Bolehkah Panitia Mengambil Daging Qurban?

 PERTANYAAN:

Bismillahirrahmanirrahim

Ustadz, mohon izin bertanya perihal panitia Qurban. Perlu kami sampaikan kondisi di lapangan:
1. Penerima daging qurban adalah semua warga/jamaah masjid kampung (2 RT), semua dapat kecuali yang berqurban.
2. Panitia Qurban, Pengurus Takmir dan sebagian warga kampung yang dipilih oleh takmir.

Pertanyaan:
1. Apakah panitia boleh menggunakan daging qurban (sebagian diambilkan dari jatah shahibul red: sudah ada kesepakatan dengan shahibul, sebagian dari daging qurban yang akan dibagi) untuk konsumsi/makan siang panitia?

2. Jika ada shahibul qurban sapi sebanyak 20 orang, kemudian dibelikan 3 ekor sapi, lalu pembayaran dan pembagian daging ditanggung dan dibagi rata ke 20 shahibul apakah boleh?

Demikian, terima kasih


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wassalamu’alaikum wr wb

Bismillahirrahmanirrahim..

Kenapa yg berqurban tidak dapat, padahal itu sunnah? Allah Ta’ala memerintahkan agar yang berqurban juga memakan sebagian daging qurbannya:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“.. Maka makanlah olehmu sebahagian daripadanya (hewan qurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang fakir.” (QS. Al Hajj: 28)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan cara pembagian sebagai berikut:

للمهدي أن يأكل من هديه الذي يباح له الاكل منه أي مقدار يشاء أن يأكله، بلا تحديد، وله كذلك أن يهدي أو يتصدق بما يراه. وقيل: يأكل النصف، ويتصدق بالنصف .وقيل: يقسمه أثلاثا، فيأكل الثلث، ويهدي الثلث، ويتصدق بالثلث

Si pemiliki hewan kurban hendaknya memakan bagian yang dibolehkan baginya sesuai keinginannya tanpa batas. Dia pun boleh menghadiahkan atau mensedekahkan sesuka hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh memakannya setengah dan mensedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan sepertiga.
(Fiqhus Sunnah, 1/742743)

1. Ada pun panitia, mereka bagian dr umat Islam yang boleh menerimanya, baik matang buat makan siang mereka atau mentah, ini lapang saja.

Fatwa Lajnah Daimah:

والأمر في توزيعها مطبوخة أو غير مطبوخة واسع، وإنما المشروع فيها أن يأكل منها، ويهدي، ويتصدق

Perintah dalam penyalurannya baik dalam keadaan sudah matang atau mentah adalah perkara yang lapang, sebab yang disyariatkan adalah makan darinya, menghadiahkan, dan menyedekahkan. (selesai)

Tapi, jika secara etis di mata masyarakat tidak enak dipandang, maka lebih baik tidak dilaksanakan. Sebab, tugas belum selesai tapi panitia sudah menikmatinya. Ini dikembalikan kepada bagaimana pandangan masyarakat atas hal itu. Jika masyarakat tidak mempersalahkan, silahkan saja.

2. Masalah patungan sapi, jumhur ulama mengatakan sah, kecuali mazhabnya Imam Malik.

Maksimal 7 orang utk 1 sapi. Jika kurang dari 7 orang tetap sah, seperti yang dikatakan Imam Syafi’i.

وإذا كانوا أقل من سبعة أجزأت عنهم ، وهم متطوعون بالفضل

Jika mereka kurang dari 7 orang maka itu SAH bagi mereka, mereka telah mendapatkan keutamaan  tathawwu’ (sunnah). (Al Umm,  2/244)

Maka jika patungan 20 org untuk 3 sapi, lalu masing-masing sapi hakikatnya adalah patungan dari 7 orang.. atau 6 orang, itu sah. Baik besaran nilai patungan sama rata atau beda2 sesuai keridhaan mereka..

Untuk pembagiannya sdh dibahas di pertanyaan 1

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan


 PERTANYAAN:

Assalamualaikum…..afwan ust mau tanya mengenai hukum panitia yg mengurusi qurban mendapatkan daging qurban tersebut……????? Syukron…….. Wassalam…….

 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Hewan qurban itu haqqul jamii’ (hak semua umat Islam). Mau si pemiliknya, keluarganya, kerabat, tetangga, fakir miskin, kaya, dewasa, anak, panitia, warga, petugas pemotong, dll. Hendaknya diutamakan kepada fakir miskin.

Allah Ta’ala berfirman:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“.. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj (22): 28)

Ayat ini menunjukkan bahwa pemilik hewan Qurban berhak memakannya, lalu dibagikan untuk orang sengsara dan faqir, mereka adalah pihak yang lebih utama untuk mendapatkannya. Selain mereka pun boleh mendapatkannya, walau bukan prioritas.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan cara pembagian sebagai berikut:

للمهدي أن يأكل من هديه الذي يباح له الاكل منه أي مقدار يشاء أن يأكله، بلا تحديد، وله كذلك أن يهدي أو يتصدق بما يراه. وقيل: يأكل النصف، ويتصدق بالنصف .وقيل: يقسمه أثلاثا، فيأكل الثلث، ويهدي الثلث، ويتصدق بالثلث

“Si pemiliki hewan kurban dibolehkan makan bagian yang dibolehkan baginya sesuai keinginannya tanpa batas. DIa pun boleh menghadiahkan atau mensedekahkan sesuka hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh memakannya setengah dan mensedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan sepertiga”. (Fiqhus Sunnah, 1/742-743)

Ada pun penjagal dan panitia, dia boleh diberikan daging hewan qurban atas nama sedekah, bukan upah. Upah buat penjagal lain lagi sumbernya. Upah tidak boleh diambil dr hewan qurban sebagaimana hadits berikut:

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami mengupahnya dari kantong kami sendiri.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan:

– Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai pemilik Unta

– Ali Radhiallahu ‘Anhu sebagai yg mengurus Untanya, istilah saat ini panitianya

– Ada juga penjagal (al jazar)

– Semua bagian qurban adalah disedekahkan, tidak boleh dijadikan sebagai upah atau pembayaran

– Upah buat penjagal dari sumber dana yg lain

– Tidak boleh dijual, tapi disedekahkan. Inilah pendapat mayoritas.

Demikian. Wallahu A’lam


 PERTANYAAN:

Apakah boleh kami panitia memasak dulu secukupnya daging qurban untuk makan siang sebelum dibagikan ?

Soalnya ini terjadi juga di Masjid Kami…(+62 817-733-xxx)

 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Daging qurban itu haqqul jamii’ (hak semua org Islam), panitia termasuk di dalamnya.

Maka, panitia mendapatkannya, baik dalam keadaan mentah atau matang pada dasarnya tidak masalah.

Dalam Lajnah Daimah, disebutkan:

والأمر في توزيعها مطبوخة أو غير مطبوخة واسع، وإنما المشروع فيها أن يأكل منها، ويهدي، ويتصدق

Masalah penyalurannya baik dalam keadaan sudah matang atau mentah adalah perkara yang lapang, sebab yang disyariatkan adalah makan darinya, menghadiahkan, dan menyedekahkan. (Selesai)

Ada pun panitia sudah mendapatkannya lebih dulu di siang hari untuk makan siang mereka, sementara yang lainnya baru didistribusikan agak sorean misalnya, ini bukan masalah hukum, ini masalah etika dan kepantasan. Jika hal itu tidak sedap dipandang mata org lain, memunculkan fitnah atau omongan yg tdk enak, lebih baik jangan. Jika ternyata tidak ada masalah, maka silahkan..

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Qurban Dengan Ayam, Sahkah?

(Pertanyaan dari beberapa org)
Bismillahirrahmanirrahim..
Di antara ulama, ada yg membolehkan qurban dengan ayam, burung, atau semua hewan halal yg bisa dimakan dagingnya, sebagaimana pendapat sahabat nabi; Ibnu Abbas dan Bilal bin Rabah Radhiallahu ‘Anhuma. Para ulama selanjutnya seperti Hasan bin Shalih, dan mazhab Zhahiri (Imam Daud az Zhahiri dan Imam Ibnu Hazm).
Namun para ahli fiqih di semua mazhab yang empat sepakat, tidak sah qurban kecuali dengan hewan ternak berupa bahimatul an’am (Unta, Sapi, dan Kambing). (QS. Al Haj: 34)
Imam An Nawawi berkata:
نقل جماعة إجماع العلماء عن أنَّ التضحية لا تصحُّ إلاَّ بالإبل أو البقر أو الغنم؛ فلا يجزىء شيء غير ذلك)
Segolongan ulama menyebutkan adanya IJMA’ bahwa qurban tidaklah sah kecuali dengan Unta, atau Sapi, atau Kambing  dan sama sekali tidak sah apa pun selain itu.  (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah juga berkata tentang hal ini:
أجمع العلماء على أن الهدي لا يكون إلا من النعم ، واتفقوا: على أن الافضل الابل، ثم البقر، ثم الغنم. على هذا الترتيب. لان الابل أنفع للفقراء، لعظمها، والبقر أنفع من الشاة كذلك
“Ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya sah dari hewan ternak (An Na’am).
Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta  (Ibil), lalu sapi/kerbau (Baqar), lalu kambing (Ghanam), demikianlah urutannya.
Alasannya adalah karena Unta lebih banyak manfaatnya (karena lebih banyak dagingnya, pen) bagi fakir miskin, dan demikian juga sapi lebih banyak manfaatnya dibanding kambing.”
(Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah,  1/737. Darul Kitab Al ‘Arabi)
Ada pun apa yang disebutkan dari Ibnu Abbas dan Bilal bahwa berqurban walau dengan ayam, hendaknya dipahami sebagai tasyji’ (memotivasi) agar tidak ketinggalan kebaikan berqurban, bukan dimaknai secara harfiyah.
Demikian. Wallahu A’lam
✍️ Farid Nu’man Hasan

Pupuk Organik dari Kotoran Hewan Apakah Najis?

◼◽◼◽◼◽◼

PERTANYAAN:

Ustaz, apakah pupuk organik yg berasal dari pengolahan kotoran hewan tersebut termasuk najis atw nda?

JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim…

MAYORITAS ulama membagi menjadi dua:

1. Hewan yang dagingnya bisa di makan, kotoran dan kencingnya TIDAK NAJIS. Seperti kambing, unta, sapi, ayam.

2. Hewan yang dagingnya TIDAK BOLEH DIMAKAN, maka kotoran dan kencingnya NAJIS.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

واستدل أصحاب مالك وأحمد بهذا الحديث أن بول ما يؤكل لحمه وروثه طاهران

Para sahabat Imam Malik (Malikiyah) dan Imam Ahmad (Hambaliyah) berdalil dengan hadits ini bawah kencing dan kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya itu SUCI.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11/154)

Dalilnya adalah dalam Shahih Al Bukhari;

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ نَاسًا اجْتَوَوْا فِي الْمَدِينَةِ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَلْحَقُوا بِرَاعِيهِ يَعْنِي الْإِبِلَ فَيَشْرَبُوا مِنْ أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا فَلَحِقُوا بِرَاعِيهِ فَشَرِبُوا مِنْ أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا حَتَّى صَلَحَتْ أَبْدَانُهُمْ

Dari Anas Radhiallahu ‘anhu bahwa sekelompok orang sedang menderita sakit ketika berada di Madinah, maka *Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan* mereka supaya menemui penggembala beliau dan meminum susu dan kencing unta, mereka lalu pergi menemui sang penggembala dan meminum air susu dan kencing unta tersebut sehingga badan-badan mereka kembali sehat .

(HR. Bukhari no. 5686)

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata:

نعم، هذا هو الصواب: أن بول ما يؤكل لحمه وروثه كله طاهر؛ مثل الإبل والبقر والغنم والصيد كله طاهر، والنبي صلى الله عليه وسلم كان يصلي في مرابض الغنم، ولما استوخم العرنيون في المدينة بعثهم إلى إبل الصدقة من وألبانها حتى صحوا، فلما أذن لهم بالشرب من أبوالها دلّ على طهارتها

Ya, inilah yang benar, bahwa air kencing dan kotoran dari hewan yg bisa dimakan dagingnya adalah SUCI. Seperti Unta, sapi, kambing, dan hasil buruan laut, dan dahulu Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam pernah shalat di kandang kambing.

Saat kaum ‘Uraniyun sakit, Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam mengutus kepada mereka para gembala untuk mereka bisa minum susah dan air kencingnya. Saat Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam mengizinkan mereka meminumnya menunjukkan kesuciannya. (selesai)

Ini juga pendapat Imam Ibnu Taimiyah, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan lainnya.

Sementara itu, dalam madzhab Syafi’i, tidak membedakan dua jenis hewan tersebut. Bagi mereka SEMUANYA adalah NAJIS. Ada pun hadits di atas bukan menunjukkan sucinya kencing unta tapi kondisi darurat yang membuat boleh meminumnya.

Imam An Nawawi Rahimahullah melanjutkan;

وأجاب أصحابنا وغيرهم من القائلين بنجاستهما بأن شربهم الأبوال كان للتداوي وهو جائز بكل النجاسات سوى الخمر omوالمسكرات 

Para sahabat kami (Syafi’iyyah) dan selainnya yg berpendapat najisnya keduanya (kencing dan kotoran Unta) memberikan jawaban; bahwasanya minumnya mereka terhadap air kencing Unta krn untuk berobat, itu (berobat) memang boleh dgn semua najis kecuali khamr (minuman keras) dan apa pun yang memabukkan. (Ibid)

Dalam konteks madzhab Syafi’iy, Berkata Imam Ibnu Ruslan Rahimahullah:

وَالصَّحِيحُ مِنْ مَذْهَبِنَا يَعْنِي الشَّافِعِيَّةَ جَوَازُ التَّدَاوِي بِجَمِيعِ النَّجَاسَاتِ سِوَى الْمُسْكِرِ لِحَدِيثِ الْعُرَنِيِّينَ فِي الصَّحِيحَيْنِ حَيْثُ أَمَرَهُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّرْبِ مِنْ أَبْوَالِ الْإِبِلِ لِلتَّدَاوِي

“Yang benar dari madzhab kami –yakni Syafi’iyah- bahwa dibolehkan berobat dengan seluruh benda najis kecuali yang memabukkan, dalilnya adalah hadits kaum ‘Uraniyin dalam shahihain (Bukhari-Muslim), ketika mereka diperintah oleh Nabi untuk minum air kencing Unta untuk berobat.”

(Nailul Authar, 13/166)

Demikian. Wallahu a’lam

Farid Nu’man Hasan

“Dendam” Para Penghuni Surga

PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mau tanya sehubungan dengan ” DENDAM PARA PENGHUNI SYURGA “.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hal ini : Al a’raf ( 42-43 ) , Al Hijr ( 45-50 ).

Pertanyaannya :

Apakah berarti orang yg hingga meninggal dunia tetap BOLEH, HALAL untuk menyimpan dendam di hatinya ( atas perbuatan dzolim orang jahat atas dirinya namun ia tak kuasa untuk membalasnya sewaktu hidup di dunia ) dan ia tetap berkesempatan untuk terdaftar sebagai golongan ahli syurga ?

Karena seringkali para da’i mubaligh yang MENGANJURKAN supaya ikhlas hati, tak boleh menyimpan dendam meskipun ia tersakiti, terdzolimi sewaktu hidupnya di dunia… ( ?? ).

Contoh kasusnya misalnya :
Pembunuhan, warga sipil, anak anak, wanita, orang tua dll yg tewas terbunuh dalam perang.
Penindasan oleh penguasa yang dzolim.

Harta miliknya yang dirampas oleh penjahat, penjajah, maling, koruptor, penipu, dsb..

Ditinggalkan oleh pasangan hidupnya begitu saja menghilang entah dimana rimbanya

Orang yang berhutang sengaja kabur tak membayar.

DLL…

Terimakasih.


JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ayat-ayat tersebut menceritakan sifat penghuni surga yang memang berbeda dengan manusia saat di dunia, yaitu tidak memiliki rasa dendam. Berbeda dengan penghuni dunia banyak sifat-sifat manusiawi masih terinstall seperti dendam, cemburu, iri, dll.

Ayat-ayat Itu sama sekali tidak membicarakan tentang bolehnya dendam sepanjang hayat di dunia. Ayat-ayat itu membicarakan Allah Ta’ala mencabut sifat pendendam yang biasa ada dalam diri manusia di dunia.

اي اذهبنا في الجنة ما كان غي قلوبهم من الغل في الدنيا

Yaitu kami hilangkan di surga rasa “ghil” di hati mereka saat dahulu di dunia. (Al Qurthubi, 7/208)

Cemburu pun sudah tidak ada, ketika seorang laki-laki disediakan bidadari di surga, apakah lantas istrinya di dunia cemburu? Tidak. Karena cemburu, bukan sifat wanita surga. Kata-kata yang keluar dari mereka adalah ridha dan kedamaian.

Ada pun membalas kejahatan para penjajah, seperti zionis, atau pembegal itu bukan karena dendam, tapi karena Allah Ta’ala mengizinkan membela diri, sebab Islam selain agama damai juga agama wibawa dan kehormatan sekaligus.

Allah Ta’ala mengizinkan melakukan perlawanan bagi orang-orang yang teraniaya:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمۡ ظُلِمُواْۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصۡرِهِمۡ لَقَدِيرٌ

Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizhalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu, -Surat Al-Hajj, Ayat 39

Dalam ayat lain، Allah Ta’ala membolehkan membalas kejahatan dengan hal yang setimpal, namun memaafkan dan berdamai lebih baik:

وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zhalim. -Surat Asy-Syura, Ayat 40

Allah Ta’ala juga mengizinkan bagi korban kezaliman untuk berkata-kata keras kepada pelaku kezaliman tersebut:

۞لَّا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلۡجَهۡرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ إِلَّا مَن ظُلِمَۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizhalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. -Surat An-Nisa’, Ayat 148

Namun demikian Islam juga mengajarkan tidak berlebihan, sebab berlebihan tanda adanya dendam..

وَقَٰتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. -Surat Al-Baqarah, Ayat 190

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

scroll to top