Shalawat Meninggikan Suara Di Masjid Dengan Speaker

Pertanyaan

Apa hukumnya bershalawat kepada nabi pake pengera suara di mesjid setiap akhir sholat fardhu? (+62 853-3870-xxxx)


Jawaban

Bismillahirrahmanirrahim..

Membaca Shalawat Nabi tentu ibadah, demikian juga baca Al Quran.

Namun jika dilakukan di masjid dan dengan suara begitu keras sampai memunculkan tasywisy (kebisingan) dan mengganggu orang yang shalat di masjid tsb adalah terlarang, ada yang mengatakan makruh bahkan haram. Namun dibolehkan jika ada uzur syar’i seperti azan dan sdg mengajar, atau jika suasana sedang sepi sehingga tidak yang terganggu.

Dari Abu Said al Khudri Radhiallahu ‘Anhu:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ

  “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam i’tikaf di masjid, beliau mendengar manusia mengeraskan suara ketika membaca Al Quran, maka dia membuka tirai dan bersabda: “ Ketahuilah sesungguhnya setiap kalian ini bermunajat kepada Rabbnya, maka jangan kalian saling mengganggu satu sama lain, dan jangan saling tinggikan suara kalian dalam membaca Al Quran atau di dalam shalat.” (HR. Abu Daud No. 1334, dishahihkan Ibnu Khuzaimah, dll)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

يحرم رفع الصوت على وجه يشوش على المصلين ولو بقراءة القرآن. ويستثنى من ذلك درس العلم.

“Diharamkan mengeraskan suara (dimasjid) hingga menyebabkan terganggunya orang shalat walau pun yang dibaca itu adalah Al Quran, dikecualikan bagi yang sedang proses belajar mengajar Al Quran.” (Fiqhus Sunnah, 1/251)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili mengatakan:

كما يكره بالاتفاق الجهر بالقراءة في المسجد لما فيه من التشويش على الآخرين، ولمظنة الرياء

Sebagaimana dimakruhkan berdasarkan kesepakatan ulama mengeraskan suara saat membaca Al Quran di masjid sebab hal itu memunculkan kebisingan terhadap orang lain dan memunculkan riya’.

(Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/1103)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Bulu Bangkai

 PERTANYAAN:

Bismillah. Ustadz mohon penjelasan tentang hadits berikut: Terimakasih

وَقَالَ حَمَّادٌ لاَ بَأْسَ بِرِيشِ الْمَيْتَةِ . وَقَالَ الزُّهْرِىُّ فِى عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ الْفِيلِ وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا ، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا ، لاَ يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا

“Hammad mengatakan bahwa bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang tulang bangkai dari gajah dan semacamnya, ‘Aku menemukan beberapa ulama salaf menyisir rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka tidaklah menganggapnya najis hal ini’.” (HR. Bukhari)

(+62 878-2863-xxxx)


 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Ini adalah atsar/perkataan sebagian salaf yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Bukan hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Apa yang mereka katakan bahwa bulu dari bangkai adalah suci, lalu menyisir dengan gading yang memiliki minyak gajah, adalah PENDAPAT mereka. Bukan dalil yang setara Al Quran dan As Sunnah. Sehingga mayoritas ulama tetap mengatakan najis, apa pun yang berasal dari bangkai adalah najis, termasuk kulit dan bulu Kecuali jika disamak dulu.

Imam Ibnu Baththal mengatakan:

– Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa Bulu bangkai dan gading (bangkai) gajah adalah SUCI.

– Imam Malil dan Imam asy Syafi’i mengatakan NAJIS. Tidak boleh dipakai buat sisir dan minyak rambut. Hanya saja Imam Malik mengatakan: “Jika gajah disembelih, maka gadingnya suci.” Imam asy Syafi’i mengatakan “menyembelih” itu tidak berlaku bagi hewan liar. (Syarh Shahih Bukhari, 1/350)

Ada pun dalam hadits disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُكَيْمٍ قَالَ كَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جُهَيْنَةَ أَنْ لَا تَنْتَفِعُوا مِنْ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلَا عَصَبٍ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ أَصَحُّ مَا فِي

Dari Abdullah bin ‘Ukaim, ia berkata; Rasulullah ﷺ menulis surat kepada penduduk Juhainah, “Janganlah kalian memanfaatkan dari bangkai baik kulit baik kulit yang belum disamak ataupun uratnya.”

(HR. An Nasa’i no. 4251, shahih)

Ada pun untuk HEWAN HIDUP yang bisa dimakan, maka semua ulama sepakat bulunya suci.

HEWAN HIDUP yang dagingnya tidak bisa dimakan mayoritas ulama mengatakan bulunya tetap suci, seperti kucing, burung elang, tikus. Mereka berselisih tentang kenajisan bulu anjing dan bulu babi, saat masih hidupnya.

Demikian. Wallahu a’lam

☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Takhrij Hadits “Aku Tinggalkan Dua Hal: Kitabullah dan Sunnah Nabi”

 PERTANYAAN:

Bismillah. Ustadz mohon penjelasan dan takhrij hadits ini. Terimakasih

تركت فيكم عمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما : كتاب الله و سنة رسوله

(+62 878-2863-xxxx)


 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما مسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه

“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan pernah tersesat: Kitabullah dan Sunah NabiNya.” (HR. Malik dalam Al Muwatha’ No. 1594, secara mursal. Syaikh Al Albani menyatakan: hasan. Lihat Misykah Al Mashabih No. 186)

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (ketika khutbah haji wada’):

إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا كتاب الله وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم

“Sesungguhnya saya telah meninggalkan pada kalian apa-apa yang jika kalian komitmen dengannya niscaya tidak akan tersesat selamanya, Kitabullah dan Sunah NabiNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Imam Al Hakim mengatakan tentang riwayat ini:

وذكر الاعتصام بالسنة في هذه الخطبة غريب ويحتاج إليها وقد وجدت له شاهدا من حديث أبي هريرة

Penyebutan berpegang teguh dengan sunnah pada khutbah ini adalah ghariib (asing),dan membutuhkan adanya penjelasan kepadanya. Saya telah menemukan syahid (penguat) bagi hadits ini, dari hadits Abu Hurairah . (Al Mustadrak No. 318)

Hadits sebagai syahid tersebut adalah;

عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني قد تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما كتاب الله وسنتي ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya telah tinggalkan pada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang pada keduanya: Kitabullah dan Sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangi aku di Al Haudh (telaga).” (Al Mustadrak No. 319. Hadits ini shahih, lihat Shahihul Jami’ No.2937)

Wallahu A’lam

☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Trading Saham

 PERTANYAAN

Afwan ustadz mau menyambung trading misal ada trading tapi dalam bentuk saham di pasar modal, jadi beranggapan bahwa kita itu membeli saham sebuah perusahaan contoh;
Kita membeli saham perusahaan A 100rb, kemudian karna saham di pasar modal untuk perusahaan A bisa naik dan turun ketika naik misal 50% dan kita menjual nya jadi kita bisa untung di 150rb tetapi, ketika harga saham di pasar modal untuk perusahaan A turun dan kita tidak menjual saham kita. Dan di sini kita tidak rugi karna selama kita tidak menjual saham kita,total saham yg kita punya itu tetap. Karna seperti kita memiliki sebagian kecil dari prusahaan trsebut.. bagaimana kalau menurut ustadz? (+62 812-1212-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪

Bismillahirrahmanirrahim

– Hukum asal muamalah itu sah dan boleh, sampai ada dalil yang menyatakan haram, atau adanya unsur yang menunjukkan haram, seperti riba, gharar, ghisy (menipu), maysir (judi)

– Jika trading, bebas dari hal-hal haram di atas maka dia kembaki ke hukum asal, bahwa bahwa itu boleh.

– Trading jika yang dimaksud adalah jual beli mata uang maka:

* Mesti kontan
* Beda jenis mata uang (rupiah dengan dollar, misalnya. Kalau rupiah beli dengan rupiah maka tidak boleh)

Ada pun jual beli saham, kalo tujuannya memang investasi dengan membeli saham, dengan jangka panjang, tidak apa-apa selama itu perusahaan halal, jasa dan barang halal.

Tapi, jika maksudnya untuk untung-untungan, beli saham saat harga turun, lalu dia amati pergerakan harga saham, begitu naik maka dia jual lagi agar dapat untung. Maka, ini judi, tidak boleh.

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top