Berdoa Di Dalam Shalat; Bolehkah Dengan Bahasa Selain Arab?

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Bolehkah berdoa bukan dengan bahasa arab dalam shalat?(+62 857-2508-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Berdoa dalam shalat ada dua jenis:

1⃣ Doa-doa yang terikat dgn shalat itu sendiri, seperti doa iftitah, doa saat duduk di antara dua sujud, doa ruku’, dan bacaan lainnya di masing-masing gerakan dan posisi shalat. Tentu pula takbiratul ihram dan bacaan Al Qur’annya.

– Mayoritas ulama mengatakan TIDAK BOLEH membaca Al Qur’an ketika shalat dengan selain bahasa Arab, kecuali menurut Imam Abu Hanifah yang membolehkan dengan bahasa Persia dan lainnya.

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

لاَ يَجُوزُ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالْعَجَمِيَّةِ مُطْلَقًا، سَوَاءٌ أَحْسَنَ الْعَرَبِيَّةَ أَمْ لاَ فِي الصَّلاَةِ أَمْ خَارِجَهَا. وَعَنْ أَبِي حَنِيفَةَ أَنَّهُ يَجُوزُ مُطْلَقًا، وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ وَمُحَمَّدٍ يَجُوزُ لِمَنْ لاَ يُحْسِنُ الْعَرَبِيَّةَ، لَكِنْ فِي شَرْحِ الْبَزْدَوِيِّ أَنَّ أَبَا حَنِيفَةَ رَجَعَ عَنْ ذَلِكَ، وَوَجْهُ الْمَنْعِ أَنَّهُ يَذْهَبُ إِعْجَازُهُ الْمَقْصُودُ مِنْهُ

Tidak boleh membaca Al Qur’an dengan bahasa selain Arab secara mutlak, sama saja apakah dia bagus bahasa Arabnya atau tidak, di dalam shalat atau di luar shalat.

Dari Abu Hanifah bahwa Beliau membolehkan secara mutlak. Dari Abu Yusuf dan Muhammad (bin Hasan) membolehkan selain bahasa Arab bagi yang tidak baik bahasa Arabnya, tetapi dalam Syarh Al Bazdawiy disebutkan bahwa Abu Hanifah telah meralat pendapatnya. Sebab pelarangannya adalah karena hal itu menghilangkan kemukjizatan maksud-maksud Al Qur’an.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/258)

Di halaman lain juga disebutkan:

اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي جَوَازِ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ فِي الصَّلاَةِ بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ، فَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إِلَى أَنَّهُ لاَ تَجُوزُ الْقِرَاءَةُ بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ سَوَاءٌ أَحْسَنَ الْقِرَاءَةَ بِالْعَرَبِيَّةِ أَمْ لَمْ يُحْسِنْ.
وَيَرَى أَبُو حَنِيفَةَ جَوَازَ الْقِرَاءَةِ بِالْفَارِسِيَّةِ وَغَيْرِهَا مِنَ اللُّغَاتِ سَوَاءٌ كَانَ يُحْسِنُ الْعَرَبِيَّةَ أَوْ لاَ، وَقَال أَبُو يُوسُفَ وَمُحَمَّدٌ لاَ تَجُوزُ إِذَا كَانَ يُحْسِنُ الْعَرَبِيَّةَ؛ لأَِنَّ الْقُرْآنَ اسْمٌ لِمَنْظُومٍ عَرَبِيٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا} وَالْمُرَادُ نَظْمُهُ

Para fuqaha berbeda pendapat tentang kebolehan membaca Al Qur’an di dalam shalat dengan selain bahasa Arab. Mayoritas ulama mengatakan tidak boleh membaca Al Qur’an dalam shalat dengan selain bahasa Arab, baik bagi yang jago bahasa Arab atau tidak.

Abu Hanifah berpendapat bolehnya dengan bahasa Persia dan bahasa lainnya, sama saja apakah dia bisa bahasa Arabnya atau tidak. Sementara Abu Yusuf dan Muhammad menyatakan tidak boleh jika dia bagus bahasa Arabnya, sebab Al Qur’an adalah isim yang terdiri bahasa Arab. Sebagaimana ayat: “Sesungguhnya Kami jadikan Al Qur’an dengan berbahasa Arab”, maksudnya susunannya berbahasa Arab.

(Ibid, 33/38)

Ada pun dzikir-dzikir sunnah dalam shalat, bagi yang bisa membacanya dalam bahasa Arab maka wajib memakai bahasa Arab, bagi yang tidak mampu maka boleh dengan bahasa selain Arab.

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan:

والصحيح في التسبيحات وسائر الأذكار المستحبة كالتشهد الأول والقنوت وتكبيرات الانتقالات والأدعية المأثورة منعه للقادر بخلاف العاجز فإنه يجوز على الأصح

Pendapat yg benar tentang beragam tasbih dan semua bentuk dzikir yg Sunnah seperti tasyahud awal, qunut, takbir intiqal, doa-doa ma’tsur, maka itu TERLARANG (selain bahasa Arab) bagi yang mampu, berbeda dengan yang lemah maka dia BOLEH menurut pendapat yg lebih Shahih.

(At Tamhid, 1/141)

Imam Az Zarkasyiy Rahimahullah mengatakan:

ما يمتنع في الأصح للقادر دون العاجز كالأذان وتكبير الاحرام والتشهد يصح بغير العربية إن لم يحسن العربية وان أحسنها فلا لما فيه من معنى التعبد وكذلك الأذكار المندوبة والأدعية المأثورة في الصلاة

Tidak terlarang dengan selain bahasa Arab menurut pendapat yg lebih Shahih bagi yang mampu tapi tidak bagus bahasa Arabnya seperti adzan, takbiratul ihram, tasyahud, maka sah dengan selain bahasa Arab, tapi kalau dia bagus pengucapan bahasa Arabnya maka tidak boleh pakai selain bahasa Arab, karena ini adalah peribadatan, demikian juga dzikir-dzikir Sunnah dan doa-doa ma’tsur dalam shalat.

(Al Mantsur, 1/282)

Kesimpulan:

– Untuk membaca Al Qur’an dalam shalat, WAJIB dgn lafaz bahasa Arab, inilah pendapat mayoritas ulama; Malikiyah, Syafi’iyyah, Hambaliyah. Ada pun Imam Abu Hanifah akhirnya telah meralat pendapatnya yg membolehkan memakai bahasa selain Arab.

– Untuk dzikir-dzikir Sunnah pada shalat: WAJIB pakai bahasa Arab bagi yg bisa dan mampu melafalkannya. Batal shalatnya jika selain bahasa Arab. Ada pun bagi yg benar-benar tidak mampu mereka boleh selain bahasa Arab.

2⃣ Doa-doa tambahan, selain doa dan dzikir shalat. Seperti doa tambahan saat sujud atau saat duduk tasyahud akhir sebelum salam.

Mayoritas ulama mengatakan makruh memakai bahasa selain Arab.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:

ولهذا كان كثير من الفقهاء أو أكثرهم يكرهون في الأدعية التي في الصلاة والذكر أن يدعي الله أو يذكر بغير العربية

Oleh karena itu, mayoritas ahli fiqih Memakruhkan doa-doa dalam shalat dan dzikir, menggunakan bahasa selain Arab, dan juga dzikir kepada Allah selain bahasa Arab. (Iqtidha Shirath al Mustaqim, Hal. 203)

Sebagian ulama membolehkan memakai bahasa non Arab bagi orang yg tidak mampu melafazkan bahasa Arab, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

أنه يجوز الدعاء بغير العربية في الصلاة ، لمن كانت هذه لغته ، لا سيما إذا شق عليه تعلم العربية. وله أن يدعو بما شاء من خير الدنيا والآخرة ، ولا يشترط أن يكون مأثورا

Bahwasanya boleh berdoa dgn selain bahasa Arab di dalam shalat bagi yang memang bahasa sehari-harinya bukan Arab, apalagi yang kesulitan mempelajari bahasa Arab, maka dia hendaknya berdoa dgn doa apa pun yang dikehendakinya untuk kebaikan dunia dan akhirat, dan tidak disyaratkan mesti doa yg ma’tsur (berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah).

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no.262254)

Jalan keluarnya, doa dengan doa bahasa Arab yang dia hapal, atau kalau ingin susunan sendiri dan tidak dapat berbahasa Arab doa di hati saja kalau dengan bahasa Indonesia. Sebagai jalan tengah antara yang menyebutnya batal, makruh, dan sbagian ulama memang ada yang membolehkan dgn lafaz bahasa non Arab, tapi pilih pendapat yang aman saja.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top