Tambahan Do’a dalam Sujud

 PERTANYAAN:

Ustadz…
Mengenai menambahkan doa yang dibaca ketika sujud saat sholat, apakah boleh dilafadzkan, atau hanya dalam hati?
Apakah doanya hanya doa yang ada di hadist dan Al Qur’an, atau bebas tapi dalam bahasa arab?
Dan apakah boleh pada saat sholat wajib atau boleh hanya sholat sunah saja? Syukron


 JAWABAN

Berdoa dengan doa ghairul ma’tsur (tidak dari Al Quran dan As Sunnah) di dalam shalat (termasuk sujud), memang diperselisihkan para ulama. Pendapat yang melarang adalah mazhab Hanafi dan sebagian Hanabilah. Tapi umumnya ulama membolehkan berdoa dengan doa-doa Ghairul Ma’tsur termasuk di dalam sujud. Ini pendapat mayoritas ulama.

Dalilnya adalah keumuman hadits berikut:

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” (HR. Muslim no. 482)

Perintah perbanyaklah berdoa dalam hadits ini tidak ada ketentuan apakah harus dgn doa Ma’tsur atau Ghairul Ma’tsur.

Dalil lainnya, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa jika telah selesai membaca shalawat di duduk tasyahud akhir hendaknya:

ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ أعْجَبَهُ إلَيْهِ، فَيَدْعُو

Lalu dia pilih doa dengan doa apa pun yang disukainya, maka berdoalah. (HR. Bukhari no. 835)

Dalil lainnya:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ الْأَعْمَشِ حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلَاةِ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمْ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ فِي السَّمَاءِ أَوْ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Al A’masy, telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari ‘Abdullah berkata, “Jika kami salat bersama Nabi ﷺ, kami mengucapkan, “ASSALAAMU ‘ALAALLAH MIN ‘IBAADIHIS SALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah dari hamba-hamba Nya, dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada si anu dan si anu).’ Maka Nabi ﷺ bersabda, “Janganlah kalian mengucapkan: ‘ASSALAAMU ‘ALAALLAH (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah)’, karena sesungguhnya Allah, Dialah As-Salaam. Akan tetapi bacalah: ‘ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAAWAATU WATHTHAYYIBAAT ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHISH SHAALIHIIN (Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih). Karena apabila kalian mengucapkan seperti ini, maka berarti kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh yang ada di langit atau yang berada di antara langit dan bumi.” (Dan lanjutkanlah dengan bacaan): ‘ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya).’ LALU IA MEMILIH DOA APA PUN YANG PALING DIA SUKA IA SUKA KEMUDIAN BERDOA DENGANNYA. (HR. Bukhari no. 835)

Imam Ibnu Hajar mengatakan:

واستُدل به على جواز الدعاء في الصلاة بما اختار المصلي من أمر الدنيا والآخرة

Ini hadits dalil bolehnya berdoa di dalam shalat yang dipilih orang shalat, baik doa urusan dunia dan akhirat. (Fathul Bari, 2/321)

Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri menyebutkan bahwa Imam Malik dan Imam asy Syafi’i mengatakan:

يجوز أن يدعوا بكل شيء من أمور الدين والدنيا مما يشبه كلام الناس ما لم يكن إثماً، ولا يبطل صلاته بشيء من ذلك

Bolehnya berdoa dengan doa apa pun baik urusan agama dan dunia yang perkataannya menyerupai perkataan manusia, selama tidak mengandung dosa. Hal itu sama sekali tidak membatalkan shalatnya.

Lalu Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri mengomentari pihak yang melarang:

قلت: لا دليل على هذا التقييد لا من كتاب الله، ولا من سنة رسوله، ولا من قول صحابي فلا يلتفت إليه

Aku berkata: “Tidak ada dalilnya pengkhususan doa tersebut (hanya doa ma’tsur), baik dalil dari Al Quran, As Sunnah, dan perkataan para sahabat nabi, maka jangan hiraukan hal tersebut.” (Mir’ah Al Mafatih, 3/312)

Salah satu ulama Hambali zaman ini menjelaskan:

كذلك في أثناء الصلاة في السجود دعاء، وأقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد، كما ثبت ذلك عن الرسول صلى الله عليه وسلم … فاستغل هذه الفرصة وأكثر من الدعاء من خيري الدنيا والآخرة ، فلو قال أحدكم في دعائه : اللهم ارزقني سيارة جميلة ، فهذا يصلح ، لأن الرسول صلى الله عليه وسلم قال :  ليسأل أحدكم ربه حتى شراك نعله …..وأما قول بعض الفقهاء: إنه لا يجوز للإنسان في دعائه شيء من ملاذ الدنيا: فإنه قول ضعيف يخالف الحديث

Demikian pula ketika shalat, saat sujud berdoa karena posisi paling dekat antara Allah dan hamba adalah saat dia sujud, sebagaimana telah shahih dr Rasulullah ﷺ … Maka hendaknya dia sibukkan dirinya pada kesempatan ini untuk berdoa bagi kebaikan dunia dan akhirat, walau pun Anda berdoa: YA ALLAH BERIKANLAH SAYA MOBIL YANG BAGUS. Ini baik. Karena Rasulullah ﷺ bersabda: “Berdoalah salah seorang di antara kalian kepada Rabbnya sampai-sampai urusan tali sendal kalian” … Ada pun pendapat sebagian ahli fiqih bahwa tidak boleh seseorang berdoa (dalam shalatnya) meminta urusan dunia adalah pendapat lemah dan menyelisihi hadits.(Majmu’ Fatawa Libni ‘Utsaimin, 16/18).

Untuk pertanyaan apakah boleh dilafadzkan atau di dalam hati, silakan buka tautan berikut: Berdoa Di Dalam Shalat; Bolehkah Dengan Bahasa Selain Arab?

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Adat Hormat Membungkuk Kepada yang Lebih Tua

 PERTANYAAN:

assalamualaykum wr wb. ustadz izin bertanya terkait al urf, di beberapa daerah di indonesia, semisal kami di sulawesi, ada adat kebiasaan misalnya jika kita lewat di depan orang yang lebih tua, kita mengucapkan “Tabe’ puang” yang artinya permisi, dan sambil menundukan badan sedikit jika jalan. kemudian kalau misal kita duduk, dan ada orang lebih tua yang lewat, maka kita juga berdiri untuk menghormati yg tua, nah ada beberapa saudara islam kita yang melarang hal ini dan mengatakan itu perbuatan tercela. bagaiama sebenarnya islam memandang hal ini ustadz?


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika sampai membungkuk seperti ruku’, itu jelas terlarang. Para ulama mazhab Syafi’i tegas mengatakan hal tersebut.

Misal, Imam Ibnu ‘Allan berkata:

ومن البدع المحرمة الانحناء عند اللقاء بهيئة الركوع.

Termasuk bid’ah diharamkan adalah penghormatan saat berjumpa dengan cara rukuk (membungkuk). (Dalilul Falihin, 6/181)

Imam Al Bujairimi Asy Syafi’i berkata:

الانحناء لمخلوق كما يفعل عند ملاقاة العظماء حرام عند الإطلاق أو قصد تعظيمهم لا كتعظيم الله، وكفر إن قصد تعظيمهم كتعظيم الله تعالى

Membungkuk kepada makhluk, sebagaimana yg dilakukan saat berjumpa dgn para pejabat adalah haram secara mutlak. Atau untuk memuliakan mereka, walau tidak seperti mengagungkan Allah. Jika sampai seperti mengagungkan Allah maka itu kafir. (Hasyiyah Al Bujairimi ‘Alal Khathib, 4/241)

Imam Asy Syarbini berkata:

يكره حني الظهر مطلقا لكل أحد من الناس , وأما السجود له فحرام

Dimakruhkan membungkukan punggung secara mutlak kepada siapa pun, ada pun sujud kepadanya haram. (Mughni Al Muhtaj, 4/218)

Namun, jika sekedar menundukkan kepala, atau setengah badan saja, tidak membungkuk seperti ruku’, maka itu tidak masalah. Itu tidak sama dengan membungkuk atau ruku’.

Ada pun berdiri saat menyambut orang tua atau orang terhormat datang, itu bukan terlarang, justru itu sunnah Rasulullah ﷺ. Bagaimana mungkin itu tercela, jika datang tukang paket saja kita langsung berdiri menyambutnya? Kok malah melarang berdiri jika yang datang ortua sendiri, … Ini ajaran aneh.

Silakan baca tulisan berikut:

Berdiri Menyambut Orang Terhormat, Ulama, Ortua, adalah Sunnah Nabi ﷺ

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Berdiri Menyambut Orang Terhormat, Ulama, Ortua, Adalah Sunnah Nabi ﷺ

Ya ini sunah nabi, baik perintah (Sunnah Qauliyah) mau pun perbuatan nabi (Sunnah Fi’liyah).

Untuk perkataan Rasulullah ﷺ tertera dalam hadits shahih, ketika Sa’ad bin Mu’adz Radhiallahu ‘Anhu (tokoh Anshar) datang, Nabi ﷺ bersabda kepada orang-orang Anshar:

قُومُوا إِلَى خَيْرِكُمْ أَوْ سَيِّدِكُمْ

BERDIRILAH kalian untuk orang terbaik atau pemimpin kalian (HR. Bukhari no. 3804)

Ada pun perbuatan Rasulullah ﷺ, diceritakan oleh Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى فَاطِمَةَ بِنْتَهُ قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ

Bahwa Nabi ﷺ jika melihat putrinya – Fathimah- dia akan menyambutnya, lalu BERDIRI dan menciumnya, dan memegang tangannya serta membawanya duduk ke tempatnya. (HR. An Nasa’i. Dikutip oleh Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 11/50)

Ada pun hadits yang mencela seseorang yg suka jika dirinya disambut orang lain dengan berdiri, yaitu:

من أحب أن يمثل له الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار

“Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”. (HR. Abu Daud no. 5229, At-Tirmidzi no. 2753)

Maka hadits ini larangan bagi orang yang GILA HORMAT, dia begitu berharap orang lain berdiri untuknya, bukan larangan bagi pihak yang menyambut.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, mengutip dari Imam Ath Thabariy Rahimahullah sebuah penjelasan tentang hadits di atas:

إِنَّمَا فِيهِ نَهْيُ مَنْ يُقَامُ لَهُ عَنِ السُّرُورِ بِذَلِكَ لَا نَهْيَ مَنْ يَقُومُ لَهُ إِكْرَامًا لَهُ

Ini adalah larangan bagi orang yang senang jika ada orang yang berdiri untuknya, bukan larangan bagi orang yang berdiri untuk penghormatan. (Fathul Bari, 11/50)

Al Hafizh juga mengutip dari Imam Ibnu Qutaibah, dia berkata:

وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِهِ نَهْيَ الرَّجُلِ عَنِالْقِيَامِ لِأَخِيهِ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْهِ

Hadits ini bukan bermaksud larangan berdiri atas seseorang untuk memuliakan saudaranya jika dia salam kepadanya. (Ibid)

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Lebih Baik Shalat Tepat Waktu Sendirian atau Menunggu Jamaah?

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz
Izin bertanya, lebih baik manakah solat fardhu tepat waktu sendirian karena jamaah belum hadir, atau menunggu jamaah di kantor hadir dulu tapi jadi gak tepat waktu solat nya ??
Syukron


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika waktu istirahat masih lama, tunggu saja dulu agar jamaah lain datang. Jika pendek, segera saja di awal waktu walau sendiri. Jika sebelumnya sudah niat berjamaah ternyata tidak ada jamaah lain, semoga Allah Ta’ala sudah hitung sesuai niatnya ..

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ

“Niat seorang mu’min lebih baik dari pada amalnya”.

(HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, 6/185-186, dari Sahl bin Sa’ad as Saidi. Imam Al Haitsami mengatakan: “ Rijal hadits ini mautsuqun (terpercaya), kecuali Hatim bin ‘Ibad bin Dinar Al Jursyi, saya belum melihat ada yang menyebutkan biografinya.” Lihat Majma’ Az Zawaid, 1/61)

Oleh karenanya, Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:

فَالنِّيَّةُ فِي نَفْسِهَا خَيْرٌ وَإِنْ تَعَذَّرَ الْعَمَل بِعَائِقٍ

Maka, niat itu sendiri pada dasarnya sudah merupakan kebaikan, walau pun dia dihalangi uzur untuk melaksanakannya. (Ihya ‘Ulumuddin, 4/352)

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top