Rangkaian Doa Memohon Keselamatan Saat Perjalanan

Manusiawi dan wajar saja bila punya kekhawatiran atas keselamatan saat dalam perjalanan. Karena itu manusia berikhtiar untuk keselamatannya. Sabuk pengaman hingga helm adalah hal yang wajib bagi pengendara. Selain itu, ikhtiar juga ada dalam cara berkendara untuk meminimalisir potensi kecelakaan.

Dan juga doa. Sebagai muslim, tidak akan kuat upaya menjaga keselamatan tanpa doa. Karena doa adalah senjata orang mukmin. Tak hanya muslim, orang musyrik pun berdoa. Dalam surat Jin diceritakan bagaimana orang Arab di zaman dahulu yang meminta perlindungan kepada jin saat mereka dalam perjalanan dan melewati gurun pasir atau daerah yang sepi.

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungankepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS Jin : 6)

Tentu ini adalah usaha yang dicela oleh Allah swt. Sedangkan muslim diminta untuk memohon perlindungan hanya kepada Allah swt.

“Berlindunglah kalian kepada Allah dari kerasnya musibah, turunnya kesengsaraan yang terus menerus, buruknya qadha serta kesenangan musuh atas musibah yang menimpa kalian.” (HR. Bukhari)

Berikut ini rangkaian doa yang bisa kita rapalkan saat berpergian.

Doa Keluar Rumah

Saat berpergian, seorang muslim disunnahkan untuk berdoa kala kaki melangkah keluar rumah.

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّه

“Bismilaahi tawakkaltu ‘alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi”

Begitu doa itu berbunyi. Yang artinya, Dengan menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku pada Allah dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah saja.

Dalam hadits dari Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bila seseorang membaca doa itu, maka disampaikan kepadanya, ‘Kamu diberi petunjuk, kamu dicukupi kebutuhannya, dan kamu dilindungi.’ Seketika itu setan-setan pun menjauh darinya. Lalu salah satu setan berkata kepada temannya, ’Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi.’

Doa Naik Kendaraan

Kemudian, saat naik kendaraan berdoalah:

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هذَاوَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلى رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ

“Subhaanal ladzii sakhkhara lanaa haadzaa, wamaa kunnaa lahuu muqriniina wa innaa ilaa rabbinaa lamunqalibuun”

Doa ini diambil dari QS Az-Zukhruf 13-14. Yang artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.”

Doa naik kendaraan juga terdapat pada QS Huud ayat 41.

بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

“Bismillahi majreeha wa mursaha”

Artinya adalah “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Doa Safar

Lengkapnya, doa safar yang Rasulullah baca adalah sebagai berikut:

“SUBHAANALLADZI SAKHKHARA LANAA HAADZA WAMAA KUNNAA LAHU MUQRINIIN WA INAA ILAA RABBINAA LAMUNQALIBUUN. ALLAHUMMA INNAA NASALUKA FI SAFARINAA HADZAL BIRRA WAT TAQWA WA MINAL ‘AMALI MAA TARDLA ALLAHUMMA HAWWIN ‘ALAINAA SAFARANAA HADZA WATHWI ‘ANNAA BU’DAHU ALLAHUMMA ANTASH SHAAHIBU FIS SAFARI WAL KHALIIFATU FIL AHLI ALLAHUMMA INNI `A’UUDZU BIKA MIN WA’TSAA`IS SAFAR WAKA`AABATIL MANZHARI WA SUU`IL MUNQALABI FIL MAAL WAL AHLI

(Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridloi. Ya Allah, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam bepergian dan mengurusi keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga).” Dan jika beliau kembali pulang, beliau membaca do’a itu lagi dan beliau menambahkan di dalamnya, “AAYIBUUNA TAA`IBNUUNA ‘AABIDUUNA LIRABBINAA HAAMIDUUNA (Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami).” (HR. Muslim: 2392)

Doa Memohon Keselamatan

Ada beberapa doa memohon keselamatan yang Rasulullah saw ajarkan. Antara lain:

1. Dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barang siapa yang mengatakan

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dengan menyebut nama Allah yang dengan sebab nama-Nya tidak ada sesuatu pun di bumi maupun di langit yang dapat membahayakan (mendatangkan mudharat). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, niscaya tidak akan ada sesuatu pun yang memudharatkannya” (HR. Abu Daud & Tirmidzi)

2. Dari Khaulah binti Hakim, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang singgah di sebuah tempat kemudian ia mengatakan,

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

(Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa yang diciptakan-Nya) niscaya tidak akan ada yang memudharatkannya” (HR. Tirmidzi &  An Nasai)

Semoga Allah senantiasa semelindungi kita dalam perjalanan dengan mengamalkan doa tersebut. Amin.

Abu Raudhah

 

Harta Haram Buat Pembangunan WC Rumah Al Quran

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ust farid hafidzokumullah. Izin bertanya ust, utk penggunaan dana non halal apakah bisa digunakan utk pembangunan toilet santri rumah Al-Qur’an ust?
Mohon pencerahannya 🙏 (AR)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Uang haram, jika maksudnya adalah hasil mencuri, korupsi, mencopet, maka ini tidak boleh dimanfaatkan karena dia harus dikembalikan ke pemiliknya. Krn dia adlh harta BERTUAN, tuannya ada yaitu pemiliknya.

Uang haram, jika maksudnya adalah hasil dari zina, jual khamr, riba, maka ini haram bagi ORANG YG USAHANYA MEMANG SEPERTI ITU. Tapi, tidak haram saat dia menghadiahkan ke orang lain atau lembaga. Hakikatnya itu harta tidak bertuan, maka boleh dikembalikan kepada umat secara umum.

Demikiankah teorinya..

Oleh krn itu, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan:

وأما المحرم لكسبه فهو الذي اكتسبه الإنسان بطريق محرم كبيع الخمر ، أو التعامل بالربا ، أو أجرة الغناء والزنا ونحو ذلك ، فهذا المال حرام على من اكتسبه فقط ، أما إذا أخذه منه شخص آخر بطريق مباح فلا حرج في ذلك ، كما لو تبرع به لبناء مسجد ، أو دفعه أجرة لعامل عنده ، أو أنفق منه على زوجته وأولاده ، فلا يحرم على هؤلاء الانتفاع به ، وإنما يحرم على من اكتسبه بطريق محرم فقط

Harta haram yang dikarenakan usaha memperolehnya, seperti jual khamr, riba, zina, nyanyian, dan semisalnya, maka ini haram hanya bagi yang mendapatkannya saja. Tapi, jika ada ORANG LAIN yang mengambil dari orang itu dengan cara mubah, maka itu tidak apa-apa, seperti dia sumbangkan untuk masjid dengannya, bayar gaji pegawai, nafkah buat anak dan istri, hal-hal ini tidak diharamkan memanfaatkan harta tersebut. Sesungguhnya yang diharamkan adalah bagi orang mencari harta haram tersebut.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 75410)

Dzar bin Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma bercerita:

جاء إليه رجل فقال : إن لي جارا يأكل الربا ، وإنه لا يزال يدعوني ،
فقال : مهنأه لك ، وإثمه عليه

Ada seseorang yang
mendatangi Ibnu Mas’ud lalu dia berkata:

“Aku punya tetangga yang suka makan riba, dan dia sering mengundangku untuk makan.”

Ibnu Mas’ud menjawab; Untukmu bagian enaknya, dan dosanya buat dia.

(Imam Abdurrazzaq, Al Mushannaf, no. 14675)

Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

إذا كان لك صديق
عامل، أو جار عامل أو ذو قرابة عامل، فأهدى لك هدية، أو دعاك إلى طعام، فاقبله، فإن مهنأه لك، وإثمه عليه

“Jika sahabatmu, tetanggamu, atau kerabatmu yang pekerjaannya haram, lalu dia memberi hadiah kepadamu atau mengajakmu makan, terimalah! Sesungguhnya, kamu dapat enaknya, dan dia dapat dosanya.”

(Ibid, No. 14677)

Demikian. Wallahu a’lam

🌳🌿🌷🍃🌸🍀🌻

✍ Farid Numan Hasan

Doa Dalam Sujud dengan Kalimat Doa dari Al Quran, Apakah Terlarang?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Tanya ustadz saat sujud pernah dengar kalau tidak di perbolehkan berdoa dengan doa yg termaktub dalam surat di Al Qur’an…. apakah ini benar ustadz..? (alfathshop)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Para ulama sepakat bahwa membaca Al Quran saat SUJUD dan RUKU’ adalah MAKRUH. (lihat Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/411, dan Al Mughni, 2/181)

Imam Ibnu Abdil Bar Rahmatullah ‘Alaih, berkata:

وأمَّا قراءةُ القرآن في الركوع فجميعُ العلماء على أنَّ ذلك لا يجوز

Ada pun membaca Al Quran saat ruku maka semua ulama mengatakan itu tidak boleh. (Al Istidzkar, 1/431)

Imam Az Zaila’i Rahimahullah mengatakan:

ويكره قراءة القرآن في الركوع والسجود والتشهد بإجماع الأئمة الأربعة

Dimakruhkan membaca Al Quran saat ruku, sujud, dan tasyahud berdasarkan ijma’ para imam empat madzhab. (Tabyin Al Haqaiq, 1/115)

Dalilnya adalah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

أَلَا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca Al-Qur’an dalam keadaan rukuk atau sujud. Adapun rukuk maka agungkanlah Rabb ‘Azza wa Jalla, sedangkan sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu’. (HR. Muslim no. 479)

Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berkata:

نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangku membaca Al Quran saat sujud dan ruku. (HR. Muslim no. 480)

Lalu bagaimana kalo yang dibaca saat sujud adalah doa, dan doa itu ada dalam Al Quran? Seperti Rabbana zhalamna anfusana dst, atau Rabbana atina fid dunya hasanah.. Dst, dan lainnya.. Apakah ini juga terlarang?

Ini diperselisihkan para ulama, namun umumnya mengatakan TIDAK APA-APA, sebab saat itu orang tersebut tidak sedang meniatkan membaca Al Quran.

Berdasarkan hadits terkenal:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Amal itu dinilai berdasarkan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan poin tergantung apa yang dia niatkan. (HR. Bukhari no. 1)

Imam Zakariya Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

ومحل كراهتها إذا قصد بها القراءة.. فإن قصد بها الدعاء والثناء فينبغي أن يكون كما لو قنت بآية من القرآن

Kemakruhan itu jika maksudnya adalah membaca Al Quran.. Tapi jika maksudnya adalah berdoa dan pujian maka itu tak ubahnya seperti orang yang membaca ayat saat qunut. (Asnal Mathalib, 1/157)

Imam Ahmad Ash Shawi Al Maliki Rahimahullah mengatakan:

( وَ ) كُرِهَ ( الْقِرَاءَةُ بِرُكُوعٍ أَوْ سُجُودٍ ) إلَّا أَنْ يَقْصِدَ فِي السُّجُودِ بِهَا الدُّعَاءَ

Di makruhkan membaca Al Quran saat ruku atau sujud, kecuali jika pada sujudnya itu bermaksud sebagai doa. (Hasyiyah Ash Shawi, 1/339)

Ini juga pendapat para ulama di Lajnah Daimah:

لا بأس بذلك إذا أتى بها على وجه الدعاء لا على وجه التلاوة للقرآن

Tidak apa-apa hal itu, jika dia membacanya sebagai doa bukan bermaksud sedang tilawah Al Quran. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 6/443)

Demikian. Wallahu a’lam

🌳🌿🌷🍃🌸🍀🌻

✍ Farid Numan Hasan

Tafsir Surat Al Muzammil (Bagian 3)

ALLAH AKAN MENURUNKAN PERKATAAN YANG BERAT,  SHALAT MALAM  BACAANNYA LEBIH KHUSYU’ DAN LEBIH BERKESAN

 إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5)

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)

إِنَّ لَكَ فِي النَّهارِ سَبْحاً طَوِيلاً (7)

 5-Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat

6-Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (lebih khusyu’) dan bacaan pada waktu itu lebih berkesan.

7- Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).

 

KANDUNGAN AYAT 5

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5)

5-Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat

Makna Qaulan Tsaqila  قَوْلًا ثَقِيلًا menurut  Imam Ar Razi dalam tafsirnya:[1]

1. Menurut Ibnu Abbas, Qaulan Tsaqila adalah perkataan yang agung (Kalaman Azhiman) (كَلَامًا عَظِيمًا)

Maksudnya: Allah akan menurukan kepada Nabi Muhammad perintah yang agung, maka dirikanlah shalat malam untuk menyambut perintah tersebut, karena shalat malam merupakan persiapan jiwa dalam menerima perintah tersebut, waktu malam adalah waktu yang potensial untuk mendekatkan diri kepada Allah, terbebas dari kesibukan duniawi siang hari, seperti disebutkan dalam riwayat Atha.

2. Maknanya adalah Al-Qur’an, karena didalamnya ada perintah dan larangan, taklif (beban perintah) yang berat bagi orang awan secara umum, dan juga berat bagi Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam secara khusus. Karena Beliau menerima wahyu untuk dirinya sendiri dan tugas menyampaikan kembali kepada umatnya. Perkataan yang berat, pada dasarnya kembali kepada beratnya melaksanakan perintah tersebut.

3. Berat ditimbangan Mizan kelak pada hari kiamat, karena banyak pahala dan manfaat bagi siapa saja yang mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.

4. Berat saat wahyu turun kepada Nabi Muhammad, karena pernah nabi menerima wahyu saat berada di atas punggung onta hingga punuknya tertunduk dan tak bisa bergerak.

5. Kalamulllah yang Maha Rahman sangat mulia, tidaklah sia-sia atau sepele.

6. Perkataan yang kuat, benar, bermanfaat dan jelas menurut Az-Jujaj

7. Perkataan yang berat bagi kaum munafikin, karena keburukan yang mereka rahasiakan terungkap, juga keburukan keyakinan mereka. Ini menurut Abu Ali Al Farisi.

8. Al-Quran merupakan kalamullah yang tetap, tidak akan mengalami perubahan sampai kapanpun. Karena Allah yang menjaganya (QS.Al-Hijr:9)

9. Akal manusia tak akan sanggup memahami semua ilmu Allah

10. Al-Quran meliputi ilmu-ilmu didalamnya sangat lengkap dan komprehensif

11. Menurut Imam As Suyuthi, makna dari Qaulan Tsaqila adalah:

{إنَّا سَنُلْقِي عَلَيْك قَوْلًا} قُرْآنًا {ثَقِيلًا} مُهِيبًا أَوْ شَدِيدًا لِمَا فِيهِ مِنْ التَّكَالِيف

Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan (yaitu Al-Qur’an) yang berat, atau kuat karena didalamnya terkandung taklif (beban –beban ibadah kepada hamba)[2]

12. Menurut Muhammad Sayid At Thantawi,” penyifatan Al-Qur’an dengan kata Tsaqil (berat) merupakan sifat yang hakiki, karena kandungan didalamnya ilmu yang bermanfaat, hidayah, hikmah, adab dan taklif (beban ibadah).[3]

13. Menurut Abdul Karim Yunus Khatib:

إن عهد النوم بالليل قد انتهى! فليوطّن النبي التي نفسه منذ الآن على الجهاد، وحمل هذا العبء، وليأخذ للموقف عدته، وإلّا ضعف عن حمل الرسالة، وأداء أمانة تبليغها، وقد علم أن إخوانه من الرسل، قد أبلغوا رسالات ربهم، وما كان له أن يقصر عنهم، وهو خاتمهم، وسيدهم

“Sesungguhnya masa-masa tidur sudah habis!, nabi mempersiapkan jiwanya dari sekarang untuk berjihad, memikul beban risalah, bersiap untuk berbagai tugas, jika tidak shalat malam, maka akan lemah dalam mengemban risalah dan menyampaikan dakwah, seperti diketahui bahwa nabi-nabi sebelumnya  juga telah menyampaikan risalah Rabbnya, mereka tidaklah menyia-nyiakan amanah itu, apalagi Nabi Muhammad sebagai penutup dan pemimpin para Nabi”[4]

KANDUNGAN AYAT 6

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)

“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (lebih khusyu’) dan bacaan pada waktu itu lebih berkesan.

1. Menurut Imam Al-Qurthubi:

 (إِنَّ ناشِئَةَ اللَّيْلِ) قَالَ الْعُلَمَاءُ: نَاشِئَةُ اللَّيْلِ أَيْ أَوْقَاتُهُ وَسَاعَاتُهُ، لِأَنَّ أَوْقَاتَهُ تَنْشَأُ أَوَّلًا فَأَوَّلًا، يُقَالُ: نَشَأَ الشَّيْءُ يَنْشَأُ: إِذَا ابْتَدَأَ وَأَقْبَلَ شيئا بعد شي

“Berkata para ulama: Nasyiatu Al Lail artinya waktu malam, atau jamnya” karena waktu bergerak bertahap, dikatakan “Nasya’a Syai’u-Yansya’: Jika mulai dan bertemu sedikit-demi sedikit”.[5]

2. Menurut Imam As-Syaukani:

أَنَّ الصَّلَاةَ فِي نَاشِئَةِ اللَّيْلِ أَثْقَلُ عَلَى الْمُصَلِّي مِنْ صَلَاةِ النَّهَارِ لِأَنَّ اللَّيْلَ لِلنَّوْمِ

“Sungguh shalat malam  lebih berat dari pada shalat pada waktu siang, karena waktu malam digunakan untuk tidur”.[6]

Bacaan  pada shalat malam lebih berkesan, lebih tenang dan khusyu, karena malam waktu yang lapang untuk beribadah, berbeda dengan siang hari yang penuh hiruk pikuk. Bacaan pada malam itu juga lebih mudah untuk menghadirkan hati dalam memahaminya dan damai.

3. Menurut As-Sa’di

{إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلا ثَقِيلا} أي: نوحي إليك هذا القرآن الثقيل، أي: العظيمة معانيه، الجليلة أوصافه، وما كان بهذا الوصف، حقيق أن يتهيأ له، ويرتل، ويتفكر فيما يشتمل عليه

“Kami akan wahyukan Al-Qur’an ini dengan  Tsaqila (berat): Agung maknanya, mulia sifatnya, tentu dengan sifat ini siap untuk siapa saja yang membaca, memikirkan apa yang terkandung didalamnya.[7]

KANDUNGAN AYAT -7

إِنَّ لَكَ فِي النَّهارِ سَبْحاً طَوِيلاً (7)

“Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”

Menurut Ibrahim Al-Qatthan:

ان لك في النهارِ وقتاً طويلاً تَصْرِفه في العملِ والاشتغال بأمور الرسالة، ففرّغ نفسَك في اللّيل لعبادةِ ربّك

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki waktu panjang di siang hari untuk bekerja dan beraktifitas dengan perintah risalah kenabian, maka luangkan waktu untuk dirimu sendiri pada malam hari, beribadah kepada Rabb-mu”.[8]

KESIMPULAN

  1. Shalat malam merupakan persiapan Nabi untuk mengemban tugas yang berat, menerima wahyu, menyampaikan risalah, dan berjihad dijalan Allah. Maka sudah sepantasnya kaum muslimin mencontoh Nabi dalam mempersiapkan diri, untuk mengemban tugas-tugas dakwah kedepan.
  2. Beban dakwah yang berat, jika hati terus terpaut kepada Allah dalam shalat malam, lalu memohon pertolongan Allah disaat banyak orang-orang tertidur, akan menambah optimisme dalam berjuang dan menggapai ketenangan hidup.
  3. Saat manusia mampu mengalahkan hawa nafsunya (tidur), bisa menguasai dirinya untuk tegak ibadah kepada Allah di waktu malam, itulah saat terbaik untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan dari Allah. Ia meninggalkan nafsunya, ia mendekati Allah, maka Allah akan limpahkan kebaikan-kebaikan-Nya.

والله أعلم

======

Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag


[1] Abu Muhammad Fakhrudin Ar-Razi (w.606H), Mafatihul Ghaib,( Beirut: Dar Ihya Turats, 1420H, 30/684

[2] Jalaludin Ahmad Al Mahaly (w. 864H) dan Jalaludin As Suyuthi (w. 911H), Tafsir Jalalain, Kairo, Darul Hadits, 1/773

[3] Muhammad Sayid Ath Thanthawi, Tafsir Al-Wasith Lil Quranil Karim, (mesir: Dar An Nahdhah, 1997, 15/157

[4] Abdul Karim Yunus Khatib (w.1390H), Tasir Al-Quran Al Karim, Kairo: Dar Al Fikr, 15/1251

[5] Tafsir Al-Qurthubi, 19/39

[6] Imam Sy Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, 5/380

[7] Abdurrahman As-Sa’di, Taisir Karim ar – Rahman, 1/892

[8] Ibrahim Al Qatthan (w.1404H), Taisir At Tafsir, 3.378

scroll to top