Takbiran Setelah Shalat Wajib

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Saya orang baru di tempat saya, di mushalla sini kalo selesai shalat langsung takbiran, beda dgn kebiasa tempat saya yang lama. Itu emang ada dasarnya?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Ya, takbir di hari raya dan hari tasyriq yang dilakukan setelah shalat wajib, adalah hal yang masyru’ (sejalan dengan syariat), dan dilakukan sejak masa salaf.

Hal ini dikatakan oleh Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

أَصَحُّ الْأَقْوَالِ فِي التَّكْبِيرِ الَّذِي عَلَيْهِ جُمْهُورُ السَّلَفِ وَالْفُقَهَاءِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالْأَئِمَّةِ: أَنْ يُكَبِّرَ مِنْ فَجْرِ يَوْمِ عَرَفَةَ، إلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، عَقِبَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَيُشْرَعُ لِكُلِّ أَحَدٍ أَنْ يَجْهَرَ بِالتَّكْبِيرِ عِنْدَ الْخُرُوجِ إلَى الْعِيدِ.
وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ

Pendapat yang paling shahih tentang takbir yang dianut oleh mayoritas ulama salaf dan ahli fiqih generasi sahabat dan para imam, bahwa bertakbir itu sejak fajar (subuh) hari arafah (9 Zulhijjah) sampai akhir hari tasyriq SEUSAI SHALAT, disyariatkan setiap orang mengeraskan suara takbirnya saat menuju tempat shalat Id. Ini adalah perkara yang disepakati imam yang empat.

(Al Fatawa Al Kubra, jilid. 2, hal. 369)

Syaikh Abdurrahman Al Qahthani An Najdi Rahimahullah menegaskan:

ولما رواه الدارقطني عن جابر ولأنه إجماع من أكابر الصحابة

Hal ini berdasarkan riwayat Ad Daraquthni, dari Jabir. Itu adalah ijma’ dari para tokoh senior sahabat nabi.

(Al Ihkam Syarh Ushul Al Ahkam, jilid. 1, hal. 492)

Hadits Ad Daruquthni yang dimaksud adalah:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يُكَبِّرُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ حِينَ يُسَلِّمُ مِنَ الْمَكْتُوبَاتِ

Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertakbir di shalat Subuh hari Arafah sampai shalat Ashar di akhir hari tasyriq, KETIKA SELESAI SALAM shalat-shalat wajib.

(HR. Ad Daruquthni no. 1735)

Namun dalam sanadnya ada dua rawi yang bermasalah. Imam Az Zaila’i berkata: “Ibnul Qaththan menjelaskan bawah Jabir Al Ju’fi seorang yg buruk keadaannya, dan Amru bin Syimr lebih buruk darinya, bahkan dia termasuk manusia binasa. Al Bukhari dan Abu Hatim berkata: haditsnya munkar. As Sa’di berkata: menyimpang dan pendusta.  (Nashbu Ar Rayah, jilid. 2, hal. 223-224)

Walau hadits ini lemah, ijma’ para sahabat dan mayoritas kaum salaf dan fuqaha, sudah cukup menjadi dasar amalan hal ini.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Orang Berhadats Membaca Al Quran

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Jika maksudnya adalah hadats kecil, bukan hadats besar seperti haid, nifas, dan junub. Serta, maksudnya adalah hanya membaca tanpa menyentuh mushaf Al Quran, maka boleh dan tidak masalah. Ini telah disepakati kebolehannya.

Imam Badruddin Az Zarkasi Rahimahullah berkata:

وَيَجُوزُ لِلْمُحْدِثِ قَالَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُ لَا يُقَالُ إِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ فَقَدْ صَحَّ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ مَعَ الْحَدَثِ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ سِوَى الْجَنَابَةِ وَفَى مَعْنَاهَا الْحَيْضُ وَالنِّفَاسُ

Dibolehkan bagi orang yang berhadats (membaca Al Quran). Imam Al Haramain dan lainnya mengatakan hal itu tidak dikatakan makruh. Telah shahih bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah membaca Al Quran dalam keadaan berhadats dan semua keadaan, kecuali junub. Juga yang semakna dengan junub adalah haid dan nifas. (Al Burhan fi ‘Ulumil Quran, jilid. 1, hal. 386)

Sementara Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

فإن قرأ محدثا جاز بإجماع المسلمين والأحاديث فيه كثيرة معروفة

“Jika seorang berhadats membaca Al Quran maka BOLEH menurut ijma’ kaum muslimin, dan hadits-hadits tentang itu banyak dan telah diketahui.”

(At Tibyan fi Adab Hamalatil Quran, Hal. 73. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Keistimewaan Kurma ‘Ajwa Madinah

💢💢💢💢💢💢💢💢

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً، لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ

Siapa yang di tiap pagi hari makan tujuh butir kurma ‘ajwa (kurma Madinah), niscaya tidak ada yang membahayakannya pada hari itu baik racun dan sihir. (HR. Bukhari no. 5445)

Penjelasan:

– Hadits ini menjelaskan keutamaan dan kelebihan Kurma ‘Ajwa, khususnya yang tumbuh di Madinah.

– Syaikh Hamzah Muhammad Qasim menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan keutamaan kurma ‘Ajwa Madinah dan manfaatnya bagi medis sebagai perlindungan dari racun dan sihir dan dampak dari keduanya, serta penjaga dari gangguan yang membahayakan badan dan jiwa. Ini adalah senjata ampuh untuk melawan penyakit yang diakibatkan dari racun dan sihir, yaitu jika seseorang memakan tujuh butir kurma ‘Ajwa di tiap pagi hari maka tidak ada yang membahayakannya baik sihir dan racun, dan keutamaan ini tidak ada kecuali pada kurma ‘Ajwa Madinah saja.” (Manar Al Qari Syarh Mukhtashar Shahih Al Bukhari, jilid. 5, hal. 152)

– Keutamaan yang dimilikinya bukan semata-mata kurmanya tapi keberkahan dari doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam padanya.

– Imam Al Khathabi mengatakan: “Keadaannya sebagai pelindung dari sihir dan racun tidak lain dengan cara tabarruk (mencari keberkahan) dari doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bukan semata-semata kurmanya secara alami.” (Dikutip oleh Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, jilid. 21, hal. 71)

– Imam Al Qasthalani Rahimahullah mengatakan: “Hal itu bukan karena bawaan kurmanya, tapi karena keberkahan doa (Rasulullah) padanya, sebagaimana dikatakan oleh Al Khathabi.” (Irsyad As Saariy, jilid. 8, hal. 241)

– Cara makannya adalah di pagi hari sebelum makan apa pun. Imam Al ‘Aini Rahimahullah berkata:

أَي: أكل صباحا قبل أَن يَأْكُل شَيْئا

Yaitu memakannya di pagi hari sebelum makan apa pun. (‘Umdatul Qari, jilid. 21, hal. 71)

– Lalu, kenapa tujuh butir? Imam An Nawawi menjelaskan:

تخصيص عجوة المدينة وعدد السبع من الأمر والتي علمها الشارع ولا نعلم نحن حكمها فيجب الإيمان بها وهو كإعداد الصلوات ونصب الزكوات

Pengkhususan ‘Ajwa Madinah dan jumlah tujuh termasuk perkara yang hanya Allah Ta’ala yang tahu ilmunya, kita tidak mengetahui hikmah (maksudnya), maka wajib mengimaninya. Hal ini sama seperti bilangan shalat dan nishab zakat. (Dikutip oleh Imam Syamsuddin Al Kirmani, Al Kawakib Ad Darariy fi Syarh Shahih Al Bukhari, jilid. 20, hal. 59)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat Al Muzammil (Bag. 4)

(ayat 8)

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا (8)

Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.(QS. Al Muzammil:8)

Tinjauan Bahasa

وَالتَّبَتُّلُ: الِانْقِطَاعُ

At-tabattul: Terputus”

Menurut Imam Asy Syaukani dalam tafsirnya menyebutkan makna:[1]

وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا أَيِ: انْقَطِعْ إِلَيْهِ انْقِطَاعًا بِالِاشْتِغَالِ بِعِبَادَتِهِ

“Makna tabattal ilaihi tabtila yaitu: terputus dengan sebenarnya, sibuk dengan ibadah kepada Allah. Menurut Al Wahidy, kata at tabattul artinya:

رَفْضُ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَالْتِمَاسُ مَا عِنْدَ اللَّهِ

Menolak dunia dan isinya, hanya berharap apa yang ada disisi Allah (balasan dari Allah)

Sebutlah Nama Rabbmu

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا

Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.(QS. Al Muzammil:8)

Ayat ini mengandung dua petunjuk, pertama: agar manusia banyak berzikir (mengingat Allah). Kedua, agar manusia  melakukan at tabattul (fokus ibadah malam dengan qiyamullail, meninggalkan hiruk pikuk duniawi)

Sebagaimana dahulu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, berjihad pada siang hari, berdakwah kepada kaumnya, agar mereka meng-Esakan Allah. Dan pada malam harinya Rasulullah melakukan qiyamullail hingga kedua kaki beliau bengkak-bengkak karena lama dan panjangnya beliau qiyamullail.

Hal ini memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, karena Islam bukanlah agama bagi orang pemalas, atau agama bagi orang yang putus asa karena nasib buruk di dunia. Namun Islam adalah agama yang memiliki sifat tawazun (seimbang) dunia dan akherat. Berbeda dengan rahib-rahib Yahudi, mereka meninggalkan semua hal ihwal terkait duniawi, mereka tidak menikah, dan hanya berdoa dan berdoa saja. Namun didalam agama Islam, siangnya beraktifitas duniawi, malamnya untuk aktifitas ukhrawi.

Secara Bahasa, dzikir memiliki dua makna:

  1. Sesuatu yang teucap oleh lisan
  2. Lawan dari lupa atau menghadirkan sesuatu di dalam hati

Secara istilah, dzikir mengadung pengertian:

أَمَّا فِي الاِصْطِلاَحِ فَيُسْتَعْمَل الذِّكْرُ بِمَعْنَى ذِكْرِ الْعَبْدِ لِرَبِّهِ عَزَّ وَجَل، سَوَاءٌ بِالإْخْبَارِ الْمُجَرَّدِ عَنْ ذَاتِهِ أَوْ صِفَاتِهِ أَوْ أَفْعَالِهِ أَوْ أَحْكَامِهِ أَوْ بِتِلاَوَةِ كِتَابِهِ أَوْ بِمَسْأَلَتِهِ وَدُعَائِهِ أَوْ بِإِنْشَاءِ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ بِتَقْدِيسِهِ وَتَمْجِيدِهِ وَتَوْحِيدِهِ وَحَمْدِهِ وَشُكْرِهِ وَتَعْظِيمِهِ

“ Sedangkan secara istilah, dzikir bermakna, ingatnya hamba kepada Rabb aza wajalla, baik dengan mengingat Allah dari Dzat-Nya, atau sifat, atau perbuatan atau hukum-hukum-Nya, atau dengan membaca Al-Qur’an, atau dengan meminta dalam doa, dengan cara memuji, mensucikan, memuliakan, meng-Esakan, memujinya, bersyukur dan mengagungkan-Nya.[2]

Adapun secara khusus, dzikir juga bisa bermakna shalat, seperti dalam firman Allah:

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Ankabut:45)

Dzikir kepada Allah dilakukan dengan lisan dan hati. Lisan memuji Allah, dengan bertahmid, mensucikan Allah dengan bertasbih, memohon ampunan kepada Allah dengan beristighfar. Adapun dzikir dengan hati, artinya meyakini, mengagungkan dan mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah, semua manfaat berasal dari Allah, dan tidak ada yang dapat menghilangkan musibah melainkan Allah.

Keutamaan Dzikir

Dalam hadits Qudsi disebutkan:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ :مَنْ شَغَلَهُ الْقُرْآنُ وَذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَل مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ

“Dari Abu Said Al Khurdi Radhiyallahuanhu, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,”Allah Subhanahu wata’ala berfirman,” Barang siapa orang yang sibuk dengan mengingatku, daripada meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikan kepadanya apa yang lebih baik dari permintaan orang-orang yang meminta””(HR. Tirmizi)

Beberapa pendapat Ulama Tafsir Tentang Makna تَبْتِيلًا  (Tabtiila)

Menurut Syekh Nawawi Al Bantani[3]

وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا : أي انقطع إلى الله تعالى عن الدنيا بإخلاص العبادة

Fokus ibadah dengan ikhlas kepada Allah, dan memisahkan diri dari hal keduniawian.

Menurut Ar Razy

Beliau menyebutkan bahwa makna At Tabattul adalah ikhlas, atau tamyiz (membedakan antara satu dan lainnya). Sehingga orang yang memiliki keinginan mengenal Allah maka ia akan berusaha sungguh sungguh kearah sana. Ia akan kesampingkan hal-hal yang tidak ada kaitannya dalam proses ia mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.

وَالطَّالِبُ لِمَعْرِفَةِ اللَّهِ مُتَبَتِّلٌ إِلَى مَعْرِفَةِ اللَّهِ

“Orang yang ingin ma’rifat (mengenal) Allah maka ia akan fokus mengenal Allah”[4]

Menurut Imam Suyuthi[5]

{وَاذْكُرْ اسْم رَبّك} أَيْ قُلْ بِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم فِي ابْتِدَاء قِرَاءَتك

“Bacalah Bismillahirrahmanirrahim, dalam memulai bacaan (Al-Qur’an)mu”

Menurut Syekh Tahir bin Asyur (1393H) menyebutkan, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memiliki waktu khusus untuk bermunajat kepada Allah. Waktu khusus ini setelah nabi pada siang hari melakukan aktifitas dakwahnya, mengajar dan mentarbiyah ummat agar memahami Rabbnya. Sehingga waktu khusus ini tidak melalaikan nabi dari tugas risalah disiang hari beliau. Hal ini berlawanan dengan para rahib-rahib yang tidak menikah dan menghindari urusan duniawi.[6]

Menurut Imam At Thabari

Beliau menukil pendapat dari Ibnu Abbas:

عن ابن عباس، قوله: (وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلا) قال: أخلص له إخلاصا

“Dari Ibnu Abbas, firman Allah وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلا maknanya, ikhlas seikhlas-ikhlasnya”.[7]

Hikmah Ayat

  1. Dzikrullah (mengingat Allah) adalah amalan utama, karena ibadah terbaik adalah ibadah yang mengingatkanmu kepada Allah. Shalat terbaik adalah shalat karena ingat kepada Allah, bukan yang lalai, begitupula sedekah, sedekah terbaik karena ingat Allah, bukan ingin sanjungan atau motivasi lain, begitupula haji dan amalan shalih lain, jika tidak disertai dzikrullah maka sia-sia belaka.
  2. Dzikir mencakup ucapan lisan, hati dan perbuatan yang mencerminkan ingat kepada Allah.
  3. Tabtiila, adalah fokus ibadah qiyamullail meninggalkan hal-hal yang bersifat keduniawian.

والله أعلم

=====================

Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag


[1] Muhammad bin Abdillah Asy Syaukani Al Yamani (1250H), Fath Al-Qadir, Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 5/381)

[2] Al Mausu’ah Al Fikhiyah Al Kuwaitiyah, Dewan Wakaf Kuwait, 1427, 21/220

[3] Muhammad bin Umar An Nawawi Al Jawi Al Bantani Al Jawi (1316H), Marah Labid, 2/575

[4] Fakhruddin Ar Razy (606H), Mafatih Al Ghaib, 30/687

[5] Tafsir Jalalain, 1/773

[6] Tahir bin Asyur, At Tahrir wa at Tanwir, 29/266

[7] Tafsir At Thabari,23/688

scroll to top