Negeri Siapa Ini ?

Allah Ta’ala berfirman:

{ وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا فِي كُلِّ قَرۡيَةٍ أَكَٰبِرَ مُجۡرِمِيهَا لِيَمۡكُرُواْ فِيهَاۖ وَمَا يَمۡكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ }

Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya. [QS. Al-An’am: 123]

Ayat ini menceritakan bahwa salah satu ketetapan Allah Ta’ala atas berbagai negeri adalah dijadikan-Nya para pembesar negeri tersebut yaitu pemimpin, pejabatnya, serta para da’inya adalah orang-orang jahat di antara mereka. Seperti para koruptor, pembenci agama, penjual aset ke negeri lain, mempermainkan hukum dan aturan seenaknya, nepotis, diktator, dll.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

وكما جعلنا في قريتك – يا محمد – أكابر من المجرمين ، ورؤساء ودعاة إلى الكفر والصد عن سبيل الله ، وإلى مخالفتك وعداوتك ، كذلك كانت الرسل من قبلك يبتلون بذلك ، ثم تكون لهم العاقبة

Sebagaimana Kami jadikan di negerimu -wahai Muhammad- para pembesar yang jahat, pemimpin, dan da’i yang mengajak kekufuran dan menghalangi manusia dari jalan Allah, serta mengajak menyelisihimu dan memusuhimu, demikian juga para rasul sebelum kamu juga mengalami seperti itu, kemudian kepada merekalah (para nabi) kembalinya akibat yang baik.

Lalu, Imam Ibnu Katsir melanjutkan:

وقال ابن أبي طلحة عن ابن عباس : { أكابر مجرميها } قال : سلطنا شرارها فعصوا فيها ، فإذا فعلوا ذلك أهلكناهم بالعذاب
وقال مجاهد وقتادة : { أكابر مجرميها } قال عظماؤها

Ibnu Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ttg makna firman-Nya: pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. (Al-An’am: 123) Yakni pemimpin yang jahat, lalu mereka melakukan kedurhakaan di dalamnya. Apabila mereka melakukan hal tersebut, maka kami binasakan mereka dengan azab.

Mujahid dan Qatadah menjelaskan makna firman-Nya: pembesar-pembesar yang jahat. (Al-An’am: 123) Maksudnya, para pembesar dan para pemimpinnya. (Selesai dari Ibnu Katsir)

Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan apa yang terjadi pada berbagai negeri termasuk negeri kita sendiri. Jika memang ada kesamaan dengan apa yang terjadi di negeri kita maka bertobatlah dan berbenahlah.

Semoga Allah Ta’ala menjaga negeri-negeri Islam dan Indonesia yang kita cintai.

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

☘☘☘☘☘☘☘☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Salahkah Mengatakan “Saya Puasa” Saat Diajak Makan? Apakah Terhapus Amal Shalehnya?

Bismillahirrahmanirrahim..

Menceritakan amal shaleh jika ada hajat syar’i, tidaklah masalah. Itu bukan pembatal atau penghapus amal shaleh. Yang termasuk pembatal adalah jika seseorang menceritakan amal shalehnya -misal puasa- untuk membanggakan diri.

Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan mengatakan “Aku sedang puasa” jika ada seseorang yang memancing amarah kita. Ini menunjukkan tidak mengapa seseorang mengatakan dirinya sedang puasa jika memang ada alasan yang dibenarkan; seperti dalam rangka klarifikasi, mengajar, atau memberi contoh kebaikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan laghwu (sia-sia) dan rofats (kotor dan keji). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’.”

(HR. Ibnu Khuzaimah no. 1996. Syaikh Muhammad Mushthafa Al-A’zhami mengatakan; shahih)

Contoh lain, Rasulullah ﷺ sendiri pernah menceritakan amal shalehnya yaitu tentang jumlah istighfarnya dalam sehari semalam.

Beliau bersabda:

والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة

Demi Allah, aku benar-benar beristighfar kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali. (HR. Bukhari)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Memulai Khutbah Harus dengan Hamdalah Tak Boleh Ta’awudz Atau Basmalah?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Bismillah, mohon penjelasannya ustadz, apakah ini rojih atau bagaimana,soalnya di daerah saya rata2 khatib baca basmalah/ta’awudz sebelum hamdalah… Benarkah khotib harus memulai khutbah dengan hamdalah, bukan ucapan lain seperti ta’awudz atau basmalah?

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Bismillahirrahmanirrahim…

MEMBACA Hamdalah adalah salah satu rukun khutbah menurut mazhab Syafi’i dan Hambali. Tapi tidak bermakna MENGAWALI khutbah dengan hamdalah adalah rukun, yang rukun adalah membacanya bukan menjadikannya sebagai awal, namun itu adalah memang sunnahnya demikian.

Oleh karena itu tidak satu pun ulama yang melarang membaca Basmalah sebelum hamdalah dalam khutbah, baik jumat atau lainnya.

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan:

ولم تأت رواية عنه صلى الله عليه وسلم أنه افتتح الخطبة بغير التحميد ولكن يجوز افتتاحها بالبسملة

Tidak ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Beliau membuka khutbah dengan selain tahmid tetapi boleh saja memulainya dengan basmalah. (Hasyiyah Ibnil Qayyim, 4/26)

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

ولم نقف على قول لأحد من أهل العلم منع من ذلك أو أوجب البدء بالحمدلة

Kami belum pernah dapatkan perkataan seorang pun ulama yang melarang membaca Basmalah atau mewajibkan memulai hamdalah. (Al Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 60579)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Model Rambut Nabi Muhammad SAW

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

afwan tadz izin tanya, real gak ini tadz sunnah nabi itu rambut bela tengah?

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Masalah model sisiran rambut, adalah masalah duniawi, kita bebas memilih mana yang pas asalkan:

– Tidak meniru orang kafir
– Tidak meniru wanita
– tidak qaza’ (mencukur sebagian dan membiarkan sebagian)

Masalah belah tengah atau pinggir, kedua-duanya Nabi ﷺ pernah melakukan

Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyukai memulai sesuatu dari kanan: memakai sendal, menyisir, bersuci, dan semua perbuatan lainnya. (HR. Bukhari no. 168)

Di sini Rasulullah ﷺ menyisir dengan belah pinggir yaitu dari kanan ke kiri.

Para fuqaha mengkategorikan ini sunnah mubahah, perilaku Rasulullah ﷺ yang mubah diikuti dan mubah ditinggalkan..

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top