Jika Bangun dan Tidurmu Bersama Al Quran, Maka Kamu Dalam Kebaikan

إذا كان آخر عملِك َ قبل أن تأوي إلى فراشك مراجعة وِردِك من القرآن ، وأول عملك عندما تقوم من فراشك مراجعة وردك من القرآن ، فاعلم أنك في خيرٍ وعلى خير ، وأنّ ربك عز وجلّ ما أشغَلَك بكلامه صباح مساء إلا لاصطفائه لك وعُلُوّ قدْرِك عنده ، فذلك قوله سبحانه: “ثم أورثنا الكتاب الذين اصطفينا من عبادنا”…. فتأمل !

Jika akhir aktivitasmu sebelum mendatangi pembaringan adalah memuraja’ah wiridmu dari Al Qur’an, dan awal aktivitasmu ketika bangun darinya juga wiridmu dari Al Qur’an maka ketahuilah bahwa engkau berada di dalam kebaikan dan di atas kebaikan.

Sesungguhnya Tuhanmu tidaklah menyibukkan dirimu dengan kalam-Nya pagi dan sore melainkan karena kamu telah dipilih oleh-Nya dan mengangkat derajatmu di sisi-Nya.

Begitulah yang tertera dalam firman-Nya: “Kemudian kami wariskan Al Quran kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami…” Maka renungkanlah!

(Syaikh Dr. Washfi Abu Zaid Hafizhahullah)

✍️ Farid Nu’man Hasan

Ada Perbedaan Awal Puasa, I’tikaf Tiap Malam Agar Dapat Lailaqtul Qadar?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Bismillah, izin bertanya Ustadzy mhn maaf bila sblmnya pernah dibahas pertanyaan ini..

Terkait awal Ramadhan yg berbeda ada pendapat yg mengatakan malam (itikaf) ganjilnya juga berbeda, jadi kita i’tikaf tiap malam saja bagaimana dgn pendapat ini ust? Apakah seperti itu? Atau fokus ke tgl ganjil masing²

Syukron wa barakallahufiik

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Bismillahirrahmanirrahim..

I’tikaf itu idealnya memang 10 hari, baik genap dan ganjil, bukan hanya malam tapi juga pagi dan siang.

Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171)

Bahkan di akhir hayatnya, Rasulullah ﷺ melakukannya 20 hari ..

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694)

Orang yang fokus hanya di malam ganjil-ganjil saja -walau itu boleh-boleh saja- adalah pemahaman yang keliru. Sehingga mereka menganggap tidak penting malam genap. Padahal bukan mustahil Laikatul Qadar di malam genap sebagaimana pendapat Ibnu Abbas.


✍️ Farid Nu’man Hasan

 

Risalah Shalat Ghaib

Imam Bukhari meriwayatkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah Saw. mengumumkan atas wafatnya Najasyi di hari kematiannya, dan Beliau keluar menuju lapangan bersama mereka (para sahabat) lalu membuat barisan dan bertakbir empat kali.

(HR. Bukhari No. 1333)

Hadits ini menjadi dasar sebagian ulama atas disyariatkannya shalat ghaib.

Hadits ini juga menunjukkan kehadiran mayat dalam shalat jenazah bukanlah syarat sahnya shalat jenazah, inilah yang kemudian disebut dengan shalat ghaib, karena mayatnya tidak di tempat. Demikianlah yang disepakati Syafi’iyyah dan Hanabilah (Hambaliyah).

Dalam al Mausu’ah tertulis:

وَوَافَقَ الشَّافِعِيَّةُ الْحَنَابِلَةَ عَلَى عَدَمِ اشْتِرَاطِ حُضُورِهِ، وَتَجْوِيزِ الصَّلاَةِ عَلَى الْغَائِبِ

Syafi’iyyah dan Hanabilah sepakat tidak disyaratkannya kehadiran mayat dalam shalat jenazah, sehingga pelaksanaan shalat secara ghaib (ketidak hadiran mayat). (Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah, 16/20)

Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat, shalat ghaib khusus buat Najasyi saja, tidak bagi yang lainnya.

Hal itu dijawab sebagai berikut:

وذهبت الشافعية والحنابلة إلى مشروعية الصلاة على الميت الغائب وتمسكوا بصلاة الرسول – صلى الله عليه وسلم – وصحابته على النجاشي عند موته ولا يرون خصوصيتها به لعدم النص على ذلك، وقالوا : الأصل في الأحكام العموم وعدم الخصوصية

Kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat disyariatkannya shalat ghaib, berdasarkan riwayat shalatnya Rasulullah Saw. bersama sahabatnya untuk Najasyi ketika hari wafatnya. Mereka tidak menilai bahwa ini khusus bagi dia saja, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan itu. Mereka mengatakan: asal dari hukum adalah berlaku keumumannya, dan tidak secara khusus.

(Syaikh Abdullah Su’ud al Funaisan, Al Khulashah fi Ahkamisy Syahid, 2/223)

Mayatnya pun berlaku bagi pria, laki, anak-anak, tua dan muda:

فإن الصلاة على الغائب (أي: المسلم الذي مات في بلد آخر) جائزة، فقد روى الشيخان صلاة النبي صلى الله عليه وسلم والصحابة معه على النجاشي لما مات في الحبشة.وتصلى صلاة الغائب على كل مَن تُصلى عليه صلاة الجنازة، وهو: كل مسلم مات: ذكراً كان أم أنثى، صغيراً كان أم كبيراً، باتفاق الفقهاء

Sesungguhnya Shalat Ghaib (yaitu shalat kepada muslim yang wafat di negeri lain) adalah boleh. Telah diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari dan Muslim) tentang shalatnya Nabi Saw. dan para sahabat bersamanya terhadap mayat Najasyi yang wafat di Habasyah.

Dilakukannya shalat ghaib adalah untuk setiap orang yang dishalatkan jenazahnya, dia adalah setiap muslim yang wafat, baik laki-laki atau wanita, anak-anak atau orang tua, menurut kesepakatan para fuqaha.

(Al Khulashah fi Ahkamisy Syahid, 2/141)

Demikian. Wallahu A’lam


✍️ Farid Nu’man Hasan

Cerebral Palsy, Wajibkah Sholat Untuknya?

✉️❔PERTANYAAN

Apakah anak yg mengalami kelumpuhan otak atau cerebral palsy berkewajiban untuk solat (Es-Bekasi)

✒️❕JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika fungsi akalnya tidak berjalan dengan baik, sehingga tidak bisa membedakan malam, siang, dan waktu-waktu shalat, dll, maka dia tidak ada beban syariat. Sebab syarat-syarat menjalankan syariat seperti shalat adalah ‘AQIL (berakal), maksudnya akalnya berfungsi sebagaimana mestinya.

Tapi, jika penderita Cerebral Palsy akalnya bisa berfungsi atau setengah berfungsi, dan dia masih bisa diajarkan walau berat, maka ajarkan dan jalankan semampunya.

Allah Ta’ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertaqwalah kamu semampu kamu (QS. At Taghabun: 16)

Ayat lain:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, Dia tidak menghendaki kesulitan bagimu. (QS. Al Baqarah: 185)

Ayat lain:

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya. (QS. Al Baqarah: 286)

Dalam hadits juga Rasulullah ﷺ bersabda:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka, jika aku memerintahkan kamu terhadap sesuatu, jalankanlah sejauh yang kalian mampu. (HR. Muslim no. 1337)

Demikian. Wallahu A’lam


✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top