seseorang dari takwanya. Sederhana namun tetap kelihatan bersih dan pantas tentu lebih baik.

Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Senyummu di wajah saudaranya adalah sedekah” (HR. Tirmidzi)

Seorang mukmin tidak perlu menampakkan kemurungannya kepada orang lain. Sebaliknya, ia harus menampakkan wajah sumringahnya.

Kedua, pohon memiliki aroma yang sedap bahkan wangi, semisal kayu gaharu atau pohon yang menghasilkan bungah dan dedauan yang wangi. Maknanya, seorang mukmin juga harus menjaga aroma tubuhnya agar tetap wangi, atau minimal tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Seorang mukmin harus memperhatikan bau mulut dan tubuhnya jangan sampai mengganggu orang disekitarnya. Seorng mukmin harus mampu membuat orang di sekitarnya merasa nyaman.

Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku dikaruniai rasa cinta dari dunia kalian yakni kepada wanitanya dan minyak wanginya. Dan dijadikan penyejuk hatiku ketika dalam shalat. (HR. Baihaqi)

Karenanya, Rasulullah melarang seseorang makan bawang kemudian datang ke masjid. Sebab, efek makanan itu akan berimbas kepada aroma tubuh dan mulutnya. Bukan hanya karena ia akan menghadap kepada Allah, namun hal itu juga dikhawatirkan akan mengganggu kekhusuan jamaah lainnya di masjid.

Ketiga, pohon itu memiliki buah yang harum dan lezat rasanya. Maknanya, seorang mukmin harus senantiasa menjaga lisannya. Kata-kata yang diucapkan harus senantiasa menentramkan, menenangkan, menghibur. Jika tidak, hendaklah dia diam. Jangan sampai lisannya mengeluarkan kata-kata yang menyakiti dan menusuk hati orang lain, apalagi kata-kata gombal (bohong) dan gunjingan dan namimah. Konsekswensi keimanan mengharuskan seseorang berkata baik, jika tidak bisa maka dia harus diam.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari )

Lisan adalah juru bicara hati. Maka untuk menjaga hati, otomatis harus menjaga lisannya.

Keempat,  pohon, baik dari akar, batang dan dedaunannya memiliki manfaat dan khasiat bagi lingkungan sekitarnya. Maknanya, keberadaan seorang mukmin harus memberikan manfaat kepada orang lain. Seorang mukmin harus menjadi solusi dan jawaban atas sebuah masalah bukan menciptakan masalah.

“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat di antara manusia. Amal yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan dan menghibur orang muslim.” (HR. Baihaqi )

  1. Pohon Yang Memiliki Akar Yang Kuat

akarnya teguh

Semakin kuat akar sebuah pohon maka manfaatnya akan semakin banyak. Akar yang kuat membuktikan kesuburan pohon tersebut dan akan bisa bertahan lebih lama. Maknanya, seorang mukmin harus memiliki akidah, prinsip, pendirian dan mental kuat yang “tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan”. Seorang mukmin senantiasa harus bisa menjaga imannya, memperbaruinya dan menghiasi hati dengan keimanan itu. Sebab, meski dia seorang mukmin, tetap saja tidak keluar dari dimensi kemanusiannya. Ia memiliki keterbatasan kekuatan fisik dan akal. Suatu saat akan mengalami kelesuan. Sehingga ia perlu memperbaruinya. Iman ibarat pakaian yang selalu dikenakan, pasti akan mengalami lecek dan kusam sehingga perlu dibersihkan.

“Allah menciptakan keimanan laksana pakaian. Karenanya, mintalah kepada Allah agar memperbarui keimanan kalian.” (HR. Disahihkan oleh Al-Albani)  

“Iman itu bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketataan dan berkurang dengan keimanan.” (HR. Muslim)

  1. Pohon Yang Memiliki Dahan dan Ranting Kuat dan Tinggi

dan cabangnya (menjulang) ke langit,

Batang dan dahan yang kuat dan tinggi sebuah pohon dihasilkan oleh akarnya yang kuat. Sebuah pohon tanpak sempurna jika ia memiliki batang dan dahan kuat menjulang ke langit. Keduanya saling terkait. Semakin tinggi dan kuat sebuah pohon maka akan semakin rindang dedaunannya dan akan memberikan manfaat oksigen bagi manusia. Orang juga akan semakin merasa nyaman berteduh di bawahnya.

Maknanya, ruhiah (hubungan spiritualnya dengan Allah) mukmin dan akhlaknya sesama manusia harus tinggi dan kuat. Setinggi dan sekuat sebuah pohon. Semakin tinggi ruhiyah seorang mukmin maka orang lain akan semakin nyaman dengannya. Sama halnya sebuah bangunan rumah, semakin tinggi atapnya maka semakin adem orang yang tinggal di dalamnya.

Selain itu, ini filosofi ini juga bermakna, maka seorang mukmin harus bugar dan kuat secara fisik. Sebab dengan kesehatan dan kekuatan fisik saja, perintah-perintah Allah bisa dilaksanakan secara sempurna.

“Orang mukmin yang kuat lebih baik daripada orang mukmin yang lemah.” (HR. Muslim)

  1. Pohon Yang Memberikan Buahnya Tak Kenal Musim

Ini sifat penyempurna dari sifat-sifat sebelumnya. Dengan keindahan, akar kuat, dahan tinggi, sebuah pohon belum bermanfaat secara sempurna kalau dia tidak berbuah. Atau berbuah namun hanya sekali sepanjang usianya. Atau hanya berbuah secara musiman. Pohon akan semakin sempurna bila berbuah sepanjang tahun dan tak kenal musim.

Maknanya, seorang mukmin itu harus beramal yang bermanfaat untuk dirinya, keluarga dan orang lain secara berkesinambungan dan istiqamah. Dilakukan dalam kondisi apapun. Inilah simpul ajaran Islam. Amal salih tidak bermakna jika hanya dilakukan sekali atau hanya dilakukan karena trend tertentu.

Istiqamah inilah yang menyebabkan Rasulullah saw beruban.

“Surat Hud (yang ada perintah istiqomah “istiqamahlah terhadap apa yang aku perintahkan” (Hud: 112) telah membuatku beruban.” (HR. Tirmidzi )

Karenanya, salah satu sifat orang bertakwa ada berinfak dalam kondisi leluasa (berpunya) atau dalam keadaan kekurangan sesuai dengan kadar kemampuannya.

“Yakni orang yang berinfak dalam keadaan leluasa dan sempit.” (Ali Imran: 134)

Jika ingin istiqamah, seseorang harus memiliki energi kesabaran di atas rata-rata. Hanya dengan kesabaran dan istiqamah itulah seseorang akan bisa menyudahi tugasnya dengan happy ending atau lebih tepatnya husnul khatimah.

Semua itu Dengan Izin Allah

“Dengan izin Allah”

Kebaikan, manfaat dan amal salih seseorang hanya bisa terwujud dengan taufiq, hidayah dan izin Allah. Seseorang tak layak membusungkan dada dan berkacak pinggang saat mampu menorehkan prestasi kebaikan. Sebab pada dasarnya ia tidak memiliki daya apa-apa kecuali dari Allah.

“Tidaklah aku menginginkan kecuali perbaikan dan aku tidak akan mendapatkan taufiq kecuali dari Allah.” (Hud: 88)

Karenanya, seorang mukmin harus meminta hidayah taufiq kepada Allah setiap hari 17 kali dalam setiap rakaat shalatnya. Para menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat,

“Tunjukkanlah kami ke dalam jalan lurus” (Al-Fatihah: 6) adalah hidayah taufiq yakni seseorang diberi Allah persetujuan, izin dan kemampuan yang mampu melakukan kebajikan.

Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Lantas maukah hati dan fikiran kita terbuka merenungi perumpaan ini? Maukah mengevaluasi seberapa jauh kesesuaian kita dengan sifat-sifat tersebut? Wallahu a’lam 

Oleh: Ahmad Tarmuli LC. MHI

10 Kunci Kekayaan Yang Sering Terlupakan Banyak Orang

Islam mengajarkan zuhud (gaya hidup sederhana) dari harta benda dan dunia yang dimiliki manusia. Namun tidak berarti Islam melarang kita kaya. Bahkan Islam menganjurkan agar umatnya kaya dan memiliki harta. Sebab dengan kekayaan, seorang Muslim bisa melakukan jenis ketaatan yang terkadang tidak bisa dilakukan oleh orang yang berharta.  Orang berharta bisa haji, umrah, infak dan lain-lain yang mungkin tak bisa dilakukan oleh setiap orang miskin.

Rasulullah Sallalahu Alaihi Wassalam bersabda, “Sebaik-sebaik harta adalah harta orang shalih.” (HR. Ahmad)

Mencari harta kekayaan dalam Islam adalah bagian dari ibadah. Karenanya, sarana dan cara mencarinya tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam.

Faktor pembuka atau kunci itu ada dua jenis; faktor lahir, kasat mata, atau material causal (al akhdzu bil asbab) atau dalam bahasa kita ikhtiyar (berusaha) secara lahiriah dari bertani, berdagang, berprofesi dan lain-lain. Di sini berlaku hukum sebab akibat (causalitas). dan faktor batin. Faktor lahiriyah misalnya; bertani, nelayan, berdagang, berprofesi, mengajar, dan lain-lain. Faktor batin rizki bersifat spiritualitas, ibadah dan perwujudan nilai-nilai dan ajaran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ini menghubungkan seseorang dengan Maha Pemberi rizki, Allah secara langsung dengan menyandarkan diri kepada “Sang Pemiliki sebab” Maha Pemberi rizki Allah SWT dengan cara mendekatkan diri kepada Allah baik ibadah atau amal sosial. Di sini berlaku lebih kuat dari hukum causalitas sebab Allah lah penentu hukum causalitas tersebut. Namun terkadang kebanyakan orang melupakan faktor kedua.

Kedua faktor di atas harus ditempuh oleh seseorang. Seseorang tidak boleh mengandalkan faktor pertama dengan mengesampingkan faktor kedua. Sebab hal itu bisa menjadikan seseorang menyekutukan Allah. Di sisi lain, faktor pertama hanyalah usaha manusia. Sementara faktor kedua bersifat faktor penentuan yang diserahkan kepada Allah Maha Pemberi rizki. Jika seseorang ingin memaksimalkan perolehan rizki maka dia harus memaksimalkan keduanya.

Kedua faktor dengan bagian-bagian yang terkait ibarat modal, aset dan investasi untuk mendapatkan ‘keuntungan’ materi dan non materi dari Allah. Semakin banyak dan berkualitas modal-modal itu kita tanam, maka makin besar pula incomenya.

Di atas semua itu, bagi seorang Muslim, rizki sepenuhnya di tangan Allah. Ini adalah bagian dari akidah dan prinsip dalam mencari rizki.

Ada 10 faktor kunci rizki yang bersifat batin dimana Allah menjamin sebagai penyebab rizki-Nya.

10 kunci rizki yang bersifat batiniyah.

  1. Perbanyak Istigfar (Minta Ampun dan Taubat kepada Allah)

Memperbanyak melafadlkan “astagfirullah” dengan lisan sembari di dalam hati mengakui kekurangan dan kesalahan. “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)

  1. Bertaqwa kepada Allah

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)

  1. Bertawakal kepada Allah

“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.” (Ath-Thalaq: 3)

Dari sahabat Umar bin Khattab, Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, sungguh Dia akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana burung diberi rizki. Dia berangkat pagi dalam keadaan lapar, namun kembali sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad)

  1. Tafarrug (Khusyuk dan Fokus) dalam Beribadah

Tafarrug dalam ibadah artinya fokus dalam ibadah, Al-Quran, dzikir dll.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah berfirman, “Wahai bani Adam, fokus dalam beribadah kepadaku, maka Aku akan penuhi hatimu dengan kecukupan (kekayaan) dan aku tutup kefakiranmu. Jika tidak engkau lakukan,  Aku penuhi hatimu dengan kesibukan dan tidak aku tutup kefakiranmu.” (HR. Ahmad disahihkan Tirmidzi, Adz-Dzhabi dan Al-Albani)

  1. Mengikuti Ibadah Haji dengan Umrah

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam, “Ikutilah haji dengan umrah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana panas api menghilangkan tempaan besi.” (HR. Ibnu Majah)

  1. Menyambung Silaturahim

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah dia silaturahim.” (HR. Bukhari)

  1. Menginfakkan Harta di Jalan Allah

“Apa yang kalian infakkan dari sesuatu (harta), maka Dia (Allah) menggantinya dan Dia sebaik-sebaik pemberi rizki.” (Saba’: 39)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Sallalahu Alaihi Wassalam bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, berinfaklah, Aku akan berinfak kepadamu.” (HR. Muslim)

  1. Menginfakkan Harta untuk Pelajar Agama dan Dai di Jalan Allah

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dia menceritakan, ada dua bersaudara yang hidup di jaman Nabi Sallalahu Alaihi Wassalam. Salah satunya selalu datang kepada Nabi (untuk belajar ilmu). Sementara yang lainnya mencari nafkah. Maka saudaranya yang mencari nafkah itu mengadukan saudaranya kepada Nabi. Maka Nabi Sallalahu Alaihi Wassalam bersabda, “Bisa jadi kamu diberi rizki karena saudaramu.” (HR. Hakim disahihkan oleh Adz-Dzahabi

  1. Doa

(Al Baqarah: 186) Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Sallalahu Alaihi Wassalam bersabbda, “Barangsiapa yang ditimpa kemelaratan, kemudian dia mengadukannya kepada manusia, maka kemeratan itu tidak akan dihilangkan. Barangsiapa yang diadukannya kepada Allah, maka Dia akan mendekatkannya dengan rizki, cepat atau lambat.” (HR. Tirmidzi disahihkan Al-Albani)

  1. Syukur atas Nikmat Allah

Allah berfirman,

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)

10 kunci pembuka rizki dan kekayaan ibarat rumus pasti mencari rizki. Sebab Allah dan Rasul-Nya sudah menegaskan dalam redaksi “meyakinkan”. Baik dengan redaksi kalimat penegasan atau syarat dan masyruth (hasilnya). Hanya saja masalahnya, sebagian besar manusia tidak yakin dan masih meragukan rumus-rumus ini. Sehingga hasilnya pun sesuai dengan tingkat keyakinannya sendiri.

Rasulullah Sallalahu Alaihi Wassalam menegaskan dalam hadits qudsi, Allah berfirman, “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku.” (HR. Nasa’i)

Sekarang, renungkan dua faktor rizki  dengan rincian 10 hal di atas, apakah kita sudah benar-benar mengamalkannya atau hanya sepintas lalu kita baca sebagai “teori” semata? Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Ahmad Tarmuli LC. MHI

Sekali Lagi, Soal Hukum Suara Wanita

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ’ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa man waalah wa ba’d:

Pertanyaan ini ada dua:

Pertama. Auratkah suara wanita?

Dalam hal ini para ulama terjadi perselisihan pendapat. Ada yang menyatakan aurat seperti golongan Hanafiyah dan yang mengikuti mereka. Ada yang menyatakan bukan aurat, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Walau mereka sepakat, bahwa bagi laki-laki ajnabi (asing) jika suara wanita memancing fitnah yang melahirkan syahwat, atau  sengaja berlezat-lezat mendengarkannya maka itu aurat dan diharamkan.

Pihak Yang Mengatakan Aurat dan Alasannya

Ada beberapa alasan:

  1. Allah ﷻ berfirman:

 

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ

Janganlah kaum wanita menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan mereka yang tersembunyi. (QS. An Nuur: 31)

Ayat ini melarang wanita dengan sengaja memperdengarkan perhiasannya ke laki-laki bukan mahramnya, dan suara wanita termasuk perhiasan bagi mereka,   maka itu lebih layak  untuk dilarang.

Syakh Abdurraman Al Jazairi menjelaskan:

فقد نهى الله تعالى عن استماع صوت خلخالها لأنه يدل على زينتها فحرمة رفع صوتها أولى من ذلك ولذلك كره الفقهاء أذان المرأة لأنه يحتاج فيه إلى رفع الصوت والمرأة منهية عن ذلك وعلى هذا فيحرم رفع صوت المرأة بالغناء إذا سمعها الأجانب سواء أكان الغناء على آلة لهو أو كان بغيرها وتزيد الحرمة إذا كان الغناء مشتملا على أوصاف مهيجة للشهوة كذكر الحب والغرام وأوصاف النساء والدعوة إلى الفجور وغير ذلك

 

Allah ﷻ telah melarang mendengarkan suara karena hal itu menunjukkan perhiasannya maka  haramnya meninggikan suaranya lebih pantas diharamkan, oleh karena itu para ahli fiqih memakruhkan azan kaum wanita karena azan membutuhkan suara yang ditinggikan dan wanita dilarang untuk itu. oleh karena itu, diharamkan meninggikan suara wanita dalam nyanyian jika yang mendengarkannya adalah laki-laki bukan mahramnya sama saja apakah pakai alat musik, atau tidak, dan keharamannya bertambah jika nyanyian tersebut mengandung penyifatan yang bisa menimbulkan syahwat seperti senandung cinta, rindu, penggambaran tentang wanita, dan ajakan kepada perbuatan keji dan lainnya.  (Al Fiqh ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 5/26)

  1. Anjuran bertepuk tangan bagi wanita untuk merakat kesalahan imam

عن النبي صلى الله عليه وسلم:  مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ

Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh suatu hal maka bertasbihlah, sesungguhnya jika dia bertasbih hendaknya menengok kepadanya, dan  bertepuk tangan hanyalah  untuk kaum wanita.” (HR. Bukhari No. 652, Muslim No. 421)

Pembedaan dalam hadits ini, yaitu khusus kaum wanita dianjurkan bertepuk tangan,  menunjukkan bahwa  suara wanita memang aurat. Sebab, jika memang bukan aurat pastilah disamakan dengan kaum laki-laki yaitu ucapan subhanallah.

Pihak Yang Mengatakan Bukan Aurat dan Alasannya

Kelompok ini memiliki beberapa alasan:

  1. Rasulullah ﷺ pernah berbicara dengan kaum wanita.

 

Allah ﷻ berfirman:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al Mujadilah: 1)

  1. Rasulullah ﷺ dan para sahabat (Abu Bakar, Utsman, dan Ali Radhiallahu ‘Anhum) pernah mendengarkan wanita bernyanyi

 

Dari Buraidah katanya:

خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ مَغَازِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ جَاءَتْ جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي كُنْتُ نَذَرْتُ إِنْ رَدَّكَ اللَّهُ سَالِمًا أَنْ أَضْرِبَ بَيْنَ يَدَيْكَ بِالدُّفِّ وَأَتَغَنَّى، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ كُنْتِ نَذَرْتِ فَاضْرِبِي وَإِلاَّ فَلاَ. فَجَعَلَتْ تَضْرِبُ، فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عَلِيٌّ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَأَلْقَتِ الدُّفَّ تَحْتَ اسْتِهَا، ثُمَّ قَعَدَتْ عَلَيْهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَخَافُ مِنْكَ يَا عُمَرُ، إِنِّي كُنْتُ جَالِسًا وَهِيَ تَضْرِبُ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عَلِيٌّ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِيَ تَضْرِبُ، فَلَمَّا دَخَلْتَ أَنْتَ يَا عُمَرُ أَلْقَتِ الدُّفَّ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan peperangan, ketika sudah kembali datanglah kepadanya seorang budak wanita berkulit hitam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku bernadzar jika engkau kembali dalam keadaan selamat aku akan memainkan rebana dan  BERNYANYI di hadapanmu.” Rasulullah bersabda, “Jika engkau sudah bernadzar maka pukullah rebana itu, jika tidak bernadzar maka tidak usah dipukul rebananya.” Maka wanita itu pun memainkan rebananya, lalu masuklah Abu Bakar dia masih memainkannya. Masuklah Ali dia masih memainkannya. Masuklah Utsman dia masih memainkannya. Lalu ketika Umar yang masuk, dibantinglah rebana itu dan dia duduk (ketakutan). Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Umar syetan saja benar-benar takut kepadamu, ketika aku duduk dia memukul rebana, ketika Abu Bakar masuk dia amsih memainkannya, ketika Ali datang dia masih memainkannya, ketika Utsman datang dia masih memainkannya, tapi ketika Engkau yang datang dia lempar rebana itu.  (HR. At Tirmdzi No. 3690, katanya: hasan shahih. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya)

 

.               Imam Ali Al-Qari Rahimahullah mengomentari kisah ini:

دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ سَمَاعَ صَوْتِ الْمَرْأَةِ بِالْغِنَاءِ مُبَاحٌ إِذَا خَلَا عَنِ الْفِتْنَةِ

Ini merupakan dalil bahwa mendengarkan suara wanita yang bernyanyi adalah mubah jika tidak ada fitnah. (Mirqah Al-Mafatih, 9/3902)

 

Ar Rubayyi binti Mu’awidz Radhiallahu ‘Anha bercerita:

 

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عُرْسِي، فَقَعَدَ فِي مَوْضِعِ فِرَاشِي هَذَا، وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تَضْرِبَانِ بِالدُّفِّ، وَتَنْدُبَانِ آبَائِي الَّذِينَ قُتِلُوا يَوْمَ بَدْرٍ، فَقَالَتَا فِيمَا تَقُولَانِ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا يَكُونُ فِي الْيَوْمِ وَفِي غَدٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا هَذَا، فَلَا تَقُولَاهُ 

 

Pada hari pernikahanku Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang, dia duduk di permadaniku ini, aku memiliki dua jariyah (budak wanita remaja) yang sedang memainkan rebana, mereka menyanyikan lagu tentang ayah-ayah kami ketika terbunuh dalam perang Badar, maka mereka berkata, “Di tengah kita ada seorang nabi yang mengetahui apa yang terjadi hari ini dan esok.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ucapan yang ini, janganlah kalian berdua ucapkan.” (HR. Ahmad No. 27021. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: shahih sesuai syarat Imam Muslim. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad, 44/570)

 

  1. Para sahabat Nabi ﷺ juga berbicara dengan kaum wanita serta meriwayatkan hadits dari istri-istri Nabi ﷺ.

Begitu pula ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau menjenguk ayahnya dan Bilal bin Rabah Radhiallahu ‘Anhu yang sedang demam. ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

 

لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، وُعِكَ أَبُو بَكْرٍ وَبِلاَلٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَتْ: فَدَخَلْتُ عَلَيْهِمَا، قُلْتُ: يَا أَبَتِ كَيْفَ تَجِدُكَ؟ وَيَا بِلاَلُ كَيْفَ تَجِدُكَ؟

 

Ketika Rasulullah ﷺ sampai di Madinah, Abu Bakar dan Bilal mengalami demam. Lalu aku masuk menemui keduanya. Aku berkata: “Wahai ayah, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal bagaimana keadaanmu?” (HR. Al Bukhari No. 5654)

 

                Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah berkata:

 

 

صوت المرأة عند الجمهور ليس بعورة؛ لأن الصحابة كانوا يستمعون إلى نساء النبي صلّى الله عليه وسلم لمعرفة أحكام الدين، لكن يحرم سماع صوتها بالتطريب والتنغيم ولو بتلاوة القرآن، بسبب خوف الفتنة.

 

Suara wanita menurut mayoritas ulama bukanlah aurat karena dahulu para sahabat Nabi ﷺ mendengarkan dari istri-istri Nabi ﷺ  untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita  jika melahirkan gairah dan mendayu-dayu walau pun membaca Al Quran,  disebabkan khawatir lahirnya fitnah.  (Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 1/665)

Jadi, jika lahir fitnah yaitu lahirnya syahwat misalnya, maka hal itu terlarang, jika tidak ada fitnah maka tidak apa-apa, walau pun mendengarkan wanita bernyanyi sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali Al Qari. Syakh Wahbah Az Zuhaili juga mengatakan:

فلا يحرم سماع صوت المرأة ولو مغنية، إلا عند خوف الفتنة

Maka, tidaklah diharamkan mendengarkan suara wanita walau wanita penyanyi kecuali jika khawatir terjadinya fitnah. (Ibid, 2/116)

 

Kedua. Wanita Membaca Al Quran Diperdengarkan Laki-Laki

Dalam hal ini kami sodorkan Fatwa Samahatusy Syaikh, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah:

ما حكم الاستماع إلى تلاوة النساء في مسابقات القرآن الكريم التي تقام سنويا في بعض البلاد الإسلامية؟ أفيدونا أفادكم الله.

“Apa hukum mendengarkan bacaan Al Quran kaum wanita dalam acara  MTQ yang dilakukan secara tahunan di sebagian negeri islam? Semoga Allah memberikan faidah kepada kami dan Anda. ”

 

Jawab (Syaikh Ibnu Baz):

 لا أعلم بأسا في هذا الشيء إذا كان النساء على حدة والرجال على حدة، من غير اختلاط في محل المسابقة، بل يكن على حدة، مع تسترهن وتحجبهن عن الرجال .

وأما المستمع فإذا استمع للفائدة والتدبر لكلام الله فلا بأس، أما مع التلذذ بأصواتهن فلا يجوز. أما إذا كان القصد الاستماع للفائدة، والتلذذ في استماع القرآن والاستفادة من القرآن فلا حرج إن شاء الله في ذلك .

“Saya tidak ketahui adanya masalah dalam hal ini jika kaum wanita dan laki-laki masing-masing diberi pembatas ditempatnya, tidak ikhtilath (campur baur) ditempat perlombaan, bahkan diberikan batasan khusus yang menutup mereka dan menghijabnya dari laki-laki.

 

Ada pun pendengar, jika tujuannya adalah untuk mendapatkan faidah dan tadabbur firman Allah, maka tidak apa-apa.  Sedangkan jika dibarengi niatan  berlezat-lezat terhadap  suara para wanita maka tidak boleh. Jika mendengarkannya untuk mendapatkan faidah, dan menikmati bacaan Al Quran, dan mengambil manfaat dari Al Quran maka tidak ada masalah dalam hal ini. Insya Allah.” (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatawa Nur ‘Alad Darb, No. 37)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Al Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

 

 

scroll to top