Membaca Al Fatihah Bagi Makmum, Bgmn Caranya?

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz saya mau bertanya, membaca surat al-Fatihah bagi makmum itu cukup dengan menggerakkan bibir saja atau sampai terdengar suara?

Jawaban

‌و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته

– Dalam konteks mazhab Syafi’i, makmum tetap wajib baca Al-Fatihah

– Dalam mazhab Hanafi, tidak perlu baca Al-Fatihah baik dishalat sirr atau jahr

– Dalam mazhab Hambali dan Maliki, Al-Fatihah tetap dibaca jika shalatnya sirr, dan tidak dibaca jika shalatnya Jahr

– Bacanya bukan hati, sebab itu bukan membaca tapi merenung.

– Bacanya tetap mesti dilisankan, lisan digerakan, batasan minimal adalah hak-hak sifat hurufnya terpenuhi dengan mulut yang komat kamit, baik suara lirih untuk diri sendiri atau tidak bersuara..

Al Kharrasyi menjelaskan:

وَاعْلَمْ أَنَّ أَدْنَى السِّرِّ أَنْ يُحَرِّكَ لِسَانَهُ بِالْقِرَاءَةِ، فَإِنْ لَمْ يُحَرِّكْ لِسَانَهُ لَمْ يَجْزِهِ، لِأَنَّهُ لَا يُعَدُّ قِرَاءَةً بِدَلِيلِ جَوَازِهَا لِلْجُنُبِ، وَأَعْلَاهُ أَنْ يُسْمِعَ نَفْسَهُ فَقَطْ. انتهى

Ketahuilah, sirr yang paling minimal adalah menggerakkan lisan saat membaca, jika tidak bergerak maka itu tidak boleh sebab itu tidak dinamakan “qiro’ah” (membaca), dalilnya orang junub masih boleh baca dihati. Ada pun sirr yang paling maksimal adalah terdengar oleh diri sendiri saja. (Syarh Al Kharrasyi ‘ala Mukhtashar Al Khalil, 1/275)

Wallahu a’lam.

✍ Farid Nu’man Hasan

Walimatussafar Bagi Yang Hendak Haji atau Umrah

Di banyak negeri muslim, bukan hanya Indonesia, banyak kaum muslimin yang melakukan walimatussafar

Yaitu mengundang saudara, kerabat, kawan handai taulan, untuk makan-makan, dan mendoakan yang akan pergi.

Ini adalah perkara adat, kebiasaan duniawi, bukan bagian dari ibadah haji atau umrah itu sendiri.

Seseorang mengumpulkan manusia disaat dirinya bergembira lalu mengundang makan-makan, adalah perkara yg berlangsung berabad-abad lamanya sejak zaman salaf. Hal itu dilakukan para sahabat dan generasi setelahnya.

Hal ini dibolehkan dan bagus-bagus saja, tahaduts bin ni’mah, asalkan tidak sampai berlebihan dan ajang pamer kesombongan, sum’ah, atau tercampur hal-hal yg munkar.

Kaidahnya, seperti yang disampaikan Imam Ibnu Taimiyah:

والأصل في العادات لا يحظر منها إلا ما حظره الله

Hukum asal dari adat adalah tidak terlarang kecuali apa-apa yang Allah larang. (Majmu’ Al Fatawa, 17/29)

Oleh karenanya, umumnya para ulama tidak mempermasalahkan adat walimatussafar yg biasa dilakukan calon jamaah haji dan umrah.

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فعمل الحاج وليمة لعائلته وأحبابه قبل ذهابه للحج وبعد رجوعه منه شيء حسن وعادة طيبة لأن في ذلك إطعام الطعام وهو مرغب فيه، وفيه دعوة للألفة والمحبة، قال الإمام النووي رحمه الله في المجموع: يستحب النقيعة وهي طعام يعمل لقدوم المسافر ويطلق على ما يعمله المسافر القادم وعلى ما يعمله غيره له
ولكن ننبه إلى أنه ينبغي ألا يكون في ذلك إسراف أو مشقة وحرج على الحاج

Yang dilakukan jamaah haji, pesta untuk keluarganya dan handai taulannya sebelum bepergian haji atau sepulangnya dari haji adalah sesuatu yang baik, dan kebiasaan yang bagus. Sebab dalam acara ini ada jamuan makan yang memang dianjurkan, suasana ikatan dan cinta. Imam An Nawawi Rahimahullah  mengatakan dalam Al Majmu’: “Disunahkan melakukan Naqi’ah, yaitu jamuan makan untuk menyambut kedatangan musafir, dan secara mutlak juga dianjurkan bagi  yang musafir  datang itu untuk menghargai perbuatan orang lain itu untuknya.

Tetapi kami memberikan peringatakan hendaknya tidak melakukan secara berlebihan atau hal yang susah bagi orang yang akan haji.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 47017)

Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Lebih Baik Dari Unta Merah, Apa Maksudnya?

Dalam beberapa hadits Rasulullah ﷺ sering menyebut nilai sebuah amal lebih baik atau lebih berharga dari “Unta Merah”. Apa maknanya dan kenapa mesti Unta Merah?

Unta merah adalah kendaraan berupa unta terbaik, terbagus, tercepat, termahal, yang sangat diinginkan oleh orang Arab pada masa itu. Sebagai simbol kemewahan dan kedudukan sosial bagi yang memilikinya.

Imam Ibnul Atsir berkata:

Humrun Na’am (Unta Merah) adalah akhyaruha (unta terbaik) Wa ajyaduha (unta terbagus).  (Imam Ibnul Atsir,  Jami’ Al Ushul, jilid. 5, halm 492)

Syaikh Abdurrahman Al ‘Aql:

مرغوبة عند العرب وهي أحسن وأنفس ما يكون من الإبل عندهم.

Unta merah adalah hal yang sangat diobsesikan oleh orang Arab, dia adalah unta terbagus dan tercepat yang ada pada mereka.

(Syaikh Abdurrahman bin Abdul Aziz Al ‘Aql, Ghayatul Murid, hal. 88)

Dijadikan  “Unta Merah” Sebagai perumpamaan dalam nilai kebaikan amal akhirat adalah untuk memudahkan atau mendekatkan pemahaman manusia thdp nilai amal tsb.

Imam An Nawawi berkata:

تشبيه أمور الآخرة بأعراض الدنيا إنما هو للتقريب من الأفهام، وإلا فذرة من الآخرة الباقية، خير من الأرض بأسرها وأمثالها معها

Diserupakannya urusan akhirat dengan kekayaan dunia hanyalah untuk mendekatkan manusia pada pemahaman, dan sebaliknya satu atom akhirat lebih baik dari seluruh bumi dan seisinya.

(Syarh Shahih Muslim, jilid. 15, hal. 178)

Jika mau dikonversi ke zaman sekarang, apakah kendaraan yang paling diinginkan oleh manusia zaman ini karena kemewahannya, keindahan, dan kecanggihannya? Jet pribadi? Ferari? Dst.

Amal yang Bernilai Lebih Baik dari Unta Merah

Ada beberapa amal yang nilainya lebih utama dari Unta Merah, di antarannya:

1. Menjadi Sebab Hidayah

Rasulullah ﷺ bersabda:

فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

Demi Allah, jika Ada seorang mendapatkan hidayah karena dirimu, maka itu lebih baik bagimu dibanding Unta Merah. (HR. Bukhari no. 3009, Muslim no. 2406)

2. Shalat Witir

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ أَمَدَّكُمْ بِصَلَاةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ الْوِتْرُ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Sesungguhnya Allah telah memberikan anugerah kepada kalian berupa salat yang mana lebih baik dari unta merah, yaitu salat Witir, Allah telah jadikan waktunya bagi kalian antara salat Isya sampai terbit fajar.”

(HR. At Tirmidzi no. 452. Hadits ini dinyatakan dhaif oleh Imam Bukhari dan lainnya. Lihat Takhrijul Ihya, hal. 232. Ada pun Al Albani menyatakan shahih, tanpa kalimat “Unta Merah”. )

3. Tidak banyak bergerak dalam shalat, kalau pun terpaksa cukup sekali saja

Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu berkata:

مَسْحُ الْحَصْبَاءِ مَسْحَةً وَاحِدَةً وَتَرْكُهَا خَيْرٌ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

“Mengusap kerikil (saat shalat) itu cukup sekali usapan. Sedangkan membiarkannya lebih baik daripada unta merah.” (HR. Malik, Al Muwaththa’ no. 336. Ibnu Abdul Bar mengatakan hadits ini: marfu’ shahih mahfuzh . Lihat At Tamhid, jilid. 15, hal. 537)

Dahulu Rasulullah ﷺ menasihati para sahabatnya yg saat itu lantai masjidnya adalah pasir atau tanah. Mereka sering meratakan atau mengusap tempat shalat/sujud agar sujudnya nyaman, dan itu mereka lakukan ketika shalat. Para Fuqaha mengatakan itu makruh, kecuali sekali usap saja.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Anak Shalih Itu Diusahakan

Shalihnya seorang anak tidak muncul begitu saja hanya karena orang tuanya shalih.

Sebagaimana seorang binaragawan tidak lantas melahirkan anak yang langsung berotot, keras, dan six pack.

Semuanya mesti diusahakan dan diupayakan. Kita berjalan bersama sunnatullah kehidupan, dan sunnatullah itu mesti dilalui pula oleh orang-orang beriman.

Rasulullah ﷺ sendiri telah mengisyaratkan dalam haditsnya:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Siapa yang lambat amalnya maka tidaklah bisa dipercepat oleh nasabnya. (HR. Muslim no. 2699)

Artinya, amal yang dapat mewujudkan dan memperkuat keshalihan pada seorang anak adalah hal yang diusahakan.

Setiap manusia akan mendapatkan poin sesuai dengan apa yang dia usahakan.
Allah ﷻ berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

Dan manusia tidaklah mendapatkan hasil kecuali sesuai apa yang diusahakannya. (QS. An Najm: 39)

Lelahnya orang tua dalam mendidik anak agar menjadi anak yang berkualitas adalah jihad.

Jangan sekali-kali meremehkannya. Rata-rata ulama besar yang menorehkan sejarah dengan tintanya, dan para pahlawan jihad yang menorehkan sejarah dengan darahnya, adalah hasil madrasah keluarganya terlebih dahulu sebelum lainnya.

Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top