Hukum Kaki Selonjoran Ke Arah Kiblat

▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Jazakallahu ustadz,
larangan ketika kita habis shalat, karena masih ada waktu istirahat kita tiduran dengan kaki mengarah kekiblat, ada yang bilang tidak boleh yg benar kepala yang dikiblat (barat) kaki ditimur (+62 878-2133-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Para ulama berbeda pendapat tentang menjulurkan kaki ke arah kiblat saat duduk, tiduran, di masjid atau di tempat lainnya.

Pertama. Makruh.

Imam Ibnu Muflih Rahimahullah – madzhab Hambaliy- menulis demikian:

[فَصْلٌ كَرَاهَةُ مَدِّ الرِّجْلَيْنِ إلَى الْقِبْلَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ]

Fasal tentang makruhnya selonjor kaki ke arah kiblat atau di masjid

ِ ذَكَرَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْحَنَفِيَّةِ – رَحِمَهُمُ اللَّهُ – أَنَّهُ يُكْرَهُ مَدُّ الرِّجْلَيْنِ إلَى الْقِبْلَةِ فِي النَّوْمِ وَغَيْرِهِ

Lebih dari satu ulama Hanafiyah -Rahimahumullah- yang menyebutkan makruhnya selonjor kaki ke arah kiblat ketika tidur atau selainnya…

Beliau juga mengatakan:

قَالَ فِي الْمُفِيدِ مِنْ كُتُبِهِمْ: وَلَا يَمُدُّ رِجْلَيْهِ يَعْنِي فِي الْمَسْجِدِ؛ لِأَنَّ فِي ذَلِكَ إهَانَةً بِهِ، وَلَمْ أَجِدْ أَصْحَابَنَا ذَكَرُوا هَذَا، وَلَعَلَّ تَرْكَهُ أَوْلَى

Berkata di dalam Al Mufid, salah satu kitab mereka: “Janganlah menyelonjorkan kaki yakni di masjid, sebab itu adalah bentuk penghinaan kepadanya.” Tapi aku sendiri belum pernah mendapatkan sahabat-sahabat kami (Hambaliyah) mengatakan demikian, namun meninggalkannya (selonjoran kaki ke kiblat) tentu lebih utama.

(Al Adab Asy Syar’iyyah, 3/41)

Imam Az Zaila’iy Rahimahullah -madzhab Hanafiy- mengatakan:

ويكره مد الرجل إلى القبلة وإلى المصحف وإلى كتب الفقه في النوم وغيره

Dimakruhkan selonjor kaki ke kiblat, ke mushaf, dan ke kitab-kitab fiqih baik ketika tidur atau selainnya. (Tabyin Al Haqaiq, 1/168)

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah -madzhab Syafi’iy- mengatakan:

صرح الزركشي بحرمة مد الرجل للمصحف، فقد يقال إن الكعبة مثله لكن الفرق أوجه

Az Zarkasyiy menerangkan tentang haramnya selonjor kaki di hadapan mushaf, telah dikatakan ke Ka’bah juga begitu, namun ada perbedaan diberbagai sisi.

(Tuhfatul Muhtaj, 4/85)

Kedua. Boleh asalkan tidak mengganggu manusia dan terhalang oleh penghalang.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

يجوز القعود متربعا ومفترشا ومتوركا ومحتبيا والقرفصاء والاستلقاء على القفا ومد الرجل وغير ذلك من هيئات القعود ونحوها ولا كراهة في شيء من ذلك إذا لم يكشف عورته ولم يمد رجله بحضرة الناس

Dibolehkan duduk dengan posisi bersila, iftirasy, tawaruk, jongkok, bersandar pada tengkuk, dan menyelonjorkan kaki dan posisi duduk lainnya, hal ini sama sekali tidak makruh selama tidak terbuka auratnya dan tidak menyelonjorkan kaki di hadapan manusia.

وقد تظاهرت الأحاديث الصحيحة على ذلك (منها) حديث ابن عمر ” رأيت رسول الله صلى
الله عليه وسلم بفناء الكعبة محتبيا بيديه ووصف بيديه الاحتباء وهو القرفصاء “
رواه البخاري

Telah jelas hadits-hadits shahih yang menyebutkannya, di antaranya dari Ibnu Umar: “Aku melihat Rasulullah ﷺ berada di serambi Ka’bah duduk ihtiba` dengan tangannya seperti ini.” (HR. Bukhari)

وعن عبد الله بن زيد ” أنه رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى “
رواه البخاري ومسلم

Dari Abdullah bin Zaid bahwa dia melihat Rasulullah ﷺ bersandar di masjid meletakkan satu kakinya di atas lainnya.(HR. Bukhari dan Muslim)

وعن جابر بن سمرة ” كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صلى الفجر تربع في مجلسه حتى تطلع الشمس حسناء “
رواه أبو داود وغيره بأسانيد صحيحة

Dari Jabir bin Samurah, bahwa Nabi ﷺ jika selesai shalat subuh dia duduk bersila di tempat duduknya sampai terbitnya matahari terang benderang. (HR. Abu Daud dan lainnya, dengan sanad Shahih)

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/472-473)

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فلا حرج على المسلم في مد الرجلين في المسجد ما لم يكن قد مدهما بين الناس، وبشرط أن يعد ذلك من خوارم المروءة وقلة الأدب مع الحاضرين ونحو ذلك

Tidak apa-apa bagi seorang muslim menyelonjorkan kakinya ke di masjid selama tidak menyelonjorkannya di antara manusia, dengan syarat hal itu tidak menjadi hal yang menciderai kehormatan, kurang etika ditengah manusia, dan semisalnya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 49607)

Syaikh Abdullah bin Humaid Hafizhahullah berkata:

لا مانع منه ، إلا أن بعض العلماء يكره أن يمد رجليه نحو الكعبة ، إذا كان قريباً منها ، فكره ذلك كراهة تنزيهية . أما مثل وجود مسجد في مكان آخر وفيه مسلم يوجه رجليه نحو القبلة ، فهذا لا بأس به ، ولا محظور فيه إن شاء الله ، كما قرره أهل العلم . والله أعلم .

Hal itu tidak terlarang, hanya saja sebagian ulama memakruhkan menyelonjorkan kaki ke arah Ka’bah jika dia dekat dengannya, dan hal itu makruh tanzih.

Ada pun umapanya masjidnya ada di tempat lain dan di dalamnya seorang muslim mengarahkan kakinya ke arah kiblat, ini tidak apa-apa dan tidak terlarang Insya Allah, sebagaimana ditetapkan para ulama.

(Fatawa Asy Syaikh Ibni Humaid, Hal. 144)

Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

ليس على الإنسان حرج إذا نام ورجلاه في اتجاه القبلة

Tidak apa-apa bagi manusia jika dia tidur kakinya menghadap ke kiblat. (Fatawa Asy Syaikh Ibni Utsaimin, 2/976)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top