Memanfaatkan Barang Milik Orang yang Sudah Dibuang

✉️❔PERTANYAAN

Bagaimana hukum memanfaatkan sisa/Potongan-Potongan Bahan Bangunan seperti Pipa yang panjang 5 – 50 Cm, yang menurut saya itu akan hanya menjadi sampah, dan sudah tidak digunakan lagi, dan dipastikan akan berakhir di Pembakaran ketika pembersihan lokasi disaat bangunan tersebut sudah selesai terbangun. Saya mengambil dan memanfaatkannya untuk kerajinan tangan yang bisa menghasilkan nilai jual, Namun saya mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya, karna menurutnya saya itu akan hanya menjadi sampah dan berakhir di Pembakaran.Apakah salah jika saya memanfaatkanya ,?
Mohon pencerahanya,, (Akmal-Kendari)

✒️❕JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Ini istilahnya luqathah, yaitu barang temuan di jalan atau di sebuah tempat. Jika barang tsb dugaan kuat oleh pemiliknya sudah tidak dipakai, atau sengaja dibuang, atau jumlahnya sedikit (sepele) sehingga pemiliknya pun tidak lagi berharap, maka tidaklah masalah mengambil dan memanfaatkannya.

Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

ولا نعلم خلافا بين أهل العلم في إباحة أخذ اليسير والانتفاع به، وقد روي ذلك عن عمر، وعلي، وابن عمر، وعائشة، وبه قال عطاء، وجابر بن زيد، وطاوس، والنخعي، ويحيى بن أبي كثير، ومالك، والشافعي، وأصحاب الرأي

Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara para ulama tentang dibolehkannya mengambil benda yang sedikit dan memanfaatkannya. Hal ini diriwayatkan dari Umar, Ali, Ibnu Umar, Aisyah, dan diikuti oleh Atha’, Jabir bin Zaid, Thawus, an-Nakha’i, Yahya bin Abi Katsir, Malik, asy-Syafi’i, dan ash-habul ra’y (pengikutnya Abu Hanifah). (Al Mughni, jilid. 8, hal. 296)

Dalilnya:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ رَخَّصَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْعَصَا وَالسَّوْطِ وَالْحَبْلِ وَأَشْبَاهِهِ يَلْتَقِطُهُ الرَّجُلُ يَنْتَفِعُ بِهِ

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah ﷺ memberikan keringanan kepada Kami untuk menggunakan tongkat, pecut, tali dan yang semisalnya yang Kami temukan. (HR. Abu Daud no. 1717)

Tapi jika dugaan kuatnya barang temuan tersebut masih diharapkan pemiliknya, karena jumlahnya banyak atau harga dan nominalnya yang tidak murah, maka tidak dibenarkan mengambil dan memanfaatkannya tanpa izin pemiliknya. Hendaknya dia mengumumkan atau menunggu selama setahun, jika ada orang yang mengaku pemiliknya dan bisa membuktikannya maka serahkan kepadanya. Jika sampai setahun belum ada orang yang mengaku maka pihak yang menemukan boleh memanfaatkannya. Tapi Jika datang orang memgaku sebagai pemilik setelah brg itu dimanfaatkan maka wajib baginya menggantinya.

Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

وإما أن يكون ذا بال تتبعه نفس صاحبه عادة فيجب تعريفه سنة كاملة في مواطن تجمع الناس كأبواب المساجد وكالأسواق، فإن وجد من يصفها بما يميزها سلمها إليه، وإلا فله التصرف فيها بما يشاء، فإن جاء ربها بعد ذلك سلمها إليه إن كانت موجودة، وإلا سلمه مثلها إن كانت مثلية أو قيمتها إن كانت مقومة، فعن زيد بن خالد الجهني رضي الله عنه قال جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فسأله عن اللقطة فقال: اعرف عفاصها ووكاءها ثم عرفها سنة، فإن جاء صاحبها وإلا فشأنك بها…. رواه البخاري ومسلم

Jika barang tersebut adalah sesuatu yang berharga yang biasanya masih diinginkan oleh pemiliknya, maka wajib mengumumkannya selama satu tahun penuh di lokasi di mana orang-orang berkumpul, seperti di pintu-pintu masjid dan di pasar-pasar. Jika ada yang datang dan dapat mendeskripsikan ciri-ciri barang tersebut dengan tepat, maka barang itu harus diserahkan kepadanya. Jika tidak, orang yang menemukannya boleh memanfaatkannya sesuai keinginannya. Namun, jika pemilik barang itu datang setelah itu, maka barang tersebut harus diserahkan kepadanya jika masih ada. Jika tidak, maka orang yang menemukannya harus menggantinya dengan barang yang serupa jika barang tersebut termasuk jenis yang bisa disamakan, atau dengan nilainya jika barang tersebut dinilai. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: ‘Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya tentang barang temuan.

Maka Rasulullah bersabda: ‘Kenalilah penutupnya dan tali pengikatnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika datang pemiliknya, maka serahkanlah kepadanya, dan jika tidak, maka terserah kamu untuk memanfaatkannya…’ (HR. Bukhari dan Muslim).” (selesai)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Shalat Tidak Menghadap Kiblat Karena Kondisi Sakit

✉️❔PERTANYAAN

Assalamualaikum ustadz…mau tanya..seorang pasien laki-laki opname di RS…dipasang infus, selang oksigen, kateter, dan alat pengencer darah, kondisi pasien sadar…..bagaimana cara sholatnya? Apakah harus menghadap kiblat? Sedangkan pasien dilarang dokter agar tidak banyak bergerak ? Mohon penjelasannya… Pasien penyakit jantung…banyak bergerak langsung sesak nafas (S, di Sambas) (+62 852-4533-xxxx)

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika kondisinya tidak mungkin menghadap kiblat, tidak bisa, karena sakitnya maka tidak apa-apa dia shalat dalam posisi itu.

Allah Ta’ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertaqwalah kamu semampu kamu. (QS. At Taghabun: 16)

Dalam ayat lain:

{ وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ }

Dan milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 115)

Dalam hadits juga Rasulullah ﷺ bersabda:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka, jika aku memerintahkan kamu terhadap sesuatu, jalankanlah sejauh yang kalian mampu. (HR. Muslim no. 1337)

Para ulama juga menjelaskan:

فإن له أن يُصَلِّى على حاله ولو لغير القبلة، ولا إعادة عليه كما هو مذهب الحنفية والحنابلة

Sesungguhnya orang yang sakit dia shalat dalam keadaan dirinya itu walau tidak menghadap kiblat, tidak perlu mengulang shalatnya sebagaimana mazhab Hanafi dan Hambali. (Darul Ifta’ Al Mishriyyah no. 7599)

Sementara dalam mazhab Syafi’i dan Maliki wajib mengulangnya setelah kondisi kembali normal.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Apakah Minyak Kayu Putih/Minyak Telon Dapat Membatalkan Badal Umroh?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum ustadz.. Ada pertanyaan

Ketika seseorang meninggal tidak dengan cara dikubur (dibakar, tenggelam, dll) .. Apakah tetap melewati kejadian² di alam kubur? Mis: didatangi oleh Malaikat Munkar & Nakir, dll

✒️❕JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Telah diketahui bahwa memakai parfum adalah salah satu larangan saat ihram. Krn haji atau umrah adalah totalitas kepada Allah Ta’ala, dan menjauh dr dunia, kesenangan dan keindahannya. Di antara kesenangan dan keindahan dunia adalah parfum baik Za’faran, Misk, dll.

Rasulullah ﷺ menyebut larangan-larangan tersebut dalam satu haditsnya:

لَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ الْقَمِيصَ وَلَا الْعِمَامَةَ وَلَا الْبُرْنُسَ وَلَا السَّرَاوِيلَ وَلَا ثَوْبًا مَسَّهُ وَرْسٌ وَلَا زَعْفَرَانٌ وَلَا الْخُفَّيْنِ إِلَّا أَنْ لَا يَجِدَ نَعْلَيْنِ فَلْيَقْطَعْهُمَا حَتَّى يَكُونَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ

“Seorang yang melakukan Ihram tidak boleh memakai kemeja, serban, peci, celana dan tidak pula pakaian yang telah dicelup dengan Wars dan Za’faran dan tidak pula memakai sepatu, kecuali bagi yang tidak mempunyai terompah, namun hendaklah ia memendekkan sepatunya hingga tidak melewati kedua mata kaki.”

(HR. Muslim no. 1177)

Imam Ibnul Mundzir mengatakan:

أجمعوا على أنَّ المُحْرِمَ ممنوعٌ من: الجماعِ، وقتلِ الصَّيدِ، والطِّيبِ

Para ulama telah ijma’ bahwa orang ihram terlarang: jima’, berburu, dan memakai wewangian. (Al Ijma’, hal. 52)

Larangan ini tidak membatalkan umrah, tapi membuatnya wajib membayar fidyah menurut kesepakatan empat mazhab. Fidyahnya dengan menyembelih satu ekor kambing, jika tidak punya maka shaum tiga hari, jika tidak mampu maka memberikan makanan ke enam fakir miskin masing-masing setengah sha’. Fidyah seperti ini tertera dalam Shahih Bukhari.

Lalu, bagaimana dengan minyak-minyak obat seperti minyak kayu putih, minyak telon, GPU, dan sejenisnya, apakah termasuk makna parfum yang terlarang?

Menurut mayoritas ulama hal itu tidak mengapa, tidak batal, tidak dosa, dan tidak fidyah. Sebab, itu bukan makna parfum walau memiliki aroma khas, tidak ada pula orang yang menjadikan minyak-minyak obat sebagai parfum.

Dalam mazhab Syafi’i minyak tersebut boleh asalkan jangan dipakai di kepala dan jenggot, sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab.

Mazhab Hambali mengatakan hal itu dibolehkan walau dipakai di kepala dan jenggot, sebagaimana dikutip Imam Ar Ruhaibani dalam Mathalib Ulin Nuha.

Dalam Mazhab Hanafi juga dibolehkan minyak untuk keperluan berobat, jika bukan untuk berobat maka tdk boleh dan wajib fidyah. Ini dikatakan oleh Imam Al Kasani dalam Bada’i Shana’i.

Sementara dalam Mazhab Maliki tentang mengoleskan minyak di permukaan luar tubuh seperti punggung kaki dan tangan, ada dua pendapat antara yang mengatakan wajib fidyah dan tidak. Ini dikatakan oleh Imam Ad Dardir dalam Asy Syarh Ash Shaghir.

Jadi, apa yang ditanyakan tidak mengapa dan tidak ada fidyah. Ini pendapat mayoritas ulama.

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Meninggal Tidak Dikubur, Apakah Tetap Mengalami Peristiwa Alam Kubur?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum ustadz.. Ada pertanyaan

Ketika seseorang meninggal tidak dengan cara dikubur (dibakar, tenggelam, dll) .. Apakah tetap melewati kejadian² di alam kubur? Mis: didatangi oleh Malaikat Munkar & Nakir, dll

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Kita pahami dulu hakikat “kubur”, yg didefinisikan para ulama:

هو كل ما يحوي جثة الميت بعد موته، سواء كان في البر، أم في البحر، أم في بطون السباع

Yaitu segala sesuatu yang terdapat padanya tubuh mayit setelah kematiannya, baik di darat, di laut, maupun di dalam perut binatang buas. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 376906)

Jadi, setelah manusia wafat, dia akan melewati fase Al Hayatu Al Barzakhiyah (kehidupan alam barzakh) baik matinya dikubur, tenggelam, dibakar sampai jadi abu .. kehidupan alam barzakh adalah ketetapan takdir yang dilewati oleh seluruh manusia bagaimana pun cara mati dan dikuburnya. Sehingga apa yang tertera dalam hadits-hadits shahih tentang pertanyaan munkar nakir, nikmat dan siksa kubur, semuanya tetap terjadi berdasarkan keumuman dalil yang menegaskannya.

Imam Ibnul Qayyim berkata:

ومما ينبغي أن يعلم أن عذاب القبر هو عذاب البرزخ، فكل من مات وهو مستحق للعذاب، ناله نصيبه منه، قبر أو لم يقبر، فلو أكلته السباع، أو أحرق حتى صار رمادا ونسف في الهواء، أو صلب، أو غرق في البحر، وصل إلى روحه وبدنه من العذاب ما يصل إلى القبور

Perlu diketahui, bahwa siksa kubur itu adalah siksa di alam barzakh. Setiap orang yang mati yang dia layak mendapat siksa, maka akan mendapat bagiannya, baik dia dikuburkan maupun tidak, demikian pula jika dimakan binatang buas, atau dibakar sampai ia menjadi abu dan terlempar ke udara, atau disalib, atau ditenggelamkan di laut. Siksa itu sampai kepada ruh dan badannya sebagaimana yang sampai di qubur. (Ar Ruh, hal. 169)

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

scroll to top