“Dia Bukan Ustadz Saya!”

💦💥💦💥💦💥

Ada fenomena menarik, ada sebagian penuntut ilmu yang suka memilih-milih Ustadz, hanya karena dia berbeda pendapat dengan ustadz tersebut, atau memang dia digembok oleh gurunya untuk jangan ikuti Ustadz tersebut. Atau bukan sekelompok dan sejalan dengan kelompoknya.

Walhasil, dia hanya mau ikut dan bermajelis dengan orang yang homogen. Sehingga sifat ta’ashub (fanatik) dan hizbiyyahnya sangat kentara dan jelas, walau dia tidak menyadarinya. Dia mengajak orang lain mengikuti gurunya, tapi dia sendiri menutup diri dari yang lain. Bahkan menuduh yang lain “sesat” dan banyak “syubhat”.

Wajahnya tidak terlihat dalam pengajian di masjid sekitar rumah dan kantor, karena ustadznya bukan dari kelompoknya. Jika ada ta’lim, langsung kabur dan menjauh karena “bukan ustadz saya.” Betapa pun ustadz tersebut begitu luas wawasannya dan pejuang Ahlus Sunnah.

Imam Waki’ Ibnu Jarrah Rahimahullah berkata:

إن أهل العلم يكتبون ما لهم وما عليهم وأهل الأهواء لا يكتبون إلا ما لهم

“Sesungguhnya para ulama mengambil ilmu dari orang-orang yang sejalan dengan mereka dan juga dari yang tidak sejalan dengan mereka. Adapun para pengekor hawa nafsu (ahlul bid’ah), mereka tidak akan menulis ilmu kecuali dari yang sejalan saja dengan mereka.” (Ahadits fi Dzammi ‘Ilmi Al Kalam, 2/188)

Wallahul Musta’an

☘🌺🌻🌴🍃🌾🌸🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Berikan Dia ‘Udzur!

💦💥💦💥💦💥

📌Pernahkah mendapat kabar tidak enak tentang prilaku saudara kita? Atau seorang sahabat? Atau seorang tokoh?

📌Tidak sedikit jika kabar buruk menghampiri, kesadaran kita untuk memberikan ‘udzur dan alasan untuknya sangat tipis, apalagi jika orang itu memang kita tidak sukai sejak lama, atau “lawan” kita ..

📌Biasanya kita ikut memberikan citra, branding, tentang orang itu bahwa begitulah dia .. , padahal dia punya jejak rekam (track record) yang dapat membuat kita berpikir adil baginya

📌Padahal bisa jadi dia punya alasan kenapa jadi seperti itu, katakankah dalam diri kita untuknya: mungkin dia lupa, tidak sengaja, dijebak, dipaksa, tidak paham, .. dan alasan-alasan lainnya, yang dengan itu kita bisa menetralisir prasangka

📌 Dan posisi saudara kita pun kembali baik dalam hati kita

📝 Abu Qilabah Rahimahullah berkata:

إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له عذرا فإن لم تجد له عذرا فقل لعل له عذرا لا أعلمه

“Apabila sampai kepadamu berita tentang saudaramu tentang perkara yang engkau membencinya, maka carikanlah ‘udzur untuknya. Jika engkau tidak mendapatkan ‘udzur untuknya maka katakanlah, “Mungkin ada ‘udzur baginya yang tidak aku ketahui.”

(Imam Ibnu Hibban, Raudhatul ‘Uqalaa wa Nuzhatul Fudhala, Hal. 184. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut. 1977M-1397H)

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Kapankah Jihad Menjadi Fardhu ‘Ain?

💥💦💥💦💥💦

Asy Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Azhim Badawi berkata:

متى يكون الجهاد فرض عين؟
ولا يكون الجهاد فرض عين إلا في الحالات الآتية:
١ – أن يحضر المكلف صف القتال: قال تعالى: {يا أيها الذين آمنوا إذا لقيتم فئة فاثبتوا}
وقال تعالي: {يا أيها الذين آمنوا إذا لقيتم الذين كفروا زحفا فلا تولوهم الأدبار}
٢ – إذا وطئ العدو بلدا من بلاد المسلمين.
٣ – إذا استنفر الحاكم أحدا من المكلفين: لقوله – صلى الله عليه وسلم -:
“لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استنفرتم فانفروا”

Kapankah Jihad Menjadi Fardhu ‘Ain?

Jihad tidaklah menjadi Fardhu ‘Ain kecuali pada keadaan berikut:

1⃣ Seseorang sudah berada di barisan tempur. Allah Ta’ala berfirman: (Wahai orang-orang beriman, jika kalian berjumpa dengan pasukan musuh maka teguhlah kalian). (QS. Al Anfal: 45)

2⃣ Jika musuh sudah masuk ke negeri kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman: ( Wahai orang-orang beriman, jika kalian berjumpa dengan musuh yang menyerangmu maka janganlah mundur ke belakang). (QS. Al Anfal: 15)

3⃣ Jika hakim sudah memerintahkan seseorang untuk berperang, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Tidak ada hijrah setelah Fathul Makkah, tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diperintahkan untuk berangkat jihad maka berangkatlah.” (HR. Muttafaq ‘Alaihi)

🍃🍃🍃🍃🍃

📚 Dr. ‘Abdul ‘Azhim Badawi, Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wa Al Kitab Al ‘Aziiz , Daar Ibnu Rajab

🌿🌻☘🌴🌹🌺🌾🍃

✏ Farid Nu’man Hasan

Tertidur Yang Bagaimana Yang Membatalkan Wudhu?

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

0⃣1⃣
Assalamualaikum uztadz,,?
Posisi tidur seperti apkh yg membatalkn wudhu,?jika bersandar atau Dduk ap itu termasuk sdh batal wudhuny,?
jazkllh khoir😊

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah …, Bismillah wal Hamdulillah ..

Jika tidurnya masih dalam posisi duduk, keadaan setengah sadar, masih terkantuk-kantuk saja, kepala manggut-manggut karena ngantuk. Maka, ini belum membatalkan wudhu.

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ينامون ثم يصلون ولا يتوضئون

Dahulu para sahabat Rasul ﷺ tertidur lalu mereka shalat dan tidak berwudhu lagi. (HR. Muslim No. 376)

Tertidur yang bagaimana? Ada rincian dalam riwayat lain, juga dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ الآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ

Dahulu para sahabat Nabi ﷺ menunggu shalat Isya di waktu akhir, sampai kepala mereka condong (karena ngantuk), lalu mereka shalat dan tidak berwudhu lagi. (HR. Abu Daud No. 200, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 601. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 200 )

Posisinya masih duduk (qu’uudan) , sebagaimana riwayat Imam Al Baihaqi. (Ma’rifah As Sunan wal Aatsar, No. 898)

Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullah mengatakan: “Mereka dalam keadaan duduk menurut kami.” (Ad Daruquthni, As Sunan, 1/130)

Imam Al Baihaqi mengatakan: “Begitu juga yang dipahami oleh Abdurrahman bin Mahdi dan Asy Syafi’i (bah mereka dalam keadaan duduk, pen).” (As Sunan Al Kubra, 1/120)

Jadi, belum membatalkan wudhu jika tidurnya masih duduk, kepala masih terkantuk-kantuk, sebagaimana dialami para sahabat, dan dipahami para ulama.

📌 Batal wudhunya jika sudah berbaring, sebagaimana riwayat Abu Hurairah: “Tidaklah berwudhu orang yang tidur dalam keadaan ruku’, sujud, tapi wudhu itu yang tidurnya sudah berbaring. Jika tidurnya berbaring maka dia wajib wudhu.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. No. 614)

Sanadnya jayyid (bagus), sebagaimana kata Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir, 1/336) Juga dikatakan Syaikh Al Albani. (As Silsilah Adh Dhaifah, 2/371)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan tantang hal-hal pembatal wudhu:

النوم المستغرق الذي لا يبقى معه إدراك مع عدم تمكن المقعدة من الارض

Tidur yang sudah nyenyak yang tidak menyisakan adanya kesadaran, juga tidak memungkinkan posisinya duduk di bumi. (Fiqhus Sunnah, 1/52)

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺🌷🌸🌾☘

✒ Farid Nu’man Hasan

scroll to top