Urgensi Istighfar

Mukadimah

Di antara tabiat manusia adalah berbuat salah, lalai, mengeluh, tergesa-gesa, malas, dan lemah. Ada dari tabiat ini yg mendatangkan dosa, baik kecil maupun besar. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia senantiasa memohon ampunan kepada Allah Ta’ala, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap anak Adam pernah berbuat salah dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertobat dari kesalahannya.!(HR. At Tirmidzi no. 2499, Hasan)

Makna Istighfar

Dalam _Mu’jam Al Ma’ani,_ istighfar diartikan:

طلب المغفرة والعفو من الله‏

Meminta ampunan dan maaf dari Allah

Memohon ampun kepada Allah Ta’ala, dapat dilakukan dengan perkataan yaitu astaghfirullah (aku memohon ampun kepada Allah) dan dengan perbuatan yaitu bertobat.

Hal ini langsung dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sbb:

والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة

Demi Allah, aku benar-benar beristighfar kepada Allah dan bertobat kepadaNya dalam sehari lebih dari 70 kali. (HR. Bukhari)

Keistimewaan Istighfar

Dalam Al Quran dan As Sunnah, dipaparkan banyak sekali keistimewaan Istighfar. Baik di dunia dan di akhirat.

1. Di Dunia

Di antara berbagai keistimewaan di dunia adalah sbb:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ غَفَّارًا 
يُّرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا
وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَ مْوَا لٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّـكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّـكُمْ اَنْهٰرًا 

“Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.”

(QS. Nuh 71: Ayat 10-12)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala menginformasikan berbagai keistimewaan Istighfar, yaitu:

1. Allah Ta’ala berikan ampunan
2. Diberikan hujan yang lebat
3. Diberikan harta yang banyak
4. Diberikan keturunan
5. Disuburkan kebun-kebun
6. Dialirkannya sungai

Ada pun keutamaan dalam hadits di antaranya:

وعنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضِي اللَّه عنْهُما قَال: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: منْ لَزِم الاسْتِغْفَار، جَعَلَ اللَّه لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مخْرجًا، ومنْ كُلِّ هَمٍّ فَرجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ رواه أبو داود

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda, “Siapa yang membiasakan istighfar, Allah berikan setiap kesempitan jalan keluar, setiap kegelisahan ada peluang dan Allah memberi rizki dari arah yang tidak disangka.” (HR. Abu Daud).

Maka, bagi yang ingin ampunan, hujan, harta, punya anak, kebun yg subur, dan sungai yang mengalir, banyaklah Istighfar kepada Allah Ta’ala.

2. Di akhirat

Di akhirat, Allah Ta’ala menjanjikan manusia yang senantiasa beristighfar dengan surga.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَسَا رِعُوْۤا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَا لْاَ رْضُ ۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ 

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّآءِ وَا لضَّرَّآءِ وَا لْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَا لْعَا فِيْنَ عَنِ النَّا سِ ۗ وَا للّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

وَا لَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَا حِشَةً اَوْ ظَلَمُوْۤا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَا سْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْ ۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,”

“(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 133-135)

Kapan Waktu Istighfar

Istighfar dapat dilakukan secara muthlaq (bebas dan umum) dan muqayyad (terikat oleh sebab dan waktu). Untuk yang muthlaq , kita bisa melakukan di saat kapan pun dan di mana pun, sebanyak-banyaknya. Lebih utama mengikuti yang Rasulullah lakukan yaitu 70 x lebih dalam sehari, atau juga 100x dalam sehari, sebagaimana hadits:

وإني لأستغفر الله، في اليوم مائة مرة

Aku benar-benar beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim no. 2702)

Ada pun yang muqayyad, dapat kita lakukan karena beberapa sebab atau kondisi, cth:

1. Setelah berbuat dosa (QS. Ali Imran: 135)
2. Setelah selesai shalat (dibaca 3x astaghfirullah). (HR. Muslim)
3. Sebelum berdoa. Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam Jawabul Kafi, bahwa Istighfar sebelum berdoa merupakan adab dan sebab dikabulkannya doa.

Kalimat Istighfar

Dalam Istighfar ada beragam bentuk baik yang pendek maupun panjang. Di antaranya:

1. Versi pendek: Astaghfirullah

Dari Tsauban:

إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

“Jika Rasulullah ﷺ selesai salat, beliau akan meminta ampunan tiga kali dan memanjatkan doa ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM WAMINKAS SALAM TABARAKTA DZAL JALALI WAL IKROM (Ya Allah, Engkau adalah Yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Mahabesar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.” Kata Walid, maka kukatakan kepada Auza’i: “Bagaimana hendak meminta ampunan?” Jawabnya, ‘Kau ucapkan: Astaghfirullah, Astaghfirullah.” (HR. Muslim no. 591)

2. Versi sedang

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ

“Barang siapa yang mengucapkan; ASTAGHFIRULLAAHAL LADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUMU WA ATUUBU ILAIH (aku memohon ampun kepada Allah Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, yang Mahahidup dan Yang terus mengurus makhluk-Nya, dan aku bertobat kepada-Nya), maka dia pasti akan diampuni walaupun dia pernah lari dari medan pertempuran.” (HR. Abu Daud no. 1517, shahih)

3. Sayyidul Istighfar

وعنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عن النَّبِيِّ ﷺ قالَ: سيِّدُ الاسْتِغْفار أَنْ يقُول الْعبْدُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لاَ إِلَه إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَني وأَنَا عَبْدُكَ، وأَنَا عَلَى عهْدِكَ ووعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صنَعْتُ، أَبوءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ علَيَ، وأَبُوءُ بذَنْبي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يغْفِرُ الذُّنُوبِ إِلاَّ أَنْتَ. منْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَماتَ مِنْ يوْمِهِ قَبْل أَنْ يُمْسِيَ، فَهُو مِنْ أَهْلِ الجنَّةِ، ومَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وهُو مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبل أَنْ يُصْبِح، فهُو مِنْ أَهْلِ الجنَّةِ رواه البخاري

Dari Syadad bin Aus, dari nabi Shallallahu alaihi Wa sallam bersabda, ” Sayyidul Istighfar seorang hamba Allah mengatakan,
“Ya Allah, Engkaulah Tuhanku tiada tuhan selain Engkau yang menciptakan aku. Dan aku adalah hamba-Mu, dan aku akan setia pada janjiku kepada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang aku perbuat. Kuakui segala nikmat-Mu atasku dan aku akui segala dosaku. Maka ampunilah aku karena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
“Siapa yang membaca sayyidul istighfar pada siang hari dengan yakin, kemudian meninggal dunia sebelum datang waktu sore, maka dia termasuk ahli surga. Dan siapa saja yang membaca di waktu malam dengan yakin, kemudian dia meninggal sebelum pagi, maka dia juga termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari).

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalat Id Seorang Diri di Rumah

Idealnya adalah berjamaah bersama kaum muslimin. Tapi jika ada halangan untuk melakukannya baik krn sakit, tertidur, sangat jauh dari jamaah, maka boleh baginya shalat id di rumah seorg diri. Walau tanpa khutbah, sebab khutbah ‘id adalah sunnah.

Syaikh Sayyid Sabiq menerangkan:

الخطبة بعد صلاة العيد سنة والاستماع إليها كذلك

Khutbah setelah shalat ‘Id adalah sunah, mendengarkannya juga begitu. (Fiqhus Sunnah, 1/321)

Imam asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

ويصلي العيدين المنفرد في بيته والمسافر والعبد والمرأة

Shalat dua hari raya seorg diri di rumah baik musafir, hamba sahaya, dan wanita.

(Mukhtashar al Umm, 8/125)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

تصح صلاة العيد من الرجال والنساء مسافرين كانوا أو مقيمين جماعة أو منفردين، في البيت أو في المسجد أو في المصلى

Shalat Id itu SAH dilalukan oleh pria, wanita, musafir, mukimin, berjamaah, SENDIRI, di masjid, di RUMAH, atau dilapangan. (Fiqhus Sunnah, 1/321)

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Kalimat Shalawat Selain Dari Sunnah Nabi

Shalawat yang paling utama, tentu yang ma’tsur yaitu yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ajarkan. Ini tidak ada perselisihan pendapat, semua ulama sepakat. Tetapi bukan itu pembahasan kita.

Namun apakah shalawat dengan susunan kalimat buatan sendiri selain dari Sunnah, lantas terlarang dan bid’ah?

Shalawat dengan susunan BUKAN DARI SUNNAH NABI (Ghairu Ma’tsur), sudah dikenal di masa sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Tidak seorang pun mengingkari hal itu. Bahkan kalimat shalawat yang sangat terkenal di lisan semua umat Islam dan tertera dalam kitab-kitab ulama seperti:

– Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
– Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘ala Aalihi Wa Sallam
– ‘Alahi Shalatu wa Sallam
– Shalawatullah wa Salamuhu ‘Alaih, dll, … semua redaksi kalimat ini adalah susunan  yang tidak ada dalam sunnah.

Dalam kumpulan fatwa Lajnah Daimah (Kerajaan Arab Saudi), selalu dalam fatwa-fatwa mereka di akhir dengan kalimat:

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Wa Billahit Taufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

Susunan Shalawat dengan kalimat seperti ini juga tidak ada dalam sunnah, para ulama yang menyusun fatwa-fatwa tersebut (Syaikh Bin Baaz dan murid-muridnya) tidak mempermasalahkannya.

Para salaf pun menyusun kalimat shalawat sendiri. Berikut ini beberapa contoh:

1. Shalawat Susunan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma

وعن ابن عباس – رضي الله عنهما – أنه كان إذا صلى على النبي – صلى الله عليه وسلم – قال اللهم تقبل شفاعة محمد الكبري وأرفع درجته العليا وأعطه سؤله في الآخرة والأولى كما أتيت إبراهيم وموسى رواه عبد بن حميد في مسنده وعبد الزاق وإسماعيل القاضي وإسناده جيد ، قوي صحيح

Dari Ibnu Abas Radhiallahu ‘anhuma apabila dia membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau berkata, ”Allahumma taqabbal syafa’atu Muhammad alKubra warfa’ darajatahu al ‘ulya wa a’thihhi su’lahu fil akhirah wal ula kama aatita Ibrahim wa Musa.” Ya Allah kabulkanlah syafaat Muhammad yang agung, tinggikanlah derajatnya yang luhur, dan berilah permohonanya di dunia dan akhirat sebagaimana Engkau kabulkan permohonan Ibrahim dan Musa”

Diriwayatkan oleh Abdu bin Humaid dalam Musnadnya dan Abdurazzaq dan Ismail Al Qadhi, dengan sanad jayyid, qawwiy shahih.

(Al Hafizh As Sakhawi, Al Qaul Al Badi’, hal. 55)

2. Shalawat susunan Imam Hasan Al Bashri

Al Hafizh As Sakhawi –dia murid Imam Ibnu Hajar- berkata:

وعن الحسن ، هو البصري أنه كان إذا صلى على النبي – صلى الله عليه وسلم – يقول اللهم أجعل صلواتك وبركاتك على آل محمد كما جعلتها على آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Dari Al hasan (yaitu Hasan al Bashri), jika dia SHALAWAT kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia membaca: “Allahumaj’al shalawatika wa barakatika ‘ala aali Muhammad kama ja’Altaha ‘ala aali Ibrahim innaka Hamidun Majid.”

Imam Hasan Al Bashri berkata:

من أراد أن يشرب بالكأس الأوفى من حوض المصطفى فليقل اللهم صل على محمد وعلى آله وأصحابه وأولاده وأزواجه وذريته وأهل بيته واصهاره وأنصاره وأشياعه ومحبيه وأمته وعلينا معهم أجمعين يا أرحم الراحمين

Siapa yang ingin minum dengan gelas yang sempurna di telaganya Al Mushthafa (Rasulullah), maka bacalah: “Allahumma Shalli ‘ala Muhammad  wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Awladihi wa Azwajihi wa Dzurriyatihi wa Ahli Baitihi wa Ashharihi wa Ansharihi wa Asysya’ihi wa Muhibbihi wa Ummatihi wa ‘Alaina Ma’ahum ajma’in ya yaa arhamar raahimiin.”   (Al Hafizh Al Imam As Sakhawi, Al Qaul Al Badi’, Hal. 55)

3. Shalawat susunan Imam Asy Syafi’i

Imam Ibnul Qayyim berkata:

وَقَالَ عبد الله بن عبد الحكم رَأَيْت الشَّافِعِي رَحمَه الله فِي النّوم فَقلت مَا فعل الله بك قَالَ رحمني وَغفر لي وزفني إِلَى الْجنَّة كَمَا يزف بالعروس ونثر عَليّ كَمَا ينثر على الْعَرُوس فَقلت بِمَ بلغت هَذِه الْحَال فَقَالَ لي قَائِل يَقُول لَك بِمَا فِي كتاب الرسَالَة من الصَّلَاة على النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قلت فَكيف ذَلِك قَالَ وَصلى الله على مُحَمَّد عدد مَا ذكره الذاكرون وَعدد مَا غفل عَن ذكره الغافلون قَالَ فَلَمَّا اصبحت نظرت إِلَى الرسَالَة فَوجدت الْأَمر كَمَا رَأَيْت النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم

Abdullah bin Al Hakam berkata: Aku bermimpi melihat Asy Syafi’i rahimahullah, aku berkata: “Apa yang Allah perbuat kepadamu?” Beliau menjawab: “Dia merahmatiku, mengampuniku, dan menyiapkanku ke surga seperti pengantin dalam pesta pernikahan, aku bertanya karena apa aku sampai derajat ini?” Ada yang menjawab: “Karena shalawatmu kepada nabi dalam kitab Ar Risalah.” Aku bertanya: “Bagaimana itu?” Dia menjawab: “Shallallahu ‘ala Muhammad ‘Adada Maa dzakarahu adz dzakirun wa ‘adada maa ghafala ‘an dzikrihi al ghafilun.” Abdullah bin al Hakam berkata: “Paginya aku lihat kitab risalah dan aku temukan seperti yang aku lihat dari Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Jalaa’ul Afham, hal. 412)

Dan masih banyak lagi contoh dari kalangan salaf.

Ini menunjukkan tidak masalah dan bukan bid’ah shalawat susunan sendiri selama: tidak ada kalimat yang melanggar syariat dan tidak dianggap sebagai sunnah nabi. Maka, shalawat susunan ulama baik shalawat Asyghil, Munjiyat, Nariyah, Thibul Qulub, adalah tidak masalah, dengan syarat jika kalimatnya aman dari hal yang melanggar dan tidak menganggapnya sebagai sunnah nabi disaat membacanya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Wanita Menjadi Khathib Id

Bismillahirrahmanirrahim..

Beredar video yang menayangkan wanita menjadi Khathib id, sedangkan imam shalatnya laki-laki.

Khutbah ‘Id adalah bagian dari ibadah, dan hukumnya Sunnah menurut kesepakatan ulama. Karena dia bagian dari ibadah, maka ketentuannya pun sama dengan syarat keimaman shalat yaitu mesti laki-laki, tidak boleh wanita.

Dalam Majelis fatwa para ulama Siria dijelaskan:

إن خطبة العيد عبادة، والعبادات لا تتغير أحكامُها بتغير الأحوال والأزمان. وهي جزء من شعيرة صلاة العيد، فلا يخرج حكمُ الخطبة عن حكم الإمامة. والإمامة في الصلاة لا تجوز إلا للرجال بإجماع، وحتى لو جاز (نقول “لو”، وهي حرف امتناع لامتناع كما يقول النحاة) لو جاز أن تخطب بالرجال امرأةٌ فلا يجوز أن تصنع ذلك مَن تنكر شيئاً من شرائع الدين المعلومة بالضرورة والمجمَع عليها بين فقهاء الأمة في كل العصور.

Khutbah Idul Fitri adalah ibadah, dan hukum ibadah tidak berubah dengan perubahan keadaan dan waktu. Itu bagian dari prosesi shalat Ied, oleh karenanya aturan pada khutbah tidaklah keluar dari aturan keimaman shalat. Dan imam dalam shalat tidak diperbolehkan kecuali untuk laki-laki saja berdasarkan ijma’. Jika itu (wanita khutbah) diperbolehkan (kami mengatakan “jika”, yang merupakan kata depan untuk menolak seperti yang dikatakan oleh para ahli tata bahasa) jika seorang wanita diperbolehkan untuk berkhutbah kepada laki-laki, maka tidak boleh baginya melakukan itu (sebab) itu mengingkari hukum agama yang sudah pasti diketahui dan disepakati di kalangan para fuqaha umat ini sepanjang masa. (selesai)

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

scroll to top