Suami Istri Laksana Pakaian

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Allah Ta’ala berfirman:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

Mereka (kaum istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. (Qs. Al Baqarah: 187)

Sungguh indah perumpamaan dalam Al Quran. Suami dan Istri laksana pakaian yang saling melindungi, menghangatkan, menutupi kekurangan dan cela, serta menampakkan keindahan dan keserasian.

Jika suami itu pakaian bagi istrinya …

🍀 Maka, celakalah suami yang mengumbar aib dan kekurangan istri tanpa alasan yang dibenarkan syariat, dan mulialah yang menutupinya

🍀 Maka, celakalah suami yang menelantarkan istrinya, hak-haknya, dan segaka nafkah yang diperintahkan agama kepadanya, menyakiti perasaannya, dan mulialah suami yang memenuhinya dengan baik dan mencintainya dengan jujur

🍀 Maka, celakalah suami yang membiarkan istrinya bermaksiat, meninggalkan shalat, mengumbar aurat, bermajelis ghibah, dan semisalnya, dan mulialah suami yang mendidik istrinya dengan adab dan akhlak Islam

🍀 Maka, celakalah suami yang membiarkan istrinya menjadi budak dunia, hamba emas berlian permata, dan mulialah suami yang mendidiknya menjadi wanita bersyukur kepada semua karunja yang adal

Jika istri adalah pakaian bagi suaminya …

🌺 Maka, celakah istri yang mengumbar kekurangan suaminya, kekurangan nafkahnya dibanding laki-laki lain, dan mulialah yang menutupi aib suaminya

🌺 Maka, celakalah istri yang menelantarkan hak suaminya, hak untuk ditaati dalam kebaikan, dan hak dilayani, dan mulialah wanita yang memenuhi itu dengan baik

🌺 Maka, celakah istri yang khianat terhadap amanah suami saat di rumah; menjaga kehormatan, harta, dan anak-anaknya, dan mulialah istri yang menjaga amanah suaminya

🌺 Maka, celakah istri yang menyakiti perasaan suaminya, bermuka masam saat dipandang, membangkang saat diperintah, tapi menuntut ini dan itu tanpa malu-malu, dan mulialah istri yang memposisikan suami sebagai imam yang melindungi dan bukan mesin ATM yang mudah diakali

Wallahu A’lam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Mengqadha Maghrib Di Pagi Esok Hari

Pertanyaan

Begini…kemarin kan sy safar pas adzan maghrib masih di bis. Ktika sampai di tempat sdh adzan isya. Nah pas sampai rumah sy lupa menjamak maghrib nyaa baru ingat subuh tadi:sob:. Bagaimana ya sebaiknya? Sy benar2 lupa

Jawaban

Bismillah wal Hamdulillah ….

Segera dia lakukan shalat maghrib itu saat dia mengingatnya, walau dipagi hari keesokan harinya, berdasarkan dalil-dalil As Sunnah dan keterangan ulama.

📌 Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

ذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَوْمَهُمْ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Mereka menceritakan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa tidurnya mereka membuat lalai dari shalat. Maka Beliau bersabda: “Sesungguhnya bukan termasuk lalai karena tertidur, lalai itu adalah ketika terjaga. Maka, jika kalian lupa atau tertidur maka shalatlah ketika kalian ingat (sadar).”

(HR. At Tirmidzi No. 177, katanya: hasan shahih. Abu Daud No. 437, Ibnu Majah No. 698, An Nasai No. 615, Ad Daruquthni, 1/386, Ibnu Khuzaimah No. 989, Ahmad No. 22546. Dishahihkan oleh Syaikh Syuaib Al Arnauth (Taliq Musnad Ahmad No. 22546), Syaikh Al Albani (Shahihul Jami No. 2410), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim No. 680, namun dengan lafaz agak berbeda)

📌 Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ{وَأَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي}

Barang siapa yang lupa dari shalatnya maka hendaknya dia shalat ketika ingat, tidak ada tebusannya kecuali dengan itu (Allah berfirman: “dirikanlah shalat untuk mengingatKu”). (HR. Bukhari No. 597)

📌 Dari Qatadah Radhiallahu ‘Anhu , katanya:

سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلَاةِ قَالَ بِلَالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلَالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلَالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلَالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلَاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى

“Kami pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, Wahai Rasulullah, barangkali anda mau istirahat sebentar bersama kami? Beliau menjawab: Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat. Bilal berkata, Aku akan membangunkan kalian. Maka merekapun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggannganya, tapi rasa kantuknya mengalahkannya dan akhirnya iapun tertidur. Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan! Bilal menjawab: Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya. Beliau lalu bersabda: Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat! kemudian beliau berwudhu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat. (HR. Bukhari No. 595)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menerangkan:

اتفق العلماء على أن قضاء الصلاة واجب على الناسي والنائم

Para ulama sepakat tentang wajibnya mengqadha shalat bagi orang LUPA atau tertidur. (Fiqhus Sunnah, 1/274, Lihat juga Bidayatul Mujtahid, 1/182)

Demikian dasar yang begitu kuat dalam mengqadha shalat yang terlupakan, bisa disimpulkan dari hadits-hadits di atas:

🍄 Qadha itu terjadi jika luputnya shalat karena lupa dan tertidur, ini disepakati. Ada pun mengqadha karena pingsan/koma, murtad lalu masuk Islam lagi, atau sengaja meninggalkannya pada masa lalu, ini diperselisihkan ulama.

🍄 Qadha dilakukan segera ketika sadar atau ingat

🍄 Mengqadha shalat wajib adalah wajib, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan: tidak ada tebusan yang lain kecuali dengan itu.”

🍄 Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat pun pernah mengalaminya.

Demikian. Wallahu A’lam

 

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat At-Tahrim (Bag. 7)

Perumpaan Istri-Istri Durhaka

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahanam bersama orang-orang yang masuk (Jahanam)”(QS. At Tahrim:10)

Nama Istri Nabi Nuh dan Istri Nabi Luth

Dalam ayat ini secara khusus Allah menyebut istri nabi Nuh dan nabi Luth, sebagai perumpamaan dan contoh istri-istri dikalangan para nabi yang durhaka, baik kepada suaminya maupun kepada Allah.

Firman Allah:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir..

Menurut Al Qurthubi mengutip pendapat dua pendapat yang berbeda riwayat, yang pertama dari Muqatil, bahwa nama istri nabi Nuh adalah Walihah dan nama istri nabi Luth adalah Wali’ah. Sedangkan menurut Ad Dhahaq dari Aisyah Radhiyallah anhu bahwa nama istri Nuh adalah Waghilah dan istri nabi Luth Walihah.[1]

Nabi yang beristrikan wanita kafir?

Firman Allah:

لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا

Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing)

Ayat diatas menyebutkan bahwa istri nabi Shalih dan istri nabi Luth mereka berdua memiliki suami dikalangan para Nabi utusan pilihan Allah dari hamba-hamba-Nya untuk menyebarkan tauhid diatas muka bumi. Lalu mengapa mereka memiliki istri seorang kafir? Bukankan itu bisa menjadi bumerang bagi seorang da’i sekaligus nabi? Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1⃣     Ikatan iman lebih tinggi dari ikatan darah

Hal ini disebutkan dalam firman Allah saat nabi Nuh berdoa agar anaknya diselamatkan dari air bah yang besar, kemudian Allah jawab:

وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ (45) قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (46)

Dan Nuh berkata kepada Rabb-nya,”Ya Tuhanku sesungguhnya anakku  termasuk keluargakum dan sesungguhnya janji-Mu benar, dan Engkau adalah hakim yang paling Adil. Allah berfirman,”Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya perbuatannya tidak baik, sebab itu janganlah kamu memohon sesuatu kepada-Ku yang kamu tidak mengetahui hakikatnya, sesungguhnya Aku memperingatkan kamu agar tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS. Hud[11]:45-46)

Ayat diatas diterangkan oleh para ulama tafsir bahwa putra nabi Nuh menampakkan ajaran agama yang di bawa oleh Nabi Nuh, namun ia menyembunyikan apa yang ada dihatinya dari kemunafikan. Sehingga Nuh menyangka ia adalah anggota keluarganya, seperti orang munafik yang menampakkan iman dihadapan Rasulullah sedang mereka kafir didalam hatinya.[2] Dan Allah yang menunjukkan hal tersebut dalam firmannya:

إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ

Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya perbuatannya tidak baik.

2⃣     Di akherat kedekatan nasab tidaklah penting.

Dengan catatan jika masing-masing mereka berbeda agama, sehingga tidak berguna kedekatan istri dan suami jika salah satu diantara mereka kafir, namun jika seagama, maka mereka akan dapat memberi manfaat satu dan lainnya.[3] . keluarga yang dapat memberi manfaat jika mereka beriman adalah seperti kemuliaan anak yang hafal Al Qur’an terhadap orang tuanya:

عن بريدة الأسلمي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال – عن صاحب القرآن – : ( وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ ، وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حُلَّتَيْنِ لَا يُقَوَّمُ لَهُمَا أَهْلُ الدُّنْيَا ، فَيَقُولَانِ : بِمَ كُسِينَا هَذِهِ ؟ فَيُقَالُ : بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ  – وروى أحمد (22950)

Dari Buraidah al Aslami radhiyallah anhu, dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, beliau berkata tentang orang yang hafal Al Qur’an, kelak akan dipakaikan kepada orang tua mereka mahkota kemuliaan, dan dipakaikan kepada mereka perhiasan yang membuat tercengang penduduk dunia, lalu mereka bertanya,” Mengapa kami dipakaikan pakaian kemuliaan ini?, kemudian Allah menjawab,”Karena anakmu yang hafal Al Qur’an”. ( HR. Ahmad, 22950)

3⃣     Sifat-sifat durhaka Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth

Al Mawardi menyebutkan empat hal kedurhakaan istri nabi Nuh dan nabi Luth sehingga mereka dijadikan perumpamaan.[4]

a.       Mereka berdua kafir dan mereka di cap berkhianat dalam agama karena kekafirannya.

b.      Mereka adalah orang munafik yang menampakkan iman dan menyembunyikan kekafiran

c.       Karena mereka suka melakukan perbuatan namimah¸(mencela) jika wahyu turun kepada suami mereka, lalu mereka menyebarkannya dikalangan orang-orang kafir sehingga mereka menjelekkan nabi-nabi tersebut.

d.      Khianatnya istri Nabi Nuh adalah suka mengatakan dan menuduh nabi Nuh gila (majnun), jika ada salah seorang beriman kepada nabi Nuh, maka istrinya segera menyebarkan kabar tersebut kepada penguasa kemudian mereka menggunjing dan menjelek-jelekkan nabi Nuh.

Syekh Wahbah Zuhaili menyebutkan bahwa istri Nabi Nuh suka menghina dan melecehkan suaminya dihadapan manusia dengan mengatakan Nabi Nuh gila. Sedangkan istri nabi Luth suka memberitahukan tamu laki-laki yang datang kerumah Nabi Luth, kepada kaumnya, agar kaumnya bisa berbuat liwath (homoseksual) dengan tamu-tamu tersebut.[5]

Didalam kitab Tafsir al Hadits disebutkan ada tiga golongan wanita terkait surat ini:[6]

📌 Pertama, kaum wanita dalam pengawasan suami yang shalih mereka adal istri nabi Nuh dan istri nabi Luth, mereka ingkar, berkhianat dalam agama. Keberadaan wanita-wanita ini tidaklah bermanfaat sama sekali terhadap suami mereka, dan keberadaan suami mereka tidak dapat menyelamatkan istri-istrinya karena kekafiran.

📌 Kedua, kaum wanita yang berada dalam pengawasan suami yang kafir dan membangkang. Dia adalah istri Fir’aun, ia wanita yang beriman kepada Allah, ia mengingkari kezaliman Fir’aun dan Allah menyelamatnya.

📌 Ketiga, kaum wanita yang tidak dalam ikatan seorang lelaki sebagai suaminya, ia adalah Maryam binti Imran, ia menjaga kesuciannya dan mencari keridhaan Allah.

Firman Allah:

فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam jahanam bersama orang-orang yang masuk (Jahanam)

Ibnu Asyur mendefinisikan khianat sebagai perbuatan lawan dari amanah.[7]

وَالْخِيَانَةُ وَالْخَوْنُ ضِدُّ الْأَمَانَةِ وَضِدُّ الْوَفَاءِ، وَذَلِكَ تَفْرِيطُ الْمَرْءِ مَا اؤْتُمِنَ عَلَيْهِ وَمَا عُهِدَ بِهِ إِلَيْهِ

Khianat dan al khaun merupakan lawan dari sifat amanah dan jujur, hal itu karena pelakunya menyia-nyiakan yang diamanahkan kepadanya dan apa yang dijanjikan kepadanya.

Hal ini seperti disebutkan didalam Al Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَماناتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhainati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui” (QS. Al Anfal [8]: 27)

As Sa’di dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Nabi Nuh dan istri nabi Luth murni dalam masalah agama bukan dalam perzinahan atau perselingkuhan.

وهذا هو المراد بالخيانة لا خيانة النسب والفراش، فإنه ما بغت امرأة نبي قط، وما كان الله ليجعل امرأة أحد من أنبيائه  بغيًا

Maksud khianat disini adalah khianat dalam masalah agama, bukan pada nasab dan firasy (tempat tidur), karena tak ada istri nabi yang berbuat zina, dan Allah tak kan menjadikan istri seorang nabi sebagai pezina. [8]

والله أعلم

🌴🌴🌴🌴🌴🌴

[1] Al Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al Qur’an, (Mesir: Dar Qutub Al Mishriyah, 1384), 18/21
[2] Abu Manshur Al Maturidi, at-Ta’wilat Ahlissunnah, (Beirut: Dar al Kutub,2005) 6/136
[3] Tafsir Al Qurthubi, 18/202
[4] Al Mawardi, TafsirAl Mawardi, 6/47
[5] Wahbah ZUhaily, Tafsir al Munir, 28/325
[6] Darwazat Muhammad Izzat, Tafsir al Hadits, (Kairo: Dar Ihya Turats,1383, 8/540
[7] Ibnu Asyur, At Tahrir wa Tanwir, 28/376
[8] As Sa’di, Tafsir As Sa’di, 1/847

🌴🌿☘🍃🌾🌸🌻🌺

✍ Ust Fauzan Sugiono, Lc. MA

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

Ta’khir Shalat Isya (Mengerjakan Shalat Isya di Akhir Waktu)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dianjurkan mengakhirkan shalat Isya hingga hampir setengah malam, dan ini menjadi kekhususan bagi Isya saja. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, namun tidak selalu dia lakukan khawatir memberatkan umatnya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ صَلَّى ثُمَّ قَالَ قَدْ صَلَّى النَّاسُ وَنَامُوا أَمَا إِنَّكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوهَا

Dari Anas bin Malik, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya sampai tengah malam, lalu dia shalat, kemudian bersabda: “Manusia telah shalat dan tertidur, ada pun sesungguhnya kalian tetap dinilai dalam keadaan shalat selama kalian masih  menunggu waktunya.”[1]

Dalam hadits lain:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي

Dari ‘Aisyah, dia berkata: Pada suatu malam, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallammengakhirkan shalat Isya sampai hilang sebagian besar malam, dan sampai para jamaah yang di masjid tertidur, lalu Beliau keluar lalu shalat, lalu bersabda: “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya, seandainya tidak memberatkan umatku.” [2]

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

وكلها تدل على استحباب التأخير وأفضليته، وأن النبي صلى الله عليه وسلم ترك المواظبة عليه لما فيه من المشقة على المصلين، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يلاحظ أحوال المؤتمين، فأحيانا يعجل وأحيانا يؤخر.

Semua hadits ini menunjukkan sunah  dan keutamaan mengakhirkan shalat isya. Walau pun demikian nabi tidak melakukannya terus menerus, khawatir memberatkan umatnya. NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu memperhatikan kondisi kaum mu’minin, maka kadangkala dia menyegerakan, kadangkala dia mengakhirkan.” [3]

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وَقَوْله فِي رِوَايَة عَائِشَة : ( ذَهَبَ عَامَّة اللَّيْل ) أَيْ كَثِير مِنْهُ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَكْثَره ، وَلَا بُدّ مِنْ هَذَا التَّأْوِيل لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهُ لَوَقْتُهَا ، وَلَا يَجُوز أَنْ يَكُون الْمُرَاد بِهَذَا الْقَوْل مَا بَعْد نِصْف اللَّيْل ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَقُلْ أَحَد مِنْ الْعُلَمَاء : إِنَّ تَأْخِيرهَا إِلَى مَا بَعْد نِصْف اللَّيْل أَفْضَل . قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقّ عَلَى أُمَّتِي ) مَعْنَاهُ : إِنَّهُ لَوَقْتُهَا الْمُخْتَار أَوْ الْأَفْضَل فَفِيهِ تَفْضِيل تَأْخِيرهَا ، وَأَنَّ الْغَالِب كَانَ تَقْدِيمهَا ، وَإِنَّمَا قَدَّمَهَا لِلْمَشَقَّةِ فِي تَأْخِيرهَا

Hadits riwayat ‘Aisyah ini: (hilang sebagian besar malam) yaitu kebanyakan dari waktu malam, namun bukan berarti sebagian besarnya, dan harus mengartikannya demikian karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya.” Tidak boleh mengartikan ucapan beliau bahwa waktu yang dimaksud adalah setelah tengah malam, dan tidak ada satu pun ulama yang mengatakan demikian; yakni mengakhirkan shalat Isya setelah tengah malam adalah lebih utama.

Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: (“Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya, seandainya tidak memberatkan umatku.”) maknanya adalah bahwa itu adalah waktu yang diunggulkan atau paling utama, maka di dalamnya ada keutamaan mengakhirkannya. Sesungguhnya kebiasaannya adalah menyegerakannya, hal itu hanyalah karena adanya kesulitan dalam mengakhirkannya.” [4]

Hanya saja di zaman ini, jika kita mengambil sunnah ta’khir isya, maka kita akan kehilangan sunnah lain yaitu berjamaah di masjid. Sebab, jam-jam seperti itu biasanya sudah tidak ada orang di masjid, atau masjid sudah ditutup, kecuali Masjidul Haram dan Masjid Nabawi, yang biasanya manusia ramai 24 jam. Padahal shalat Isya berjamaah bersama manusia di masjid, dinilai seperti shalat setengah malam.

Dari ‘Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu, “ Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل ومن صلى الصبح في جم

اعة فكأنما صلى الليل كله

Barang siapa yang shalat Isya berjamaah maka seolah dia shalat setengah malam, dan barang siapa yang shalat subuh berjamaah maka seolah dia shalat sepanjang malam. [5]

Wallahu A’lam

🌿🌿🌿🌿

[1] HR. Bukhari, Kitab Mawaqit Ash Shalah Bab Waqtul ‘Isya Ila Nishfil lail, No hadits. 538
[2] HR. Muslim, Al Masajid wa Mawadhi’ ash Shalah Bab Waqtul ‘Isya wa Ta’khiruha, no. 345
[3] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 1 Hal. 103
[4] Imam An Nawawi, Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim, No.1009
[5] HR. Muslim No. 656, Bab Fadhl Shalah Al ‘Isya wa Ash Shubh fi Jamaa’ah

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top