Definisi Maksiat Menurut Ulama

▫▪▫▪▫▪▫▪

PERTANYAAN

Assalammu’alaykum ust yang di Insya Allah di Rahmati Allah…
Ditengah kesibukan ust mhn sekiranya menjawab pertanyaan dibwh ini untk pencerahannya…

1.Apa definisi Maksiat menurut para ulama??

2.Apa akibat nya menurut Fiqih islam seorang muslim yg melakukan maksiat berulang2 padahal sdh dinasehatkan tp terus dilakukan?? Apakah jatuhnya menjadi dosa besar yg tidak bisa diampuni??

3.Apa hukumnya bila saudara atau teman dekatnya mendukung maksiat yg dilakukannya??

Jazakallah kepada ust atas waktu dan ilmunya


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Ma’shiyah (maksiat) kata dasarnya adalah ‘ASHI-عصي, yang artinya durhaka, bangkang. Lawan dari ketaatan, ketaqwaan, dan istiqamah.

Dikatakan:

عصى العبد ربّه فقد خالف أمره

Seorang hamba mendurhakai Rabbnya, dia telah menyelisihi perintah Nya.

Jadi, definisi maksiat adalah semua perilaku atau perkataan yang sengaja bernilai kedurhakaan atau pembangkangan kepada aturan Allah Ta’ala.

2. Mengulang-mengulang maksiat merupakan salah satu sebab jatuhnya seseorang dalam dosa besar, walau maksiat tersebut bisa jadi awalnya dosa kecil, maka apalagi jika maksiat itu dosa besar tentu akan lebih besar dosanya. Paling tidak ada 2 sebab dosa kecil menjadi besar:

– Istishghar, diremehkan, sehingga diulang-ulang pelakunya

– Dilakukan secara sengaja oleh orang yang sudah tahu hukumnya, dia bukan orang bodoh

Maka, jika nasihat yang baik sudah dilakukan tapi dia masih mengulanginya padahal dia tahu itu maksiat dan meremehkannya, maka dia beranjak menuju dosa besar.

Namun, pemberi nasihat juga mesti melihat bagaimana caranya dalam memberikan nasihat, kalimat, diksi, intonasi, waktu, dst.. Agar nasihat itu berbekas.. Jangan lupa mendoakannya dan jangan merendahkan orang yang dinasihati..

Baca juga: Larangan Berada di Tempat yang Mengandung Maksiat

3. Ikut berdosa, karena mendukung kezaliman sama ancamannya dgn pelaku kezaliman…. karena Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Hud: 113)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Menyikapi Undangan Tahlilan

▫▪▫▪▫▪▫▪

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ijin bertanya ustad.. bgm kita menyikapi kl msih mendapatkan undangan tahlilan? Sedangkan kita sdh ingin meninggalkan kebiasaan tersebut.. Jazakallah..


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Tahlilan yang di dalamnya terdapat dzikir dan doa berjamaah, mengirim bacaan Al Quran untuk mayit, adalah perkara yang diperselisihkan ulama.

Tertulis dalam kitab Ar Rasail As Salafiyah:

العادة الجارية فى بعض البلدان من الاجتماع في المسجد لتلاوة القرآن على الأموات و كذلك فى البيوت و سائر الاجتماعات التى لم ترد فى الشريعة لا شك أن كانت خالية عن معصية سليمة من المنكرات فهي جائز

Kebiasaan yang berlangsung disebagian negeri berupa berkumpul di masjid untuk membaca Al Qur’an atas orang yang sudah wafat, demikian juga  berkumpul di rumah-rumah, dan semua perkumpulan yang syariat belum menyebutkan, tidak ragu lagi jika semua itu kosong dari maksiat dan bersih dari kemungkaran maka itu dibolehkan.

(Ar Rasaail As Salafiyah, Hal. 46)

Baca juga: Pro Kontra Makan-Makan di Rumah Keluarga si Mayit dan Menyikapinya

Selanjutnya:

فقد الصحابة الراشدون يجتمعون فى بيوتهم و فى مساجدهم و بينهم نبيهم ﷺ و يتناشدون الأشعار ويتذاكرون الأخبار و يأكلون و يشربون

Dahulu para sahabat Nabi ﷺ berkumpul di rumah-rumah mereka, di masjid, dan Nabi ﷺ masih di sisi mereka, mereka menyenandungkan syair, saling mengingatkan dengan Khabar (hadits), serta makan dan minum.

(Ibid)

Jadi, ambil sikap yang paling minimal fitnahnya (atas undangan tahlilan).

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

 

Memiliki Prinsip Dosa Itu Masing-Masing, Bolehkah?

 PERTANYAAN:

jadi gini,bolehkah memiliki prinsip yang dimana dosa itu masing-masing? (Ridho-Riau)

 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Pada prinsipnya memang seseorang tidaklah menanggung dosa orang lain. Dengan kata lain, masing-masing manusia menanggung dosanya sendiri.

Perhatikan ayat berikut, Allah Ta’ala berfirman:

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ

(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (QS. An-Najm, Ayat 38)

Ayat lainnya:

كُلُّ نَفْسٍ بِۢمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.” (QS. Al-Muddassir: Ayat 38)

Namun demikian, ada perilaku manusia yang membuat dosa atau kejahatan orang lain juga menjadi dosa dan tanggungjawab baginya. Kapan hal itu terjadi?

1. Jika seseorang mengawali keburukan lalu keburukan itu diikuti oleh orang lain. Maka, dia berdosa atau perbuatan buruknya itu, dan dia juga menanggung dosa orang lain yang mengikutinya karena menjadi teladan keburukan bagi orang lain.

Rasulullah bersabda:

وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

2. Orang yang diam saja terhadap maksiat yang dia lihat padahal dia mampu mencegah atau menhilangkannya. Org tsb ikut berdosa karena dia punya saham atas munculnya maksiat tersebut yaitu sikap diamnya.

Dalilnya:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.

(QS. Al-Anfal, Ayat 25)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

يُحَذِّرُ تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ فِتْنَةً أَيِ اخْتِبَارًا وَمِحْنَةً يَعُمُّ بِهَا الْمُسِيءَ وَغَيْرَهُ لَا يَخُصُّ بِهَا أَهْلَ الْمَعَاصِي وَلَا مَنْ بَاشَرَ الذَّنْبَ بَلْ يَعُمُّهُمَا حَيْثُ لَمْ تُدْفَعُ وَتُرْفَعُ

Allah ﷻ memberikan peringatan kepada orang-orang beriman tentang datangnya FITNAH, yaitu ujian dan bala, yang akan ditimpakan secara merata baik orang yang buruk atau yang lainnya, tidak khusus pada pelaku maksiat dan pelaku dosa saja, tetapi merata, yaitu di saat maksiat itu tidak dicegah dan tidak dihapuskan.

(Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/32)

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Tidak Ada Jamak Shalat Ashar dengan Maghrib

▪▫▪▫▪▫

Bismillah, ustadz farid hafizahullah. Bila jamak ashar dgn maghrib berjamaah si imam di waktu maghrib baca jahr bersuara yah. Trus selesai maghrib lanjut ashar 2rokaat dgn bersuara atau tdk usah. Syukran.

 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Tidak ada jamak antara ashar dan maghrib. Jamak itu zuhur dan ashar, lalu maghrib dan isya.

Jika seseorang yg tertidur atau lupa shalat ashar, habis waktunya sampai masuk maghrib, maka yang dia lakukan adalah qadha, yaitu shalat ashar di waktu maghrib dengan cara mendahulukan ashar dulu lalu maghrib, sesuai urutan shalat. Ada pun menyengaja menunda ashar (dan shalat fardhu lainnya) sampai habis waktunya adalah haram dan termasuk orang-orang yang saahuun.

dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu katanya:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتْ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ

“Bahwa Umar bin Al Khaththab datang pada hari peperangan Khandaq setelah matahari terbenam hingga ia mengumpat orang-orang kafir Quraisy, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan shaat ‘Ashar hingga matahari hampir terbenam!” Maka Nabi shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda: “Demi Allah, aku juga belum melaksanakannya.” Kemudian kami berdiri menuju Bath-han, beliau berwudlu dan kami pun ikut berwudlu, kemudian beliau melaksanakan shalat ‘Ashar setelah matahari terbenam, dan setelah itu dilanjutkan dengan shalat Maghrib.” (HR. Bukhari no. 596)

Imam Ibnu Rusyd Rahimahullah menerangkan:

اتفق العلماء على أن قضاء الصلاة واجب على الناسي والنائم

Para ulama sepakat tentang wajibnya mengqadha shalat bagi orang lupa atau tertidur. (Bidayatul Mujtahid, 1/182).

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top