Penjelasan Hadits Tentang Tidak Ada Penyakit Menular

Pertanyaan

Assalamualaikum wr wb .

Ustadz mohon ijin bertanya, mohon penjelasan terkait kalimat “tidak ada penyakit menular” dalam hadits berikut:

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada penyakit menular, tidak ada dampak dari thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada kesialan para bulan Shafar. Dan larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa” (HR. Bukhari no.5707)

Jazakallah khairan

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Hadits ini esensinya sdg membicarakan aqidah, bahwa segala keburukan tidaklah terjadi tanpa izin dan kehendak Allah Ta’ala.
Jika digabungkan dgn hadits-hadits lain, maka penyakit menular itu ada, misalnya:
Rasulullah ﷺ  bersabda:
 لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
Jangan campur antara Unta yang sakit dengan Unta yang sehat. (HR. Bukhari no. 5771)
Hadits ini disampaikan oleh Abu Hurairah, lalu kata Abu Salamah:
و انكر أبو هريرة حديث الأول
Abu Hurairah mengingkari hadits yang awal (maksudnya hadits: “tidak ada penyakit menular”). (Shahih Bukhari, no. 5771)
Dalam Shahih Muslim, disebutkan oleh Abu Salamah: “Aku tidak tahu apakah Abu Hurairah lupa, ataukah hadits yang satu menasakh hadits yang lainnya?” (Shahih Muslim no. 2221)
Maka, kompromi yang bagus adalah bahwa penyakit menular itu ada tapi tidaklah itu terjadi kecuali atas izin Allah Ta’ala.
Namun demikian, bukan berarti seorang muslim melupakan upaya2 nyata untuk menghindari penyakit.
Wallahu A’lam
Farid Nu’man Hasan

 

Berperang Semata-mata Ingin Mendapatkan Bayaran

Pertanyaan

assalamualaikum wrb.
Pak, saya mau nanya. kita sebagai muslim bisa gk ikut berperang karena di bayar. tapi bukan karena membela negara, keluarga dan agama. ya lebih tepatnya karena uang atau mencari nafkah. apakah kalau kita sebagai muslim ikut berperang tersebut dan mati. apakah kita masih syahid? karena tujuan kita itu mati karena Mencari uang dalam berperang tetapi bukan membela dari pihak negara tersebut. karena kan sekarang lagi konflik antara russia dan ukraina. jadi ada pihak dari russia yang punya organisasi yang namanya wagner pmc yang membayar orang yang bergabung di situ dengan bayaran yang besar setiap bulanannya. dan saya tergiur dengan itu apakah sah ya pak? dalam agama kita dengan pertanyaan di atas tadi? (Medan)

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Salah satu syarat diterimanya amal shalih adalah hendaknya amal itu ikhlas, tulus, bukan karena tujuan dunia.

Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“(Dialah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya…” (QS. Al Mulk (67): 2)

Siapakah yang paling baik amalnya?

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah (w. 728H) mengutip dari Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh (w. 187H) sebagai berikut:

قَالَ : أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ فَقِيلَ : يَا أَبَا عَلِيٍّ مَا أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ ؟ فَقَالَ : إنَّ الْعَمَلَ إذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ . وَإِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ حَتَّى يَكُونَ خَالِصًا صَوَابًا . وَالْخَالِصُ : أَنْ يَكُونَ لِلَّهِ وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُونَ عَلَى السُّنَّةِ . وَقَدْ رَوَى ابْنُ شَاهِينَ واللالكائي عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ : لَا يُقْبَلُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إلَّا بِنِيَّةِ وَلَا يُقْبَلُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إلَّا بِمُوَافَقَةِ السُّنَّة

(Yaitu) “yang paling ikhlas dan paling benar.” Ada orang bertanya: “Wahai Abu Ali, apakah yang paling ikhlas dan paling benar itu?” Dia menjawab:

“Sesungguhnya amal itu, jika benar tetapi tidak ikhlas, tidak akan diterima. Dan jika ikhlas tetapi tidak benar, juga tidak diterima. Sampai amal itu ikhlas dan benar. Ikhlas adalah menjadikan ibadah hanya untuk Allah, dan benar adalah sesuai dengan sunah. Ibnu Syahin dan Al Lalika’i meriwayatkan dari Said bin Jubeir, dia berkata: “Tidak akan diterima ucapan dan amal perbuatan, kecuali dengan niat, dan tidak akan diterima ucapan, perbuatan dan niat, kecuali bersesuaian dengan sunah.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 6/345)

Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga memberikan peringatan, dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ

“Barangsiapa diantara mereka beramal amalan akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian apa-apa di akhirat.”

(HR. Ahmad No. 20275. Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad adalah shahih, Majma’ Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Maka dari itu jika seseorang berperang hanya karena bertujuan bayaran atau harta rampasan perang, maka dia tidak mendapatkan apa-apa di akhirat, sia-sia, bahkan kebalikannya dia berdosa dan mendapatkan siksa.

Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.

Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud (11): 15-16)

Bahkan dalam hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Muslim, An-Nasa’i, Imam Ahmad dan Baihaqi dijelaskan, orang pertama yang dipanggil menghadap Allah. Ia seorang pria yang mati syahid. Saat di Yaumul hisab, Allah Ta’ala bertanya, “Apa yang telah kau lakukan dengan berbagai nikmat itu?” Mujahid itu menjawab, “Saya telah berperang karena-Mu sehingga saya mati syahid.”

Allah Ta’ala pun menyangkalnya, “Kau berdusta. Kau berperang agar namamu disebut manusia sebagai orang pemberani. Dan ternyata kamu telah disebut-sebut demikian.” Mujahid itu pun diseret wajahnya dan dilempar ke jahanam.

Oleh karenanya, jika seseorang ingin berjihad maka lakukanlah untuk meninggikan kalimat Allah Ta’ala, meninggikan Islam, atau yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaih Wa Sallam untuk dibela dan menjadi mati syahid jika mati membelanya seperti mati melindungi keluarga, agama, kehormatan, dan hartanya.

Ada pun tentara reguler yang ada di sebuah negeri muslim, mereka mencintai tanah airnya, dan mereka digaji bulanan, lalu mereka berjihad membela negerinya yang merupakan salah satu bumi Allah Ta’ala, maka “gaji” bulanan tersebut tidaklah sama dengan orang yang berperang semata-mata mengincar bayaran seperti tentara bayaran. Sebab gaji itu adalah hak mereka sebagaimana pegawai negara, dan hak yg mereka terima tidak dimaknai menganulir ketulusan mereka dalam membela agama, atau negerinya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Membaca Surat yang Sama di Rakaat Pertama dan Kedua

Pertanyaan

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh ustadz, semoga selalu sehat dan dalam lindungan Allah Azza Wa Jalla. Jika kita membaca surah yg di rakaat pertama dan kedua sama di shalat wajib apakah kita harus sujud sahwi?Jazakallah khoir ustadz

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Maksudnya rakaat pertama dan rakaat kedua, surah yang dibaca sama? Misal rakaat 1 Al Ikhlas, rakaat 2 Al Ikhlas lagi?..

Tidak apa-apa.. Itu pernah dilalukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, juga dilakukan sahabatnya dan Beliau membolehkannya..

أَنَّ رَجُلًا مِنْ جُهَيْنَةَ أَخْبَرَهُ
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ إِذَا زُلْزِلَتْ الْأَرْضُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا فَلَا أَدْرِي أَنَسِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْ قَرَأَ ذَلِكَ عَمْدًا

Bahwa seseorang laki-laki dari Juhainah memberitahukan kepadanya bahwa dirinya telah mendengar Nabi ﷺ membaca dalam shalat Subuh “IDZA ZULZILATIL-ARDHU ZILZALAHA” di kedua rakaatnya, aku tidak tahu apakah Rasulullah ﷺ lupa ataukah beliau memang sengaja.”

(HR. Abu Daud no. 816, hadits hasan)

Dalam Al Mausu’ah disebutkan:

” ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ إلَى أَنَّهُ : لَا بَأْسَ لِلْمُصَلِّي أَنْ يُكَرِّرَ السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ الَّتِي قَرَأَهَا فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى ” انتهى

Mayoritas ulama dari Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, mereka mengatakan bolehnya mengulang surat yang sama yg ditelah dibaca di rakaat pertama. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 25/290)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Salat Tidak di Awal Waktu Apakah Disebut Orang yang Lalai?

PERTANYAAN

Bila kita sholat tdk diawal waktu , lalu di jam brp sdh di vonis sbg orang2 yg lalai atau bermaksiat krn mengulur2 waktu??

JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Idealnya adalah shalat di awal waktunya. Sebagaimana pertanyaan Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu tentang amal yang paling disukai Allah Ta’ala, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab:

الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا

Shalat tepat pada waktunya. (HR. Bukhari no. 527)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga memberikan nasihat:

صَلِّ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا

Shalatlah tepat pada waktunya.(HR. Muslim no. 648)

Namun, demikian jika tidak diawal waktu, baik karena uzur atau tidak, shalatnya tetap sah dan tidak mengapa. Yang haram adalah jika dia shalat SETELAH HABIS waktunya tanpa uzur.

Itulah yg dikecam dalam firmanNya:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang saahuun (lalai) terhadap shalatnya. (QS. Al-Ma’un, Ayat 4-5)

Imam Ibnu Jarir Rahimahullah mengatakan:

عني بذلك أنهم يؤخرونها عن وقتها، فلا يصلونها إلا بعد خروج وقتها

Maknanya, bahwa mereka mengakhirkan shalat dari waktunya, mereka tidaklah shalat kecuali setelah keluar dari waktunya. (Tafsir Ath Thabariy, 10/8786)

Dalam Al Mausu’ah:

اتفق الفقهاء على تحريم تأخير الصلاة حتى يخرج وقتها بلا عذر شرعي

Para fuqaha sepakat haramnya menunda shalat sampai habis waktunya tanpa uzur syar’iy. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 10/8)

Sedangkan jika shalatnya masih di rentang waktu shalat, walau tidak di awal waktu, itu tidak apa-apa. Tidak dikatakan saahuun (lalai dari shalatnya), walau dia tidak dapat keutamaan di awal waktu.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

(QS. An-Nisa’, Ayat 103)

Sehingga selama shalat dilakukan di interval waktu shalat tersebut, belum masuk waktu shalat berikutnya, maka sah dan boleh.

Dalam hadits:

إن للصلاة أولا وآخرا، وإن أول وقت الظهر حين تزول الشمس، وإن آخر وقتها حين يدخل وقت العصر..

Shalat itu ada awal waktunya dan akhirnya, awal waktu zhuhur adalah saat tergelincir matahari, waktu akhirnya adalah saat masuk waktu ashar .. *(HR. Ahmad no. 7172, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Ta’liq Musnad Ahmad, no. 7172)*

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

يجوز تأخير الصلاة إلى آخر وقتها بلا خلاف، فقد دل الكتاب، والسنة، وأقوال أهل العلم على جواز تأخير الصلاة إلى آخر وقتها، ولا أعلم أحداً قال بتحريم ذلك

Dibolehkan menunda shalat sampai akhir waktunya tanpa adanya perselisihan, hal itu berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Perkataan para ulama juga membolehkan menunda sampai akhir waktunya, tidak ada seorang ulama yang mengatakan haram hal itu. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/58)

Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

وقد بين النبي صلى الله عليه وسلم مواقيتها من كذا إلى كذا فمن أداها فيما بين أول الوقت وآخره فقد صلاها في الزمن الموقوت لها

Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa waktu shalat itu sejak waktu ini ke ini, maka barang siapa yang menjalankan di antara awal waktu dan akhirnya, maka dia telah menunaikan di waktu yang telah ditentukan.

(Majmu’ Al Fatawa wa Rasail, Jilid. 12, Bab Shalat)

Demikian. Wallahu a’lam

Farid Nu’man Hasan

scroll to top