Memahami dan Menggapai Lailatul Qadr (Bag. 1)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌  Maknanya

Lailatul Qadar adalah malam agung yang penuh kemuliaan, saat itu diturunkannya Al Quran, dan memiliki nilai lebih utama dibandig seribu bulan, para malaikat serta malaikat jibril dengan izin Allah Ta’ala turun untuk mengatur segala urusan, dan suasana malam itu penuh kesejahteraan hingga terbitnya fajar.

Definisi Lailatul Qadar, Allah Ta’ala sendiri yang menjelaskan dengan sangat gamblang dalam salah satu surat Al Quran Al Karim yakni:

{ إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنزلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) }

“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr (97): 1-5)

Kenapa disebut Lailatul Qadar? Tentu jawaban pastinya hanya Allah Ta’ala yang tahu. Namun para ulama memberikan jawaban bedasarkan qarinah (korelasi) berdasarkan ayat tersebut. Di antaranya tersebut dalam Al Muntaqa’ Syarh Al Muwaththa’, ketika mengomentari hadits tentang ‘Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir’:

وَقَوْلُهُ لَيْلَةُ الْقَدْرِ يَحْتَمِلُ أَنْ تُسَمَّى بِذَلِكَ لِعِظَمِ قَدْرِهَا أَيْ ذَاتُ الْقَدْرِ الْعَظِيمِ وَيُحْتَمَلُ أَنْ تُسَمَّى بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّ الْبَارِيَ تَعَالَى يُنَفِّذُ فِيهَا مَا قَدَّرَ مِنْ قوله تعالى فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ وَيُحْتَمَلُ غَيْرُ ذَلِكَ .

“ Dan ucapannya ‘Lailatul Qadri’, ada kemungkinan dinamakan demikian lantaran keagungan  qadar (ukuran/ketentuan) malam itu, yakni malam yang memiliki ukuran yang agung. Ada kemungkinan juga dinamakan demikian karena pada malam itu Allah Ta’ala melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan (qaddara) dalam firmanNya,  “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul,”  dan ada juga kemungkinan selain itu.” (Imam Abu Sulaiman Al Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, Juz. 2, Hal. 227. Mawqi’ Al Islam)

Seorang ahli tafsir pada masa tabi’in, yakni Mujahid, mengartikan Lailatul Qadr adalah:

ليلة الحكم

“Malam penuh hikmah.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, 24/532. Muasasah Ar Risalah)

📌  Keutamaannya

Tentang keutamaannya, dalam surat Al Qadr juga sudah disebutkan, yakni: “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”

Mujahid berkata tentang ayat tersebut:

عملها وصيامها وقيامها خير من ألف شهر

“Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya) dari seribu bulan.”

Mujahid juga menjelaskan:

كان في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدوّ بالنهار حتى يُمْسِيَ، ففعل ذلك ألف شهر، فأنزل الله هذه الآية:( لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ) قيام تلك الليلة خير من عمل ذلك الرجل.

“Dahulu pada Bani Israil ada seorang laki-laki yang shalat malam hingga pagi hari, kemudian dia pergi jihad melawan musuh pada siang harinya hingga sore, dan dia melakukan itu hingga seribu tahun. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini: (Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan) , qiyamul lail pada malam itu lebih baik dibanding amal laki-laki tersebut.” (Ibid)

Sementara Amru bin Qais Al Mala’i berkata:

عملٌ فيها خير من عمل ألف شهر

“Amal pada malam itu (nilainya) lebih baik dari amal seribu bulan.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran,  24/ 533)

Imam Ibnu Jarir Rahimahullah   sendiri menguatkan tafsiran ini, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, bahwa Imam Ibnu Jarir mengatakan:

وهو الصواب لا ما عداه

“Inilah yang benar, bukan selainnya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, Juz. 8, Hal. 443 )

Bersambung ..

🍃🌻🌴🌾🌸🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Fiqih I’tikaf (Bag. 7)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Makna Masjid dan Batasannya

Secara bahasa (lughah) masjid adalah:

بَيْتُ الصَّلاَةِ ، وَمَوْضِعُ السُّجُودِ مِنْ بَدَنِ الإِْنْسَانِ وَالْجَمْعُ مَسَاجِدُ

Rumah untuk shalat, dan tempat sujud bagi badan manusia, jamaknya adalah masajid. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 37/194)

Sedangkan, secara istilah terdapat pendefinisian yang banyak dari para ulama, di antaranya:

أَنَّهَا الْبُيُوتُ الْمَبْنِيَّةُ لِلصَّلاَةِ فِيهَا لِلَّهِ فَهِيَ خَالِصَةٌ لَهُ سُبْحَانَهُ وَلِعِبَادَتِهِ

“Rumah-rumah yang yang dibangun untuk shalat di dalamnya, ikhlas hanya untuk Allah semata dan untuk mengibadahiNya.” (Imam An Nasafi, Madarik At Tanzil, 4/1-3. Darl Kutub Al ‘Arabi, Beirut)

وَكُل مَوْضِعٍ يُمْكِنُ أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ فِيهِ وَيُسْجَدَ لَهُ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : جُعِلَتْ لِي الأَْرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

“Setiap tempat yang memungkinkan di dalamnya untuk menyembah Allah dan bersujud kepadaNya, sebab sabdanya Shallallahu ‘Alaihiwa Sallam: “Dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci.”   (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Quran, 2/78. Darul Kutub Al Mishriyah)

Berkata Syaikh Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql Hafizhahullah, sebagai berikut:

المسجد هو مكان الصلاة للجماعة وللجمعة ، وكل ما اتخذه الناس مصلى فهو مسجد ؛ لأن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال : « وجُعلَت لي الأرض مسجدا وطهورا » ، وإن كان مسمى المسجد صار أخص من سائر الأرض . والمسجد في الإسلام ، وكما كان في عهد النبي -صلى الله عليه وسلم- ليس مكان إقامة الصلاة فحسب ، بل كان منطلق أنشطة كثيرة . . . فكان النبي -صلى الله عليه وسلم- يعقد فيه الاجتماعات ، ويستقبل فيه الوفود ، ويقيم فيه حلق الذكر والعلم والإعلام ، ومنطلق الدعوة والبعوث ، ويبرم فيه كل أمر ذي بال في السلم والحرب . وأول عمل ذي بال بدأه النبي -صلى الله عليه وسلم- حين قدم المدينة مهاجرا أن شرع في بناء المسجد ، وكان النبي -صلى الله عليه وسلم- إذا قدم أن سفر بدأ بالمسجد ، كما ورد في الصحيح .

“Masjid adalah tempat shalat bagi (shalat) jamaah dan shalat jumat, dan setiap tempat yang dijadikan oleh manusia sebagai tempat shalat maka itu adalah masjid. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Dijadikan untukku bumi sebagai masjid yang suci.” Sesungguhnya penamaan masjid merupakan sesuatu yang lebih khusus dibanding semua bagian bumi. Dan, masjid dalam Islam, sebagaimana pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukanlah hanya tempat shalat semata, bahkan di sana menjadi titik tolak aktifitas yang banyak … Dahulu Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengikat (mengadakan) berbagai perkumpulan, menerima utusan, dan mendirikan berbagai halaqah dzikir, ilmu, dan informasi, mengirim da’i dan utusan, memperkuat segala urusan yang terkait hal perdamaian dan perang. Aktifitas pertama yang dimulai oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika datang hijrah ke Madinah adalah menetapkan pembangunan masjid, dan Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam, jika datang dari berpergian juga mampir ke masjid dulu, sebagaimana diriwayatkan dari hadits shahih.” (Syaikh Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql, Atsarul ‘Ulama fi Tahqiqi Risalatil Masjid, Hal. 12. Mawqi’ Al Islam)

Ada pun yang menjadi batasan masjid telah terjadi perbedaan para ulama, namun pandangan yang lebih mengena adalah ruang apa pun yang padanya jamaah sudah layak melakukan shalat tahiyatul masjid, maka dia termasuk bagian masjid. Maka, taman masjid, parkiran, ruang perpustakaan, aula yang disewakan, bukanlah termasuk masjid walau mereka di lingkungan sekitar atau area masjid. Sebab, tempat-tempat ini tidak lazim digunakan untuk tahiyatul masjid, dan biasanya manusia tidak akan berfikir tahiyatul masjid di dalamnya. Sehingga jika mu’takif (orang yang I’tikaf) ke tempat-tempat ini tanpa hajat yang syar’i, maka I’tikafnya terputus.

Wallahu A’lam

(Bersambung …)

🍃🌸🌷🌾🌿🌻🍁☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

Berpuasa Tapi Sedang Menjalanan Terapi

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum..ustd
Mohon penjelasan: bagaimana hukumnya bagi seseorang yang tidak berpuasa karena harus menjalani terapi minum obat secara teratur diantara waktu berpuasa. Jika harus menggati dg membayar fidyah, bolehkah dibayarkan oleh orang tuanya dinegara yang berbeda? Terimakasih atas pencrahannya.

(+62 812-7790-9xxx)

📬 JAWABAN

🌱🌱🌱🌱

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah ..

Semoga Allah Ta’ala memberikan kesembuhan yang sempurna kepada saudara penanya .. amiin.

Dalam masalah ini, perlu diperjelas dulu bagqimqna penyakit yang dialami. Jika itu penyakit yang masih ada harapan sembuh, maka cara menggantinya adalah qadha di hari-hari lain.

Hal ini ditegaskan oleh ayat:

فمن كان منكم مريضا او على سفر فعدة من ايام اخر

Barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam keadaan safar, maka kalian boleh mengganti puasa yang kalian tinggalkan dihari-hari lainnya. (Qs. Al Baqarah: 184)

Ada pun jika penyakit tersebut adalah penyakit menahun, sulit sembuh, shgga sulit berpuasa kapan pun, maka dia fidyah, bukan qadha.

Hal ini berdasarkan ayat:

و على الذين يطيقونه فدية طعام مسكين

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Qs. Al Baqarah: 184)

Nah, kondisi yang ditanyakan ini mesti dipetakan, jenis penyakit yang mana. Jika masih ada harapan sembuh, maka qadhalah dihari-hari sehat nanti. Jika termasuk penyakit menahun, yang membuatnya berat berpuasa, maka fidyah. Fidyah boleh dibayarkan oleh keluarganya jika memang dia tidak mampu atau memang belum berpenghasilan, idealnya diberikan kepada fakir miskin setempat dengannya.

Demikian. Wallahu A’lam

☘🌸🌺🌴🌻🍃🌾🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Fiqih I’tikaf (Bag. 6)

💥💦💥💦💥💦

📌Hadits: Tidak Ada I’tikaf Kecuali Pada Tiga Masjid

Bunyi hadits:

لا اعتكاف إلا في المساجد الثلاثة

“Tidak ada i’tikaf kecuali pada 3 masjid.” (HR. Ath Thahawi, Syarh Musykilul Atsar No. 2771. Al Baihaqi , 4/316) yaitu masjidil haram, masjid nabawi, dan masjidil aqsha
Syaikh Utsaimin mengatakan: hadits ini dhaif (lemah). (Syarhul Mumti’, 6/164).

Sementara Syaikh Al Albani mengatakan:

و هذا إسناد صحيح على شرط الشيخين

Isnad hadits ini shahih sesuai syarat syaikhain (Bukhari-Muslim). (As Silsilah Ash Shahihah No. 2786)

Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu memaknai bahwa hadits di atas, hanya mengingkari kesempurnaan I’tikaf saja, tidak sampai mengingkari keabsahan I’tikaf di masjid lain.

Syaikh Al Albani mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud mentakwil demikian, Katanya:

لا اعتكاف كاملا ، كقوله صلى الله عليه وسلم : ” لا إيمان لمن لا أمانة له ، و لا دين لمن لا عهد له ” و الله أعلم

“I’tikafnya tidak sempurna, sebagaimana Sabdanya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Tidak ada iman bagi yang tidak menjaga amanah, dan tidak beragama bagi yang tidak menepati janji.” Wallahu A’lam (Ibid)

Syaikh Utsaimin Rahimahullah juga memahami demikian, katanya:

إن صح هذا الحديث فالمراد به لا اعتكاف تام، أي أن الاعتكاف في هذه المساجد أتم وأفضل، من الاعتكاف في المساجد الأخرى، كما أن الصلاة فيها أفضل من الصلاة في المساجد الأخرى. ويدل على أنه عام في كل مسجد قوله تعالى: {{وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ}} [البقرة: 187] .فقوله تعالى: {{فِي الْمَسَاجِدِ}} (الـ) هنا للعموم….

Jika hadits ini shahih, maka maksudnya adalah I’tkafnya tidak sempurna, yaitu sesungguhnya I’tikaf di masjid-masjid ini adalah lebih sempurna dan afdhal dibanding I’tikaf di masjid lain sebagaimana shalat di dalamnya lebih afdhal dibanding shalat di masjid lain. Hal yang menunjukkan bahwa ini berlaku untuk semua masjid adalah firmanNya: (Janganlah kalian mencampuri mereka sedangkan kalian I’tikaf di masjid-masjid), firman Allah fil Masajid (di masjid-masjid), Al (alif lam) di sini menunjukkan umum … (Ibid)

Beliau melanjutkan:

ثم كيف يكون هذا الحكم في كتاب الله للأمة من مشارق الأرض ومغاربها، ثم نقول: لا يصح إلا في المساجد الثلاثة؟! فهذا بعيد أن يكون حكم مذكور على سبيل العموم للأمة الإسلامية، ثم نقول: إن هذه العبادة لا تصح إلا في المساجد الثلاثة، كالطواف لا يصح إلا في المسجد الحرام. فالصواب أنه عام في كل مسجد، لكن لا شك أن الاعتكاف في المساجد الثلاثة أفضل، كما أن الصلاة في المساجد الثلاثة أفضل.

Lalu, bagaimana bisa hukum yang terdapat dalam kitabullah yang berlaku bagi umat di timur dan barat, lalu kita mengatakan kepada mereka: tidak sah kecuali di tiga masjid? Ini adalah sangat jauh, jika hukum tersebut diterapkan secara umum bagi semua umat Islam. Kemudian kita mengatakan ibadah ini tidak sah kecuali di tiga masjid, seperti thawaf tidak sah kecuali di masjidil haram.
Yang benar adalah bahwa ini berlaku umum pada setiap masjid, tetapi tidak ragu lagi I’tikaf di tiga masjid tersebut lebih utama, sebagaimana shalat di dalamnya lebih utama. (Ibid)

Hanya saja Syaikh Utsaimin menegaskan, bahwa yang disebut masjid adalah yang di dalamnya ditegakkan shalat berjamaah dan shalat Jumat, jika tidak ada shalat Jumat, maka itu bukan masjid. Dengan kata lain, beliau sebenarnya berada pada kelompok pertama, yaitu hanya membolehkan I’tikaf pada masjid jami’, hanya saja beliau tidak mengistilahkannya dengan masjid jami’

Bersambung …

🍃🌾🌸🌴🌺☘🌷🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

scroll to top