Tanya Jawab Seputar Puasa Ramadhan (Bag. 1)

📙📕📗📘📓📔📒

1⃣ a. Apakah Makna Shaum ?

📌 Secara bahasa artinya Al Kaffu: menahan diri.

Imam Ibnu Jarir Ath Thabariy Rahimahullah berkata:

وَمَعْنَى الصِّيَامِ: الْكَفُّ عَمَّا أَمَرَ اللَّهُ بِالْكَفِّ عَنْهُ

Makna Ash Shiyam yaitu menahan diri dari apa-apa yang Allah perintahkan untuk ditahan.

(Tafsir Ath Thabariy, 3/152)

Sementara, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

الصيام، يطلق على الامساك
قال الله تعالى: (إني نذرت للرحمن صوما) أي إمساكا عن الكلام

Ash Shiyam, secara mutlak artinya Al Imsaak (menahan diri). Allah Ta’ala berfirman: Aku (Maryam) bernadzar akan shaum, yaitu menahan diri dari berbicara.

(Fiqhus Sunnah, 1/431)

📌 Makna secara syariat, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

وَهُوَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ
وَالْوِقَاعِ، بِنِيَّةٍ خَالِصَةٍ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلّ

Yaitu menahan diri dari makan, minum, dan hub suami istri, dengan niat ikhlas karena Allah ‘Azza wa Jalla semata. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/364)

Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

الامساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس، مع النية

Menahan diri dari yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai terbenam matahari yang diberangi dengan niat.

(Fiqhus Sunnah, 1/431)

b. Apa Makna Ramadhan?

Ramadhan, jamaknya adalah Ramadhanaat, atau armidhah, atau ramadhanun. Dinamakan demikian karena mereka mengambil nama-nama bulan dari bahasa kuno (Al Qadimah), mereka menamakannya dengan waktu realita yang terjadi saat itu, yang melelahkan, panas, dan membakar (Ar ramadh). Atau juga diambil dari ramadha ash shaaimu: sangat panas rongga perutnya, atau karena hal itu membakar dosa-dosa. (Lihat Al Qamus Al Muhith, 2/190)

Imam Abul Hasan Al Mawardi Rahimahullah mengatakan:

وَكَانَ شَهْرُ رَمَضَانَ يُسَمَّى فِي الْجَاهِلِيَّةِ ناتِقٌ ، فَسُمِّيَ فِي الْإِسْلَامِ رَمَضَانَ مَأْخُوذٌ مِنَ الرَّمْضَاءِ ، وَهُوَ شِدَّةُ الْحَرِّ : لِأَنَّهُ حِينَ فُرِضَ وَافَقَ شِدَّةَ الْحَرِّ وَقَدْ رَوَى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ {صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} قَالَ : إِنَّمَا سُمِّيَ رَمَضَانُ : لِأَنَّهُ يَرْمِضُ الذُّنُوبَ أَيْ : يَحْرِقُهَا وَيَذْهَبُ بِهَا

“Adalah bulan Ramadhan pada zaman jahiliyah dinamakan dengan ‘kelelahan’, lalu pada zaman Islam dinamakan dengan Ramadhan yang diambil dari kata Ar Ramdha yaitu panas yang sangat. Karena ketika diwajibkan puasa bertepatan dengan keadaan yang sangat panas. Anas bin Malik telah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: sesungguhnya dinamakan Ramadhan karena dia memanaskan dosa-dosa, yaitu membakarnya dan menghapuskannya. (Al Hawi Al Kabir, 3/854. Darul Fikr)

2⃣ a. Apakah Puasa Ramadhan Itu Wajib?

Ya, kewajibannya telah pasti dalam Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’.

Dalam Al Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

Dalam As Sunnah:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadlan”.

(HR. Bukhari no. 8)

Ada pun ijma’, Imam Ibnu Rusyd Al Hafid Rahimahullah berkata:

لم ينقل إلينا خلاف عن أحد من الأئمة فى ذلك

Tidak ada nukilan yang sampai kepada kami dari seorang pun para imam tentang perbedaan pendapat dalam hal ini. (Bidayatul Mujtahid wa Kifayatul Muqtashid, Hal. 265)

b. Kapan Diwajibkan Puasa Ramadhan?

Berkata Syaikh Ibnu Al Utsaimin Rahimahullah:

وقد فرض الله الصيام في السنة الثانية إجماعاً، فصام النبي صلّى الله عليه وسلّم تسع رمضانات إجماعاً

Telah ijma’ bahwa Allah mewajibkan puasa pada tahun kedua, dan ijma pula bahwa puasanya Nabi ﷺ adalah sembilan kali Ramadhan. (Syarhul Mumti , 6/298. Mawqi Ruh Al Islam)

3⃣ Apakah Tidak Berpuasa Secara Sengaja Berdosa?

Ya, jika dia tidak berpuasa tanpa alasan yang dibenarkan.

Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata:

وعند المؤمنين مقرر أن من ترك صوم رمضان بلا مرض ولا عرض أنه شر المكاس والزاني ومدمن الخمر بل يشكون في إسلامه ويظنون به الزندقة والانحلال

Orang-orang beriman telah menetapkan bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit dan tidak ada alasan, maka dia lebih buruk dari perampok, pezina, peminum khamr, bahkan diragukan keislamannya, dan mereka menyangka orang tersebut adalah zindik dan telah copot keislamannya.

(Dikutip oleh Imam Al Munawiy, Faidhul Qadir, 4/211)

4⃣ a. Bagaimana jika ada orang yang mengingkari kewajiban puasa Ramadhan?

Shaum Ramadhan adalah rukun Islam, dan Al Ma’lum minad din bidh dhararurah (Kewajiban agama yang telah diketahui secara pasti). Mengingkari kewajibannya adalah kafir dan murtad, karena telah mengingkari salah satu rukun Islam.

Syaikh Abdullah Al Qadiriy Al Ahdal berkata:

أما الحكم على من أنكر ركنا من أركان الإيمان أومن أركان الإسلام، فليس بخاف على صغار طلبة العلم أنه يكون مرتدا، إذا كان من المسلمين،بل إن من أنكر حكما من أحكام الإسلام معلوما من الدين بالضرورة، كتحريم الربا، أو الخمر، أو الزنى، فإنه يكون مرتدا، فكيف بمن أنكر ركنا من أركان الإيمان؟!

Hukum mengingkari salah satu rukun Iman atau rukun Islam maka tidak samar lagi bagi para penuntut ilmu bahwa itu adalah murtad jika dilakukan oleh kaum muslimin, bahkan jika mengingkari hukum-hukum Islam yang telah pasti haramnya seperti khamr, riba, zina, maka itu murtad, maka bagaimana dengan yang mengingkari rukun Iman?
(https://www.saaid.net/Doat/ahdal/00026.htm)

b. Tidak puasa tanpa alasan walau masih mengakui kewajibannya, apakah berdosa?

Ya, jika dia tidak berpuasa tanpa alasan yang dibenarkan.

Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata:

وعند المؤمنين مقرر أن من ترك صوم رمضان بلا مرض ولا عرض أنه شر المكاس والزاني ومدمن الخمر بل يشكون في إسلامه ويظنون به الزندقة والانحلال

Orang-orang beriman telah menetapkan bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit dan tidak ada alasan, maka dia lebih buruk dari perampok, pezina, peminum khamr, bahkan diragukan keislamannya, dan mereka menyangka orang tersebut adalah zindik dan telah copot keislamannya.

(Dikutip oleh Imam Al Munawiy, Faidhul Qadir, 4/211)

5⃣ a. Kapan Diwajibkan Puasa Ramadhan?

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah:

وقد فرض الله الصيام في السنة الثانية إجماعاً، فصام النبي صلّى الله عليه وسلّم تسع رمضانات إجماعاً

Telah ijma’ bahwa Allah mewajibkan puasa pada tahun kedua, dan ijma pula bahwa puasanya Nabi ﷺ adalah sembilan kali Ramadhan. (Syarhul Mumti , 6/298. Mawqi Ruh Al Islam)

b. Buat siapakah diwajibkannya puasa Ramadhan?

Shaum Ramadhan diwajibkan kepada: semua muslim dan muslimah, yang baligh, berakal, sehat, dan mukim (tidak safar), yang tidak haid dan nifas.

Tidak wajib bagi anak-anak, orang gila, pikun, pingsan, sakit berat, dan safar. Ada pun ibu hamil dan menyusui boleh baginya berpuasa jika dia kuat, dan boleh juga meninggalkannya jika khawatir atas dirinya dan bayinya.

6⃣ Usia berapakah seorang anak diajak berpuasa?

Tidak ada keterangan baku baik dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang itu. Jika mau, bisa dianalogikan dengan shalat yaitu di usia tujuh tahun.

Boleh saja lebih muda dari itu jika memang dia mampu, atau ajak dia berpuasa secara bertahap; setengah hari dulu, atau cara lain yang membuatnya terlatih dan tetap happy.

7⃣ Kalau anak kecil berpuasa apakah berpahala?

Amal Shalih anak kecil tetap berpahala. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan dalam Al Fatawa Al Kubra:

وقال جمهور العلماء: وثواب عبادة الصبي له

Berkata jumhur ulama: pahala ibadah anak-anak adalah untuknya. (Al Fatawa Al Kubra, 5/318)

Al ‘Allamah Muhamnad Al Hathab Rahimahullah berkata, sebagaimana dikutip Imam An Nafrawiy Rahimahullah:

الصحيح أن أجر أعمال الصبي له ولا تكتب عليه السيئات

Yang benar, amal-amal baik anak-anak diberikan pahala, ada pun kejelekannya tidaklah dicatat sebagai dosa. (Al Fawakih Ad Dawaniy, 1/180)

8⃣ Apakah Orangtua Juga Mendapat Pahala Jika anaknya berpuasa?

Ya, jika orang tua mendidiknya seperti itu.

Syaikh Muhammad ‘Ulaisy Al Malikiy Rahimahullah berkata:

المعتمد أن ثواب عمل الصبي له خاصة، ولوالديه ثواب التسبب فيه

Pendapat resmi, bahwa pahala amal anak-anak adalah untuknya scr khusus, ada pun kedua org tuanya dapat pahala karena sebagai sebabnya. (Fathul ‘Aliy, 1/213)

9⃣ Bolehkah Puasa Tidak Berniat?

Tidak boleh, dan tidak sah. Sebab niat adalah rukun puasa, sebagian mengatakan syarat sahnya puasa.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

الامساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس، مع النية

Menahan diri dari yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai terbenam matahari yang dibarengi dengan niat.

(Fiqhus Sunnah, 1/431)

🔟 Apakah Niat Itu dilafazkan?

Semua ulama sepakat bahwa tempatnya niat adalah dihati. Tapi mereka berbeda pendapat bolehkah melisankan niat dengan tujuan memperkokoh apa yang ada di hati? Mayoritas ulama mengatakan sunah, sebagian lain mengatakan tidak boleh.

Imam Muhammad bin Hasan Al Hanafi mengatakan:

النِّيَّةُ بِالْقَلْبِ فَرْضٌ ، وَذِكْرُهَا بِاللِّسَانِ سُنَّةٌ ، وَالْجَمْعُ بَيْنَهُمَا أَفْضَل

“Niat di hati adalah wajib, menyebutnya di lisan adalah sunah, dan menggabungkan keduanya adalah lebih utama.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 42/100)

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

( وَيَنْدُبُ النُّطْقُ ) بِالْمَنْوِيِّ ( قُبَيْلَ التَّكْبِيرِ ) لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ وَخُرُوجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ وَإِنْ شَذَّ وَقِيَاسًا عَلَى مَا يَأْتِي فِي الْحَجِّ

“(Disunahkan mengucapkan) dengan apa yang diniatkan (sesaat sebelum takbir) agar lisan membantu hati dan keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) dengan kalangan yang mewajibkan, walaupun yang mewajibkan ini adalah pendapat yang syadz (janggal), sunnahnya ini diqiyaskan dengan apa yang ada pada haji (yakni pengucapan kalimat talbiyah, pen).” (Tuhfah Al Muhtaj, 5/285)

Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

ويندب النطق بالمنوي قبيل التكبير ليساعد اللسان القلب ولأنه أبعد عن الوسواس وللخروج من خلاف من أوجبه

“Dianjurkan mengucapkan apa yang diniatkan sesaat sebelum takbir untuk membantu hati, karena hal itu dapat menjauhkan was-was dan untuk keluar dari perselisihan pendapat dengan pihak yang mewajibkannya.” (Nihayatul Muhtaj, 1/457. Darul Fikr)

Imam Al Bahuti Al Hambali Rahimahullah mengatakan:

وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ وُجُوبًا وَاللِّسَانُ اسْتِحْبَابًا

“Tempatnya niat adalah di hati sebagai hal yang wajib, dan disukai (sunah) diucapkan lisan ..” (Kasysyaf Al Qina’, 2/442. Mawqi’ Islam)

Sementara ulama lain, seperti Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

وهي عمل قلبي محض لا دخل للسان فيه،والتلفظ بها غير مشروع

“Niat adalah murni perbuatan hati, bukan termasuk amalan lisan, dan melafazkan niat merupakan amalan yang tidak disyariatkan.” (Fiqhus Sunnah, 1/43. Darul Kitab Al ‘Arabi)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah berkata:

التلفظ بالنية بدعة ، والجهر بذلك أشد في الإثم ، وإنما السنة النية بالقلب ؛ لأن الله سبحانه يعلم السر وأخفى ، وهو القائل عز وجل { قُلْ أَتُعَلِّمُونَ اللَّهَ بِدِينِكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ } . ولم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم ولا عن أحد من أصحابه ، ولا عن الأئمة المتبوعين التلفظ بالنية ، فعُلم بذلك أنه غير مشروع ، بل من البِدَع المحدثة . والله ولي التوفيق

“Melafazkan niat adalah bid’ah, dan mengeraskannyalebih berat lagi dosanya. Sunahnya adalah niat itu di hati, karena Allah Ta’ala Mengetahui rahasia dan yang tersembunyi. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah apakah kalian hendak mengajarkan Allah tentang agama kalian? Dan Allah Maha mengetahui apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi.”

Dan, tidak ada yang shahih dari Nabi ﷺ, tidak pula dari seorang pun sahabatnya, dan tidak pula dari para imam panutan tentang pelafazan niat. Maka, telah diketahui bahwa hal itu tidaklah disyariatkan, bahkan termasuk bid’ah yang diada-adakan. Wallahu Waliyut Taufiq.” (Fatawa Islamiyah, 1/478. )

Demikianlah perbedaan pendapat dalam hal ini. Hendaknya kita lapang dada, silahkan ambil sikap tapi jangan ingkari yang berbeda.

1⃣1⃣ Bolehkah Niat Puasa Ramadhan Setelah Subuh?

Para ulama berbeda pendapat.

Imam Malik: Niat itu mesti SEBELUM subuh, baik puasa wajib atau puasa Sunnah.

Imam Asy Syafi’iy: Niat itu SEBELUM subuh jika puasa wajib, dan tetap sah jika setelah subuh bagi puasa Sunnah.

Imam Abu Hanifah: Setelah Subuh tetap sah baik puasa wajib atau Sunnah.

(Imam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Hal. 266)

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

وَفَرَّقَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ بَيْنَ الْفَرْضِ وَالنَّفَل، فَاشْتَرَطُوا لِلْفَرْضِ التَّبْيِيتَ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ لَمْ يُجَمِّعِ الصِّيَامَ قَبْل الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ وَأَمَّا النَّفَل فَاتَّفَقُوا عَلَى صِحَّةِ صَوْمِهِ بِنِيَّةٍ قَبْل الزَّوَال، لِحَدِيثِ عَائِشَةَ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال لِعَائِشَةَ يَوْمًا: هَل عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ قَالَتْ: لاَ. قَال: فَإِنِّي إِذَنْ أَصُومُ

Syafi’iyyah dan Hambaliyah membedakan antara wajib dan sunah, mereka mensyaratkan untuk shaum wajib adalah masih kisaran malam hari. Hal ini berdasarkan hadits: Barangsiapa yang belum meniatkan puasa di malam hari maka tidak ada puasa baginya.

Untuk shaum Sunnah mereka sepakat boleh sampai sebelum zawwal (zhuhur). Berdasarkan hadits Aisyah, bahwa Nabi ﷺ bertanya kepada Aisyah dipagi hari: “Apakah kamu ada makanan?” Aisyah menjawab: “Tidak.” Nabi ﷺ menjawab: “Kalau gitu saya Berpuasa.” (Al Mausu’ah, 10/15)

1⃣2⃣ Apakah niat wajib tiap malam? Atau cukup sekali di awal Ramadhan?

Mayoritas ulama mengatakan wajib TIAP MALAM:

ذَهَبَ الْجُمْهُورُ إِلَى تَجْدِيدِ النِّيَّةِ فِي كُل يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ …

Madzhab Mayoritas ulama adalah niat itu harus diperbarui setiap hari puasa di Ramadhan ..

وَلأِنَّ كُل يَوْمٍ عِبَادَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ ، لاَ يَرْتَبِطُ بَعْضُهُ بِبَعْضٍ ، وَلاَ يَفْسُدُ بِفَسَادِ بَعْضٍ …….

Karena masing-masing hari adalah ibadah yang tersendiri, satu sama lain tidak saling terkait, dan tidaklah batal yg satu membuat batal yg lain …

وَذَهَبَ زُفَرُ وَمَالِكٌ – وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ – أَنَّهُ تَكْفِي نِيَّةٌ وَاحِدَةٌ عَنِ الشَّهْرِ كُلِّهِ فِي أَوَّلِهِ ، كَالصَّلاَةِ . وَكَذَلِكَ فِي كُل صَوْمٍ مُتَتَابِعٍ ، كَكَفَّارَةِ الصَّوْمِ وَالظِّهَارِ …..

Ada pun Zufar, Malik, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa niat cukup sekali utk satu bulan yaitu di awal malam Ramadhan, sebagaimana shalat. Demikian pula puasa dua bulan berturut-turut baik karena kafarat atau zhihar ..

(Al Mausu’ah Al Fiqhyah Al Kuwaitiyah, 28/26)

Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan:

ولابد أن تكون قبل الفجر، من كل ليلة من ليالي شهر رمضان

Harus berniat sebelum suvuh, setiap malamnya di antara malam2 bulan Ramadhan.

(Fiqhus Sunnah, 1/437)

Demikian. Wallahu a’lam

1⃣3⃣ Lagi Sahur tahu-tahunya masuk azan subuh, gimana?

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:

ويباح للصائم، أن يأكل، ويشرب، ويجامع، حتى يطلع الفجر، فإذا طلع الفجر، وفي فمه طعام، وجب عليه أن يلفظه، أو كان مجامعا وجب عليه أن ينزع
فإن لفظ أو نزع، صح صومه، وإن ابتلع ما في فمه من طعام، مختارا، أو استدام الجماع، أفطر

Dibolehkan bagi orang yang berpuasa untuk makan, minum, dan jima’, sampai terbitnya fajar.

Jika fajar sudah terbit dan dimulutnya ada makanan, maka wajib baginya membuangnya, atau dia sedang jima’ wajib baginya mencabutnya. Maka, jika sudah dibuang atau dicabut maka sah puasanya. Tapi, jika makanan tersebut ditekan juga atau jima’nya diteruskan maka puasanya batal.

(Fiqhus Sunnah, 1/464)

Dalilnya adalah:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Bilal biasa melakukan adzan (pertama) di malam hari, maka Rasulullah ﷺ berkata: “Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummu Maktum melakukan adzan, karena dia tidak melakukan adzan kecuali sudah terbit fajar”.

(HR. Bukhari no. 1918)

1⃣4⃣ Bangun subuh kesiangan, dalam keadaan junub pula, bagaimana puasanya?

Silahkan lanjutkan puasanya, tidak masalah. Jangan lupa mandi janabah dulu, lalu shalat subuh dan lanjutkan puasanya.

‘Aisyah dan Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ

“Adalah Rasulullah ﷺ memasuki fajar dalam keadaan junub karena berhubungan dengan isterinya, lalu dia mandi dan berpuasa.”

(HR. Bukhari No. 1925, Muslim No. 1109)

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

قَالَ الْقُرْطُبِيّ : فِي هَذَا فَائِدَتَانِ ، إِحْدَاهُمَا أَنَّهُ كَانَ يُجَامِع فِي رَمَضَان وَيُؤَخِّر الْغُسْل إِلَى بَعْد طُلُوع الْفَجْر بَيَانًا لِلْجَوَازِ . الثَّانِي أَنَّ ذَلِكَ كَانَ مِنْ جِمَاع لَا مِنْ اِحْتِلَام لِأَنَّهُ كَانَ لَا يَحْتَلِم إِذْ الِاحْتِلَام مِنْ الشَّيْطَان وَهُوَ مَعْصُوم مِنْهُ

“Berkata Al Qurthubi: “Hadits ini ada dua faidah. Pertama, bahwa beliau berjima’ pada Ramadhan (malamnya) dan mengakhirkan mandi hingga setelah terbitnya fajar, merupakan penjelasan bolehnya hal itu. Kedua, hal itu (junub) dikarenakan jima’ bukan karena mimpi basah, karena beliau tidaklah mimpi basah, mengingat bahwa mimpi basah adalah dari syetan, dan beliau ma’shum dari hal itu.” (Fathul Bari, 4/144)

1⃣5⃣ a. Takut tidak bisa bangun sahur akhirnya makan sahurnya jam 22-23, apakah ini boleh?

Tentu makan jam 22-23 tidak ada larangannya. Tapi, apakah itu dinamakan makan sahur? Tentu bukan. Sebab makan sahur itu adalah makan di waktu sahur.

Sahur adalah nama penggalan waktu, yaitu disepertiga malam terakhir.

Pertanyaan ini, mirip pertanyaan apakah makan jam 7 pagi disebut makan siang? Tentu bukan, itu sarapan namanya. Namun, bagi yg melakukannya puasanya tetap sah walau dia tidak dihitung bersahur.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وقت السحور بين نصف الليل وطلوع الفجر

Waktu sahur adalah antara tengah malam dan terbitnya fajar.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/360)

Imam Ad Dasuqi Rahimahullah mengatakan:

ويدخل وقت السحور بنصف الليل الأخير وكلما تأخر كان أفضل

Masuknya waktu sahur itu adalah pada tengah malam akhir, dan jika di akhirkan maka itulah yg lebih utama.

(Hasyiyah Ad Dasuqi, 1/515)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فإذا كان ما قمت به من أكل ونحوه قد حصل بعد منتصف الليل فهو سحور، وإن كان قبل ذلك فلا يعتبر سحوراً شرعاً، والصيام صحيح مع ترك السحور أصلاً

Maka, jika makan dan semisalnya setelah tengah malam maka itulah sahur, jika sebelumnya maka itu tidak dinamakan sahur secara syar’iy. Tapi, pada dasarnya puasanya tetap sah walau dia tidak sahur.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 108993)

b. Puasa tapi tidak sahur, gimana?

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

وقد أجمعت الامة على استحبابه، وأنه لا إثم على من تركه

Umat telah ijma’ atas kesunahannya, dan tidak berdosa meninggalkannya.

(Fiqhus Sunnah, 1/455)

Tapi, janganlah hal itu dijadikan kebiasaan, sebab khawatir menyerupai puasanya orang kafir.

Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور

“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)

Bersambung …

🍃🌿🌺☘🌻🌸🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Tanya Jawab Seputar Puasa Ramadhan (Bag. 2)

Tanya Jawab Seputar Puasa Ramadhan (Bag. 3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top