PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum ustad,izin tanya,mengapa sih kelompok salafi dan kelompok ass’ary saling mengkafirkan ttg sifat Allah,pertanyaan saya,ulama mana saja yg berpegang kepada salafi, dan ulama yg berpegang kepada assary.. (+62 823-7083-xxxx)
JAWABAN
Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh
Hubungan antara Asya’irah dan Hanabilah (Atsariyah, saat ini salafiyah) memang mengalami pasang surut.
Salah satu tokoh Asya’irah (jamak dari Asy’ari) misalnya Al Baqilani, beliau berhubungan dekat dengan tokoh-tokoh Hambali saat itu, bahkan saat Beliau wafat tokoh-tokoh Hambali yang urus jenazahnya, menziarahi, bahkan memujinya sebagai pejuang sunnah dan pemberantas bid’ah. Begitu pula hubungan Abu Ishaq Asy Syirazi, dengan Ibnu ‘Aqil Al Hambali.
Namun di masa Al Qusyairi (tokoh Asy’ariyah di masanya), terjadi keretakan, lantaran saat itu saling tuduh terjadi. Kaum Asy’ari menyebut Hambali (atsari – salafi) adalah mujassimah (paham yang menganggap Allah berjism/fisik seperti makhluk). Sementara kaum Atsari menuduh Asya’irah adalah jahmiyah (paham yang mengingkari adanya sifat).
Sebenarnya Mujassimah dan Jahmiyah paham yang dinilai kafir, yang keduanya sama-sama diberantas oleh ulama Asya’irah dan Hanabilah.
Lalu, hubungan mereka akur lagi, di masa Shalahuddin Al Ayyubi (Syafi’i – Asy’ari), saat menumbangkan Bani Fathimiyah (Syiah) dan perang Salib, Beliau dan para ulama Asy’ari lainnya, bersatu padu dengan ulama Hanabilah (pengikut Imam Ahmad) seperti Ibnu Qudamah, dll.
Lalu muncul generasi baru beberapa abad lalu, yang lebih harmonis para ulama Hambali seperti As Safarini, Al Mardawi,.. yang mengatakan bahwa Asy’ari, Maturidi, dan Atsari, semuanya adalah Ahlussunnah wal Jama’ah.
Kemudian, kondisi panas lagi setelah para ulama Hanabilah modern (abad 20-21M, atau 14-15 H) mengkritik para ulama Asya’irah kembali. Walau mereka masih mengakui keulamaan dan Ahlussunnah-an Asya’irah dalam banyak hal. Mereka berbeda dalam masalah sifat-sifat Allah Ta’ala. Misal Dalam fatwa Al Lajnah Daimah kerajaan Arab Saudi, fatwa Syaikh Bin Baaz, Syaikh Utsaimin, dan Hanabilah lainnya, yang memuji Asya’irah di satu sisi, tapi mengkritik di sisi lain. Sayangnya, para pengikutnya lebih keras lagi sikapnya dalam mengkritik, sehingga lebih nampak sebagai serangan. Mereka menyebut paham Asy’ariyah-nya ulama Asya’irah, adalah paham bid’ah, bukan Ahlussunnah.
Akhirnya, ulama Asya’irah modern pun memberikan respon, seperti para ulama hadits Syaikh Zahid Al Kautsari, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghudah, dll. Ada pula Asy’ari yang masih menyebut Atsariyah sebagai ahlus sunnah seperti Syaikh Muhammad Hasan Hito, dan rektor Al Alzhar, Syaikh Ahmad Thayyib.
Puncaknya adalah 2016, ketika terjadi muktamar Ahlussunnah di Chechnya, diputuskan bahwa Ahlussunnah hanyalah Asy’ari,Maturidi, Ahli Hadits, dan Sufi. Sementara Wahabiyah (yang dianggap bentuk asli dari salafi) adalah bukan Ahlussunnah wal Jamaah. Akhirnya, perseteruan semakin tajam.
Ulama Asya’irah adalah para bintang dan imam di masanya baik tafsir, hadits, dan fiqih, contohnya: Al Baihaqi, Ibnu Al Furak, Al Juwaini, Al Ghazali, Al Baghdadi, Ibnu ‘Asakir, An Nawawi, dua Ibnu Hajar, As Sakhawi, Ibnu Katsir, As Suyuthi, Abu Syamah, Al ‘Izz bin Abdissalam, dll.
Atsari juga para imam besar di masanya masing-masing, seperti: Ibnu Suraij, Abu Ismail Ash Shabuni, Ibnu Khuwais Mandad, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Abdul Wahhab, dll.
Namun menurut Izzuddin bin Abdissalam, mayoritas ulama adalah Asy’ariyah, baik para ulama Syafi’i, Maliki, sebagian Hanafi, dan fudhala’-nya Hanabilah. Ini juga dikatakan oleh Syaikh Al Qaradhawi.
Sementara sebagian Hanafi lainnya adalah Maturidi. Sebagian Hambali adalah Atsari-salafi, juga sebagian kecil Syafi’iyah seperti Ibnu Suraij dan Ash Shabuni, juga Maliki seperti Ibnu Khuwais Manda. Jadi walau Atsari – salafi identik dengan Hambali, tapi tidak semuanya Hambali. Ada juga dari fuqaha mazhab lainnya.
Mereka sebenarnya banyak titik kesamaan, dan semua ini sudah saya bahas di buku Wahai Ahlussunnah Bersatulah!. Silahkan merujuk ke situ jika ingin detilnya.
Wallahu A’lam
Farid Nu’man Hasan