Cowok Pakai Cadar Supaya Ikut Pengajian Muslimah

Bismillahirrahmanirrahim..

 Tentunya tidak terlarang seorang laki-laki yg ingin hadir dalam sebuah majelis ta’lim atau pengajian muslimah, asalkan tetap menjaga adab-adabnya, dan terpisah posisinya.

 Sebagaimana pengajian ibu-ibu BKMT di masjid-masjid biasanya juga dihadiri bapak-bapak pengurus DKM atau RT sebagai turut mengundang. Ini hal biasa.

 Tetapi jika seorang laki-laki hadir ke pengajian muslimah dengan berpura-pura menjadi muslimah, baik berjilbab atau bercadar.

 Maka, ini menjadi masalahnya, walau tujuannya baik agar bisa ikut pengajian -tujuan baiknya tentu dihargai. Namun tujuan dan niat yang baik tidak boleh dijalankan dengan cara yg salah dan tidak baik.

 Sebab, Rasulullah ﷺ melarang laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya.

ِعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma mengatakan, Nabi ﷺ melaknat laki-laki yang menyerupai wanita (waria) dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (HR. Bukhari no. 6834)

 Di sisi lain, seharusnya muslimah yang hadir JIKA tahu ada laki-laki yang menyamar hendaknya mereka tidak diam tapi menasihatinya dan memerintahkan agar berpisah dengan barisan muslimah, atau hendaknya bergabung dgn jamaah laki-laki pada tempatnya atau waktunya yg lain. Hal ini untuk menekan potensi kejahatan yg bisa saja terjadi.

 Wal hasil, Semoga hal ini tidak terulang dan umat Islam semakin ghirah belajar agama dan tetap disiplin terhadap syariat.

Wallahu A’lam wa ‘alaihit Tuklan

✍️ Farid Nu’man Hasan

Anak Laki-Laki Memandikan Jenazah Ibunya

✉️❔PERTANYAAN

Jaya Muryadi: Assalamualaikum. Izin bertanya ustadz  :
Apakah benar ada larangan anak laki-laki memandikan jenazah ibunya, dan sebaliknya anak perempuan terlarang memandikan jenazah ayahnya dengan alasan malu, (dikiaskan seperti jenazah masih hidup, malu bila dimandikan oleh anak kandungnya (?)
Mohon penjelasannya ustadz, mohon maaf, terima kasih

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Kebolehan lawan jenis memandikan jenazah hanya pada suami kepada istri dan kebalikannya.  Tidak berlaku pada ayah ke anak putri atau anak putra ke ibunya, kecuali darurat atau tidak ada org lain. Tentunya yg diutamakan adalah yang paham tatacaranya dan dia amanah.

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid mengatakan:

لا يجوز للرجل أن يُغسل أمه ، ولا يجوز للأم أن تغسل ولدها ، وكذلك لا يجوز للرجل أن يُغسل ابنته ، فإن الرجل لا يُغسل المرأة ولو كانت من محارمه ، إلا الزوجة يجوز لها أن تُغسل زوجها ، وكذلك الزوج يجوز له غُسل زوجته ، وما عدا ذلك لا ، فالرجل لا يُغسله إلا الرجال ، والمرأة لا يُغسلها إلا النساء . أما الذكر الذي لم يبلغ سبع سنين فيجوز للمرأة غُسله ، وكذلك البنت إذا لم تبلغ سبع سنين يجوز للرجل غُسلها . أما إذا بلغ الولد سبع سنين والبنت كذلك ، فإن الرجال يُغسلون الولد والنساء يُغسلن البنت ، والحاصل : أنه لا يجوز للرجل تغسيل المرأة ولا المرأة تغسيل الرجل إلا الزوجين

Tidak boleh bagi laki-laki memandikan ibunya, tidak boleh pula seorang ibu memandikan anak laki-lakinya. Demikian pula tidak boleh bagi laki-laki memandikan anak perempuannya, maka laki-laki tidak boleh memandikan perempuan walau itu mahramnya, kecuali bagi seorang istri boleh memandikan suaminya, demikian pula suami boleh memandikan istrinya, selain itu tidak boleh. Jadi, laki-laki tidaklah memandikan kecuali laki-laki, dan perempuan tidaklah memandikan kecuali perempuan.Ada pun laki-laki yang belum sampai tujuh tahun maka boleh dimandikan wanita, demikian pula wanita yang belum sampai tujuh tahun boleh dimandikan laki-laki. Ada pun jika anak laki sudah mencapai tujuh tahun dan demikian pula anak perempuan maka kaum laki-laki hanya memandikan anak laki-laki, dan kaum perempuan memandikan anak perempuan. Kesimpulannya: tidak boleh bagi laki-laki memandikan perempuan, tidak boleh pula wanita memandikan perempuan, kecuali bagi suami-istri.

(Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid, Al-Islam Su’al wa Jawab no. 11448).

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah:

الأْصْل أَنَّهُ لاَ يُغَسِّل الرِّجَال إِلاَّ الرِّجَال، وَلاَ النِّسَاءَ إِلاَّ النِّسَاءُ؛ لأِنَّ نَظَرَ النَّوْعِ إِلَى النَّوْعِ نَفْسِهِ أَهْوَنُ، وَحُرْمَةُ الْمَسِّ ثَابِتَةٌ حَالَةَ الْحَيَاةِ، فَكَذَا بَعْدَ الْمَوْتِ. وَاخْتَلَفُوا فِي التَّرْتِيبِ. فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِلْغَاسِل أَنْ يَكُونَ أَقْرَبَ النَّاسِ إِلَى الْمَيِّتِ، فَإِنْ لَمْ يَعْلَمِ الْغُسْل فَأَهْل الأْمَانَةِ وَالْوَرَعِ

Pada dasarnya tidaklah mayit laki-laki dimandikan kecuali oleh laki-laki, dan wanita juga demikian, karena pertimbangannya memandikan sesama jenis itu lebih ringan, dan keharaman menyentuh itu tetap ada pada kondisi hidup dan setelah matinya. Mereka (ulama) berbeda pendapat tentang urutan (siapa yang paling berhak). Hanafiyah mengatakan yang disunnahkan adalah yang lebih dekat kekerabatannya dengan si mayit, namun jika dia tidak tahu bagaimana memandikan, maka diberikan kepada orang yang amanah dan wara’. (Al Mausu’ah, jilid. 13, hal. 56)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

وينبغي أن يكون الغاسل ثقة أمينا صالحا، لينشر ما يراه من الخير، ويستر ما يظهر له من الشر. فعند ابن ماجه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ” ليغسل موتاكم المأمونون “

Sepatutnya orang yang memandikan adalah orang yang terpercaya, amanah, dan shalih. Supaya jika ada kebaikan yang dilihatnya dia bisa sebarkan, dan dia menutup jika ada keburukan yang Nampak. Dalam hadits Ibnu Majah, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda: “Hendaknya yang memandikan mayat kalian adalah orang-orang yang amanah.” (Fiqhus Sunnah, jilid. 1, hal. 514)

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Doa Ketika Membasuh Anggota Tubuh Tertentu Saat Wudhu

✉️❔PERTANYAAN

Ustadz… Saya mau bertanya, adakah pembahasan tentang hukum bacaan doa di setiap gerakan dalam wudhu?

✒️❕JAWABAN

Tidak ada dalam Al-Quran dan As- Sunnah tentang bacaan khusus pada anggota wudhu. Imam An Nawawi mengatakan:

وأما الدعاء على أعضاء الوضوء فلم يجئ فيه شيء عن النبي صلى الله عليه وسلم

Ada pun doa pada anggota wudhu tidak ada riwayat sedikitpun yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. (Al Adzkar, hal. 75)

Namun menurut An Nawawi hal itu dilakukan kalangan salaf:

وقد قال الفقهاء: يُستحبّ فيه دعوات جاءتْ عن السلف وزادوا ونقصوا فيها

Para Fuqaha berkata: disunnahkan padanya (wudhu) doa-doa yang datangnya dari salaf, mereka menambahkan dan mengurangi. (Ibid, hal. 75-76)

Oleh karena itu Al Adzra’i berkata dalam Al Mutawasith:

لا ينبغي تركه، ولا يعتقد أنه سنة، فإن الظاهر أنه لم يثبت فيه شيء

Tidak sepatutnya hal itu ditinggalkan, namun tidak meyakininya sebagai Sunnah Nabi, sebab sebenarnya tidak ada satu pun yang shahih tentang itu. (selesai)

Rincian bacaan doa-doa tersebut ada dalam kitab Al Adzkar-nya An Nawawi, juga para ulama Syafi’iyah lainnya seperti Al Ghazali, Ar Rafi’i, dll.

Siapa yang membacanya silahkan dengan syarat tidak menganggap sebagai Sunnah dari nabi, siapa yang tidak membacanya silahkan. Masalah ini lapang.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Larangan Berada di Tempat Yang Mengandung Maksiat

Bismillahirrahmanirrahim..

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah duduk di majlis yang di mejanya diedarkan khamar. (HR. At Tirmidzi no. 1801)

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Hakim, Imam Dzahabi, dan dinyatakan jayyid (bagus) oleh Imam Ibnu Hajar.

Substansi hadits ini adalah larangan berada di tempat yg di dalamnya terdapat sarana maksiat seperti khamr (miras), atau lainnya seperti judi, musik-musik jahiliyah, dan zina.

Walaupun seseorang tidak ikut maksiat. Sebab, keberadaannya di situ seolah setuju atas maksiat tersebut. (Imam Al Munawi, Faithdul Qadir, jilid. 6, hal. 211)

Imam Ash Shan’ani mengatakan:

وإن كان لم يشربه مع أهل المائدة فإنه يحرم عليه الجلوس معهم لما فيه من التقاء على المنكر

Walau dia tidak meminum khamr bersama orang-orang yg dihidangkan, sesungguhnya dia diharamkan duduk bersama mereka karena di dalamnya terdapat kemungkaran. (At Tanwir Syarh Al Jami’ ash Shaghirnya, jilid. 10, hal. 376)

Maka, jauhilah tempat-tempat yang mengandung kemaksiatan atau kemungkaran kecuali menetap dalam rangka melakukan nahi munkar sejauh yang kita mampu.

Wallahu A’lam wa ‘alaihit Tuklan

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top