Belajar Bahasa Arab

💢💢💢💢💢💢💢

Imam asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

فعلي كل مسلم أن يتعلم من لسان العرب ما بلغه جهده

Wajib bagi setiap muslim mempelajari bahasa Arab sejauh kemampuan dan kesungguhan dia.

(Ar Risalah, Hal. 48)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

فإن نفس اللغة العربية من الدين ومعرفتها فرض واجب فإن فهم الكتاب والسنة فرض ولا يفهم الا بفهم اللغة العربية

Bahasa Arab sendiri bagian dari agama, dan memahaminya adalah kewajiban yang fardhu, sebab memahami Al Quran dan As Sunnah adalah kewajiban, dan tidaklah bisa memahaminya kecuali dengan memahami bahasa Arab.

*l(Iqtidha as Shirath al Mustaqim, Hal. 207)

Imam Hasan al Banna Rahimahullah mengatakan:

اجتهد أن تتكلم العربية الفصحى فإن ذلك من شعار الإسلام

Bersungguh-sungguhlah berbicara dengan bahasa Arab fusha (resmi/standar), sebab itu termasuk di antara syiar Islam.

(Washaya al ‘Asyr no. 3)

🌺🌿🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Jarak Safar yang Membolehkan Qashar, Betulkah Tidak Ada Ketentuan Baku?

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Afwan ustad, bagaimana menurut ustad pendapat ttg batas jarak dibolehkannya sholat jamak oleh 4 Mazhab namun diselesihi oleh pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu qoyyim yg hy mensyaratkan safar sj dan tdk menentukan jarak? (+62 897-5847-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Masalah ini memang beragam pendapat..

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

وقد نقل ابن المنذر وغيره في هذه المسألة أكثر من عشرين قولا

Imam Ibnul Mundzir dan lainnya telah menukilkan bahwa ada lebih dari dua puluh pendapat tentang masalah ini (jarak dibolehkannya qashar).

(Fiqhus Sunnah, 1/284)

Perbedaan ini terjadi karena memang tak ada satupun hadits dari Rasulullah ﷺ yang menyebutkan jarak secara jelas dan tegas. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah, “Tidak ada sebuah hadits pun yang menyebutkan jarak jauh atau dekatnya bepergian itu.” (Fiqhus Sunnah, 1/239)

Secara umum memang ada dua pandangan mainstream:

Pendapat pertama. Empat burud, yaitu sekitar 88,656km*

Ini pendapat jumhur ulama:

– Golongan Malikiyah (Imam ad Dasuqi dalam Hasyiyah ad Dasuqi, 1 /359)

– Syafi’iyyah (Imam an Nawawi dalam al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 4/323, Imam al Mawardi dalam al Hawi al Kabir, 2/360)

– Hambaliyah (Imam al Mardawi dalam al Inshaf, 2/223)

– Juga sejumlah ulama salaf, dikutip oleh Imam An Nawawi Rahimahullah:

مَذْهبنا: أنَّه يجوز القصرُ في مرحلتين، وهو ثمانية وأربعون مِيلًا هاشميَّة، ولا يجوزُ في أقلَّ من ذلك، وبه قال ابنُ عُمرَ، وابنُ عبَّاس، والحسنُ البَصريُّ، والزُّهريُّ، ومالكٌ، والليثُ بنُ سَعدٍ، وأحمدُ، وإسحاقُ، وأبو ثورٍ

Dalam madzhab kami, dibolehkan qashar jika sudah sejauh 2 MARHALAH, yaitu 48 mil hasyimiyah, dan tidak boleh kurang dari itu. Inilah pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Hasan al Bashri, az Zuhri, Laits bin Sa’ad, Malik, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur.

(al Majmu Syarh al Muhadzdzab, 4/325)

– al Qadhi Abu Yusuf (murid dan kawannya Abu Hanifah). (al Muhith al Burhani, 2/22)

– Al Auza’i dan fuqaha kalangan ahli hadits. (an Nawawi, al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/195)

– Ini yg dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (Fatawa Nuur ‘alad Darb, 13/42-43)

Pendapat kedua. Tidak ada batasan jarak khusus, yang penting sudah layak disebut safar baik jauh atau pendek

Siapa saja yang berpendapat seperti itu:

– Madzhab Zhahiri, seperti Imam Daud az Zhahiri, dan Imam Ibnu Hazm. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 1/168)

– Sebagian Hambaliyah (Ikhtiyarat al Fiqhiyah, Hal. 434)

– Imam Ibnu Qudamah , Beliau berkata:

لا أرى لِمَا صار إليه الأئمَّة حُجَّة؛ لأنَّ أقوال الصحابة متعارضة مختلفة، ولا حُجَّة فيها مع الاختلاف

Saya lihat pendapat para imam itu tidak ditopang oleh hujjah, sebab para sahabat nabi sendiri berbeda-beda, maka perbedaan itu tidak bisa dijadikan hujjah.

(Ibnu Qudamah, al Mughni, 2/190)

– Imam Ibnu Taimiyah. (Majmu al Fatawa, 24/15)

– Imam Ibnul Qayyim (Zaadul Ma’ad, 1/463)

– Imam Asy Syaukani (Sailul Jarar, Hal. 188)

– Syaikh Amin Asy Syanqithi (Adhwa’ul Bayan, 1/273)

– Syaikh al Albani (as Silsilah ash Shahihah, 1/311)

– Syaikh Utsaimin (Syarhul Mumti’, 4/351)

Jadi, sebelum Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim, sudah ada yang punya pendapat bahwa jarak itu tidak baku, yang penting sudah layak disebut safar baik jauh atau tidak. Seperti Imam Daud, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Qudamah,.. Mereka hidup sebelum zaman Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim. Walau saya ikut pendapat mayoritas ulama, tapi pendapat lainnya mesti diberikan tempat dan tidak boleh remehkan. Sebab perbedaan seperti ini adalah hal yang biasa dalam dunia fiqih.

Demikian. Wallahu a’lam

🌺🌿🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Membaca Allahumma Ajirni Minannaar, Bid’ah?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Apakah benar membaca Allahumma Ajirni minannaar (7x), setelah shalat maghrib dan subuh adalah bid’ah, karena haditsnya dhaif?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Haditsnya sebagai berikut:

إِذَا انْصَرَفْتَ مِنْ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ فَقُلْ اللَّهُمَّ أَجِرْنِي مِنْ النَّارِ سَبْعَ مَرَّاتٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ ثُمَّ مِتَّ فِي لَيْلَتِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا وَإِذَا صَلَّيْتَ الصُّبْحَ فَقُلْ كَذَلِكَ فَإِنَّكَ إِنْ مِتَّ فِي يَوْمِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا

“Jika engkau selesai dari shalat Maghrib maka bacalah: ALLHUMMA AJIRNII MINANNAR sebanyak tujuh kali. Sebab jika kamu baca doa itu kemudian kamu meninggal pada malam itu juga, maka akan ditetapkan bahwa kamu terbebas dari neraka. Jika kamu selesai dari shalat subuh maka bacalah doa itu juga, sebab jika pada hari itu kamu meninggal, maka akan ditetapkan bahwa kamu terbebas dari neraka.”

(HR. Abu Daud no. 5079)

– Hadits ini, dikomentari oleh Al Hafizh Ibnu Hajar: hadza hadits hasan (hadits ini HASAN).

(Nataij al Afkar, 1/162/1-2)

– Imam Ibnu Hibban juga memasukkan hadits ini dalam kitab Shahihnya.

– Para ulama di Lajnah Daimah (fatwa no. 21121) kerajaan Arab Saudi, juga mengatakan hasan, sebagaimana hasil kajian Syaikh Faruq Hamadah. (Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh Shalih al Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Abdullah al Ghudyan, Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh)

– Namun, hadits ini didhaifkan oleh Syaikh al Albani. (as Silsilah adh Dhaifah, no. 1624)

Maka, mengamalkan doa ini karena penghasanan Al Hafizh Ibnu Hajar dan penshahihan Imam Ibnu Hibban, maka itu tidak masalah. Sebab, pendapat Syaikh al Albani bukanlah kata final dalam masalah ini, yang seolah dia menjadi JURI atas para imam terdahulu. Padahal imam terdahulu jelas lebih faqih dibanding ulama masa kini baik dr sisi hapalan dan pemahaman.

Ada pun tidak mau memakai doa tersebut karena mengikuti pendapat Syaikh al Albani, juga silahkan.

Sdgkan menuduh ini doa bid’ ah, adalah tidak benar, dan tuduhan tanpa ilmu, alias kebodohan.

Lihatlah Syaikh Abdul Aziz bin Baaz yang memfatwakan BOLEHnya membaca doa tersebut setelah maghrib dan subuh, bahkan menyebutnya BAGUS:

نعم ، هذا رواه أبو داود ، ولا بأس به ، بعضهم جرحه ؛ لأن التابعي فيه جهالة ، ولكن إذا فعله الإنسان نحسن الظن إن شاء الله ؛ لأن الغالب على التابعين الخير ، فلا بأس إذا قال بعد المغرب والفجر : اللهم أجرني من النار . سبع مرات ، فهو حسن إن شاء الله

Ya, hadits ini riwayat Abu Daud. Tidak masalah. Sebagian ulama ada yang menyebutnya cacat karena ada seorang perawi generasi tabi’in yang tidak diketahui. Tapi seandainya manusia mengamalkannya maka kami berbaik sangka, Insya Allah. Sebab umumnya tabi’in itu baik. Maka, TIDAK APA-APA setelah maghrib dan subuh membaca: ALLAHUMMA AJIRNIY MINANNAAR, 7 kali. Itu bagus, Insya Allah.

(Fatawa Nuur ‘Alad Darb)

Saya berikan beberapa contoh kasus bagi mereka yang gampang membid’ahkan agar mereka berpikir, tentang amalan yang l dianggap haditsnya dhaif oleh sebagian ulama.

– Imam Ibnul Qayyim menyunnahkan ADZAN DAN IQAMAH di telinga bayi (Tuhfatul Maudud, Hal. 21), padahal haditsnya didhaifkan Syaikh al Albani? Apakah Imam Ibnul Qayyim telah mengamalkan dan mengajarkan bid’ah? Padahal mengazankan bayi sudah diamalkan sejak masa dahulu kata Imam At Tirmidzi. (Lihat Sunan at Tirmidzi no. 1415, kata At Tirmidzi: hasan shahih. Dishahihlan oleh Al Hakim)

– Syaikh Utsaimin yang membolehkan doa buka puasa Allahumma laka shumtu … dst (Lihat Liqa asy Syahri, 8/18, lihat juga Jalsaat Ramadhaniyah, 2/14), padahal haditsnya didhaifkan Syaikh al Albani, yang dengan itu tidak sedikit pengikutnya di tanah air yang membid’ahkannya.

– Syaikh Shalih al Fauzan yang menyunnahkan membaca YASIN kepada org yg menjelang wafat (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/296), berdasarkan hadits: iqra’uu mautaakum yaasin (Bacalah Yasin kepada orang yang menjelang wafat di antara kamu),.. di mana hadits ini juga di dhaifkan oleh Syaikh al Albani tapi dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hasan. Para ulama abad 20-21 seperti Syaikh Sayyid Sabiq, Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad al Badr, ulama di Lajnah Daimah, juga mengatakan sunnah hal itu.

Dan masih banyak contoh lainnya.

Maka, tuduhan bid’ah dalam hal ini adalah tuduhan yang tidak ilmiah, ngawur, dan tidak sopan kepada ilmunya para ulama.

Di sisi lain, umumnya para ulama membolehkan mengamalkan hadits dhaif jika memang hadits tersebut dhaif, dalam urusan fadhailul a’mal, dan doa termasuk di dalamnya.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قدمنا اتفاق العلماء على العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال دون الحلال والحرام

Kami telah sampaikan kesepakatan ulama tentang beramal dengan hadits dhaif dalam fadhailul a’mal, selain urusan halal haram.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/248)

Imam Ibnu Muflih Rahimahullah mengatakan:

والذي قطع به غير واحد ممن صنف في علوم الحديث حكاية عن العلماء أنه يعمل بالحديث الضعيف في ما ليس فيه تحليل ولا تحريم كالفضائل، وعن الإمام أحمد ما يوافق هذا

Dan yang telah ditetapkan oleh selain satu orang penyusun buku-buku ulumul hadits, riwayat dari ulama tentang bolehnya mengamalkan hadits dhaif selama bukan dalam hal penghalalan dan pengharaman, seperti masalah fadhailul a’mal, dan dari Imam Ahmad sepakat atas hal ini.

(Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, 2/391)

Imam Al Hathab Al Maliki Rahimahullah:

اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال

Para ulama telah sepakat bolehnya mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhailul a’mal.

(Imam Al Hathab, Mawahib Al Jalil, 1/17)

Namun, pembolehan ini BERSYARAT, yaitu:

شرط العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال أن لا يكون شديد الضعف، وأن يدخل تحت أصل عام، وأن لا يعتقد سنيته بذلك الحديث

Syarat mengamalkan hadits dhaif dalam urusan fadhailul a’mal, adalah:

– kedhaifannya tidak terlalu

– kandungannya masih sesuai nilai umum yang mendasar dalam Islam

– tidak meyakini kesunahannya (dari Rasulullah) karena hadits itu.

(Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 1/194)

Apalagi jika ternyata hadits Allahumma ajjirni minnaar dinyatakan hasan dan shahih oleh ulama lainnya, bukannya dhaif.

Hal yang aneh jika kita boleh berdoa (Ya Allah, mudahkanlah urusan anakku dalam Ujian sekolah), padahal kalimat ini ngarang sendiri dan tidak ada haditsnya. Sementara yang ada dalilnya justru dibid’ahkan, hanya karena didhaifkan oleh sebagian ulama.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌸🌳🍁🍃🌷🍀🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Berdzikir Dalam Keadaan Hadats (Sedang Tidak Suci Atau Belum Berwudhu/Mandi)

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Berdzikir kepada Allah ﷻ baik dengan bertasbih, tahmid, takbir, tahlil, atau lainnya, dalam keadaan hadats kecil atau besar adalah boleh. Ini perkara yang tidak diperselisihkan para ulama.

Hal ini berdasarkan beberapa dalil berikut:

Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

كَانَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَذْكُرُ الله عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Dahulu Nabi ﷺ berdzikir kepada Allah ﷻ di setiap keadaan. (HR. Bukhari secara mu’allaq)

Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir bukan hanya saat suci, tapi semua keadaan. Sehingga para ulama menegaskan bahwa suci bukan syarat sahnya berdzikir dan berdoa.

Hadits lain, Aisyah Radhiallahu ‘ Anha bercerita saat dia haid, dan haji ke Mekkah, Rasulullah ﷺ bersabda:

افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

“Lakukanlah semua manasik haji seperti yang dilakukan para jamaah haji, selain thawaf di Ka’bah Baitullah sampai kamu suci.”

(HR. Muttafaq ‘Alaihi)

Hadits ini menunjukkan kebolehan wanita haid melaksanakan semua manasik haji (sa’i, wuquf, mabit, jumrah) kecuali thawaf. Padahal saat sa’i, wuquf, dianjurkan banyak berdzikir sebagaimana jamaah haji lainnya. Maka, ini menunjukkan kebolehan yang begitu jelas bagi orang berhadats untuk dzikir dan berdoa.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

أجمع المسلمون على جواز التسبيح والتهليل والتكبير والتحميد والصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم وغير ذلك من الأذكار وما سوى القرآن للجنب والحائض ودلائله مع الإجماع في الأحاديث الصحيحة مشهورة

Kaum muslimin telah ijma’ (aklamasi) bolehnya bertasbih, tahlil, tahmid, takbir, bershalawat kepada nabi, dan dzikir-dzikir lainnya -selain membaca Al Quran- bagi orang yang junub dan haid. Selain ijma’, hal ini juga ditunjukkan oleh dalil hadits shahih yang begitu banyak dan masyhur.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab)

Hanya saja, jika seseorang bersuci lebih dulu tentu itu lebih baik, lebih disukai, dan lebih utama.

Berdasarkan hadits berikut:

عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ
أَنَّهُ سَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ فَرَدَّ عَلَيْهِ وَقَالَ إِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرُدَّ عَلَيْكَ إِلَّا أَنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طَهَارَةٍ

Dari Al Muhajir bin Qunfudz bahwa ia pernah mengucapkan salam atas Nabi ﷺ dan saat itu, beliau sedang berwudhu. Namun, beliau tidak membalas salamnya hingga beliau selesai wudhu, baru kemudian beliau membalasnya dan bersabda:

“Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk membalas salammu, kecuali karena saya tidak suka berdzikir kepada Allah selain dalam keadaan suci.”

(HR. Ahmad no. 18259)

Demikian. Wallahu a’lam

🌺🌿🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top