💢💢💢💢💢💢💢💢
📨 PERTANYAAN:
Apakah bangkai binatang yang tidak memiliki darah itu najis? Lalu jika najis bagaimana cara mensucikannya? Resa, Malang
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Bismillahirrahmanirrahim..
Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, menurut umumnya ulama adalah tidak najis.
Dasarnya adalah hadits berikut:
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً ، وَفِي الْآخَرِ دَاءً
“Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencelupkan ke dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” [1]
Hadits ini menunjukkan bahwa lalat -hewan yang tidak mengalir darahnya- adalah suci. Jika dia najis, sudah pasti Nabi ﷺ akan memerintahkan membuangnya bukan mencelupnya.
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan dalam Zaadul Ma’ad:
“Hadits ini menjadi dalil yang begitu jelas bahwa Lalat yang mati dan terjatuh ke air atau benda cair tidaklah itu membuatnya menjadi najis, tidak diketahui adanya salaf yang menyelesihi ini.” Beliau juga berkata: “Kemudian hukum ini juga berlaku bagi hewan lain yang darahnya tidak mengalir seperti Lebah, Kumbang, Laba-laba, dan semisalnya.” [2]
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata: “Ada pun cicak, pendapat jumhur adalah hewan yang darahnya tidak mengalir.” [3]
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata: “Hewan yang darahnya tidak mengalir semua bagian anggota tubuhnya adalah suci dan kotorannya juga.” [4]
Imam Syamsuddin bin Syihabuddin Ar Ramli Rahimahullah – yang dijuluki Asy Syafi’iy Ash Shaghir (Asy Syafi’i Kecil)- berkata:
“Dan dikecualikan sebagai najis yaitu bangkai yang tidak mengandung darah yang mengalir pada tempat lukanya, termasuk yang pada dasarnya itu hewan memiliki darah, atau darahnya tidak mengalir, seperti cicak, tawon, kumbang, lalat, dan semisalnya. Maka, itu tidak menajiskan benda cair.” [5]
Demikian. Wallahu a’lam
🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴
✍️ Farid Nu’man Hasan
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
[1] HR. Bukhari no. 5782
[2] Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 4/111
[3] Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/129
[4] Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 1/768
[5] Imam Syamsuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 1/81