Doa Saat Menyembelih Qurban

Kalimat doa saat menyembelih hewan qurban ada beberapa bentuk:

Versi pertama: Bismillah dan takbir

Bismillahi Allahu akbar. Ini minimal, yang wajib adalah bismillahnya, sedangkan takbir adalah mustahab (sunnah).

Dalilnya, Anas bin Malik bercerita:

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

“Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih dominan dibanding warna hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelih domba tersebut dengan tangan beliau sendiri *sambil menyebut nama Allah dan bertakbir* dan meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut.” (HR. Bukhari no. 5565)

Versi kedua, mendoakan agar qurbannya atau qurban keluarganya Allah Ta’ala terima

Dalilnya:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari.” Kemudian beliau bersabda, “Asahlah pisau ini dengan batu.” Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang diperintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya.” Kemudian beliau mengucapkan, ALLAHUMMA TAQABBAL MIN MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD WA UMMATU MUHAMMAD (ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad).”* Kemudian beliau berkurban dengannya.” (HR. Muslim no. 1967)

Maka, kita boleh menggunakan: Bismillah Allahumma Taqqabbal min FULAN (nama yg qurban) .. Bisa juga AALI FULAN (keluarga fulan)

Versi ketiga

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ عَنْ مِنْبَرِهِ فَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Dari Jabir bin Abdullah ia berkata, “Aku pernah mengikuti salat ‘idul adhha bersama Nabi ﷺ di lapangan, maka ketika selesai berkhotbah beliau turun dari mimbar. Setelah itu didatangkan kepada beliau seekor kambing, lalu Rasulullah ﷺ menyembelih kambing tersebut dengan tangannya. Dan beliau mengucapkan, “BISMILLLAAHI WALLAAHU AKBAR HADZA ‘ANNIY WA ‘AMMAN UMMATIY LAM YUDHAHHI (Dengan nama Allah, Allah Mahabesar), ini dariku dan dari umatku yang belum berkurban.” (HR. At Tirmidzi no. 1522, shahih)

Dalam riwayat lain:

اللهم إن هذا منك ولك

Allahumma inna hadza minka Wa laka (Ya Allah, qurban ini dari-Mu dan untuk-Mu). (Irwa’ul Ghalil, no. 1138)

Minka (Dari-Mu) maksudnya qurban tersebut adalah rezeki dari Allah. Laka (Untuk-Mu) maksudnya ikhlas untuk Allah semata. (Syarhul Mumti’, jilid. 7, hal. 492)

Maka, jika dirangkai semua dan disesuaikan dengan keadaan org yang berqurban menjadi:

– Jika untuk menyembelih hewan qurban sendiri

بسم الله ، والله أكبر ، اللهم هذا منك ولك و هذا عني

Bismillahi wallahu Akbar, Allahumma hadza minka Wa laka Wa Hadza ‘anniy

– Jika menyembelih hewan qurban orang lain

بسم الله ، والله أكبر ، اللهم هذا منك ولك ، هذا هذا عن فلان

Bismillahi wallahu Akbar, Allahumma hadza minka Wa laka Wa Hadza ‘an Fulan

Bisa juga:

اللهم تقبل من فلان وآل فلان

Allahumma taqabbal min Fulan Wa Aali Fulan

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Orang Shalih Tapi Diisukan Miring, Bagaimana Sikap Kita?

Abu Qilabah Rahimahullah berkata:

إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له عذرا فإن لم تجد له عذرا فقل لعل له عذرا لا أعلمه

“Apabila sampai kepadamu berita tentang saudaramu tentang perkara yang engkau membencinya, maka carikanlah ‘udzur (alasan) untuknya. Jika engkau tidak mendapatkan ‘udzur untuknya maka katakanlah, “Mungkin ada ‘udzur baginya yang tidak aku ketahui.”

(Imam Ibnu Hibban, Raudhatul ‘Uqalaa wa Nuzhatul Fudhala, Hal. 184. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut. 1977M-1397H)

Imam Al ‘Aini menyebutkan:

و قيل إِحْسَان الظَّن بِاللَّه عز وَجل وبالمسلمين وَاجِب

Berbaik sangka kepada Allah dan kaum muslimin adalah wajib. (‘Umdatul Qaari, 20/133)

Maka, jika ada saudara kita yg dikenal baik, shalih, atau ahli ilmu, namun datang berita tentangnya hal yang negatif. Maka, tahanlah diri untuk membenarkan keburukan itu sampai benar-benar sah dan terbukti bahwa dia melakukan keburukan tsb. Apalagi jika berita datangnya dari orang atau media yang tidak jelas kejujurannya, atau ada motiv tertentu tentang berita itu.

Jika terbukti pun, tidak lantas kita ikut menyebarluaskan jika itu aib pribadi atau keluarganya. Menutup aib sesama muslim adalah kewajiban, agar Allah Ta’ala menutup aib kita di akhirat.

Wallahu A’lam

✏️ Farid Nu’man Hasan

Saat Sujud Jidat Terhalang Rambut Sendiri

Pertanyaan

Assalamu alaikum.. Ustadz Farid, apakah sah orang yg sujud tapi keningnya terhalang oleh rambut nya? Jazaakallah (AR)

Jawaban

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Sujud yang terhalang rambut, atau telapak tangannya yang terhalang pakaiannya sendiri baik mukena, terhalang surban yg dipakai, atau lengan panjangnya .. Ini semua diperselisihkan ulama.

Sebagian mengatakan tetap SAH, ini pendapat mayoritas ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah.

Sedangkan mazhab Syafi’i, lalu salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat Imam Daud az Zhahiri, mereka mengatakan BATAL.

Imam An Nawawi menjelaskan:

فرع في مذاهب العلماء في السجود على كمه وذيله ويده وكور عمامته وغير ذلك مما هو متصل به، قد ذكرنا أن مذهبنا: أنه لا يصح سجوده على شيء من ذلك، وبه قال داود وأحمد في رواية، وقال مالك وأبو حنيفة والأوزاعي وإسحاق وأحمد، في الرواية الأخرى: يصح، قال صاحب التهذيب: وبه قال أكثر العلماء. انتهى

Rincian penjelasan berbagai mazhab ulama tentang sujud di lengan baju, ujungnya, tangan, dan lingkaran surbannya dan hal-hal lain yang bersambung dengan dirinya. Kami telah menyebutkan bahwa mazhab kami (Syafi’i) mengatakan: TIDAK SAH baginya untuk sujud di atas salah satu itu, dan ini dikatakan pula oleh Dawud dan Ahmad dalam satu riwayat.

Sedangkan Malik, Abu Hanifah, Al-Awzai, Ishaq dan Ahmad dalam riwayat lain mengatakan: SAH. Penulis Al-Tahdzib mengatakan: Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Selesai.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, jilid. 3, hal. 428)

Dalam rangka keluar dari perdebatan, maka sebaiknya hal-hal itu tidak dilakukan. Agar tujuh anggota badan saat sujud dapat menyentuh tempat sujud secara sempurna.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Posisi Anak Kecil di Shaf Orang Dewasa

Anak kecil, ada dua macam: mumayyiz dan ghairu mumayyiz

Mumayyiz, oleh para ulama diartikan seorang anak kecil yang sudah memahami pembicaraan dan dia mampu menjawabnya. Sedangkan ghairu mumayyiz belum mampu.

Mayoritas ulama mengatakan usia mumayyiz itu tujuh tahun dan/atau lebih, berdasarkan hadits:

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ

Perintahkan anak-anak kalian melaksanakan shalat di saat mereka berusia tujuh tahun.

(HR. Abu Dawud no. 495, hasan)

Sebagian lain mengatakan usia mumayyiz tidak ada patokan baku, asalkan dia sudah bisa membedakan siang dan malam, waktu shalat, dan memahami pembicaraan kepadanya.

Bagi anak yang sudah mumayyiz, maka dia boleh bersama shaf orang dewasa bahkan menjadi imamnya, khususnya dalam shalat sunnah.

Ini berdasarkan hadits Amru bin Salamah Radhiallahu ‘Anhu:

فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ, وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا»، قَالَ: فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي, فَقَدَّمُونِي, وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ

“Jika sudah masuk waktu shalat maka azanlah salah seorang kalian, dan tunjuk yang paling banyak hapalannya sebagai imam kalian.”

Amru bin Salamah berkata: “Mereka melihat-lihat tapi tidak seorang pun yang hapalan Al Qurannya lebih banyak dibanding aku, lalu mereka memintaku maju menjadi imam, saat itu berusia enam atau tujuh tahun.”__ (HR. Al Bukhari No. 4302)

Mayoritas ulama mengatakan kebolehan anak kecil jadi imam shalat hanyalah pada shalat sunnah, sebab shalat fardhu mereka belum diwajinkan. Tidak sah shalat menjadi makmumnya orang yang belum wajib shalat.

Imam asy Syafi’i mengatakan kebolehan itu berlaku untuk shalat fardhu dan sunnah sekaligus, krn hadits di atas tdk menunjukan khusus buat shalat sunnah.

Maka, jika anak mumayyiz sudah boleh menjadi imamnya orang dewasa, maka apalagi sekadar berbaris bersama shaf orang dewasa

Ada pun anak kecil yang masih ghairu mumayyiz, maka tidak dibenarkan berada di shaf Orang dewasa, sebab keberadaannya dianggap seperti tidak ada, mereka juga belum wajib shalat. Ini merupakan pendapat empat madzhab.

Jika keberadaan anak kecil justru menganggu shalat orang dewasa, gaduh misalnya, maka sebaiknya mereka tidak dibawa. Sebagian ulama memakruhkan membawa anak-anak ke masjid karena hal ini, dan juga hadits:

جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ

Jauhkan masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian dan orang gila. (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi, dll)

Namun para imam hadits menyatakan kedha’ifan hadits ini.

Sementara jika anak-anak itu bisa diatur, tidak gaduh, tidak apa-apa mereka ke Masjid dengan shafnya tersendiri di belakang orang dewasa berdasarkan hadits Abu Dawud, atau boleh diujung shaf sebagaimana yang dijelaskan Imam asy Syaukani.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top