Tafsir Surat At Tahrim (Bag. 2)

🏹🏹🏹🏹🏹🏹🏹

📌Jangan Haramkan Apa Yang Allah Halalkan

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

‘Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan  apa yang Allah halalkan bagimu, kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu?dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. At Tahrim [66]:1)

📌Sabab Nuzul ayat

Seperti telah disebutkan pada bagian pendahuluan, ayat pertama ini berkisah tentang sikap Nabi Muhammad yang mengharamkan istrinya yaitu Mariyah al Qibtiyah, saat Hafshah mendapati nabi bersama Mariyah dirumah Hafshah, yang pada saat itu merupakah giliran Hafshah yang seharusnya bersama Nabi, Hafshah cemburu. Lalu beliau bersumpah tidak akan mencampuri Mariyah al Qibtiyah lagi dengan maksud agar Hasfhah ridha dan senang atas hal tersebut. namun kemudian Allah menegur sikap nabi tersebut dan memerintahkannya untuk melakukan kafarat atas sumpahnya.[1]

📌Siapakah Mariyah al-Qibtiyah?

Dia adalah Mariyah binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agama Nasrani di Romawi. Setelah dewasa, bersama saudara perempuannya, Sirin, Mariyah  dipekerjakan pada Raja Muqauqis di Iskandariyah, Mesir.

Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui Hatib bin Abi Balta’ah, menyeru raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah-hadiah berupa emas dan hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan, Hatib merasakan kesedihan hati Mariyah karena harus meninggalkan kampung halamannya. Hatib menghibur mereka dengan menceritakan tentang Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka memeluk Islam.

Mereka pun menerima ajakan tersebut. Ibnu Sa’ad menyebutkan dalam Tabaqat al-Kubra bahwa Aisyah memendam rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya.Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh, itu lebih menyakitkan bagi kami.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun, diberi nama Ibrahim namun wafat pada usia dua tahun. Mariyah al-Qibthiyah wafat pada  zaman pemerintahan Umar bin Khattab pada tahun ke 16 hijrah.[2]

Muhammad Ali As Shabuni menyebutkan, dalam ayat ini Allah mengawali ayat dengan panggilan “Ya Ayyuhan Nabi_ ( Wahai Nabi) padahal sudah jelas bahwa yang dimaksud adalah nabi Muhammad, namun Allah tidak memangil dengan nama, seperti yang Allah lakukan kepada nabi-nabi lain, misalnya Ya Ibrahim, Ya Yusuf, Ya Nuh, Ya Isa dan seterusnya. Hal ini mengandung hikmah bahwa Nabi Muhammad adalah dengan maksud tertentu sebagai penghormatan:

وذلك أعظم دليلٍ وبرهانٍ على أنه صلوات الله عليه أفضل الأنبياء والمرسلين

Hak itu merupakan bukti bahwa Beliau ( Nabi Muhammad Shaallahu alaihi wasallam) adalah sebaik-baik nabi dan Rasul.[3]

📌Kaffarat sumpah

Kaffarat berasal dari derivative kata al kufr  artinya menutup ( as satr).[4]

والمقصود بها هنا الاعمال التي تكفر بعض الذنوب وتسترها حتى لا يكون لها أثر يؤاخذ به في الدنيا ولا في الاخرة

Maksudnya amalan-amalan yang menutupi sebagian dosa dan menjadi penghalang agar tidak berpengaruh terhadap hukum Allah di dunia dan diakherat.

Kafarat atas sumpah dilakukan dengan empat cara:[5]

💦  Memberi makan sepuluh orang miskin

Menurut Syafi’, Maliki dan penduduk Madinah sebanyak 1 mud (3/4 kg) untuk satu orang miskin. Dengan makanan pokok negeri (padi, jagung dan sejenisnya) tersebut sesuai dengan makanan yang dimakan. Sedangkan pendapat lain mengatakan, sebanyak setengah sha’ untuk satu orang. Sedangkan 1 sha’ adalh 2,176 kg.[6]

💦  Memberi pakaian

Pakaian yang diberikan layak pakai yang layak untuk mendirikan shalat, seperti celana, sarung dan sejenisnya. Sedangkan kaum wanita baju kurung (khimar) dan kerudung.

💦  Membebaskan seorang budak

💦  Jika tidak mampu maka diganti dengan puasa tiga hari berturut-turut.

Hal ini seperti tercantum dalam firman Allah:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu dengan memberi makan sepuluh orang miskin yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah dan kamu langgar. Dan dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur. ( QS. Al Maidah [5]:89)

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dua pendapat terkait dengan kaffarat sumpah:[7]

ذَهَبَ مَنْ ذَهَبَ مِنَ الْفُقَهَاءِ مِمَّنْ قَالَ بِوُجُوبِ الْكَفَّارَةِ عَلَى مَنْ حَرَّمَ جَارِيَتَهُ أَوْ زَوْجَتَهُ أَوْ طَعَامًا أَوْ شَرَابًا أَوْ مَلْبَسًا أَوْ شَيْئًا مِنَ الْمُبَاحَاتِ، وَهُوَ مَذْهَبُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَطَائِفَةٍ. وَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ إِلَى أَنَّهُ لَا تَجِبُ الْكَفَّارَةُ فِيمَا عَدَا الزَّوْجَةَ وَالْجَارِيَةَ، إِذَا حَرَّم عَيْنَيْهِمَا أَوْ أَطْلَقَ التَّحْرِيمَ فِيهِمَا فِي قَوْلِهِ، فَأَمَّا إِنْ نَوَى بِالتَّحْرِيمِ طَلَاقَ الزَّوْجَةِ أَوْ عِتْقَ الْأَمَةِ، نَفَذَ فِيهِمَا

💦  Imam Ahmad mewajibkan kafarat bagi orang yang mengharamkan budak wanitanya,istri, makanan, minuman, pakaian, atau hal mubah lainnya.

💦  Sedangkan Imam asy-Syafi’i berpendapat tidak wajib, kafarat selain dari mengharamkan istri dan budak wanita saja juga tidak wajib kafarat jika mengharamkan keduanya dalam ucapan saja. Sedangkan jika disertai niat, baik mentalaq isterinya atau membebaskan budaknya maka hukumnya berlaku.

Firman Allah:

قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Sesunggunya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Tahrim:2)

Ayat diatas merupakan perintah Allah untuk membebaskan diri dari sumpah dengan kaffarat (tebusan) seperti tercantum dalam surat Al Maidah: 89 diatas, hikmahnya adalah karena Allah Maha Mengetahu tentang kondisi Nabi dan umatnya, dan Maha Bijaksana dalam keputusan-Nya.[8]

والله أعلم

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

[1] Ibnu Jarir At Thabari w.310 H, Tafsir at Thabari (Muassasah ar Risalah,1420H) 23/476
[2] Ibnu Sa’ad, Tabaqat Kubra, Beirut: Dar Kutub al Ilmiyah,  1410, jilid 8/174
[3] Ali Ash Shabuni, Shafwat Tafasir, 3/383
[4] Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, 3/24
[5] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 2/179
[6] Baznaz.go.id
[7] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al Adzim, Dar Taybah lin Nasyr, 1420, 8/160
[8] Al Jazairi, Aisar At Tafasir, 5/385

🌺☘🌿🌻🌸🌴🌹🌷🍃

Ust Fauzan Sugiono, Lc

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

💦💥💦💥💦💥💦💥

📌Muqaddimah

📌Indentifikasi  Surat

🌸 Surat ini  termasuk kedalam surat Madaniyah,
🌸 Jumlah ayatnya ada dua belas ayat,
🌸 Urutan surat ke enam puluh enam,
🌸 Berada pada juz 28
🌸 Turun setelah surat Al Hujurat

📌Nama surat

Imam Asy Syaukani menyebutkan dalam Fath al Qadir, nama surat At Tahrim disebut juga dengan surat An Nabi begitu juga disebutkan oleh Al Qurthubi, sedangkan Ibnu Mardawaih menyebutnya sebagai surat Al Muharram.

📌Munasabah (korelasi ) dengan Surat At Thalaq

Korelasi antara surat At Thalaq dengan surat At Tahrim adalah keduanya memiliki kedekatan pembahasan terkait hukum-hukum dan permasalahan keluarga, dan persoalan talaq.

📌Kandungan umum surat at Tahrim

Secara umum surat At Tahrim memberi pelajaran terkait dengan baitu an nubuwah (rumah tangga nabi) sebagai teladan kepada umat manusia, diantara pelajaran yang bisa kita petik dari surat ini diantaranya:

📕 Pelajaran bagi para istri agar tidak banyak membuat para suami gundah dengan tuntutan dan permasalahan yang dapat  membuat keretakan rumah tangga  ayat 1-5)

📒 Gambaran tentang balasan di akherat bagi orang-orang yang beramal shalih, dan ancaman azab neraka kepada orang-orang yang mengingkari perintah Allah dan Rasul-Nya serta  anjuran bertaubat  atas dosa-dosa ( ayat 8)

📗 Mengajarkan kepada setiap manusia untuk mendidik anak dan keluarga, serta menjaga mereka dari siksa neraka, (ayat 6)

📙 Gambaran tentang wanita shalihah dalam kehidupan  keluarga para nabi terdahulu yaitu keluarga nabi Nuh dan  nabi Luth serta kehidupan Maryam dan Asiyah sebagai contoh baik ( ayat 10-12).

📌Sabab Nuzul Ayat

Ada beberapa riwayat tentang sabab nuzul surat at tahrim diantaranya:

Nabi mengharamkan hamba sahayanya yaitu Mariah Al Qibtiyah

Ibnu Jarir menyebutkan:

كَانَ بَدْءُ الْحَدِيثِ فِي شَأْنِ أَمِّ إِبْرَاهِيمَ الْقِبْطِيَّةِ، أَصَابَهَا النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ فِي نَوْبَتِهَا  فَوَجَدت حَفْصَةُ، فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، لَقَدْ جِئْتَ إليَّ شَيْئًا مَا جِئْتَ إِلَى أَحَدٍ مِنْ أَزْوَاجِكَ، فِي يَوْمِي، وَفِي دَوْرِي، وَعَلَى فِرَاشِي. قَالَ: “أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أُحَرِّمَهَا فَلَا أَقْرَبَهَا؟ “. قَالَتْ: بَلَى. فحَرَّمها وَقَالَ: “لَا تَذْكُرِي ذَلِكَ لِأَحَدٍ”. فَذَكَرَتْهُ لِعَائِشَةَ، فَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ} الْآيَاتِ  فَبَلَغَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كفَّر عَنْ  يَمِينِهِ، وَأَصَابَ جَارِيَتَهُ

Permulaan pembicaraan pada peristiwa Ummu Ibrahim Al Qibtiyah ( Mariah Al Qibtiyah), yang berkumpul bersama nabi, dirumah Hafshah yang pada saat itu giliran Hafsah, lalu Hafsah berkata,” Wahai Nabi, sungguh engkau telah lakukan kepadaku, apa yang  tidak engkau lakukan kepada isteri-isterimu yang lain, pada hariku, giliranku dan tempat tidurku. Lalu nabi bersabda,”Apakah kamu ridha jika aku mengharamkannya (Mariah Qibtiyah) dan aku tak akan mendekatinya. Lalu Hafshah berkata,”Ya, lalu Nabi mengharamkannya, dan bersabda,” Jangan kamu sampaikan kepada siapapun. Namun Hafshah menceritakannya kepada Aisyah, dan Allah memberitahukan hal tersebut, maka turunlah ayat:

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu… (QS. At Tahrim:1)

Namun kemudian Rasulullah  menebus sumpah tersebut dan kembali bercampur dengan hamba sahayanya.

Sikap nabi yang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.

Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam kitab Sahihnya:

عَنِ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ عَسَلًا عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحش، وَيَمْكُثُ عِنْدَهَا، فتواطأتُ أَنَا وحفصةُ عَلَى: أيتُنا دخلَ عَلَيْهَا، فَلْتَقُلْ لَهُ: أكلتَ مَغَافير؟ إِنِّي أَجِدُ مِنْكَ رِيحَ مَغَافِيرَ. قَالَ: “لَا وَلَكِنِّي كُنْتُ أَشْرَبُ عَسَلًا عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحش، فَلَنْ أَعُودَ لَهُ، وَقَدْ حَلَفْتُ لَا تُخْبِرِي بِذَلِكَ أَحَدًا”،

Dari Aisyah ia berkata,” Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, meminum madu, di rumah Zainab binti Jahsy, dan tinggal beberapa lama disana. Lalu aku dan Hafshah kesana, dan masuk ke rumah Zainab, lalu berkata kepada Nabi,”Apakah engkau memakan maghafir (tumbuhan berbau busuk menyengat). Rasululla menjawab,“Tidak, tetapi aku meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy, aku tak kan kembali kesana, dan aku sudah bersumpah agar kau tak memberitahu siapapun. (Shahih Bukhari).
والله أعلم

Bersambung ….

🌺🌻🍃🌷🌿🌹🌴☘

Ust Fauzan Sugiono, Lc

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

Penghalang-Penghalang Jihad .., Adakah Kita Mengalaminya?

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah:

  1. “jika bapak-bapak,
  2. anak-anak,
  3. saudara-saudara,
  4. isteri-isteri,
  5. kaum keluargamu,
  6. harta kekayaan yang kamu usahakan,
  7. bisnis yang kamu khawatiri kerugiannya,
  8. dan tempat tinggal yang kamu sukai,

adalah lebih kamu cintai dibanding Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

(Qs. At Taubah: 24)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menyebutkan urusan-urasan yang biasanya membuat manusia meninggalkan perjuangan. Mereka lebih suka, cinta, dan ridha, itu semua dibanding Allah, Rasul, dan Jihad. Allah Ta’ala mengancam dengan kalimat “fatarabbashu hatta ya’tiyallahu bi amrih …” apa maksudnya?

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah mengatakan:

“Tunggulah sampai Allah mendatang “urusannya” merupakan ancaman bagi mereka, dan urusan di sini adalah hukuman baik yang disegerakan atau yang ditunda.”

(Dr. Wahbah Mushthafa Az Zuhailiy, At Tafsir Al Munir, 10/148. Cet. 2, 1418H. Darul Fikr Al Mu’ashir, Damaskus)

Begitu pula dikatakan Syaikh Ali Ash Shabuni Rahimahullah:

{ فَتَرَبَّصُواْ } أي انتظروا وهو وعيد شديد وتهديد { حتى يَأْتِيَ الله بِأَمْرِهِ } أي بعقوبته العاجلة أو الآجلة

“Yaitu tunggulah oleh kalian ancaman yang keras dan menakutkan, yaitu berupa hukumanNya yang disegerakan atau ditunda.”

(Syaikh Ali Ash Shabuni, Shafwatut Tafasir, 1/386)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Kesertaan Muslimah Dalam Jihad Islam

Pada masa-masa terbaik Islam, muslimah justru menampakkan peran serta yang sangat penting.

Suara pertama yang mendukung dan membenarkan kenabian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah suara wanita yakni Khadijah binti Khuwailid.

Syuhada pertama dalam Islam adalah seorang wanita, yakni Sumayyah, ibu Ammar bin Yasir, yang dibunuh oleh Abu Jahal karena mempertahankan keislamannya.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu bersembunyi di goa (Jabal Tsur), Asma binti Abu Bakar-lah yang bolak-balik membawakan makanan untuk mereka berdoa, padahal kondisinya sedang hamil.

Ketika perang Uhud, Ummu Salith adalah wanita yang paling sibuk membawakan tempat air untuk pasukan Islam, sebagaimana yang diceritakan Umar bin Al Khathab. (HR. Bukhari, Kitab Al Maghazi Bab Dzikri Ummi Salith, No. 3843). Ummu Salith juga pernah berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Imam Al Bukhari dalam kitab Shahih-nya, membuat enam bab tentang peran muslimah dalam peperangan yang dilakukan kaum laki-laki.

1. Bab Ghazwil Mar’ah fil Bahr (Peperangan kaum wanita di lautan)

2. Bab Hamli Ar Rajuli Imra’atahu fil Ghazwi Duna Ba’dhi Nisa’ihi (Laki-laki membawa isteri dalam peperangan tanpa membawa isteri lainnya)

3. Bab Ghazwin Nisa’ wa Qitalihinna ma’a Ar Rijal (Pertempuran wanita dan peperangan mereka bersama laki-laki)

4. Bab Hamlin Nisa’ Al Qiraba Ilan Nas fil Ghazwi (Wanita membawa (tempat) minum kepada manusia dalam peperangan)

5. Bab Mudawatin Nisa’ Al Jarha fil Ghazwi (Pengobatan Wanita untuk yang terluka dalam peperangan)

6. Bab Raddin Nisa’ Al Jarha wal Qatla Ilal Madinah (Wanita Memulangkan Pasukan terluka dan terbunuh ke Madinah)

Selain ummu Salith, kaum muslimah juga ikut berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti Ummu ‘Athiyah, Umaimah binti Ruqaiqah, dan kaum wanita Anshar. Sebagaimana yang diceritakan secara shahih oleh Imam An Nasa’i. (HR. An Nasa’i No. 4179 – 4181. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i, Juz. 9, hal. 251-253, no. 4179-4181)

Masih banyak lagi peran muslimah pada masa awal seperti peran ketika hijrah ke Habasyah, peran dalam pendidikan, dan lainnya. Semuanya menunjukkan bahwa Islam menempatkan prka dan wanita untuk saling mengisi dan bekerjasama secara normal.

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

scroll to top