Beberapa Profesi yang Diharamkan Menurut Sebuah Poster Dakwah

Pertanyaan

Bismillah. Assalaamu’alaikum. Mohon pencerahannya ustadz perihal poster ini. Lalu bagaimana dg status gaji dan anggota keluarga yg mengkonsumsi dr gaji profesi tsb?

Jawaban

Poster ini ada bagian yg mesti dirinci..

1. Jika bank syariah, tentu tidak masalah. Di negeri-negeri Islam bank syariah sudah muncul sejak setengah abad yang lalu. Pemutlakan semua bank adalah riba, tentu tidak benar dan emosional.

Ada pun bank konvensional, sudah pernah dibahas beberapa kali tentang hukum kerja di bank konvensional. Silakan buka ini:

Bekerja di Bank Konvensional

2. Pramugari, sebenarnya lebih pada ikhtilat, pakaian, dan tabarrujnya. Ini yang terlarang. Sayangnya mungkin hampir tidak ada pramugari yang bebas dari hal-hal ini.

Ada pun safarnya tanpa mahram, maka sebagian ulama membolehkan jika kondisi sudah aman, apalagi jika dia bersama orang-orang terpercaya, sebab adanya mahram tentu ada maksud yaitu sebagai penjagaan. Ketika penjagaan itu sudah bisa diraih dengan orang-orang lain yang terpercaya maka itu sudah cukup. Ini pun pernah dibahas juga di sini tentang penjelasan Imam Ibnu Hajar, Imam An Nawawi, Imam Ibnu Muflih, Imam al Karabisi, dan lainnya yang menyatakan demikian.

Hukum Wanita Pergi Haji Tanpa Mahram

3. Hukum penghasilan musik maka HARAM, bagi yang berpendapat musik itu juga haram. Tapi bagi ulama yang menyatakan musik itu BOLEH, maka penghasilannya pun juga halal dengan syarat2 tertentu.

Buka ini

Hukum Halal/Haram Musik dalam Islam

4. Benar, Wanita berjoget di depan laki-laki bukan mahram bukan sekedar haram tapi dosa besar, baik pakaiannya minim atau dia berjilbab. Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutnya tidak mencium bau surga. Sayangnya joget itu semakin terfasilitasi dengan adanya tiktok.

5. Benar.

Jika kepala rumah tangga penghasilannya haram, dan anak istri tidak ada pilihan, maka anak istri tidak berdosa.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan:

وأما المحرم لكسبه فهو الذي اكتسبه الإنسان بطريق محرم كبيع الخمر ، أو التعامل بالربا ، أو أجرة الغناء والزنا ونحو ذلك ، فهذا المال حرام على من اكتسبه فقط ، أما إذا أخذه منه شخص آخر بطريق مباح فلا حرج في ذلك ، كما لو تبرع به لبناء مسجد ، أو دفعه أجرة لعامل عنده ، أو أنفق منه على زوجته وأولاده ، فلا يحرم على هؤلاء الانتفاع به ، وإنما يحرم على من اكتسبه بطريق محرم فقط

Harta haram yang dikarenakan usaha memperolehnya, seperti jual khamr, riba, zina, nyanyian, dan semisalnya, maka ini haram hanya bagi yang mendapatkannya saja. Tapi, jika ada ORANG LAIN yang mengambil dari orang itu dengan cara mubah, maka itu tidak apa-apa, seperti dia sumbangkan untuk masjid dengannya, bayar gaji pegawai, nafkah buat anak dan istri, hal-hal ini tidak diharamkan memanfaatkan harta tersebut. Sesungguhnya yang diharamkan adalah bagi orang mencari harta haram tersebut.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 75410)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Membeli Buket Berisi Uang

PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz… Saat ini sedang marak bisnis buket berisi uang.. bagaimana Islam memandang masalah ini? Syukran …

JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah

Tentang jual beli bouket, perlu dirinci dulu:

1. Jika uang yang ada di bouket adalah milik penjual/pedagang, maka ini riba, yaitu riba Fadhl.

Syaikh Sayyid Sabiq menjelaskan:

وربا الفضل وهو بيع النقود بالنقود أو الطعام بالطعام مع الزيادة وهو محرم بالسنة والاجماع

Riba Fadhl adalah jual beli uang dengan uang, atau makanan dengan makanan dibarengi dengan TAMBAHAN, hal itu diharamkan berdasarkan As Sunnah dan Ijma’. (Fiqhus Sunnah, 3/163, Mausu’ah al Fiqh al Islami, 3/472)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiri mengatakan:

وهو بيع المال الربوي بجنسه متفاضلاً كأن يبيعه جراماً من الذهب بجرامين منه مع التسليم في الحال

Jual beli harta ribawi yang sejenis dengan memberikan kelebihan, misalnya jual antara 1 gram emas dengan 2 gram, yang diterimanya saat itu juga. (Mausu’ah al Fiqh al Islami, 3/480)

2. Jika uang di bouket adalah MILIK PEMBELI, pihak pedagang hanyalah pembuat saja, hanya penyusun.. Lalu dia diupah karena hal itu, itu tidak apa-apa. Itu masuk ijarah (sewa) atas jasa atau skill membuat bouket. Bukan riba, karena itu uang si pembeli sendiri.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Dosa Jariyah

PERTANYAAN:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz…
Dalam Al Qur’an ada firman Allah SWT: _“Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS. Az-Zumar ayat 7)._

Apa makna ayat di atas dikaitkan dengan dosa jariyah? Misalkan seorang pelopor kemaksiatan sehingga banyak orang yang mengamalkan kemaksiatan tersebut?

JAWABAN

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Konsep dasarnya, perilaku manusia ditanggung oleh manusia itu sendiri, baik dalam hal dosa dan pahala.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَ لَّا تَزِرُ وَا زِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى وَاَ نْ لَّيْسَ لِلْاِ نْسَا نِ اِلَّا مَا سَعٰى

“(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,”
(QS. An-Najm 53: Ayat 38-39)

Ayat lainnya:

كُلُّ نَفْسٍ بِۢمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,”
(QS. Al-Muddassir 74: Ayat 38)

Namun, ada keadaan “khusus” yang mana manusia kena dosa atau dampak buruk dari dari perbuatan dosa atau maksiat orang lain, yaitu JIKA:

– Ada kemaksiatan, kezaliman, di hadapan seseorang lalu orang itu tahu dan punya kemampuan untuk mencegahnya tapi dia diam saja, tdk mencegah, tidak menghilangkan, di hati pun tidak ada pengingkaran. Maka, dia kena dosanya dan dampak buruknya juga.

Allah Ta’ala berfirman:

{ وَٱتَّقُواْ فِتۡنَةٗ لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمۡ خَآصَّةٗۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ }

Dan lindungilah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

[Surat Al-Anfal: 25]

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

يُحَذِّرُ تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ فِتْنَةً أَيِ اخْتِبَارًا وَمِحْنَةً يَعُمُّ بِهَا الْمُسِيءَ وَغَيْرَهُ لَا يَخُصُّ بِهَا أَهْلَ الْمَعَاصِي وَلَا مَنْ بَاشَرَ الذَّنْبَ بَلْ يَعُمُّهُمَا حَيْثُ لَمْ تُدْفَعُ وَتُرْفَعُ

Allah ﷻ memberikan peringatan kepada orang-orang beriman tentang datangnya FITNAH, yaitu ujian dan bala bencana, yang akan ditimpakan secara merata baik orang yang jahat atau yang lainnya, tidak khusus pada pelaku maksiat saja dan pelaku dosa, tetapi merata, yaitu di saat maksiat itu tidak dicegah dan tidak dihapuskan.

(Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/32)

– Seorang yang mengawali berbuat buruk atau maksiat, lalu maksiat itu diikuti oleh orang lain, maka dia dapat dosa, dan dapat dosa pula dari dosa orang-orang lain yang mengikutinya setelahnya, kecuali jika dia bertobat.

Ini berdasarkan hadits berikut:

وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Siapa yang dalam Islam mengawali keburukan lalu diikuti orang lain, maka dia berdosa dan juga mendapatkan dosa-dosa mereka yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka. (HR. Muslim)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Dari mana kita mengupah Penjagal?

◼◼◼◼◽◽◽◽

PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum, Ustadz. Bagaimana pemberian upah untuk penyembelih hewan qurban/penjagal? (Hengki Hariadi)

JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Para ulama menegaskan tidak boleh memberikan upah dengan mengambil dari daging qurban, atau kepalanya, atau bagian tubuh manapun, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang hal itu dan di sisi lain daging kurban adalah harta yang dipersembahkan dari dan untuk kaum muslimin, oleh karena itu dia tidak boleh dijadikan sebagai alat pembayaran/upah atau dijual belikan, termasuk kulitnya, demikian ijma’ (kesepakatan) para ulama. Namun, “penyembelih dibolehkan diberikan sedekah darinya”, dan tidak dinamakan upah. Sedangkan upahnya diambil dari sumber dana yang lain.

Dalilnya adalah, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah ﷺ memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami memberikannya (upah) dari kantong kami sendiri.”

(H.R. Muslim no. 1317)

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang hadits tersebut:

وأنه لا يجوز أن يعطى الجزار منه شيئا، على معنى الاجرة، ولكن يعطى أجرة عمله، بدليل قوله: ” نعطيه من عندنا “. وروي عن الحسن أنه قال لا بأس أن يعطى الجازر الجلد

“Bahwa tidak diperbolehkan memberikan tukang potong dari hasil potongannya sedikit pun, maksudnya adalah tidak boleh memberikan upah (berupa dari daging potongan), tetapi dia boleh diberikan upah atas kerjanya itu, dalilnya adalah: “Kami memberikannya dari kantong kami sendiri.” Diriwayatkan oleh Al Hasan bahwa dia berkata: “Tidak mengapa memberikan kulit untuk tukang potongnya.” (Fiqhus Sunnah, 1/742)

Tetapi, penjagal boleh disedekahi dengan daging tersebut, bukan atas nama upah. Sebab hewan qurban adalah hak seluruhnya umat Islam.

Kemudian, dari manakah upah tersebut? Sebaiknya tidak mengambil dari uang kas DKM masjid, sebab itu mesti dikembalikan kepada hak masjid sesuai peruntukkan awalnya.

Syaikh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawiy Rahimullah mengatakan:

فما يجمعه الناس و يبذلونه لعمراتها بنحو نذر أو هبة و صدقة مقبوضين بيد الناظر أو وكيله كالساعى فى العمارة بإذن الناظر يملكه المسجد و يتولى الناظر العمارة بالهدم و البناء و شراء الآلة والاستئجار

Apa yang dikumpulkan oleh manusia dan mereka persembahkan untuk kemakmuran masjid baik dengan jalan nazar, hibah, sedekah, yang dikumpulkan di tangan DKM atau wakilnya, seperti usaha untuk kemakmuran masjid, maka itu milik masjid. DKM diberikan mandat utk memanfaatkannya untuk kemakmuran masjid baik berupa renovasi, membangun, membeli alat atau menyewa. (Bughyah Al Mustarsyidin, Hal. 65)

Jadi, bisa diambil dari biaya operasional yang bisa dipungut ke shahibul qurban sepantasnya, sebagai akad ijarah (sewa) atas jasa atau kerja. Baik biaya upah utk penjagal, sewa tenda, kantong plastik, dan biaya lain-lain yang terkait kelancaran pemotongan.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top