Fatwa Syaikh Dr. Abdul Hayy Yusuf As Sudani Hafizhahullah: “Orang yang mencela Mujahidin Gaza adalah Sifat Kaum Munafiqun”

💢💢💢💢💢💢💢💢

Syaikh ditanya oleh seseorang bernama ‘Adil Abdul Mun’im:

“Apa hukum orang yang mencela saudara-saudara kita di Gaza?”

Jawaban:

“Mencela para mujahid adalah sifat kaum munafiq. Kaum munafiq mencela para mujahidin, mencela para pimpinan mujahid, menciptakan keraguan atas niat mereka, dan menganggap bodoh perbuatan mereka. Inilah perilaku kaum munafiq sejak masa lalu.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

أَشِحَّةً عَلَيۡكُمۡۖ فَإِذَا جَآءَ ٱلۡخَوۡفُ رَأَيۡتَهُمۡ يَنظُرُونَ إِلَيۡكَ تَدُورُ أَعۡيُنُهُمۡ كَٱلَّذِي يُغۡشَىٰ عَلَيۡهِ مِنَ ٱلۡمَوۡتِۖ فَإِذَا ذَهَبَ ٱلۡخَوۡفُ سَلَقُوكُم بِأَلۡسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى ٱلۡخَيۡرِۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَمۡ يُؤۡمِنُواْ فَأَحۡبَطَ ٱللَّهُ أَعۡمَٰلَهُمۡۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٗا

Mereka (kaum munafiq) kikir terhadapmu. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka kikir untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah.

(QS. Al Ahzab: 19)

🌳🌿🌷🍃🌸🍀🌻

✍ Farid Numan Hasan

Ma’rifatullah (Memahami Ilmu Tentang Allah) adalah Ilmu Yang Paling Mulia

💢💢💢💢💢💢💢

Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:

أن شرف العلوم بشرف المعلوم فكلما كان المعلوم أشرف كان العلم أشرف فالعلم المتعلق بالله ومعرفة توحيده وعظمته وجلال صفاته أشرف العلوم لأن معلومه أشرف المعلومات

Ilmu yang paling mulia tergantung kemuliaan apa yang dipelajari. Maka, ketika ilmu yang paling mulia itu disebabkan hal yang dipelajari adalah hal yang paling mulia, maka ilmu yang terkait dengan Allah, memahami keesaanNya, keagunganNya, kemuliaan sifat-sifatNya adalah ilmu yang paling mulia, karena objek yang dipelajarinya adalah sebaik-baik objek pelajaran.

(Faidhul Qadir, 4/370)

Imam Al Qasthalani Rahimahullah berkata saat menerangkan ayat Qul Huwallahu Ahad:

وفيه دليل على شرف علم التوحيد، وكيف لا والعلم يشرف بشرف المعلوم ومعلوم هذا العلم هو الله وصفاته وما يجوز عليه وما لا يجوز عليه

Ini menjadi dalil kemuliaan ilmu tauhid, bagaimana tidak? Kemuliaan ilmu itu tergantung kemuliaan apa yang dipelajari. Dan yang dipelajari dalam ilmu ini adalah Allah, sifat-sifatNya, apa-apa yang layak bagiNya, dan apa-apa yang tidak layak bagiNya…

(Irsyad As Sari, 10/359)

Al ‘Allamah Yusuf al Qaradhawi Hafizhahullah berkata:

معرفة الله تبارك و تعالى و توحيده و تنزيهه هي أشرف المعارف و أفضل العلوم، كيف لا، هو الذي خلق الإنسان فسواه وعدله في أي صورة ما شاء ركبه، ثم تعهده بالكلاءة و الرعاية و الحفظ، كما قال سيدنا إبراهيم: ٱلَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهۡدِينِ، وَٱلَّذِي هُوَ يُطۡعِمُنِي وَيَسۡقِينِ، وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ ، وَٱلَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحۡيِينِ (الشعراء: ٧٨-٨١)، كيف لا و معرفة الله تعالى معرفة بمن منه البداية و اليه المصير..؟!

Ilmu tentang Allah Ta’ala, keesaanNya, dan kesucianNya, adalah ilmu pengetahuan yang paling mulia dan utama, bagaimana tidak? Dialah yang menciptakan manusia dalam bentuk yang imbang dan serasi sesuai yang dikehendakiNya, lalu Dia menjaga dan merawatnya dengan penuh setia. Sebagaimana perkataan Ibrahim ‘Alaihissalam: “(yaitu) Yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku, dan Yang memberi makan dan minum kepadaku; dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).” (QS. Asy Syu’ara: 78-81)

Bagaimana tidak? ma’rifatullah adalah ilmu tentang Allah, yang apa pun bermula dariNya dan kepadaNya akan kembali?

(Asma’ul Husna min Kitabihi wa Shahha ‘an Nabiyyihi, hal. 9)

Wallahul Muwaffiq Ilaa aqwamith

Wallahul Muwaffiq Ilaa aqwamith

🌳🌿🌷🍃🌸🍀🌻

✍ Farid Numan Hasan

Allah Ta’ala menyebut Yahudi berwatak: KERA

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Dalam Al Quran, Allah Ta’ala menceritakan manusia-manusia yang berwatak hewan. Casing mereka manusia, tapi watak dan sifatnya bagaikan hewan

📌 Allah Ta’ala menyebut “hewan ternak bahkan lebih parah” kepada para penghuni neraka jahanam yang saat di dunianya tidak menggunakan hati, mata, dan telinganya untuk memperhatikan ayat-ayatNya. (QS. Al An’am: 179)

📌 Dalam Al Quran, juga diceritakan tentang ulama (Bal’am bin Baa’ura) yang menukar agamanya dengan dunia, dengan sebutan bagaikan “anjing yang menjulurkan lidahnya,” dikasih makanan lidahnya menjulur, jika tidak dikasih juga menjulur. (QS. Al A’raf: 176)

📌 Allah Ta’ala juga menyebut watak MONYET/KERA kepada Yahudi. Kenapa?

📌 Mereka diperintahkan untuk ibadah di hari Sabtu (sabat). (QS. An Nahl: 124), ternyata mereka justru melanggarnya dengan mencari ikan yang muncul di permukaan sungai di hari sabtu. (QS. Al A’raf: 163)

📌 Akhirnya, Allah Ta’ala mengutuk mereka menjadi kera:

وَلَقَدۡ عَلِمۡتُمُ ٱلَّذِينَ ٱعۡتَدَوۡاْ مِنكُمۡ فِي ٱلسَّبۡتِ فَقُلۡنَا لَهُمۡ كُونُواْ قِرَدَةً خَٰسِـِٔينَ

Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat (sabtu), lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!”

(QS. Al-Baqarah: Ayat 65)

📌 Mujahid Rahimahullah berkata:

مُسِخَتْ قُلُوبُهُمْ، وَلَمْ يُمْسَخُوا قِرَدَةً، وَإِنَّمَا هُوَ مَثَلٌ ضَرَبَهُ اللَّهُ

“Hati (sifat) mereka diserupakan dengan kera, bukan merekanya menjadi kera, itu hanya permisalan dari Allah Ta’ala.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/289)

📌 Watak ini menjadi melekat kepada mereka, sehingga dalam ayat lain disebutkan:

قُلۡ هَلۡ أُنَبِّئُكُم بِشَرّٖ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ ٱللَّهِۚ مَن لَّعَنَهُ ٱللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيۡهِ وَجَعَلَ مِنۡهُمُ ٱلۡقِرَدَةَ وَٱلۡخَنَازِيرَ وَعَبَدَ ٱلطَّٰغُوتَۚ أُوْلَٰٓئِكَ شَرّٞ مَّكَانٗا وَأَضَلُّ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ

Katakanlah (Muhammad), “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang fasik) di sisi Allah? Yaitu, orang yang dilaknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan KERA dan BABI dan (orang yang) menyembah Thagµt.” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al-Ma’idah: 60)

📌 Al Wahidi Rahimahullah berkata:

فلمَّا نزلت هذه الآية عيَّر المسلمون اليهود وقالوا: يا إخوان القردة والخنازير فسكتوا وافتضحوا

Ketika ayat ini turun, kaum muslimin mencerca orang-orang Yahudi: “Wahai saudara-saudara kera dan babi”, mereka pun terdiam dan terbongkar kedoknya. (Al Wajiz, hal. 326)

📌 Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan Allah Ta’ala menjadikan rupa mereka seperti kera dan babi. Menurutnya, Yahudi yang muda menjadi kera, yang tua menjadi babi. Mereka hanya hidup tiga hari, tidak makan, tidak minum, dan tidak punya keturunan. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/289)

📌 Demikianlah watak mereka, sebagian ahli tafsir mengatakan itu bukan hanya watak tapi memang mereka dijadikan kera.

📌 Walau ayat ini menunjukkan tidak semua Yahudi dijadikan serupa kera, tapi kaum muslimin di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tetap memanggil mereka: “Wahai saudara-saudara kera!”

📌 Ternyata watak ini mereka buktikan sendiri disaat mereka melanggar gencatan senjata yang mereka inginkan sendiri.

Wallahul Muwaffiq Ilaa aqwamith

🌳🌿🌷🍃🌸🍀🌻

✍ Farid Numan Hasan

Shalat Lagi Setelah Shalat ‘Id

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Secara khusus, tidak ada riwayat bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat lagi setelah shalat’ id. Namun, bukan berarti terlarang bagi seseorang ingin shalat lagi di rumahnya baik shalat dhuha atau shalat mutlak.

Hal ini dilakukan sebagian salaf, seperti Abdullah bin Umar Radhiyallahu’ Anhuma.

Muhammad bin Ishaq berkata:

قُلْتُ لِنَافِعٍ : كَيْفَ كَانَ ابْنُ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – يَصْنَعُ يَوْمَ الْعِيدِ ؟ قَالَ : كَانَ يَشْهَدُ صَلاَةَ الْفَجْرِ مَعَ الإِمَامِ , ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى بَيْتِهِ فَيَغْتَسِلُ غُسْلَهُ مِنَ الْجَنَابَةِ ، وَيَلْبَسُ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ ، وَيَتَطَيَّبُ بِأَحْسَنِ مَا عِنْدَهُ ، ثُمَّ يَخْرُجُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى فَيَجْلِسَ فِيهِ حَتَّى يَجِيءَ الإِمَامُ ، فَإِذَا جَاءَ الإِمَامُ صَلَّى مَعَهُ ، ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَدْخُلُ مَسْجِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَيُصَلِّي فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ يَأْتِي بَيْتَهُ

Aku berkata kepada Naafi’: “Apa yang diperbuat Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma ketika hari raya?” Beliau menjawab: “Beliau shalat subuh berjamaah bersama imam, lalu dia pulang untuk mandi sebagaimana mandi janabah, lalu dia berpakaian yang terbaik, dan memakai wangi-wangian yang terbaik yang dia miliki, lalu dia keluar menuju lapangan tempat shalat lalu duduk sampai datangnya imam, lalu ketika imam datang dia shalat bersamanya (shalat ‘Id berjamaah), setelah itu dia menuju masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan shalat dua rakaat,” lalu pulang ke rumahnya.

(Imam Al Bushiri, Ittihaf Al Khairah, No. 1587)

Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri mengatakan: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dan Al Baihaqi dan isnadnya SHAHIH.” (At Tuhfah Al Ahwadzi, 3/59)

Maka, siapa yang ingin shalat dhuha silahkan, sebab shalat ‘id tidaklah menggugurkan kesunnahannya, sebab keduanya adalah shalat sunmah yang berdiri sendiri.

Syaikh Abdullah al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فصلاة العيد لا تنوب عن صلاة الضحى، فكلاهما عبادة مستقلة مطلوبة لذاتها, فصلاة الضحى من السنن الثابتة بفعل رسول الله صلى الله عليه وسلم وقد رغب في المواظبة عليها

Shalat ‘id tidaklah mewakili shalat dhuha, keduanya adalah ibadah berdiri sendiri yang sama-sama diperintahkan, shalat dhuha adalah sunnah yang pasti dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dianjurkan olehnya untuk menjaganya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 227446)

Demikian. Wallahu a’lam

🌳🌿🌷🍃🌸🍀🌻

✍ Farid Numan Hassan

scroll to top