Berbicara Ketika Adzan Berkumandang

◽◼◽◼◽◼

 PERTANYAAN:

Bismillah.
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ustadz mohon bantuannya, saya baru saja dengar kajian dari seorang Ustadz, beliau berkata:
– jika kita berbicara ketika adzan berkumandang, maka kita akan meninggal suul khatimah
– jika kita tidak menjawab adzan, maka Allah akan berpaling dari kita di Yaumil Akhir nanti
Namun beliau tidak memberikan penjelasan lebih lanjut berkenaan hal ini.
Mohon bantuannya Ustadz, apakah hal ini benar?
Syukron. Jazaakallaahu khairaa Ustadz.


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Menjawab azan adalah hal yang mustahab (Sunnah), bukan wajib. Ini kesepakatan semua ulama.

Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

ويُستحَبُّ لِمَن سمِع المؤذِّن أن يقول كما يقولُ، لا أعلم خلافًا بين أهل العِلم في استحبابِ ذلك

Disunnahkan bagi yang mendengarkan azannya muazin untuk menjawab seperti ucapannya. Aku tidak ketahui adanya perbedaan pendapat ulama tentang hal itu.

(Al Mughni, 1/309)

Menjawab azan sangat penting, bahkan di saat kita baca Al Quran pun hendaknya kita berhenti dulu untuk menjawab azan.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

ولو سمع المؤذن قطع القراءة وأجابه بمتابعته في ألفاظ الأذان والإقامة ثم يعود إلى قراءته وهذا متفق عليه عند أصحابنا

Seandainya seseorang mendengar muadzin sedang adzan, maka hentikan dulu baca Al Quran, dia jawab adzan mengikuti lafaz-lafaz adzan kemudian dia kembali membaca Al Qur’an. Ini telah disepakati para sahabat kami (Syafi’iyah).

(At Tibyan, Hal. 126)

Ada pun menyebut yang bicara saat azan, akan mati suu’ul khatimah atau Allah akan berpaling pada hari kiamat, sering disampaikan para penceramah bahkan medsos tapi sayangnya tidak ada dasarnya, dan dikomentari para ulama sebagai keterangan dusta.

Syaikh Abdullah Al Faqih mengomentari pihak Yang mengatakan bicara saat azan akan SUSAH MENGUCAPKAN KALIMAT TAUHID saat matinya:

فهذا الكلام باطل منكر لا أصل له

Ini adalah perkataan yang batil, munkar, dan tidak ada dasarnya.

ولا تحل روايته ولا نسبته إلى النبي صلى الله عليه وسلم فهو كذب على النبي صلى الله عليه وسلم بلا شك

Tidak halal menyandarkannya kepada Rasulullah, dan tidak ragu lagi itu dusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

والكلام في أثناء الأذان جائز لا حرج فيه, وإن كان هذا الكلام يشغل عن متابعة المؤذن والقول مثلما يقول فتركه أولى للإتيان بالسنة وهي ترديد الأذان

Berbicara saat azan itu boleh, tidak apa-apa walau membuatnya sibuk dari menjawab seperti ucapan muazin namun meninggalkan hal itu lebih utama agar dapat mengikuti Sunnah yaitu menjawab azan.

(Kemudian Syaikh menyebutkan riwayat para sahabat di masa Umar bin Khathab yang berbicara di saat muazin sdg azan Jumat)

فهؤلاء هم الصحابة رضي الله عنهم والتابعون في خير القرون يتكلمون في أثناء الأذان بمشهد من الخليفة الراشد المهدي عمر بن الخطاب رضي الله عنه. وهذا من الحجة الواضحة كل الوضوح على إباحة الكلام في أثناء الأذان

Inilah para sahabat dan para tabi’in yg hidup di zaman terbaik, mereka bicara di saat azan, disaksikan oleh Umar bin Khathab. Ini adalah hujjah yang jelas bolehnya bicara di saat azan.

(Fatawa Asy Syabakah Islamiyah, no. 147343)

Sebenarnya berbicara di saat azan masih bisa menjawab azan pula, dua aktivitas itu masih bisa dilakukan bersamaan. Namun demikian lebih utama adalah fokus menjawab azan.

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Syarat Haji dan Umroh Boleh Dibadalkan

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaykum Ustadz, misalkan ada orang yang dibadalkan umroh karena sudah tua dan belum pernah umroh (sehingga dikhawatirkan tidak umroh sampai meninggal). Beberapa tahun kemudian, ternyata beliau bisa umroh. Bagaimanakah status umroh yang dibadalkan tersebut? JazaakAllaahu khair

 JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Apakah saat dibatalkan kondisinya benar-benar tidak mampu atau sekedar tua?

Syarat kebolehan badal itu:

– Bagi yang sudah wafat
– Masih hidup tapi Tidak mampu berangkat

Jadi, walau pun sdh tua, tapi masih mampu atau kuat berangkat maka tdk boleh dibadalkan..

Dari Abu Razin Al ‘Uqailiy, dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bertanya:

يا رسول الله إن أبي شيخ كبير لا يستطيع الحج و لا العمرة و لا الظعن : قال ( حج عن أبيك واعتمر )

Wahai Rasulullah, ayahku sudah sangat tua tidak mampu haji, umrah, dan perjalanan. Beliau bersabda:

“Haji dan umrahlah untuk orang tuamu.”

(HR. Ibnu Majah No. 2906, At Tirmidzi No. 930, Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Dalil Memulai Ceramah dengan Salam

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

 PERTANYAAN:

Assalmu’alaikum, afwan Ustadz ada Titipan pertanyaan,

1. Ada ustadzah menyampaikan di ceramahnya menyampaikan bahwa mengucap salam di awal ceramah sebenarnya tidak Sunah, karena tidak d contohkan oleh Rasul (Pernyataan Beliau, “punten saya mencoba melaksanakan Sunnah Rasul jadi setiap awal ceramah dan dalam ceramah nya saya tidak mengucapkan salam tapi diawali dengan Tahmid).

2. Untuk mengawali percakapan di HP misal Via WA itu diawali dengan salam atau Bismillah? karena skr2 ini suka ada yg WA itu diawali bismillah tanpa mengetikkan Salam. Dan bagaimana dengan Hadits yg kurang lebih isinya tentang jangan menjawab pertanyaan seseorang sebelum orang itu mengucapkan Salam.


 JAWABAN

Wa’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Dalil memulai salam saat muhadharah (ceramah, kuliah), adalah:

– Dalil umum anjuran mengucapkan salam kepada orang-orang yang baru dijumpai. Haditsnya banyak. Para ahli Ushul mengatakan bahwa berhujjah dengan dalil umum sudah cukup ketika dalil khususnya belum ada.

– Qiyas dengan memulai salam saat khutbah Jumat

2. Dalam surat-suratnya Rasulullah ﷺ memulai dengan Bismillahirrahmanirrahim. Namun menggunakan salam juga sunnah karena dianggap sama dengan awal berjumpa dengan seseorang. Ini semuanya adalah sunnah dan luwes saja.

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Pekerjaan Berat yang Boleh Tidak Berpuasa

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Tanya pak, pekerja berat seperti apa yang mendapatkan ruhsoh untuk tidak puasa ? Bolehkah mereka reka sendiri misal buruh metik padi disawah kan panas sekali, maka tidak puasa dgn alasan mengambil ruhsoh seperti dalam qs albaqarah ayat 184. Wassalamu’alaikum

 JAWABAN

Wa’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika pekerjaan tersebut memang bertepatan saat Ramadhan, dan dia masih mampu puasa maka puasa tetap wajib.

Namun jika di saat puasa dan bekerja sangat menguras energi, sehingga mendatangkan kelemahan bagi pekerja tersebut, maka tidak apa-apa dia batalkan dan diganti di hari lain saat libur. Inilah pendapat mayoritas ulama. Jadi bukan sejak awal sudah meniatkan tidak puasa tapi hendaknya dia berusaha puasa dulu sampai dia mengalami keberatan dan kesulitan barulah dia membatalkannya.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan:

(وَ) يُبَاحُ تَرْكُهُ لِنَحْوِ حَصَادٍ أَوْ بِنَاءٍ لِنَفْسِهِ أَوْ لِغَيْرِهِ تَبَرُّعًا أَوْ بِأُجْرَةٍ وَإِنْ لَمْ يَنْحَصِرْ الْأَمْرُ فِيهِ أَخْذًا مِمَّا يَأْتِي فِي الْمُرْضِعَةِ خَافَ عَلَى الْمَالِ إنْ صَامَ وَتَعَذَّرَ الْعَمَلُ لَيْلًا أَوْ لَمْ يُغْنِهِ فَيُؤَدِّي لِتَلَفِهِ أَوْ نَقْصِهِ نَقْصًا لَا يُتَغَابَنُ بِهِ هَذَا هُوَ الظَّاهِرُ مِنْ كَلَامِهِمْ

Diperbolehkan meninggalkan puasa karena alasan seperti saat panen atau sedang membangun bangunan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, baik secara sukarela atau dengan upah, meskipun pekerjaannya tidak terbatas pada dirinya saja. Hal ini diqiyaskan dengan wanita yang menyusui.

Jika seseorang khawatir akan kehilangan hartanya jika berpuasa, sementara pekerjaannya tidak bisa dilakukan pada malam hari atau tidak mencukupi kebutuhannya (jika di malam hari), sehingga menyebabkan kerusakan atau kekurangan yang tidak dianggap sepele, maka yang benar dari perkataan para ulama adalah hal ini (berbuka) diperbolehkan. (Tuhfatul Muhtaj, jilid. 3, hal. 430)

Imam Al Buhuti menjelaskan:

ومن صنعته شاقة وتضرر بتركها , وخاف تلفا أفطر وقضى , ذكره الآجري

Barangsiapa pekerjaannya berat dan akan mengalami kesulitan jika meninggalkannya, serta khawatir mengalami kebinasaan, maka ia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan wajib mengqadha’. Hal ini disebutkan oleh Al-Ajurry. (Syarh Muntaha Al Iradat, jilid. 1, hal. 478)

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah:

قال الحنفية : المحترف المحتاج إلى نفقته كالخباز والحصاد ، إذا علم أنه لو اشتغل بحرفته يلحقه ضرر مبيح للفطر ، يحرم عليه الفطر قبل أن تلحقه مشقة

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa seorang pekerja yang membutuhkan nafkahnya, seperti tukang roti dan penuai (pemanen), jika ia mengetahui bahwa bekerja dalam profesinya akan menyebabkan bahaya yang membolehkannya berbuka (tidak berpuasa), maka haram baginya berbuka sebelum mengalami kesulitan tersebut. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, jilid. 28, hal. 57)

Pekerja bangunan, buruh pikul, dan kerja apa pun yang mengandalkan stamina fisik, dan membuat pelakunya lelah, sulit, dan payah, maka itu ‘uzur syar’i baginya. Boleh tidak puasa dan wajib mengganti pada hari lainnya.

Al Qalyubi mengatakan:

قَالَ الْأَذْرَعِيُّ وَوَافَقَهُ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ وَمِثْلُ ذَلِكَ نَحْوُ حَصَّادٍ وَبَنَّاءٍ وَحَارِسٍ وَلَوْ مُتَبَرِّعًا فَتَجِبُ عَلَيْهِ النِّيَّةُ لَيْلًا ثُمَّ إنْ لَحِقَتْهُ مَشَقَّةٌ أَفْطَرَ

Al-Adzra’i mengatakan, dan ini disepakati oleh guru kami, Ar-Ramli, bahwa sebagaimana hal demikian (orang yang sakit) adalah penuai, tukang bangunan, dan penjaga, meskipun ia bekerja secara sukarela, maka wajib baginya niat puasa di malam hari, kemudian apabila ia menemui kesulitan, maka ia boleh berbuka (membatalkan puasanya). (Hasyiyata Al Qalyubi wal ‘Amirah)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top