Berbuka Dengan Kurma Yang Ganjil, Adakah Sunnahnya?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuhu, afwan ustazi, adakah pembahasan hadis tentang berbuka dgn kurma ganjil? Jazakumullahu khoiron.

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Hadits berbuka dengan kurma ada, dan statusnya hasan, ada pula yang menyebut shahih..

Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتَمَرَاتٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berbuka dengan berberapa butir kurma basah sebelum shalat, dan jika tidak ada kurma basah maka berbuka dengan kurma kering, dan jika tidak ada kurma kering maka berbuka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi No. 696, Ahmad No. 12215. Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan. Sementara Syaikh Syu’aib al Arnauth dan Syaikh al Albani mengatakan shahih)

Ada pun dengan jumlah GANJIL, tidak ada yang shahih..

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُفْطِرَ عَلَى ثَلَاثِ تَمَرَاتٍ أَوْ شَيْءٍ لَمْ تُصِبْهُ النَّارُ

Bahwasanya Rasulullah ﷺ suka berbuka dengan 3 biji kurma atau sesuatu yang tidak disentuh oleh api (tidak dipanggang, dibakar, digoreng). (HR. Abu Ya’la no. 3305. Hadits ini dinyatakan dhaif oleh para ulama).

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

أما الإفطار من الصيام، فالثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يفطر على رطب أو تمر، ولم يثبت أنه صلى الله عليه وسلم كان يتقصد عددا معينا ، أو كونهن وترا . والحديث الوارد في ذلك ضعيف

Ada pun berbuka puasa, yang Shahih dari Nabi ﷺ adalah dengan ruthob (kurma muda) atau tamar (kurma kering), dan tidak shahih tentang berbuka dengan jumlah tertentu atau ganjil. Hadits yg ada tentang itu dhaif. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 293857)

Jadi, bebas saja mau genap atau ganjil. Jika makannya ganjil karena beralasan Allah Ta’ala suka yang ganjil tentu bagus.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Aturan Shaf Untuk Laki-laki dan Perempuan

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum, Tanya Tadz, makna hadist saf laki2 didepan dan saf perempuan di belakang itu bagaimana ? Di daerah kami masjidnya kan hijab/dinding depan dan belakang. Yg depan untuk laki2 yg belakang utk perempuan. Yang dilakukan para perempuan adalah berlomba lomba cari saf paling belakang, walau depan masih kosong karena berpedoman pada hadist tsb. Benarkah memang demikian ? Mohon tauziahnya

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Haditsnya:

وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها

Sebaik-baiknya shaf bagi wanita adalah yang paling belakang dan yang terburuk adalah yang paling depan. (HR. Muslim No. 440, dari Abu Hurairah)

Shaf terbaik bagi laki-laki adalah paling depan, bagaimana pun keadaannya.

Ada pun shaf terbaik bagi wanita, paling belakang, jika shalatnya bercampur dengan laki-laki tanpa pembatas. Sebab, yg paling belakang yg paling jauh dr ikhtilat.

Tapi jika ADA PEMBATAS, baik partisi, hijab, tembok, maka shaf wanita yang terbaik tetap yang terdepan sebagaimana shaf laki – laki.

Imam An Nawawi menjelaskan:

وأما صفوف الرجال فهي على عمومها، فخيرها أولها أبدا، وشرها آخرها أبدا،

Ada pun shaf laki-laki berlaku secara umum; yang terbaik adalah yang terdepan selamanya, dan yang terburuk adalah yang paling belakang selamanya

وأما صفوف النساء فالمراد بالحديث صفوف النساء اللاتي يصلين مع الرجال، وأما إذا صلين متميزات لا مع الرجال فهن كالرجال خير صفوفهن أولها وشرها آخرها. والمراد بشر الصفوف في الرجال والنساء أقلها ثوابا وفضلا

Ada pun shafnya wanita, maksud hadits di atas adalah jika shalatnya bareng bersama laki-laki, ada pun jika mereka shalatnya dibedakan (tempatnya) bersama kaum laki-laki maka shaf yang terbaik sama dengan laki-laki yaitu yang terdepan. Ada pun makna shaf paling buruk bagi laki-laki dan perempuan adalah paling sedikit pahala dan keutamaannya. (Syarh Shahih Muslim)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Berkoalisi dengan Pemerintah Zalim

Allah Ta’ala melarang menjadi pendukung kezaliman, termasuk para penguasa zalim.

Sejumlah ayat Al Quran dan Sunnah Nabi ﷺ menegaskan larangan menjadi pembela orang-orang zalim dan satu barisan dengan mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Hud: 113)

Dalam ayat lain:

وَلَا تُطِيعُوٓاْ أَمۡرَ ٱلۡمُسۡرِفِينَ ٱلَّذِينَ يُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا يُصۡلِحُونَ

Dan janganlah kamu taati orang-orang yang melampuai batas.(yaitu) mereka yang membuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan. (QS. Asy Syu’ara: 151-152)

Ayat lain:

وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا

Dan janganlah kalian taati orang yang Kami lupakan hatinya untuk mengingat Kami dan ia mengikuti hawa nafsu dan perintahnya yang sangat berlebihan. (QS. Al Kahfi: 28)

Ada pun dalam hadits, Nabi ﷺ bersabda:

«اسْمَعُوا، هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ؟ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ،َ»

“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sesudahku nanti akan ada para pemimpin?

Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan mendukung kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.”

(HR At Tirmidzi no. 2259, An Nasa’i no. 4208, Imam At Tirmidzi dalam Sunannya mengatakan: SHAHIH. Dalam Kanzul ‘Ummal, Imam Alauddin al Hindi mengatakan: SHAHIH. (no. 14891)

Ayat dan hadits ini merupakan kecaman keras kepada para penguasa yang zalim atau orang-orang zalim secara umum. Sebab, kezaliman bisa dilakukan oleh siapa pun bukan hanya penguasa.

Selain itu, terlarang menjadi pendukung orang-orang zalim, dan satu barisan bersama mereka. Membenarkan kedustaan dan kezaliman mereka sejadi-jadinya.

Bahkan Allah Ta’ala mengancam dengan keras kepada para pendukungnya yaitu neraka. Begitulah kepada para pendukungnya, lalu bagaimana dengan orang zalimnya sendiri?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda:

إن في جهنم واد ، في ذلك الوادي بئر يقال له هبهب ، حق على الله تعالى أن يسكنها كل جبار

“Sesungguhnya di neraka jahanam ada sebuah lembah, di lembah tersebut terdapat sumur yang dinamakan Hab Hab, yang Allah Ta’ala tetapkan sebagai tempat tinggal bagi setiap diktator.”

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Ausath, No. 3548, Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shaihihain, No. 8765, katanya: Shahih. Imam Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan. Lihat Majma’uz Zawaid, 5/197. Ini lafaz milik Al Hakim)

Dari Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu, RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

سَيَكُونُ أَئِمَّةٌ مِنْ بَعْدِي يَقُولُونُ وَلا يُرَدُّ عَلَيْهِمْ، يَتَقَاحَمُونَ فِي النَّارِ كَمَا تَتَقَاحَمُ الْقِرَدَةُ “

Akan datang para pemimpin setelahku yang ucapan mereka tidak bisa dibantah, mereka akan masuk ke neraka berdesa-desakkan seperti kera yang berkerubungan.

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 925, Al Awsath No. 5311, Abu Ya’la, No. 7382, menurut Syaikh Husein Salim Asad: isnadnya shahih)

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam bersabda:

وَمَنْ أَتَى السُّلْطَانَ افْتُتِنَ

Siapa yang mendatangi penguasa maka dia akan terkena fitnah.

(HR. Ahmad no. 3362. SHAHIH. sebagaimana dikatakan Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Syu’aib Al Arnauth, dll)

Ada pun nasihat salaf, juga begitu tegas agar tidak mendekati pintu penguasa yang zalim.

Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

«إِيَّاكُمْ وَمَوَاقِفَ الْفِتَنِ» قِيلَ: وَمَا مَوَاقِفُ الْفِتَنِ يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ؟ قَالَ: «أَبْوَابُ الْأُمَرَاءِ يَدْخُلُ أَحَدُكُمْ عَلَى الْأَمِيرِ فَيُصَدِّقُهُ بِالْكَذِبِ وَيَقُولُ لَهُ مَا لَيْسَ فِيهِ»

Hati-hatilah kalian terhadap pos-posnya fitnah. Ditanyakan: “Apakah pos-posnya fitnah itu, wahai Abdillah?” Beliau menjawab: “Yaitu pintu-pintu penguasa, kalian masuk ke pintu seorang penguasa lalu kalian membenarkan dia dengan kedustaan, dan mengatakan kepada dia apa-apa yang dia tidak pernah lakukan (menjilat).

(Imam Abdurrazzaq, Al Mushannaf, 11/316)

Demikianlah nasihat Allah Ta’ala dalam Al Quran, Rasul-Nya dalam sunnah yang mulia, serta kaum salaf agar kaum muslimin, senantiasa bersama orang-orang yang benar, tidak mendekat kepada penguasa zalim, dan hati-hati terhadap doa orang-orang terzalimi (da’watul mazhlum).

Dan masih banyak lagi peringatan tentang bahaya yang menimpa ulama jika mereka dekat-dekat dengan para pemimpin zalim dan fasiq.

Fitnah yg mereka alami adalah fitnah dunia, harta dan tahta. Fatwa mereka bisa dibeli, prilaku kezaliman penguasa bisa distempel SAH para ulama tersebut.

Kapan Dibolehkan Mendekati Penguasa?

Yaitu jika pemimpin tersebut adil dan aktivis Islam pun dalam keadaan mampu, kuat, dan berwibawa. Bukan dalam keadaan lemah, rapuh, dan mudah disetir, apalagi meminta-minta jatah menteri. Dengan demikian menasihati pemimpin benar-benar akan berjalan, bukan justru aktivis Islam yang malah menjadi bumper penguasa.

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan tentang makna berbagai hadits dan atsar di atas:

مَعْنَى هَذَا الْبَابِ كُلِّهِ فِي السُّلْطَانِ الْجَائِرِ الْفَاسِقِ فَأَمَّا الْعَدْلُ مِنْهُمُ الْفَاضِلُ فَمُدَاخَلَتُهُ وَرُؤْيَتُهُ وَعَوْنُهُ عَلَى الصَّلَاحِ مِنْ أَفْضَلِ أَعْمَالِ الْبِرِّ أَلَا تَرَى أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِنَّمَا كَانَ يَصْحَبُهُ جِلَّةُ الْعُلَمَاءِ مِثْلُ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَطَبَقَتِهِ وَابْنِ شِهَابٍ وَطَبَقَتِهِ وَقَدْ كَانَ ابْنُ شِهَابٍ يَدْخُلُ إِلَى السُّلْطَانِ عَبْدِ الْمَلِكِ وَبَنِيهِ بَعْدَهُ وَكَانَ مِمَّنْ يَدْخُلُ إِلَى السُّلْطَانِ الشَّعْبِيُّ وَقَبِيصَةُ بْنُ ذُؤَيْبٍ، وَالْحَسَنُ، وَأَبُو الزِّنَادِ، وَمَالِكٌ، وَالْأَوْزَاعِيُّ، وَالشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَجَمَاعَةٌ يَطُولُ ذِكْرُهُمْ وَإِذَا حَضَرَ الْعَالِمُ عِنْدَ السُّلْطَانِ غِبًّا فِيمَا فِيهِ الْحَاجَةُ إِلَيْهِ وَقَالَ خَيْرًا وَنَطَقَ بِعِلْمٍ كَانَ حَسَنًا وَكَانَ فِي ذَلِكَ رِضْوَانُ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ

Makna semua ini adalah mendatangi penguasa yang zalim lagi fasiq. Ada pun kepada penguasa yang adil, yang memiliki keutamaan, maka masuk kepada mereka, melihat dan menolong mereka dalam kebaikan  termasuk amal yang paling utama.

Bukankah Anda lihat Umar bin Abdul Aziz bersahabat dgn para pembesar ulama, seperti Urwah bin Az Zubeir, dan yang sezaman dengannya, Ibnusy Syihab dan yang seangkatan dengannya. Dahulu, Ibnusy Syihab ke istana Abdul Malik dan masa pemerintahan anaknya di masa setelahnya.

Selain itu, yang pernah ke isyana para penguasa seperti Asy Sya’biy, Qabishah bin Dzu’aib, Al Hasan, Abuz Zinad, Malik, Asy Syafi’iy, dan masih banyak lagi kisah tentang mereka.

Jika datang seorang ulama kepada penguasa, ia datang secara berkala sesuai keperluannya kepadanya. Dia berkata yang baik-baik, berbicara dengan ilmu, dan saat itu begitu bagus dan semoga Allah Ta’ala meridhai sampai hari berjumpa denganNya.

(Jaami’ Bayan Al’Ilmu wa Fadhlih, Hal. 191)

Al ‘Allamah Yusuf Al Qaradhawi Rahimahullah mengatakan, bahwa tidak boleh berkoalisi dengan pemerintah yang zalim kecuali jika pemerintah itu memberikan peluang dan keleluasaan kepada aktivis dan umat Islam dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan syariat Allah Ta’ala dan tidak menyelisihi perintah Allah dan RasulNya. (Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid. 3, hal. 612. Pustaka Al Kautsar)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ ℕ’ ℍ

Membaca “Subhanal Malikil Quddus” Setelah Shalat Witir adalah Sunnah

Membaca Subhanal Malikil Quddus setelah Witir adalah Sunnah.

Sebagian orang ada yang tidak menyukainya dan menuduhnya bid’ah. Jelas itu tuduhan amat jauh dari kebenaran.

Bagaimana mungkin sunnah nabi justru dikatakan bid’ah? Dalilnya begitu jelas:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ وَزُبَيْدٍ الْإِيَامِيِّ عَنْ ذَرٍّ عَنِ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ فَإِذَا سَلَّمَ قَالَ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Salamah bin Kuhail dan Zubaid Al Iyami dari Dzar dari Abu Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya dari Nabi ﷺ beliau membaca dalam SHALAT WITIR dengan surat, Sucikanlah nama Tuhanmu yang Mahatinggi, dan katakanlah, “Hai orang-orang kafir dan katakanlah, “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. jika telah SELESAI SALAM beliau membaca:

“SUBHANAL MALIKIL QUDDUS SUBHANAL MALIKIL QUDDUS “(Mahasuci Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Raja Yang Mahasuci Mahasuci Raja Yang Mahasuci)” dan meninggikan suaranya.

(HR. Ahmad no. 14813. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al Arnauth dan Syaikh Al Albani)

Hadits ini jelas apa yang dibaca oleh Rasulullah setelah shalat witir adalah “SUBHANAL MALIKIL QUDDUS SUBHANAL MALIKIL QUDDUS.

Imam An Nawawi mengatakan:

يستحب أن يقول بعد الوتر ثلاث مرات : سبحان الملك القدوس

Disunnahkan setelah shalat witir membaca 3x: “SUBHANAL MALIKIL QUDDUS.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, jilid. 4, hal. 16)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

يستحب أن يقول بعد وتره: سبحان الملك القدوس. ثلاثًا، ويمد صوته بها في الثالثة

Disunnahkan setelah shalat witir: SUBHANAL MALIKIL QUDDUS (3X), dan memanjangkan (meninggikan) suara di yang ketiga. (Al Mughni, jilid. 2, hal. 122)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top