Hukum Membagikan Daging Qurban Kepada Non Muslim

 PERTANYAAN:

Assalamu alaikum ustadz, terkait kebijakan panitia Qurban memberikan hewan qurban kepada tetangga non islam yang berada disekeliling musholla, sebagai niat dakwah dan menjalin persaudaraan sesama manusia karena mungkin selama ini musholla membuat ketidak nyamanan buat tentangga2 non Islam tersebut. Hal ini apakah diperbolehkan ustadz? (Handri S)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ada tiga pendapat dalam hal tersebut.

1. Tidak boleh secara mutlak

Ini pendapat sebagian Syafi’iyah. Imam Sulaiman bin Umar Al Jamal Rahimahullah mengatakan:

وَلَوْ ارْتَدَّ الْمُضَحِّي لَمْ يَجُزْ لَهُ الْأَكْلُ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ مِنْهَا مُطْلَقًا

“Seandainya orang yang berqurban itu murtad, maka tidak boleh baginya makan bagian hewan qurbannya, sebagaimana tidak boleh memberikan kepada orang kafir bagian darinya secara mutlak.” (Hasyiyah Al Jamal, 5/259)

Maksud “mutlak” adalah keseluruhan orang kafir, baik dzimmiy dan harbiy, kaya atau miskin, baik pada qurban wajib atau sunnah.

Alasannya adalah:

إذْ الْقَصْدُ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ بِالْأَكْلِ لِأَنَّهَا ضِيَافَةُ اللَّهِ لَهُمْ فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ

Sebab, maksud dari qurban adalah sebagai kasih sayang kepada kaum muslimin dengan memberikan makan, karena itu merupakan jamuan dari Allah bagi kaum muslimin maka tidak sah bagi mereka jika memberikannya kepada selain kaum muslimin. (Ibid)

2. Makruh

Ini pendapat Malikiyah dan Imam Laits bin Sa’ad (sezaman dgn Imam Malik), dia tinggal di Mesir.

Imam Ad Dusuqi mengatakan:

وكره مالك و الليث إعطاء النصراني جلد الأضحية وقال مالك غيرهم أحب إلينا

Imam Malik dan Al Laits memakruhkan memberikan kulit qurban kepada kaum Nasrani. Imam Malik berkata: “Selain mereka, lebih kami sukai.” (Asy Syarh Al Kabir, 3/587)

3. Boleh, khusus bagi kafir dzimmi

Inilah pendapat mayoritas ulama. Baik Hanafiyah, sebagiam Malikiyah, sebagian Syafi’iyah, dan Hambaliyah.

Dalam konteks ini, Qurban kedudukannya dianggap sama dengan sedekah sunnah, di mana semua madzhab sepakat bolehnya sedekah sunnah kepada kafir dzimmi.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah Al Hambali berkata:

وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا ، … ؛ لِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ، كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ

Diperbolehkan memberi makanan dari (daging qurban) kepada orang kafir…., Karena itu (qurban) adalah sedekah sunnah. Maka diperbolehkan memberikan makanan kepada orang kafir dzimmi (dalam perlindungan Negara Islam) dan tawanan, sebagaimana sedekah sunnah lainnya. (Al Mughni, 9/450)

Dalam Imam Ad Dusuqi Rahimahullah mengatakan:

ويجوز أن يطعم منها كافرا وبهذا قال الحسن و أبو ثور وأصحاب الرأي

Dibolehkan orang kafir makan darinya (daging qurban), inilah pendapat Al Hasan, Abu Tsaur, dan Ashabur Ra’yi (pengikutnya Abu Hanifah). (Asy Syarh Al Kabir, 3/587)

Imam Ad Dusuqiy sendiri –walau dia seorang Malikiy- membolehkannya jika kepada kafir dzimmiy. Beliau berkata:

ولنا أنه طعام له أكله فجاز إطعامه الذمي كسائر طعامه ولأنه صدقة تطوع فأشبه سائر صدقة التطوع وأما الصدقة الواجبة منها فلا يجزئ دفعه إلى كافر

Bagi kami bahwasanya qurban adalah makanan baginya dan boleh bagi dia memakannya, maka boleh memberikan qurban kepada kafir dzimmiy sebagaimana makanan lainnya, sebab ini termasuk sedekah sunnah. Maka, ini serupa dengan sedekah sunnah lainnya. Ada pun sedekah wajib tidaklah boleh diberikan kepada orang kafir. (Ibid)

Sebagian Syafi’iyah, seperti Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa ketetapan madzhab Syafi’i adalah boleh:

Dari Majmu Nawawi:

وَمُقْتَضَى الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يَجُوزُ إطْعَامُهُمْ مِنْ ضحية التطوع دون الواجبة والله أَعْلَمُ

Dan yang menjadi ketentuan madzhab Syafi’i, bolehnya memberikan mereka (kafir dzimmi) dari qurban sunnah, bukan dari qurban wajib. Wallahu a’lam. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, 8/425)

Pendapat BOLEH, adalah pendapat yang paling pas dan realistis saat ini di tengah kesulitan yang merata dialami warga masyarakat. Ditambah lagi, itu bisa bernilai dakwah kepada non muslim.

Ada pun di sisi dalil kebolehannya adalah Allah Ta’ala tidak melarang umat Islam berbuat baik kepada kafir yang damai kepada umat Islam, Allah Ta’ala berfirman:

لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

(QS. Al-Mumtahanah, Ayat 8)

Diperkuat lagi oleh hadits:

وعَنْ مُجَاهِدٍ : ” أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ فِي أَهْلِهِ ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ؟ ، أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Dari Mujahid, bahwa Abdullah bin Amr menyembelih kambing untuk keluarganya. Ketika beliau datang bertanya, “Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi? Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi? Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk tetangga, sampai saya menyangka dia akan mewarisinya.”

(HR. At Tirmidzi no. 1943, katanya: hasan)

Demikian. Wallahu a’lam

 Farid Nu’man Hasan

Pedulilah Walau Hanya Sekali

Palestina menjerit, kau diam saja …

Uighur menderita, kau diam saja …

Siria bersimbah darah, kau buang wajah …

Rohingnya digenosida, kau biasa saja …

Lalu apa hujjahmu di sisi Allah jika mata, mulut, hati, tangan, diminta tanggungjawabnya untuk peduli terhadap saudaramu sesama muslim?

maka pedulilah walau hanya sekali …!

✍ Farid Nu’man Hasan

Menyikapi Serangan Iran Ke Zionis

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ust, Iran kan syiah .. bagaimana sikap kita atas serangan mereka ke Israel? Kita mendukung atau gimana? Soalnya di medsos akun-akun salafi malah kok kaya meledek serangan Iran dan malah seperti membela zionis ..? Pihak pejuang dibuat serba salah oleh mereka. Jazakumullah (08577296xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Kita sangat merindukan negeri-negeri Ahlussunah bahu membahu memberikan tindakan militer yang nyata kepada zionis untuk membela saudara mereka yang teraniaya di Gaza. Tapi sampai hari ini belum ada tindakan militer apa pun walau skala kecil. Seolah kerinduan tersebut bagai pungguk merindukan bulan. Justru yang terjadi adalah pandangan yang sangat mengecewakan, sebagian pemimpin sunni berdiri pada pihak zionis dan sama-sama membenci para pejuang Palestina, dan ikut-ikutan memblokade Gaza dan menghalangi bantuan.

Ada pun menyikapi serangan Iran yg notabene syiah ke Zionis, maka jangankan Iran, seandainya Rusia, Jerman, atau negara-negara yang notabene kafir yang melakukan serangan itu, kita pun setuju. Yang kita inginkan secara mendesak saat ini adalah memukul Zionis sampai mereka mundur dan militer mereka hancur.

Dukungan terhadap serangan Iran, sama sekali kita tidak mendukung aqidah mereka, sama sekali tidak. Tapi, jika ada saudara kita sesama muslim yang terzalimi dan tidak berdaya, kita pun tidak berdaya, lalu ada bantuan dari orang kafir untuk membebaskan saudara muslim tsb, maka bukan hal yang salah secara syar’i bagi umat Islam menerima pertolongan mereka. Sama-sama terikat oleh nilai universal yaitu membela orang-orang yang teraniaya.

Saat perang Uhud, para shahabat nabi dibantu oleh seorang Musyrik bernama Quzman bahkan Quzman ikut membunuh musuh. Begitu pula musyrikin Bani Khuza’ah, ikut bersama Rasulullah menghadapi Quraisy di tahun Fathu Makkah. (Imam asy Syaukani, Nailul Authar, jilid. 7, hal. 267)

Imam al Hazimi Rahimahullah mengatakan –seperti yang dikutip Imam az Zaila’i Rahimahullah- tentang bolehnya menerima sokongan dari orang kafir dalam melakukan perlawanan melawan musuh:

وَذَهَبَتْ طَائِفَةٌ: إِلَى أَنَّ لِلْإِمَامِ أَنْ يَأْذَنَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَغْزُوا مَعَهُ وَيَسْتَعِينَ بِهِمْ وَلَكِنْ بِشَرْطَيْنِ:
(1) أَنْ يَكُونَ فِي الْمُسْلِمِينَ قِلَّةٌ وَتَدْعُو الْحَاجَةُ إِلَى ذَلِكَ.
(2) أَنْ يَكُونُوا مِمَّنْ يُوثَقُ بِهِمْ فَلَا تَخْشَ ثَائِرَتُهُمْ.

Segolongan ulama berpendapat: “Pemimpin bisa mengizinkan orang-orang musyrik bergabung bersamanya dalam peperangan dan membantu kaum muslimin, dengan dua syarat:

Pertama, jumlah kaum muslimin hanya sedikit dan ada faktor yang mendorong kebutuhan itu.

Kedua, orang-orang musyrik tersebut bisa dipercaya dan tidak dikhawatiri akan memberontak.”

(Imam az Zaila’i, Nashb ar Rayah Li Ahadits al Hidayah, 3/424)

Imam Al Hazimi menambahkan:

وَلَا بَأْسَ أَنْ يُسْتَعَانَ بِالْمُشْرِكِينَ عَلَى قِتَالِ الْمُشْرِكِينَ إِذَا خَرَجُوا طَوْعًاً وَلَا يُسْهَمُ لَهُمْ

Boleh meminta pertolongan kepada orang musyrik untuk memerangi orang musyrik lainnya, selagi mereka bergabung dengan patuh dan tidak memberi andil bagi musuh. (Ibid)

Ada pun Iran versus Zionis -terlepas dari motiv apa yang paling mendalam bagi Iran membalas Zionis; apakah murni karena Gaza, atau tujuan politik Iran sendiri, maka kita teringat bagaimana sikap Rasulullah ﷺ dan para sahabat nabi ketika mendukung Romawi saat perang melawan Persia. Keduanya sama-sama kafir dan sama-sama musuh kaum muslimin, tapi umat Islam saat itu mendukung Romawi. Menurut Imam Al Qurthubi Romawi masih “mending” dibanding Persia karena Romawi adalah Ahli Kitab sementara Persia adalah musyrik penyembah api.

Maka, Iran yg Syiah Rafidhah, dibanding Zionis yang kafir harbi tentu masih “mending” Syiah Rafidhah. Yang mana syiah Rafidhah masih diperdebatkan kekafirannya menurut para ulama Ahlussunah. Imam Malik dan yang sepakat dengannya menyatakan kafirnya Syiah Rafidhah, sementara al ‘Allamah Al Qaradhawi, Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dan sederetan ulama Al Azhar seperti Mahmud Syaltut, menyatakan Rafidhah adalah ahli bid’ah namun masih Islam.

Ada pun kepada orang-orang yang selalu nyinyir atas semua perlawanan bersenjata untuk memerdekakan Palestina …

Di saat pejuang Sunni (HAMAS dan Jihad Islami) yang melawan, mereka nyinyir ..

Ketika Syiah melawan, mereka juga nyinyir .. Entah siapa lagi yang mereka harapkan, sementara mereka sendiri diam, negeri-negeri yang penguasanya Sunni juga diam, tidak ada tindakan militer yang nyata.

Tentunya orang-orang ini lebih menahan lisannya dan jari jemarinya di medsos, dibanding justru lisan dan tulisannya sering menyakiti dan menyinyir perjuangan para mujahidin, apa yang mereka lakukan bagaikan orang-orang munafiq zaman dulu.

Syaikh Yusuf Abdul Hayy berkata:

“Mencela para mujahid adalah sifat kaum munafiq. Kaum munafiq mencela para mujahidin, mencela para pimpinan mujahid,  menciptakan keraguan atas niat mereka, dan menganggap bodoh perbuatan mereka. Inilah perilaku kaum munafiq sejak masa lalu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:”

أَشِحَّةً عَلَيۡكُمۡۖ فَإِذَا جَآءَ ٱلۡخَوۡفُ رَأَيۡتَهُمۡ يَنظُرُونَ إِلَيۡكَ تَدُورُ أَعۡيُنُهُمۡ كَٱلَّذِي يُغۡشَىٰ عَلَيۡهِ مِنَ ٱلۡمَوۡتِۖ فَإِذَا ذَهَبَ ٱلۡخَوۡفُ سَلَقُوكُم بِأَلۡسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى ٱلۡخَيۡرِۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَمۡ يُؤۡمِنُواْ فَأَحۡبَطَ ٱللَّهُ أَعۡمَٰلَهُمۡۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٗا

Mereka (kaum munafiq) kikir terhadapmu. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka kikir untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS. Al Ahzab:  19) (Sumber: https://youtu.be/LGHwzc5qRxk)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

☘

✍ Farid Numan Hasan

Mengingatkan Imam Salat dengan Bahasa Indonesia

 PERTANYAAN:

Assalamu alaikum. Afwan ustadz, apakah boleh mengingatkan imam yg lupa/salah dengan bahasa indonesia, jk tasbih berkali2 tdk jg di pahami salahnya dmn ? (+62 813-3434-xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah

Tidak boleh, pakai bahasa Arab pun jika itu bukan kalimat bagian dari shalat juga tidak boleh, sebab itu kalamun naas (pembicaraan manusia) yang masuk ke dalam shalat. Kecuali tidak sengaja atau reflek.

Masalah ini juga mesti dilihat kasusnya seperti apa, jika imam terlanjur tegak berdiri yang seharusnya tasyahud awal, maka makmum tidak perlu tasbih berulang-ulang. Biarkan saja. Imam pun lanjutkan. Hal ini pernah Rasulullah alami, Beliau lupa duduk tasyahud awal, sahabat tasbih oleh Beliau dibiarkan saja. Di akhir shalat Rasulullah sujud sahwi 2 kali.

Nah kasus seperti di atas banyak makmum yang tidak paham, mereka tasbih berulang-ulang mengingatkan imam yang sudah terlanjur tegak itu, padahal seharusnya tidak seperti itu.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top