Hijab Pada Pesta Pernikahan

Pertanyaan

Assalammu’alaykum ust , Afwan minkum sblmnya, mhn minta wkt nya lagi ya ust untk bantu jawab pertanyaan ini…

Iya ust, apa hukum nya acara resepsi dgn dibuat hijab / pembatas antara tamu undangan laki2 dan perempuan??

Pihak penyelenggara baik dr pihak perempuan dan laki2 adalah mayoritas aktivis dakwah yg dgn kata lain resepsi sebenarnya sangat mungkin bisa dibuat hijab tp krn pemahaman mereka itu tdk perlu ya itu dianggap biasa atau tdk penting…

Mhn penjelasannya ust

Jazakallah khoiran katsiron ya ust


Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Penggunaan hijab untuk memisahkan tamu laki-laki dan perempuan dalam walimah, adalah bagian dari saddudz dzara’i, yaitu tindakan preventif untuk menghindari hal-hal yang diharamkan. Seperti ikhtilat, berdesakan antara laki dan perempuan yang bukan mahram. Apalagi kondisi tamu yang beragam, tidak semua paham Islam, tidak semua busananya pantas, sehingga mesti diatur.

Hal ini bisa menjadi model dan contoh baik, dan bernilai dakwah, apalagi jika yang nikah dan panitianya adalah aktivis dakwah, tentu mereka seharusnya lebih bisa memberikan contoh.

Beberapa kasus di zaman nabi menunjukkan bahwa saat itu tamu disambut oleh pengantinnya, seperti pernikahan Rubayyi’ binti Muawwidz Radhiallahu ‘Anha, beliau sebagai pengantin perempuan dan beliau menyambut kedatangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabat. Lalu memanggil para jariyah untuk menghibur tamu. Hadits ini shahih dalam Sunan An Nasa’i.

Kisah ini menunjukkan tidak adanya hijab saat itu, namun tentu tidaklah sama antara manusia zaman itu dengan orang-orang sekarang. Baik dari sisi kualitas, kesopanan pakaian, kemampuan menahan pandangan dan hati. Maka, hendaknya menutup pintu fitnah serapat mungkin.

KECUALI, jika kondisinya tidak mungkin dipisah, karena adanya penolakan keras dari pihak ortua, atau keluarga besar, sementara posisi pengantin lemah, maka tidak apa-apa diambil jalan tengah yaitu hijabnya dengan pot pepohonan atau taman. Sehingga nampak indah namun fungsi pemisahan tetap berlangsung.

Wallahu A’lam

Farid Nu’man

Menghilangkan Najis di Lantai Atau Karpet

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustadz. Semoga ustadz selalu dalam lindungan Allah. Ustadz, saya ingin bertanya tentang mencuci/menyucikan najis. Misalnya ada kencing di lantai atau karpet, apakah harus disiram/dialirkan air, atau boleh dilap saja dengan kain/pel basah sampai bau/warnanya hilang? Soalnya kalau dialirkan air, airnya menyebar kemana2 ustadz.

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Proses menghilangkan najis adalah dengan air. Jika diawali dengan kain, atau tisue, lalu setelah itu dicuci dengan air, tidak apa-apa dan sudah cukup.

Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala tentang fungsi air:

وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِۦ وَيُذۡهِبَ عَنكُمۡ رِجۡزَ ٱلشَّيۡطَٰنِ وَلِيَرۡبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمۡ وَيُثَبِّتَ بِهِ ٱلۡأَقۡدَامَ

“… dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).”

(QS. Al-Anfal, Ayat 11)

Juga hadits:

عن أسماءَ رَضِيَ اللهُ عنها، قالت: ((جاءتِ امرأةٌ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقالت: أرأيتَ إحدانا تحيضُ في الثَّوبِ، كيف تصنَعُ؟ قال: تَحُتُّه، ثم تَقرُصُه بالماءِ ، وتَنضَحُه، وتصلِّي فيه

Asma Radhiyallahu ‘Anha bercerita: datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bertanya: “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami pakaiannya ada yang kena darah haid, apa yang mesti kami lakukan?” Beliau menjawab: “Keriklah, lalu cuci pakai air, lalu siram, dan silahkan dipakai buat shalat.”

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Oleh karena mayoritas ulama, mengatakan menggunakan air adalah syarat sahnya izalah najasah (menghilangkan najis), kecuali istinja atas apa yang keluar dari dua jalan (kemaluan dan dubur).

Ini adalah pendapat Malikiyah (Al Hathab, Mawahib al Jalil, 1/234), Syafi’iyah (Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 1/85), Hambaliyah (Al Buhuti, Kasysyaf al Qina’, 1/181), juga pendapat Zufar dan Muhammad bin Hasan dari kalangan Hanafiyah. (Bada’i Shana’i, 1/83)

Sementara kelompok lain mengatakan air bukanlah syarat sahnya menghilangkan najis, bagi mereka najis bisa dihilangkan dengan benda apa pun yang juga suci. Inilah pendapat resmi Hanafiyah (Ibnu Nujaim, Bahr ar Raiq, 1/233), salah satu riwayat dari Imam Ahmad (Ibnu Qudamah, Al Mughni, 1/9), Daud Azh Zhahiri (Al Mardawi, Al Inshaf, 1/223), Ibnu Taimiyah (Majmu’ al Fatawa, 21/475).

Untuk kasus yang ditanyakan, jika najis tersebut sudah dihilangkan dengan lap atau tisue, lalu dengan air, maka itu sudah cukup. Inilah yang aman dan pendapat umumnya ulama.

Jika seandainya langsung dengan air, tanpa dihilangkan dulu dengan lap, tapi air itu banyak, dan bisa menghilangkan jejak najisnya baik bau, rasa, dan warna, maka itu juga sudah cukup.

Demikian. Wallahu a’lam

Farid Nu’man

Muslimah Berjilbab Tapi Merokok

Pertanyaan

Assalaamualaykum ustadz izin bertanya.. bagaimana hukumnya wanita berjilbab tp merokok? Pdhl sudah berumur tadz, mau negur ngga enak

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Umumnya ulama hari ini menyatakan rokok itu haram. Memang ada sebagian kecil yang menyatakan mubah dan makruh. Alasan mereka sederhana, yaitu tidak ada ayat atau hadits yang tegas dan lugas mengharamkan rokok.

Tapi mayoritas ulama mengatakan, haramnya rokok (atau apa pun yang merusak manusia) secara tidak langsung disebut dalam Al Quran dan As Sunnah.

1. Larangan membunuh diri sendiri, laa taqtuluu anfusakum – jangan bunuh dirimu sendiri.. Maka rokok termasuk di dalamnya

2. Larangan sengaja membinasakan diri, walaa tulku biaydiikum ilat tahlukah (janganlah menjerumuskan diri sendiri ke jurang kebinasaan). Maka rokok termasuk di dalamnya. Hanya org bodoh yg sengaja meracuni diri sendiri.

3. Larangan berbuat mubadzir (membelanjakan harta utk hal yang sia-sia) karena mubadzir perbuatan syetan

Ada 3 dharar (bahaya) rokok:

1. Dharar jasadi (bahaya fisik) yaitu bahaya bagi kesehatan tubuh, ini sudah sama-sama diketahui. Rokok mengandung sampai 3000 racun, 200nya lebih bahaya dibanding asap kendaraan motor.

2. Dharar nafsi (bahaya bagi jiwa) yaitu kecanduan

3. Dharar maali (bahaya harta) yaitu mubadzir..

Satu dharar saja sudah cukup membuatnya terlarang apalagi sampai tiga. Bagi laki-laki yang sudah kecanduan rokok, selain dipahamkan tentang bahaya dan hukumnya, beritahukan juga bahaya bagi keluarga atau anak-anak di rumah yang perokok pasif.

Ini berlaku bagi semua muslim dan muslimah.. Yg berjilbab, tentunya mesti menjaga citra jilbabnya.. Sebagaimana yang kiayi pun mesti menjaga citra keulamaannya..

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Salah Lihat Tanggal, Bagaimana Puasa Sunnahnya?

Pertanyaan

Assalammu’alaykum ust… minta waktu dan ilmu nya.. afwan sdh ganggu lagi.

Begini ust, ada teman kantor bilang bhw dia hari ini shaum syawal terakhirnya yg ke-6 , dia melihat kelender islam dirumah nya bhw hari ini masih syawal tgl 30, sedangkan besok baru tgl 1 Dzulqa’dahnya…

Waktu sholat subuh dia melihat di layar tv mesjid ada tgl islam bwh hari ini adalah tgl 1 Dzulqa’dah , kaget dia… lalu dia cari di internet benar bhw hari ini tgl 1 Dzulqa’dah…

Pertanyaan nya gimana dgn shaum syawal nya hari ini?? Lalu gimn dgn perjuangan dia menyelesaikan shaum syawal nya apa tetap mendapatkan keutamaan seandainya dia membatalkan shaum syawalnya hari ini??

Jazakallah khoiran katsiro ust


Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Lanjutkan saja, sesuai apa yang sudah dia niatkan.. Semoga apa yang dia lakukan tetap mendapatkan nilai sesuai yg dia niatkan, jika memang ada halangan syar’i yang membuatnya tertunda shaum syawwalnya..

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من أتى فراشه وهو ينوي أن يقوم يصلي من الليل فغلبته عينه حتى يصبح كتب له ما نوى

“Barang siapa yang mendatangi kasurnya dan dia berniat untuk melaksanakan shalat malam, tapi dia tertidur hingga pagi, maka dia tetap mendapatkan apa yang diniatkannya.”

(HR. Ibnu Majah No. 1344, dari Abu Dzar. Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan: shahih. Lihat Takhrijul Ihya’, no. 1133)

– Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

“Barang siapa yang berhasrat melakukan kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan. “ (HR. Muslim no. 130, dari Abu Hurairah )

– Hadits lain:

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ

“Niat seorang mu’min lebih baik dari pada amalnya.”

(HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, 6/185-186, dari Sahl bin Sa’ad as Saidi. Imam Al Haitsami mengatakan: “ Rijal hadits ini mautsuqun (terpercaya), kecuali Hatim bin ‘Ibad bin Dinar Al Jursyi, saya belum melihat ada yang menyebutkan biografinya.” Lihat Majma’ Az Zawaid, 1/61)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

scroll to top