[Syarah Maratib Al ‘Amal] Mewujudkan Masyarakat Islami

وإرشاد المجتمع , بنشر دعوة الخير فيه , ومحاربة الرزائل و المنكرات , و تشجيع الفضائل , والأمر بالمعروف , والمبادرة إلى فعل الخير , وكسب الرأي العام إلى جانب الفكرة الإسلامية , وصبغ مظاهر الحياة العامة بها دائما , وذلك واجب كل أخ على حدته , و واجب الجماعة كهيئة عاملة

“Membimbing masyarakat dengan menebar cahaya dakwah di tengah mereka, memerangi keburukan dan kemungkaran, mengobarkan semangat pada segala kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf, berlomba dalam kebaikan, merangkul hati umat agar berpihak pada risalah Islam, dan mewarnai wajah kehidupan dengan rona Islam sepanjang waktu. Inilah tugas suci setiap insan muslim secara pribadi, dan amanah mulia bagi jamaah sebagai tubuh yang bergerak dan bekerja.”

Penjelasan:

Pada tahapan ini spektrum dakwah tidak hanya mengurus individu dan keluarganya. Tapi meluas pada kumpulan mereka, yaitu membina masyarakat untuk membumikan nilai-nilai Islam. Agar kebaikan Islam yang kaffah dan Rahmatan Lil ‘Alamin dirasakan lebih luas tidak terbatas hanya orang-orang tertentu saja.

Di antaranya adalah semaraknya dakwah Islam dengan makna mengajak manusia ke jalan Allah Ta’ala. Bukan semata-mata ceramah, tapi semua aspek kehidupan di masyarakat memiliki kontribusi untuk dakwah; baik harta, waktu, lisan, tulisan, jiwa dan raga. Agar tauhid benar-benar tegak dan sunnah benar-benar hidup.

Begitu pula amar ma’ruf nahi munkar, diposisikan begitu berwibawa dan terhormat. Bukan pelengkap tapi memang pondasi kuat bagi masyarakat yang Islami. Pelakunya dihargai, keberadaannya dinanti. Jika masyarakat tidak ada amar ma’ruf nahi munkar, maka alamat menuju ummah ghaibah (umat yang lenyap).

Begitu pula adab dan akhlak Islam, telah mewarnai sendi kehidupan mereka dari hendak tidur sampai bangunnya, dari usuran belakang rumah sampai depannya, urusan kantor sampai kebunnya, urusan anak-anak sampai orang dewasanya; baik laki-laki maupun perempuan, dari masjid sampai ke pasar, sekolah-sekolah dan tempat perkumpulan manusia. Islam mewarnai mereka.

Semua ini merupakan tugas para pejuang Islam, baik sebagai individu, atau yang tergabung pada institusi, jamaah Islamiyah, ormas, dan sebagainya.

Jika ini dapat terwujud maka layak bagi masyarakat tersebut mendapatkan pujian Allah Ta’ala:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 110)

Umar bin Khattab Radhiayallahu ‘Anhu menjelaskan:

مَنْ سَرَّه أَنْ يَكُونَ مِنْ تِلْكَ الْأُمَّةِ فَلْيؤدّ شَرْط اللَّهِ فِيهَا

Siapa yang suka dirinya menjadi seperti umat dalam ayat tersebut maka penuhilah syarat yang Allah tentukan dalam ayat itu. (Imam Ibnu Jarir Ath Thabari, Tafsir Ath Thabari, 7/102)

Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍ Farid Nu’man Hasan

Imam Ibnu Taimiyah VS Kebijakan Penguasa yang Keliru

Beliau adalah ulama khalaf (belakangan) yang dianggap mewarisi jalan ulama salaf (terdahulu). Di antara kebaikan yang bisa dipetik dari perjalanan hidupnya adalah keberaniannya mengkoreksi penguasa yang jelas-jelas salahnya, di masanya penguasa (Ibnu Ghazan) bekerja sama dengan raja Al Karaj (penguasa kafir) untuk merampas kekayaan dan menyerang warga Damaskus, padahal mereka adalah rakyatnya sendiri.

Imam Al Bazaar Rahimahullah bercerita tentang aksi heroik Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

ولما ظهر السلطان بن غازان على دمشق المحروسة جاءه ملك االكرج وبذله له أموالا كثيرة جزيلة على أن يمكنه من الفتك بالمسلمين من أهل دمشق. فوصل الخبر الى الشيخ فقام من فوره وشجع المسلمين ورغبهم في الشجاعة ووعدهم على قيامهم بالنصر والظفر والأمن وزوال الخوف. فانتدب منهم رجال من وجوههم، وكبرائهم، وذوي الأحلام منهم، فخرجوا معه إلى حضرة السلطان غازان، فلما رآهم السلطان قال: من هؤلاء؟ فقيل هم رؤساء دمشق، فأذن لهم فحضروا بين يديه، فتقدم الشيخ رحمه الله أولًا، فلما أن رآه أوقع الله له في قلبه هيبةً عظيمة، حتى أدناه وأجلسه، وأخذ الشيخ في الكلام معه أولًا في عكس رأيه عن تسليط المخذول ملك الكرج على المسلمين، وضمن له أموالًا وأخبره بحرمة دماء المسلمين، وذكَّره ووعظه فأجابه إلى ذلك طائعًا، وحقنت بسببه دماء المسلمين وحميت ذراريهم وصِين حريمهم

“Tatkala Sultan Ibnu Ghazan berkuasa di Damaskus, Raja Al Karaj datang kepadanya dengan membawa harta yang banyak agar Ibnu Ghazan memberikan kesempatan kepadanya untuk menyerang kaum musimin Damaskus.

Namun berita ini sampai ke telinga Syaikh Ibnu Taimiyah. Sehingga ia langsung bertindak menyulut semangat kaum muslimin untuk menentang rencana tersebut dan menjanjikan kepada mereka suatu kemenangan, keamanan, kekayaan, dan rasa takut yang hilang. LALU BANGKITLAH PARA PEMUDA, ORANG ORANG TUA, DAN PARA PEMBESAR MEREKA MENUJU SULTAN GHAZAN.

Ketika Sultan melihat mereka, dia bertanya: “Siapa mereka?” Maka dijawab: “Mereka adalah tokoh-tokoh Damaskus.” Sultan mengizinkan mereka dan berdiri dihadapannya. Lalu pertama-tama majulah Syaikh Ibnu Taimiyah Rahimahullah, tatkala Sultan Ghazan melihat Syaikh Ibnu Taimiyah, Allah menjadikan hati Sultan Ghazan mengalami ketakutan yang hebat terhadapnya sehingga ia meminta Syaikh Ibnu Taimiyah agar mendekat dan duduk bersamanya.

Kesempatan tersebut digunakan Syaikh Ibnu Taimiyah untuk menolak rencananya, yaitu memberikan kesempatan keada Raja Al Karaj yang hina untuk menghabisi umat Islam Damaskus dengan imbalan harta. Ibnu Taimiyah memberitahu Sultan Ibnu Ghazan tentang kehormatan darah muslimin, mengingatkan dan memberi nasihat kepadanya. Maka Ibnu Ghazan menurut nasihat Ibnu Tamiyah tersebut. Dari situ, terselamatkanlah darah-darah umat Islam, terhaga isteri-isteri mereka, dan terjaga budak-budak perempuan mereka.

Imam Al Bazaar, Al A’lam Al ‘Aliyah, Hal. 67

Pelajaran dan hikmah:

– Menasihati pemimpin yang keliru dan kekeliruannya merugikan kehidupan kaum muslimin, adalah kewajiban bagi yang mampu melaksanakannya

– Menasihatinya secara terbuka dan bersama-sama, merupakan salah satu cara yang pernah ditempuh para salaf dan ‘alim rabbani umat ini. Itu bukan pemberontakan, apalagi Khawarij.

– Hal ini dilakukan jika memang mampu, efektif, dan mendatangkan maslahat dan menekan madharat. Jika tidak, maka seharusnya ditempuh cara lain yang lebih kecil madharatnya dan lebih efektif dan besar maslahatnya.

Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwaamith Thariq

✍ Farid Nu’man Hasan

Berutang di Bank Konvensional Karena Darurat

▪▫▪▫▪▫▪▫

 PERTANYAAN:

Assalammu’alaikum ust, Afwan minkum ganggu waktunya ust

Ust, ini ada teman kantor minta tolong dijawab pertanyaan nya :

Ust, apa boleh dgn kondisi seperti dibawah ini :

✓ punya hutang di semua saudara kandung

✓ tidak ada aset yg bisa di gadai syariah untk dijadikan agunan untk pinjam uang syariah

✓ sudah buntu hendak pinjam kemana lagi Krn SDH banyak hutang…

Hendak pinjam uang di Bank BRI ( Konvensional) Krn yg tersedia saat ini hanya ini Krn kebetulan proses nya mudah Krn Alhamdulillah pekerjaan sbg ASN jadi bisa proses gadai SK ASN.

Uang benar2 sangat dibutuhkan ;

1.Bayar uang kontrakan yg akan jatuh tempo.

2.Bayar uang anak sekolah yg juga jatuh tempo.

3.Kebutuhan pokok sebulan yg masih harus ditutupi dgn berhutang dgn gali lubang tutup lubang

Apa boleh ust dgn semua kondisi diatas mengajukan pinjaman ke bank BRI yg satu2 saat ini tersedia??

Mohon sekali pencerahannya ust (+62 812-9252-xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh

Pada prinsipnya utang dibolehkan krn Rasulullah ﷺ dahulu pernah berutang kepada seorang Yahudi. Namun kebolehan ini asalkan tidak menjadi habbit, dilakukan bebas riba, dan yakin mampu bayar agar tidak menyusahkan diri sendiri dan ahli waris, serta pemanfaatan utang tersebut memang untuk kepentingan mendesak dan halal.

Imam Khatib asy Syarbini mengatakan:

إنما يجوز الاقتراض لمن علم من نفسه القدرة على الوفاء إلا أن يعلم المقرض أنه عاجز عن
الوفاء

Bolehnya berhutang adalah bagi org yang tahu dirinya bisa membayarnya, kecuali orang yang berhutang tahu bahwa dia tidak mampu membayarnya. (Mughni al Muhtaj, 3/30)

Lalu bgmn jika berutang dgn cara riba krn kepentingan darurat dan benar2 tidak dapat cara yg halal?

Darurat itu adlh kondisi jika tidak dipenuhi akan mengancam eksistensi kehidupannya baik ancaman pada agama, jiwa, akal, harta, dan keturunannya. Jika salah satu dr hal ini terancam maka itulah darurat, silahkan berutang, walau seandainya hanya ada jalan yg riba krn kondisi darurat tsb. Asalkan tidak berlebihan, sesuai kebutuhan, tidak ketagihan dan menjadi kebiasaan.

Dalilnya, Allah Ta’ala berfirman:

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-An’am, Ayat 145)

Kaidah:

الضرورة تبيح المحظورات

Keadaan darurat membuat boleh yang terlarang

الضرورة تقدر بقدرها

Darurat itu ditakarkan sesuai keadaan daduratnya

Demikian. Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Apakah Rasulullah Memusuhi Wahsyi?

 PERTANYAAN:

afwan. tadz ana izin bertanya
salah satu orang yang tidak akan diterima sholatnya itu atau orang yang sholatnya/amalan sholatnya tidak akan naik keatas kepalanya adalah seseorang yang saling bermusuhan ..
nah pertanyaan ana bagaimana dengan keadaan nabi shalallahualahiwasalam dengan washi yang telah membunuh pamanny bukankah nabi memèrintahkan agar washi jangan menampakan wajahnya dihadapan rosulullah shallahu’alahiwasalam lagi …

apakah permusuhan seperti ini juga termasuk dalam konteks hadits orang yang tidak diterima sholatnya sedangkan nabi shallahu’alahiwasalam adalah manusia yang dijaga oleh allah ta’ala

bagaimana memahami kedua peristiwa ini tadz(+62 819-9135-xxxx)


 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (Sunnah Fi’liyah) adalah dalil, sebab dalil itu adalah Al Quran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Ini yang disepakati semua Mazhab fiqih Ahlus Sunnah yang masih eksis.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengatakan, akhawaan mutasharimaan (dua orang yang memutuskan silaturrahim) adalah yang termasuk shalatnya tidak diterima. Ini hukum berlaku untuk umatnya, yang putus hubungan tanpa alasan yang benar.

Misal: Memutuskan silaturahim karena kedua pihak beda partai, beda pilihan pilpres, rebutan warisan, dan urusan dunia lainnya yang sebenarnya tidak pantas untuk saling memboikot..

Ada pun memboikot sesama muslim, dengan alasan yang syar’i, itu hal yang dibolehkan. Tujuannya agar muslim tersebut berubah. Dulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabat, mendiamkan selama 50 hari 3 orang sahabatnya yang tidak ikut perang Tabuk. Mereka tidak ikut perang tanpa alasan. Barulah di hari ke 50 Allah Ta’ala ampuni mereka bertiga, mereka pun disikapi normal kembali.

Kisah ini, jangan dipahami bahwa Rasulullah dan sahahat memusuhi 3 orang tadi, lalu shalatnya tidak diterima.. Bukan begitu.. Begitu pula dalam memahami Rasulullah tidak mau melihat wajah Wahsyi..

Alasan yang syar’i, misalnya:

– Orang yang mbawa ajaran sesat
– Orang yang melakukan maksiat terang-terangan (judi, mabuk, tidak shalat, dll)
– DLL

Di sisi lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bukan memusuhi Wahsyi, bukan pula tidak memaafkannya, tapi dia tidak mau melihat wajah Wahsyi karena membuat dirinya teringat dengan pamannya (Hamzah) yang telah dibunuh oleh Wahsyi saat Wahsyi masih Jahiliyah.

Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top