Fiqih I’tikaf (Bag. 9)

💥💦💥💦💥💦💥

📖 ‘Ibrah dari I’tikaf

Pelajaran yang bisa kita petik dari I’tikaf adalah:

📌 Menegaskan kembali posisi Masjid sebagai sentral pembinaan umat

📌 Sesibuk apa pun seorang muslim harus menyediakan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala secara fokus dan totalitas

📌 Hidup di dunia hanya persinggahan untuk menuju keabadian  akhirat

Selesai. Wallahu A’lam wa ilaihi musytaka

🍃🌻🌴🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan


📚 Refensi:

–  Al Quran Al Karim
–  Shahih Bukhari, karya Imam Al Bukhari
–  Shahih Muslim, karya Imam Muslim
–  Shahih Ibnu Hibban, karya Imam Ibnu Hibban
–  Shahih Ibnu Khuzaimah, karya Imam Ibnu Khuzaimah
–  Sunan Abi Daud, karya Imam Abu Daud
–  Sunan At Tirmidzi. Karya Imam Abu Isa At Tirmidzi
–  Sunan Ibnu Majah, karya Imam Ibnu Majah
–  Sunan Ad Darimi, karya Imam Ad Darimi
–  Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad
–  Musnad Abu Ya’la, karya Imam Abu Ya’la Al Maushili
–  As Sunan Al Kubra, karya Imam Al Baihaqi
–  Akhbar Ashbahan, karya Imam Abu Nu’aim
–  Syarhus Sunnah, karya Imam Al Baghawi
–  Syarh Musykilul Atsar, karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi
–  Al Mushannaf, karya Imam Ibnu Abi Syaibah
–  Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain, karya Imam Al Hakim
–  Al Jami’ Li  Ahkamil Quran, karya Imam Al Qurthubi
–  Fathul Qadir, karya Imam Asy Syaukani
–  Madarik At Tanzil wa Haqaiq At Ta’wil, karya Imam An Nasafi
–  Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
–  As Silsilah Ash Shahihah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
–  Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, departemen Waqaf Kuwait
–  Fiqhus Sunnah, karya Syaikh Sayyid Sabiq
–  Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili
–  Syarhul Mumti’, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
–  Qiyamur Ramadhan, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
–  Atsarul ‘Ulama fi Tahqiqi Risalatil Masjid, karya Syaikh Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

I’tikafnya Jangan Kebanyakan Ta’lim Yaa

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

I’tikaf itu sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan ibadah-ibadah khusus, seperti tilawah, dzikir, shalat sunnah, dan muhasabah. Fokus di situ. Ada pun kajian-kajian, boleh saja, sebab itu bagian dari dzikir juga. Hanya saja, jika terlalu banyak justru menghambat agenda-agenda pribadi para mu’takif untuk perjalanan menuju Allah Ta’ala.

Kita lihat sebagian masjid ada kajian subuh, kajian dhuha, kuliah zhuhur, kajian ba’da ashar, kultum tarawih, dan kajian ba’da tarawih. Sehingga tipis perbedaan, ini i’tikaf atau pesantren kilat?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:

لا شك أن طلب العلم من طاعة الله، لكن الاعتكاف يكون للطاعات الخاصة، كالصلاة، والذكر، وقراءة القرآن، وما أشبه ذلك، ولا بأس أن يَحضر المعتكف درساً أو درسين في يوم أو ليلة؛ لأن هذا لا يؤثر على الاعتكاف، لكن مجالس العلم إن دامت، وصار يطالع دروسه، ويحضر الجلسات الكثيرة التي تشغله عن العبادة الخاصة، فهذا لا شك أن في اعتكافه نقصاً، ولا أقول إن هذا ينافي الاعتكاف.

“Tidak ragu bahwa menuntut ilmu termasuk ketaatan kepada Allah, tetapi i’tikaf terdapat ketaatan khusus, seperti shalat, dzikir, membaca Al Quran, dan yang serupa itu. Tidak apa-apa mu’takif menghadiri satu pelajaran atau dua dalam sehari atau malam, sebab itu tidak mempengaruhi I’tikafnya, tetapi jika majelis ilmu diadakan terus menerus, akan membuatnya mengkaji materinya, menghadiri berbagai majelis yang memalingkannya dari ibadah khusus, ini tidak ragu lagi membuat I’tikafnya berkurang, dan saya tidak katakan bahwa hal itu dapat menganulir I’tikafnya.

🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌

📚 Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 6/163

☘🌸🌺🌴🌻🌾🌷🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Fiqih I’tikaf (Bag. 8)

💦💥💦💥💦💥

📌Aktifitas Yang Diperbolehkan Selama I’tikaf

Berikut ini aktifitas yang diperbolehkan selama I’tikaf (diringkas dari Fiqhus Sunnah):

1.  Tawdi’  (melepas keluarga yang mengantar), sebagaimana yang nabi lakukan thdp Shafiyyah

2.  Menyisir dan mencukur rambut, sebagaimana yang ‘Aisyah lakukan terhadap nabi

3.  Keluar untuk memenuhi hajat manusiawi, seperti buang hajat

4.  Makan, minum, dan tidur ketika I’tikaf di masjid, atau mencuci pakaian, membersihkan najis, dan perbuatan lain yang tidak mungkin dilakukan di masjid.

Para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, dan shalat jumat bagi yang I’tikafnya di masjid ghairu jami’, antara yang membolehkan dan yang mengatakan batal I’tikafnya. Wallahu A’lam

📌 Pembatal-Pembatal I’tikaf

Pembatal-pembatal tersebut antara lain:
1. Secara sengaja Keluar dari masjid tanpa ada keperluan walau sebentar
2.  Murtad
3. Hilang akal
4. Gila
5. Mabuk
6. Jima’  (hubungan badan). (Lihat semua dalam Fiqhus Sunnah, 1/481-483)

📌 Aktifitas Selama I’tikaf

Hendaknya para mu’takifin memanfaatkan waktunya selama I’tikaf untuk aktifitas ketaatan, seperti membaca Al Quran, dzikir dengan kalimat yang ma’tsur,  muhasabah, shalat sunnah mutlak,  boleh saja diselingi dengan kajian ilmu.
Berbincang dengan tema yang membawa manfaat juga tidak mengapa, namun hal itu janganlah menjadi spirit utama. Tidak sedikit orang yang I’tikaf berjumpa kawan lama, akhirnya mereka ngobrol urusan dunianya; nanya kabar, jumlah anak, kerja di mana, dan seterusnya, atau disibukkan oleh SMS, WA, telegram, yang keluar masuk tanpa hajat yang jelas, akhirnya membuatnya lalai dari aktifitas ketaatan.

Syaikh Ibnul Utsaimin Rahimahullah mengomentari hal ini, katanya:

وقوله: «لطاعة الله» اللام هنا للتعليل، أي: أنه لزمه لطاعة الله، لا للانعزال عن الناس، ولا من أجل أن يأتيه أصحابه ورفقاؤه يتحدثون عنده، بل للتفرغ لطاعة الله عزّ وجل.
وبهذا نعرف أن أولئك الذين يعتكفون في المساجد، ثم يأتي إليهم أصحابهم، ويتحدثون بأحاديث لا فائدة منها، فهؤلاء لم يأتوا بروح الاعتكاف؛ لأن روح الاعتكاف أن تمكث في المسجد لطاعة الله ـ عزّ وجل ـ، صحيح أنه يجوز للإنسان أن يتحدث عنده بعض أهله لأجل ليس بكثير كما كان الرسول صلّى الله عليه وسلّم يفعل ذلك

“Perkataannya (untuk ketaatan kepada Allah) huruf Lam di sini adalah untuk menunjukkan sebab (‘ilat- istilahnya lam ta’lil), yaitu bahwa dia menetap di masjid dalam rangka ketaatan kepada Allah, bukan untuk memisahkan diri dari manusia, bukan pula karena ingin mengunjungi sahabat-sahabatnya, kerabatnya, lalu berbincang dengan mereka, tetapi untuk memfokuskan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Dengan inilah kita tahu bahwa mereka sedang i’tikaf di masjid. Lalu, datang kepada mereka sahabat-sahabat mereka, dan ngobrol dengan tema pembicaraan yang tidak berfaidah, mereka ini datang tidak dengan ruh (spirit) untuk beri’tikaf, karena ruh yang ingin beri’tikaf, berdiamnya di masjid adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Benar, bahwa manusia boleh saja berbincang kepada sebagian anggota keluarganya  tetapi tidaklah memperbanyaknya, sebagaimana yang dilakukan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Ada pun untuk menuntut ilmu di majelis I’tikaf, beliau berkata:

لا شك أن طلب العلم من طاعة الله، لكن الاعتكاف يكون للطاعات الخاصة، كالصلاة، والذكر، وقراءة القرآن، وما أشبه ذلك، ولا بأس أن يَحضر المعتكف درساً أو درسين في يوم أو ليلة؛ لأن هذا لا يؤثر على الاعتكاف، لكن مجالس العلم إن دامت، وصار يطالع دروسه، ويحضر الجلسات الكثيرة التي تشغله عن العبادة الخاصة، فهذا لا شك أن في اعتكافه نقصاً، ولا أقول إن هذا ينافي الاعتكاف.

“Tidak ragu bahwa menuntut ilmu termasuk ketaatan kepada Allah, tetapi i’tikaf terdapat ketaatan khusus, seperti shalat, dzikir, membaca Al Quran, dan yang serupa itu. Tidak apa-apa mu’takif menghadiri satu pelajaran atau dua dalam sehari atau malam, sebab itu tidak mempengaruhi I’tikafnya, tetapi jika majelis ilmu diadakan terus menerus, akan membuatnya mengkaji materinya, menghadiri berbagai majelis yang memalingkannya dari ibadah khusus, ini tidak ragu lagi membuat I’tikafnya berkurang, di sini saya tidak katakan menganulir I’tikafnya. (Lihat semua dalam Syarhul Mumti’,  6/163)

Bersambung …

🍃🌻🌸🌴🌺☘🌷🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

Memahami dan Menggapai Lailatul Qadr (Bag. 1)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌  Maknanya

Lailatul Qadar adalah malam agung yang penuh kemuliaan, saat itu diturunkannya Al Quran, dan memiliki nilai lebih utama dibandig seribu bulan, para malaikat serta malaikat jibril dengan izin Allah Ta’ala turun untuk mengatur segala urusan, dan suasana malam itu penuh kesejahteraan hingga terbitnya fajar.

Definisi Lailatul Qadar, Allah Ta’ala sendiri yang menjelaskan dengan sangat gamblang dalam salah satu surat Al Quran Al Karim yakni:

{ إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنزلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) }

“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr (97): 1-5)

Kenapa disebut Lailatul Qadar? Tentu jawaban pastinya hanya Allah Ta’ala yang tahu. Namun para ulama memberikan jawaban bedasarkan qarinah (korelasi) berdasarkan ayat tersebut. Di antaranya tersebut dalam Al Muntaqa’ Syarh Al Muwaththa’, ketika mengomentari hadits tentang ‘Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir’:

وَقَوْلُهُ لَيْلَةُ الْقَدْرِ يَحْتَمِلُ أَنْ تُسَمَّى بِذَلِكَ لِعِظَمِ قَدْرِهَا أَيْ ذَاتُ الْقَدْرِ الْعَظِيمِ وَيُحْتَمَلُ أَنْ تُسَمَّى بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّ الْبَارِيَ تَعَالَى يُنَفِّذُ فِيهَا مَا قَدَّرَ مِنْ قوله تعالى فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ وَيُحْتَمَلُ غَيْرُ ذَلِكَ .

“ Dan ucapannya ‘Lailatul Qadri’, ada kemungkinan dinamakan demikian lantaran keagungan  qadar (ukuran/ketentuan) malam itu, yakni malam yang memiliki ukuran yang agung. Ada kemungkinan juga dinamakan demikian karena pada malam itu Allah Ta’ala melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan (qaddara) dalam firmanNya,  “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul,”  dan ada juga kemungkinan selain itu.” (Imam Abu Sulaiman Al Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, Juz. 2, Hal. 227. Mawqi’ Al Islam)

Seorang ahli tafsir pada masa tabi’in, yakni Mujahid, mengartikan Lailatul Qadr adalah:

ليلة الحكم

“Malam penuh hikmah.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, 24/532. Muasasah Ar Risalah)

📌  Keutamaannya

Tentang keutamaannya, dalam surat Al Qadr juga sudah disebutkan, yakni: “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”

Mujahid berkata tentang ayat tersebut:

عملها وصيامها وقيامها خير من ألف شهر

“Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya) dari seribu bulan.”

Mujahid juga menjelaskan:

كان في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدوّ بالنهار حتى يُمْسِيَ، ففعل ذلك ألف شهر، فأنزل الله هذه الآية:( لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ) قيام تلك الليلة خير من عمل ذلك الرجل.

“Dahulu pada Bani Israil ada seorang laki-laki yang shalat malam hingga pagi hari, kemudian dia pergi jihad melawan musuh pada siang harinya hingga sore, dan dia melakukan itu hingga seribu tahun. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini: (Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan) , qiyamul lail pada malam itu lebih baik dibanding amal laki-laki tersebut.” (Ibid)

Sementara Amru bin Qais Al Mala’i berkata:

عملٌ فيها خير من عمل ألف شهر

“Amal pada malam itu (nilainya) lebih baik dari amal seribu bulan.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran,  24/ 533)

Imam Ibnu Jarir Rahimahullah   sendiri menguatkan tafsiran ini, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, bahwa Imam Ibnu Jarir mengatakan:

وهو الصواب لا ما عداه

“Inilah yang benar, bukan selainnya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, Juz. 8, Hal. 443 )

Bersambung ..

🍃🌻🌴🌾🌸🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top