Posisi Anak Kecil di Shaf Orang Dewasa

Anak kecil, ada dua macam: mumayyiz dan ghairu mumayyiz

Mumayyiz, oleh para ulama diartikan seorang anak kecil yang sudah memahami pembicaraan dan dia mampu menjawabnya. Sedangkan ghairu mumayyiz belum mampu.

Mayoritas ulama mengatakan usia mumayyiz itu tujuh tahun dan/atau lebih, berdasarkan hadits:

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ

Perintahkan anak-anak kalian melaksanakan shalat di saat mereka berusia tujuh tahun.

(HR. Abu Dawud no. 495, hasan)

Sebagian lain mengatakan usia mumayyiz tidak ada patokan baku, asalkan dia sudah bisa membedakan siang dan malam, waktu shalat, dan memahami pembicaraan kepadanya.

Bagi anak yang sudah mumayyiz, maka dia boleh bersama shaf orang dewasa bahkan menjadi imamnya, khususnya dalam shalat sunnah.

Ini berdasarkan hadits Amru bin Salamah Radhiallahu ‘Anhu:

فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ, وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا»، قَالَ: فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي, فَقَدَّمُونِي, وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ

“Jika sudah masuk waktu shalat maka azanlah salah seorang kalian, dan tunjuk yang paling banyak hapalannya sebagai imam kalian.”

Amru bin Salamah berkata: “Mereka melihat-lihat tapi tidak seorang pun yang hapalan Al Qurannya lebih banyak dibanding aku, lalu mereka memintaku maju menjadi imam, saat itu berusia enam atau tujuh tahun.”__ (HR. Al Bukhari No. 4302)

Mayoritas ulama mengatakan kebolehan anak kecil jadi imam shalat hanyalah pada shalat sunnah, sebab shalat fardhu mereka belum diwajinkan. Tidak sah shalat menjadi makmumnya orang yang belum wajib shalat.

Imam asy Syafi’i mengatakan kebolehan itu berlaku untuk shalat fardhu dan sunnah sekaligus, krn hadits di atas tdk menunjukan khusus buat shalat sunnah.

Maka, jika anak mumayyiz sudah boleh menjadi imamnya orang dewasa, maka apalagi sekadar berbaris bersama shaf orang dewasa

Ada pun anak kecil yang masih ghairu mumayyiz, maka tidak dibenarkan berada di shaf Orang dewasa, sebab keberadaannya dianggap seperti tidak ada, mereka juga belum wajib shalat. Ini merupakan pendapat empat madzhab.

Jika keberadaan anak kecil justru menganggu shalat orang dewasa, gaduh misalnya, maka sebaiknya mereka tidak dibawa. Sebagian ulama memakruhkan membawa anak-anak ke masjid karena hal ini, dan juga hadits:

جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ

Jauhkan masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian dan orang gila. (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi, dll)

Namun para imam hadits menyatakan kedha’ifan hadits ini.

Sementara jika anak-anak itu bisa diatur, tidak gaduh, tidak apa-apa mereka ke Masjid dengan shafnya tersendiri di belakang orang dewasa berdasarkan hadits Abu Dawud, atau boleh diujung shaf sebagaimana yang dijelaskan Imam asy Syaukani.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Bang, Becanda dong Ama Bini, Jangan Kaku!

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَيَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَقَالَ هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ

Bahwa ia pernah bersama Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan, ia berkata; kemudian aku berlomba lari dengan beliau, lalu aku mendahului beliau dengan berjalan kaki. Kemudian setelah gemuk aku berlomba dengan beliau kemudian beliau mendahuluiku. Beliau berkata, “Ini menggantikan kekalahan pada perlombaan terdahulu.” 1]

Uqbah Radhiallahu ‘Anhu berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

وَلَيْسَ مِنْ اللَّهْوِ إِلَّا ثَلَاثٌ مُلَاعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيبُهُ فَرَسَهُ وَرَمْيُهُ بِقَوْسِهِ

Ada tiga hal yang bukan termasuk perkara yang melalaikan:

1. Bercandanya suami bersama istrinya
2. Latihan berkuda
3. Melepaskan anak panah dari busurnya. 2]

Sudahkah becanda dengan istri Anda hari ini?

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

Notes:

1] Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud (Kairo: Dar Ibn al Jauzi, 2011), no hadits. 2578. Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban

2] Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad (Muasasah ar Risalah, 2001), no hadits. 17321. Syaikh Syuaib al Arnauth mengatakan: hasan.

✍ Farid Nu’man Hasan

Ikut Hari Raya Sabtu, Tapi Jumat Tidak Puasa?

Jika seseorang meyakini dan taklid bahwa 1 Syawal adalah Jumat, maka konsekuensinya dia mesti shalat Id nya adalah di hari Jumat juga. Sebab, tidak ada shalat id di tanggal 2 Syawwal (sabtu). Puasa pun sudah terlarang baginya di hari Jumat.

Lalu, bolehkah shalatnya tanggal 2 Syawwal? Tidak boleh, kecuali ada uzur shgga boleh baginya mengqadha di hari 2 Syawwal. Uzurnya seperti sakit, lupa, tidak menjumpai adanya jamaah yang melakukannya.. Tp jika tidak ada uzur maka tidak ada shalat id di tanggal 2 Syawwal tanpa alasan syar’i.

Bagi yang meyakini 1 Syawwal adalah Sabtu, karena Ramadhan di istikmal 30 hari, maka hari Jumat adalah 30 Ramadhan bagi keyakinannya. Sehingga dia tetap wajib puasa hari itu, bukan berpatokan pada yang meyakini Jumat sebagai hari raya. Dia mesti konsisten dengan apa yang diyakininya.

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Urgensi Istighfar

Mukadimah

Di antara tabiat manusia adalah berbuat salah, lalai, mengeluh, tergesa-gesa, malas, dan lemah. Ada dari tabiat ini yg mendatangkan dosa, baik kecil maupun besar. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia senantiasa memohon ampunan kepada Allah Ta’ala, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap anak Adam pernah berbuat salah dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertobat dari kesalahannya.!(HR. At Tirmidzi no. 2499, Hasan)

Makna Istighfar

Dalam _Mu’jam Al Ma’ani,_ istighfar diartikan:

طلب المغفرة والعفو من الله‏

Meminta ampunan dan maaf dari Allah

Memohon ampun kepada Allah Ta’ala, dapat dilakukan dengan perkataan yaitu astaghfirullah (aku memohon ampun kepada Allah) dan dengan perbuatan yaitu bertobat.

Hal ini langsung dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sbb:

والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة

Demi Allah, aku benar-benar beristighfar kepada Allah dan bertobat kepadaNya dalam sehari lebih dari 70 kali. (HR. Bukhari)

Keistimewaan Istighfar

Dalam Al Quran dan As Sunnah, dipaparkan banyak sekali keistimewaan Istighfar. Baik di dunia dan di akhirat.

1. Di Dunia

Di antara berbagai keistimewaan di dunia adalah sbb:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ غَفَّارًا 
يُّرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا
وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَ مْوَا لٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّـكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّـكُمْ اَنْهٰرًا 

“Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.”

(QS. Nuh 71: Ayat 10-12)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala menginformasikan berbagai keistimewaan Istighfar, yaitu:

1. Allah Ta’ala berikan ampunan
2. Diberikan hujan yang lebat
3. Diberikan harta yang banyak
4. Diberikan keturunan
5. Disuburkan kebun-kebun
6. Dialirkannya sungai

Ada pun keutamaan dalam hadits di antaranya:

وعنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضِي اللَّه عنْهُما قَال: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: منْ لَزِم الاسْتِغْفَار، جَعَلَ اللَّه لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مخْرجًا، ومنْ كُلِّ هَمٍّ فَرجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ رواه أبو داود

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda, “Siapa yang membiasakan istighfar, Allah berikan setiap kesempitan jalan keluar, setiap kegelisahan ada peluang dan Allah memberi rizki dari arah yang tidak disangka.” (HR. Abu Daud).

Maka, bagi yang ingin ampunan, hujan, harta, punya anak, kebun yg subur, dan sungai yang mengalir, banyaklah Istighfar kepada Allah Ta’ala.

2. Di akhirat

Di akhirat, Allah Ta’ala menjanjikan manusia yang senantiasa beristighfar dengan surga.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَسَا رِعُوْۤا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَا لْاَ رْضُ ۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ 

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّآءِ وَا لضَّرَّآءِ وَا لْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَا لْعَا فِيْنَ عَنِ النَّا سِ ۗ وَا للّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

وَا لَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَا حِشَةً اَوْ ظَلَمُوْۤا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَا سْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْ ۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,”

“(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 133-135)

Kapan Waktu Istighfar

Istighfar dapat dilakukan secara muthlaq (bebas dan umum) dan muqayyad (terikat oleh sebab dan waktu). Untuk yang muthlaq , kita bisa melakukan di saat kapan pun dan di mana pun, sebanyak-banyaknya. Lebih utama mengikuti yang Rasulullah lakukan yaitu 70 x lebih dalam sehari, atau juga 100x dalam sehari, sebagaimana hadits:

وإني لأستغفر الله، في اليوم مائة مرة

Aku benar-benar beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim no. 2702)

Ada pun yang muqayyad, dapat kita lakukan karena beberapa sebab atau kondisi, cth:

1. Setelah berbuat dosa (QS. Ali Imran: 135)
2. Setelah selesai shalat (dibaca 3x astaghfirullah). (HR. Muslim)
3. Sebelum berdoa. Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam Jawabul Kafi, bahwa Istighfar sebelum berdoa merupakan adab dan sebab dikabulkannya doa.

Kalimat Istighfar

Dalam Istighfar ada beragam bentuk baik yang pendek maupun panjang. Di antaranya:

1. Versi pendek: Astaghfirullah

Dari Tsauban:

إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

“Jika Rasulullah ﷺ selesai salat, beliau akan meminta ampunan tiga kali dan memanjatkan doa ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM WAMINKAS SALAM TABARAKTA DZAL JALALI WAL IKROM (Ya Allah, Engkau adalah Yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Mahabesar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.” Kata Walid, maka kukatakan kepada Auza’i: “Bagaimana hendak meminta ampunan?” Jawabnya, ‘Kau ucapkan: Astaghfirullah, Astaghfirullah.” (HR. Muslim no. 591)

2. Versi sedang

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ

“Barang siapa yang mengucapkan; ASTAGHFIRULLAAHAL LADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUMU WA ATUUBU ILAIH (aku memohon ampun kepada Allah Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, yang Mahahidup dan Yang terus mengurus makhluk-Nya, dan aku bertobat kepada-Nya), maka dia pasti akan diampuni walaupun dia pernah lari dari medan pertempuran.” (HR. Abu Daud no. 1517, shahih)

3. Sayyidul Istighfar

وعنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عن النَّبِيِّ ﷺ قالَ: سيِّدُ الاسْتِغْفار أَنْ يقُول الْعبْدُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لاَ إِلَه إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَني وأَنَا عَبْدُكَ، وأَنَا عَلَى عهْدِكَ ووعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صنَعْتُ، أَبوءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ علَيَ، وأَبُوءُ بذَنْبي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يغْفِرُ الذُّنُوبِ إِلاَّ أَنْتَ. منْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَماتَ مِنْ يوْمِهِ قَبْل أَنْ يُمْسِيَ، فَهُو مِنْ أَهْلِ الجنَّةِ، ومَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وهُو مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبل أَنْ يُصْبِح، فهُو مِنْ أَهْلِ الجنَّةِ رواه البخاري

Dari Syadad bin Aus, dari nabi Shallallahu alaihi Wa sallam bersabda, ” Sayyidul Istighfar seorang hamba Allah mengatakan,
“Ya Allah, Engkaulah Tuhanku tiada tuhan selain Engkau yang menciptakan aku. Dan aku adalah hamba-Mu, dan aku akan setia pada janjiku kepada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang aku perbuat. Kuakui segala nikmat-Mu atasku dan aku akui segala dosaku. Maka ampunilah aku karena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
“Siapa yang membaca sayyidul istighfar pada siang hari dengan yakin, kemudian meninggal dunia sebelum datang waktu sore, maka dia termasuk ahli surga. Dan siapa saja yang membaca di waktu malam dengan yakin, kemudian dia meninggal sebelum pagi, maka dia juga termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari).

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top