Teknis Shalat Id di Rumah

Pertanyaan

Ada himbauan shalat Id di rumah saja, gimana ini? (bbrp jamaah) (16 Juli 2021)

Jawaban

Bismillahirrahmanirrahim..

Semoga Allah Ta’ala berikan kekuatan dan kesabaran kepada kita dalam melewati musibah wabah ini…

Jika memang wabah ini berkepanjangan sehingga tidak bisa shalat Id di lapangan atau masjid.

Sendiri dan Berjamaah, Keduanya Sah

Ada dua opsi, dia bisa melakukan seorang diri di rumah, atau berjamaah bersama keluarganya. Tatacaranya sama seperti shalat Id, atau seperti shalat biasa dua rakaat, semua ini sah dan lapang saja.

Imam asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

ويصلي العيدين المنفرد في بيته والمسافر والعبد والمرأة

Shalat dua hari raya seorg diri di rumah baik musafir, hamba sahaya, dan wanita.

(Mukhtashar al Umm, 8/125)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

تصح صلاة العيد من الرجال والنساء مسافرين كانوا أو مقيمين جماعة أو منفردين، في البيت أو في المسجد أو في المصلى

Shalat Id itu SAH dilalukan oleh pria, wanita, musafir, mukimin, berjamaah, SENDIRI, di masjid, di RUMAH, atau dilapangan. (Fiqhus Sunnah, 1/321)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

وهو مخير ، إن شاء صلاها وحده ، وإن شاء صلاها جماعة
قِيلَ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ: أَيْنَ يُصَلِّي؟ قَالَ: إنْ شَاءَ مَضَى إلَى الْمُصَلَّى، وَإِنْ شَاءَ حَيْثُ شَاءَ

Dia boleh memilih, jika mau dia bisa shalat sendiri, jika mau dia bisa shalat berjamaah. Abu Abdillah (Imam Ahmad) ditanya, di mana shalatnya? Beliau menjawab: “Jika dia mau di mushalla (lapangan), kalau dia mau dimana saja.” (al Mughni, 2/290)

Dalam Al Lajnah Ad Daimah:

صلاة العيدين فرض كفاية؛ إذا قام بها من يكفي سقط الإثم عن الباقين

Shalat id itu fardhu kifayah, jika ada yang melaksanakan sebagian, maka sebagian lain tidak berdosa.

ومن فاتته وأحب قضاءها استحب له ذلك، فيصليها على صفتها من دون خطبة بعدها، وبهذا قال الإمام مالك والشافعي وأحمد والنخعي وغيرهم من أهل العلم

Bagi yg tidak melaksanakan dan dia mau mengqadhanya, maka itu sunnah baginya. Maka, shalatlah seperti tatacara shalat Id, tanpa khutbah setelahnya. Inilah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, An Nakha’i, dan ulama lainnya.

(al Lajnah ad Daimah, 8/306)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:

أَنَّهُ كَانَ إذَا لَمْ يَشْهَدْ الْعِيدَ مَعَ الْإِمَامِ بِالْبَصْرَةِ جَمَعَ أَهْلَهُ وَمَوَالِيهِ، ثُمَّ قَامَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي عُتْبَةَ مَوْلَاهُ فَيُصَلَّى بِهِمْ رَكْعَتَيْنِ، يُكَبِّرُ فِيهِمَا. وَلِأَنَّهُ قَضَاءُ صَلَاةٍ، فَكَانَ عَلَى صِفَتِهَا، كَسَائِرِ الصَّلَوَاتِ

Bahwa dia tdk bisa shalat Id bersama imam di Bashrah, maka dia kumpulkan keluarganya dan para pelayannya, lalu berdirilah Abdullah bin ‘Utbah – pelayannya- mengimami mereka sebanyak dua rakaat, dia bertakbir pada dua rakaat itu. Karena ini qadha shalat, maka caranya sama seperti shalat-shalat lainnya.

(al Mughni, 2/290)

Takbir Zawaid

Takbir zawaid, yang masyhur adalah tujuh kali di rakaat pertama, dan lima kali dalam rakaat kedua, hukumnya adalah sunnah. Namun walau sunnah, sebaiknya tidak ditinggalkan. Imam Al ‘Ainiy mengatakan bahwa ada 19 pendapat tentang kombinasi jumlah takbir zawaid saat shalat hari raya. Ada yang menyebut 7 dan 5, 3 dan 3, 5 dan 4, dan lain-lain, sampai ada 19 pendapat.

Menurutnya perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbuatan Nabi ﷺ juga berbeda dalam kondisi yang berbeda, lalu setiap sahabat Nabi meriwayatkannya dari Nabi, kemudian para tabi’in meriwayatkannya dari para sahabat. (Al Binayah, 2/867)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

والتكبير سنة لا تبطل الصلاة بتركه عمدا ولا سهوا. وقال ابن قدامة: ولا أعلم فيه خلافا، ورجح الشوكاني أنه إذا تركه سهوا لا يسجد للسهو

Takbir (zawaid) adalah sunnah, shalat tidaklah batal jika sengaja meninggalkannya atau lupa. Ibnu Qudamah mengatakan: “Aku tidak ketahui adanya perbedaan dalam hal ini.” Asy Syaukani menguatkan bahwa jika meninggalkannya karena lalai tidak usah sujud sahwi. (Fiqhus Sunnah, 1/320)

Selengkapnya bisa dibaca di: Jumlah Takbir Shalat Id

Khutbah ‘Id Adalah Sunnah

Ada pun khutbah Id adalah sunnah menurut empat madzhab, bukan kewajiban, berbeda dengan shalat Jumat di mana khutbah adalah kewajiban.

Jadi, dalam shalat ‘Id Jika ada khutbah maka bagus, jika tidak ada, shalat tetap sah. Apalagi jika shalat ‘Idnya sendiri, siapa yang dengerin khutbahnya?

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

خطبة العيد: الخطبة بعد صلاة العيد سنة والاستماع إليها كذلك

Khutbah Id setelah shalat adalah sunnah, dan mendengarkannya juga sunnah. (Fiqhus Sunnah, 1/321)

Dalilnya adalah:

إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Kami akan melaksanakan khutbah, barangsiapa ingin mendengarkan khutbah, hendaklah dia duduk. Dan barangsiapa ingin pergi, silakan pergi.”

(HR. Abu Daud no. 1155, Ibnu Majah no. 1290, Shahih)

Kesunnahan khutbah shalat id adalah berdasarkan kesepakatan empat madzhab.

1. Hanafiyah (al Bahr ar Raiq, 2/174-175. Hasyiyah Ibnu ‘Abidin, 2/175)

2. Malikiyah (Hasyiyah ad Dasuqi, 1/400)

3. Syafi’iyah (al Majmu’, 5/21-22, Mughni Muhtaj, 1/311)

4. Hanabilah (Kasysyaf al Qinaa’, 2/56. al Inshaf, 2/302)

Tata Cara Pelaksanaan

Dari keterangan para ulama di atas, maka:

– Shalat Id bisa dilakukan seorang diri di rumah dan jika sendiri maka tanpa khutbah.

– Dilakukan sebanyak dua rakaat sebagaimana shalat-shalat lainnya.

– Sunnah menggunakan takbir zawaid, yaitu tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat kedua. Jika tidak dilakukan shalat tetap sah.

– Shalat Id juga bisa dilakukan berjamaah di rumah bersama keluarga dan sunnah adanya khutbah. Jika tidak ada yg mampu khutbah di keluarga, tidak apa-apa tanpa khutbah. Tata cara shalatnya sama sebagaimana jika sendiri.

Syaikh Abdul Aziz Alu asy-Syaikh berkata:

أما صالة العيد، إذا استمر الوضع القائم ومل متكن إقامتها ِف املصليات واملساجد املخصصة
هلا، فإهنا تصلى ِف البيوت بدون خطبة بعدها

Adapun terkait shalat Ied, bila kondisi (wabah) masih berlangsung serta shalat tidak mungkin dilakukan di tanah lapang dan masjid, maka ia bisa dilakukan di rumah tanpa khutbah sesudahnya. (https://www.almasryalyoum.com/news/detailsamp/1969375)

Demikian. Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Berjamaah Dalam Berjuang, Berjuang Dalam Jamaah

Berjamaah adalah sunnatullah kehidupan, umumnya makhluk hidup berkoloni dan berkomunitas

Orang kafir punya komunitasnya, orang zalim juga demikian

Maka, tidak bisa ditawar lagi kaum muslimin wajib bekerjasama satu sama lainnya

Allah Ta’ala berfirman:

وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادٞ كَبِيرٞ

Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (yaitu saling menolong sesama mukmin), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.

(Surat Al-Anfal, Ayat 73)

Para nabi dan rasul pun tidak seorang diri dalam berjuang. Mereka membutuhkan para pengikut yang siap menjalankan dan menolong misi kenabian mereka. Termasuk sejarah Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

Para tokoh dan pahlawan Islam juga menegaskan pentingnya berjamaah dalam berjuang.

Syaikh Abul A’la Al Maududi Rahimahullah berkata:

و من سنن الله في الأرض أن يحمل هذه الدعوة رجال يحافطون عليها و يسوسون أمرها

Di antara sunnatullah di atas bumi adalah bahwa dakwah Islam harus diperjuangkan oleh orang-orang yang senantiasa memelihara dakwah dan mengatur urusannya.

(Tadzkirah Da’watil Islam, hal. 19)

Syaikh Hasan Al Banna Rahimahullah berkata:

يجب أن تحمل هذه الدعوة جماعة تؤمن بها و تجاهد في سبيلها

Dakwah ini wajib dibawa oleh suatu jamaah yang mengimaninya dan berjihad di jalannya.

(Al Mu’tamar Al Khamis, hal. 17)

Syaikh Sayyid Quthb Rahimahullah berkata:

فكيف تبدأ عملية البعث الإسلامي إنه لا بد من طليعة تعزم هذه العزمة

Bagaimana proses kebangkitan Islam dimulai? Sesungguhnya ia memerlukan golongan perintis yang menegakkan kewajiban ini.

(Ma’alim Fith Thariq, hal. 9)

Syaikh Sa’id Hawwa Rahimahullah berkata:

هذا هو الحل الوحيد الآن أن تقوم جماعة

Satu-satunya solusi adalah mesti tegaknya jamaah.

(Jundullah Tsaqafatan, hal. 31)

Syaikh Fathi Yakan Rahimahullah berkata:

فالرسول ﷺ لم يعتمد أسلوب العمل الفردى فط، و إنما حض من أول يوم على إقامة جماعة

Rasulullah ﷺ tidak pernah sama sekali bergantung kepada amal individu, sejak awal dakwahnya Beliau sudah menekankan penegakkan jamaah.

(Maadza ya’ni intimaa, hal. 103)

Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid berkata:

إن نقطة البدء الآن هي نقطة البدء من أول عهد الرسول ﷺ، أن يوجد فى بقعة من الأرض أناس يدينون دين الحق

Sesungguhnya titik awal sekarang adalah titik awal pada masa Rasulullah ﷺ, yaitu harus ada di permukaan bumi ini orang-orang yang menegakkan agama yang benar ini.

(Al Munthalaq, hal. 165)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍ Farid Nu’man Hasan

Tidak Jadi Umrah Karena Ditipu Travel, Bagaimana Nilai Umrahnya?

Pertanyaan

Assalamualaikum wr wb ustad mau bertanya, orangtua saya rencana mau berangkat umrah, pelunasan sudah, tetapi pihak travel tidak mengabari lagi (menghilang), bagaimana amalan umrahnya? Serta bagaimana cara saya seorang anak memberikan motivasi untuk orangtua saya? (R, Sidoarjo)

Jawaban

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Semoga Allah Ta’ala menggantikan yang hilang dengan apa yang lebih baik.

Kebaikan yang sudah diniatkan oleh seseorang, lalu tidak jadi dilaksanakan karena adanya uzur, maka dia tetap mendapatkan nilai atau pahala yang sempurna dari apa yang dia niatkan.

Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

Barang siapa yang berhasrat melakukan kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan. (HR. Bukhari no. 6491, Muslim no. 130)

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من أتى فراشه وهو ينوي أن يقوم يصلي من الليل فغلبته عينه حتى يصبح كتب له ما نوى

“Barang siapa yang mendatangi kasurnya dan dia berniat untuk melaksanakan shalat malam, tapi dia tertidur hingga pagi, maka dia tetap mendapatkan apa yang diniatkannya”.

(HR. Ibnu Majah No. 1344, dari Abu Dzar. Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan: shahih. Lihat Takhrijul Ihya’, no. 1133)

Hadits lain:

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ

“Niat seorang mu’min lebih baik dari pada amalnya”.

(HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, 6/185-186, dari Sahl bin Sa’ad as Saidi. Imam Al Haitsami mengatakan: “ Rijal hadits ini mautsuqun (terpercaya), kecuali Hatim bin ‘Ibad bin Dinar Al Jursyi, saya belum melihat ada yang menyebutkan biografinya.” Lihat Majma’ Az Zawaid, 1/61)

Oleh karenanya, Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:

فَالنِّيَّةُ فِي نَفْسِهَا خَيْرٌ وَإِنْ تَعَذَّرَ الْعَمَل بِعَائِقٍ

Maka, niat itu sendiri pada dasarnya sudah merupakan kebaikan, walau pun dia dihalangi uzur untuk melaksanakannya. (Ihya ‘Ulumuddin, 4/352)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Nanah Dari Kemaluan, Bagaimana Status Shalatnya?

Pertanyaan

Kondisi saya sedang sakit mengeluarkan nanah di alat kelamin, apakah saya sah jika saya solat. (Ag, Lampung)

Jawaban

Bismillahirrahmanirrahim..

Kenajisan nanah itu diperselisihkan ulama, karena tidak ada nash yang benar-benar membicarakannya.

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah ditanya tentang DARAH dan NANAH, Beliau menjawab:

الدم لم يختلف الناس فيه ، والقيح قد اختلف الناس فيه

Manusia tidak berbeda pendapat tentang najisnya darah, ada pun nanah manusia berbeda pendapat tentangnya.

(Syarh Al ‘Umdah, 1/105)

Namun menurut mayoritas ulama nanah adalah najis, namun demikian jika keluarnya sedikit atau sulit dihindari saat shalat, maka itu dimaafkan sebagaimana darah pun jika sedikit dimaafkan. Sehingga shalatnya tetap sah.

Imam Zakaria Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

اذا قلنا الكثير مبطل دون القليل

Jadi, kami katakan darah banyak itu membatalkan shalat, kalau sedikit tidak.

(Asnal Mathalib, 1/241)

Begitu juga darah lainnya seperti jerawat, bisul, nyamuk, jika sedikit maka dimaafkan.

فصلى فيه أجزأته صلاته وان صلى وفي ثوبه دم البراغيث أو اليسير من سائر الدماء 

Maka, shalat tetap sah walau pada pakaiannya terdapat darah kutu, atau darah yg sedikit, dari darah-darah apa pun.

(At Tanbih fil Fiqhi Asy Syafi’iy, 1/28)

Dalilnya adalah, terdapat dalam Shahih Bukhari di ceritakan oleh Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah:

ﻣَﺎ ﺯَﺍﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻓِﻰ ﺟِﺮَﺍﺣَﺎﺗِﻬِﻢْ

Kaum muslimin senantiasa shalat dalam keadaan mereka terluka.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

وحكم القيح والصديد : حكم الدم ، عند جمهور الفقهاء من المذاهب الأربعة وغيرهم من حيث النجاسة والعفو عن يسيره ؛ لأن القيح والصديد في أصله دمٌ ، استحال إلى نتنٍ وفساد ، فإذا كان الدم نجساً ، فالقيح أولى

Hukum tentang nanah adalah sama dengan hukum darah, menurut mayoritas ahli fiqih empat mazhab dan lainnya dari sisi kenajisannya dan dimaafkan jika sedikit. Karena nanah itu pada asalnya dari darah lalu berubah menjadi busuk dan rusak, maka jika darah itu najis maka nanah lebih layak dikatakan najis.

(Al Islam Su’aal Wa Jawaab no. 209123)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top