Risalah Shalat Ghaib

Imam Bukhari meriwayatkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah Saw. mengumumkan atas wafatnya Najasyi di hari kematiannya, dan Beliau keluar menuju lapangan bersama mereka (para sahabat) lalu membuat barisan dan bertakbir empat kali.

(HR. Bukhari No. 1333)

Hadits ini menjadi dasar sebagian ulama atas disyariatkannya shalat ghaib.

Hadits ini juga menunjukkan kehadiran mayat dalam shalat jenazah bukanlah syarat sahnya shalat jenazah, inilah yang kemudian disebut dengan shalat ghaib, karena mayatnya tidak di tempat. Demikianlah yang disepakati Syafi’iyyah dan Hanabilah (Hambaliyah).

Dalam al Mausu’ah tertulis:

وَوَافَقَ الشَّافِعِيَّةُ الْحَنَابِلَةَ عَلَى عَدَمِ اشْتِرَاطِ حُضُورِهِ، وَتَجْوِيزِ الصَّلاَةِ عَلَى الْغَائِبِ

Syafi’iyyah dan Hanabilah sepakat tidak disyaratkannya kehadiran mayat dalam shalat jenazah, sehingga pelaksanaan shalat secara ghaib (ketidak hadiran mayat). (Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah, 16/20)

Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat, shalat ghaib khusus buat Najasyi saja, tidak bagi yang lainnya.

Hal itu dijawab sebagai berikut:

وذهبت الشافعية والحنابلة إلى مشروعية الصلاة على الميت الغائب وتمسكوا بصلاة الرسول – صلى الله عليه وسلم – وصحابته على النجاشي عند موته ولا يرون خصوصيتها به لعدم النص على ذلك، وقالوا : الأصل في الأحكام العموم وعدم الخصوصية

Kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat disyariatkannya shalat ghaib, berdasarkan riwayat shalatnya Rasulullah Saw. bersama sahabatnya untuk Najasyi ketika hari wafatnya. Mereka tidak menilai bahwa ini khusus bagi dia saja, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan itu. Mereka mengatakan: asal dari hukum adalah berlaku keumumannya, dan tidak secara khusus.

(Syaikh Abdullah Su’ud al Funaisan, Al Khulashah fi Ahkamisy Syahid, 2/223)

Mayatnya pun berlaku bagi pria, laki, anak-anak, tua dan muda:

فإن الصلاة على الغائب (أي: المسلم الذي مات في بلد آخر) جائزة، فقد روى الشيخان صلاة النبي صلى الله عليه وسلم والصحابة معه على النجاشي لما مات في الحبشة.وتصلى صلاة الغائب على كل مَن تُصلى عليه صلاة الجنازة، وهو: كل مسلم مات: ذكراً كان أم أنثى، صغيراً كان أم كبيراً، باتفاق الفقهاء

Sesungguhnya Shalat Ghaib (yaitu shalat kepada muslim yang wafat di negeri lain) adalah boleh. Telah diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari dan Muslim) tentang shalatnya Nabi Saw. dan para sahabat bersamanya terhadap mayat Najasyi yang wafat di Habasyah.

Dilakukannya shalat ghaib adalah untuk setiap orang yang dishalatkan jenazahnya, dia adalah setiap muslim yang wafat, baik laki-laki atau wanita, anak-anak atau orang tua, menurut kesepakatan para fuqaha.

(Al Khulashah fi Ahkamisy Syahid, 2/141)

Demikian. Wallahu A’lam


✍️ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top