Qadha Qurban

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum wrwb…Ustadz izin bertanya, apabila seseorang itu berqurban untuk melakukan Qodho’ atas qurban2 yg tahun sebelumnya yg dia lewati tidak berqurban…sebagaimana ada qodho atas sholat yg terlewat…apakah ada aturan secara syariat? mohon pencerahannya ustadz…jazakallah


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh..

Bismillahirrahmanirrahim..

Mengqadha qurban yang sunnah tidak ada, tapi jika itu qurban wajib seperti nazar, maka wajib qadha:

” من لم يضح حتى فات الوقت ، فإن كان تطوعا لم يضح , بل قد فاتت التضحية هذه السنة , وإن كان منذورا لزمه أن يضحي ويقضي الواجب كالأداء

Siapa yang tidak berqurban sampai lewat waktunya, jika itu qurban sunnah yang dia tidak lakukan maka dia telah terlewat qurban tahun ini, jika itu qurban nazar maka wajib dia berqurban, dan dia meng-qadha yang wajib sebagaimana ibadah yang dilakukan pada waktunya.

(Al Mausu’ah, 34/46)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Transplantasi Rambut

 PERTANYAAN:

Assalmualaikum ustadz ijin bertanya, apa hukum transplasi/menumbuhkan rambut dalam islam??
Mohon penjelasannya ustadz
Jazakallahukhairan katsiran


 JAWABAN

Wa’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Transplantasi Rambut (Ziro’atusy Sya’r), adalah hal baru, dan menurut mayoritas ulama saat ini adalah boleh. Itu bukan termasuk mengubah ciptaan Allah Ta’ala, bukan termasuk menyambung rambut yang terlarang, tapi masuk kategori Izalatul ‘Aib (menghilangkan aib). Para ulama yang menyatakan boleh seperti fatwa Al Azhar di Darul Ifta Al Mishriyah.

Darul-Ifta (Lembaga Fatwa Mesir) menjelaskan bahwa transplantasi rambut diperbolehkan secara syar’i jika bersifat permanen, yakni rambut yang ditanam dapat tumbuh dan menetap seperti rambut alami, dan hal tersebut tidak dianggap sebagai penipuan atau kecurangan.

Adapun jika transplantasi tersebut bersifat sementara dan rambut akan rontok setelah beberapa waktu, maka hukumnya sama seperti penggunaan wig (rambut palsu) yang terlarang.

Ini juga difatwakan oleh para ulama Arab Saudi seperti Syaikh Bin Baaz, Syaikh Utsaimin, dan Lajnah Daimah.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Menyentuh Najis Apakah Batal Wudhu?

 PERTANYAAN:

Ustadz kalo kita nginjek tau tikus apakah wudhu kita batal? (+62 857-8141-xxxx)

 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Tidak, menyentuh najis bukan pembatal wudhu. Tapi wajib, membersihkannya karena itu najis dan dapat menghalangi sahnya shalat.. Jadi, cukup dibersihkan sebersih-bersihnya..

Syaikh Abdullah Al Faqih:

وأما لمس النجاسة: فإنه ليس من نواقض الوضوء، كما بينا ذلك في الفتوى رقم: 115116، فإذا مس المتوضئ نجاسة وجبت عليه إزالتها ولم يجب عليه إعادة الوضوء

Menyentuh najis bukanlah pembatal wudhu sebagaimana penjelasan dalam fatwa no. 115116, jika orang yg berwudhu menyentuh najis maka wajib baginya menghilangkan najis itu tapi tidak wajib mengulangi wudhunya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, no. 137795)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid:

نواقض الوضوء معروفة ، وهي مذكورة في جواب السؤال (14321) ، وليس منها لمس النجاسة
ولكن . . من مس نجاسة فإنه لا يجوز له أن يصلي حتى يغسلها

Pembatal wudhu itu sudah dikenal, telah disebutkan dalam fatwa no. 14321, dan menyentuh najis tidak termasuk di dalamnya. Tapi bagi yang menyentuh najis tidak boleh shalat sampai dia mencucinya dulu.

(Al Islam Su’aal wal Jawaab no. 12801)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Rukun Haji Berdasarkan Empat Mazhab

 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaykum Ustadz, mohon penjelasan, apa saja rukun & wajib haji berdasarkan empat madzhab? Bagaimana dengan hajinya Syiah 12 Imam? JazaakAllaahu khair

 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Rukun haji memang diperselisihkan para ulama. Menilik para Fuqaha mazhab adalah sebagai berikut:

– Hanafiyah, rukun hanya 2

1. Wuquf di Arafah

2. Thawaf Ifadhah

Ada pun ihram, adalah syarat sahnya haji. Sedangkan Sa’i adalah wajib, bukan rukun.

– Malikiyah dan Hambaliyah, rukun ada 4

1. Ihram
2. thawaf ifadhah
3. sa’i
4. Wuquf

– Syafi’iyah, ada 6

4 yang di atas, dan

5. Tahalul, minimal 3 helai rambut
6. Tertib menjalankan semua rukun

(Syaikh Abdurrahman Al Juzairi, Al Fiqhu ‘ala madzahib Al Arba’ah, jilid. 1, hal. 577-578)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top